Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FISIOLOGI REPRODUKSI

PERJALANAN ZIGOT SAMPAI DI UTERUS

Oleh:

SITI RACHMADIANI HERLINAWATI NIM. 011714653009

MAGISTER ILMU KESEHATAN REPRODUKSI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 2
BAB 3. PEMBAHASAN ....................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 4

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Fase Fertilisasi .................................................................... 2


Gambar 2.2 Penetrasi Korona Radiata dan Zona Pelusida ..................... 4
Gambar 2.3 Tiga reaksi Oosit Setelah Sperma Memasuki Oosit ........... 5
Gambar 2.4 Tahap Awal Pembelahan zigot ........................................... 6
Gambar 2.5 Morula dan Blastosis .......................................................... 7
Gambar 2.6 Perjalanan Zigot Sampai di Uterus .................................... 8

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjalan zigot sampai di uterus diawali dengan proses pembentukan zigot itu sendiri
melalui fertilisasi. Fertilisasi adalah proses bersatunya gamet jantan dan gamet betina pada
tuba ampula. Fertilisasi dibagi menjadi tiga fase yaitu; penetrasi korona radiata, penetrasi
zona pelusida dan fusi membran sel dari sperma dan oosit (Sadler, 2014).
Perjalan zigot sampai di uterus membutuhkan waktu 4 hari dan implantasi terjadi pada
hari ke 5 atau 6 dari perjalan zigot (Sadler, 2014). Pada saat dalam perjalanan menuju uterus
zigot terus menerus membelah hingga mencapai tahap morula atau zigot dengan 12 sel
kemudian menjadi blastula atau blastosit yang memiliki 32-64 sel (Samuel Webster., 2012).
Makalah ini mencoba memaparkan kejadian-kejadian serta tahapan dari perjalanan
zigot -yang merupakan hasil konsepsi, sampai di uterus.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan perjalan zigot sampai di uterus
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan proses fertilisasi
2. Menjelaskan proses pembelahan oosit hingga terbentuk blastosit
3. Menjelaskan perjalan zigot sampai di uterus

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fertilisasi
Penyatuan ovum dan sperma saat fertilisasi merupakan salah satu proses terpenting
dan paling menarik dalam biologi (Cunningham, 2013). Fertilisasi adalah adalah proses
bersatunya gamet jantan dan gamet betina pada tuba ampula (Sadler, 2014). Fertilisasi
umumnya terjadi di tuba uterina dan telah disepakati banyak ahli bahwa fertilisasi harus
terjadi dalam beberapa jam, dan tidak lebih dari satu hari pasca ovulasi (Cunningham, 2013).
Spermatozoa harus telah berada dalam tuba saat oosit tiba karena window of
opportunity terjadinya fertilisasi sempit. Hampir semua kehamilan terjadi bila hubungan intim
dilakukan dalam 2 hari sebelum atau saat hari terjadinya ovulasi (Cunningham, 2013).
Spermatozoa mungkin tetap bertahan di saluran reproduksi wanita selama beberapa hari
(Sadler, 2014).
Tahap tahap fertilisasi sangat komplek. Mekanisme molekuler membuat
spermatozoa dapat melewati sel sel folikular, menembus zona pelusida, dan masuk ke
sitoplasma oosit untuk membentuk zigot (Cunningham, 2013). Fertilisasi dibagi menjadi tiga
fase yaitu; penetrasi korona radiata, penetrasi zona pelusida dan fusi membran sel dari sperma
dan oosit (Sadler, 2014).

Gambar 2.1 Fase Fertilisasi (Sadler, 2014)

Proses pembuahan atau fertilisasi mengharuskan sperma untuk menembus korona


radiata. Sperma menembus corona radiata dengan cara mengikat korona radiata dengan
enzym yang berada pada kepala sperma atau disebut dengan membran-bound enzymes
(Sherwood, 2013).

2
Zona pelusida adalah suatu glikoprotein yang mengelilingi oosit yang memfasilitasi
sperma dan juga sebagai penginduksi sperma untuk melakukan reaksi akrosom (Sadler, 2014).
Reaksi akrosom adalah pecahnya lapisan akrosom pada kepala sperma (Samuel Webster.,
2012). Sperma bisa menembus zona pelusida sesaat setelah terjadi pengikatan dengan situs
pengikat tertentu pada permukaan lapisan zona pelusida. Pasangan yang mengikat antara
sperma dan sel telur diidentifikasikan sebagai fertilin, yaitu suatu protein yang ditemukan di
plasma membran sperma, berikatan dengan glikoprotein yang dikenal sebagai ZP3 di lapisan
luar zona pelusida (Sherwood, 2013). Melalui reaksi akrosom sperma mengeluarkan enzim
dan zona pelusida tempat sperma melekat di larutkan sehingga memungkinkan sperma untuk
masuk ke dalam oosit (Samuel Webster., 2012).
Pada keadaan tidak terdapatnya reaksi akrosom, sperma tidak mampu menembus
zona pelusida. Kontak antara sperma yang intak dan telah dikapasitasi dengan zona pelusida
menimbulkan interaksi antara glikoprotein permukaan sel sperma yang spesifik, ZP3, dengan
protein zona spesifik. Ikatan ZP3 menimbulkan influks kalsium lebih lanjut ke dalam
spermatozoa dan kadar cAMP intraseluler meningkat. Akrosom membengkak, membran
bagian luar zona pelusida berfusi dengan membran plasma sperma, dan kandungan enzimatik
akrosom dilepaskan ke dalam ruang ekstraseluler yang mengelilingi kepala sperma. Keadaan
ini juga menyebabkan membran akrosom bagian dalam dan protein pengikat zona lainnnya,
ZP2, terpajan terhadap zona oosit. Ikatan ZP2 menahan sperma di dekat sel telur. Enzim-
enzim proteolitik dilepaskan dari akrosom kemudian memfasilitasi penetrasi zona pelusida
oleh sperma yang bergerak seperti cambuk. Penetrasi yang sempurna pada zona pelusida
membutuhkan waktu sekitar 15 menit (Linda J. Heffner, 2008).

3
Gambar 2.2 Penetrasi Sperma (Carlson, 2009)
Sperma pertama yang mencapai sel telur berfusi dengan plasma membran ovum
(sebenarnya merupakan oosit sekunder), dan kepala yang membawa DNA memasuki
sitoplasma ovum. Ekor sperma sering hilang dalam proses ini (Sherwood, 2013). Setelah
spermatozoon memasuki oosit, oosit memberi 3 respon :
1. Reaksi Kortikal dan Reaksi Zona Pelusida
Granul granula kortikal berada sedikit di bawah membran sel oosit, setelah sperma memasuki
oosit terjadi reaksi kortikal yaitu pelepasan enzim lisosom, menyebabkan membran oosit
menjadi tidak lagi bisa ditembus oleh sperma lain dan struktur dari seluruh zona pelusida
berubah menjadi keras, mencegah sperma lain menempel atau disebut polispermia (penetrasi
lebih dari 1 sperma) (Sadler, 2014).
2. Oosit Melanjutukan Pembelahan Meiosis Kedua
Oosit menyelesaikan pembelahan meiosisnya yang kedua segera setelah sperma memasuki
oosit. Badan polar kedua terbentuk dan dikeluarkan dari sel telur atau oosit sehingga
memastikan bahwa pronukleus wanita bersifat haploid. Hal ini akan menjaga zigot tetap
diploid. Kegagalan untuk menjaga sifat diploid dari hasil konsepsi sering menyebabkan
kegagalan kehamilan. (Linda J. Heffner, 2008).

4
3. Aktivasi Metabolik Dari Oosit
Faktor pengaktivasi oosit mungkin dibawa oleh spermatozoon sehingga ketika spermatozoon
memasuki oosit, oosit segera aktif. Pengaktivasian ini dipercaya sebagai inisiasi seluler dan
molekuler peristiwa early embryogenesis (Sadler, 2014).

Gambar 2.3 Tiga reaksi Oosit Setelah Sperma Memasuki Oosit (Carlson,
2009)

Sementara itu, spermatozoa bergerak ke depan sampai ia berada pada pronukleus


betina. Nukleusnya menjadi bengkak dan membentuk pronukleus laki-laki; ekor terlepas dan
merosot. Secara morfologis, pronuklei jantan dan betina tidak dapat dibedakan, lalu kedua
pronukleus ini berdekatan dan akhirnya bergabung.
Selama pertumbuhan pronuklei jantan dan betina (keduanya haploid), setiap
pronukleus harus mengembalikan DNA-nya. Jika tidak, setiap sel zigot dua sel hanya
memiliki setengah jumlah DNA dari yang normal. Segera setelah sintesis DNA, kromosom
mengatur pada poros dalam persiapan untuk sebuah divisi mitosis normal. 23 kromosom ibu
dan 23 ayah (ganda) terbelah longitudinal pada sentromer, dan kromatid ibu berpindah ke
kutub yang berlawanan, memberikan setiap sel zigot dengan jumlah kromosom dan DNA

5
normal diploid. Saat kromatid saudari berpindah ke kutub yang berlawanan, sebuah alur yang
dalam muncul di permukaan sel, secara bertahap membagi sitoplasma menjadi dua bagian.
Hasil utama dari fertilisasiadalah sebagai berikut: (1) Pemulihan jumlah kromosom
diploid, setengah dari ayah dan setengah dari ibu. Oleh karena itu, zigot mengandung
kombinasi baru kromosom yang berbeda dari kedua orang tua. (2) Penentuan jenis kelamin
individu baru. Sperma pembawa X menghasilkan embrio wanita (XX), dan sperma pembawa
Y menghasilkan embrio jantan (XY). Karena itu, jenis kelamin kromosom dari embrio
ditentukan saat pembuahan. (3) Inisiasi pembelahan, tanpa pembuahan, oosit biasanya
mengalami degenerasi 24 jam setelah ovulasi (Sadler, 2014).

2.2 Proses Pembelahan Zigot Hingga Terbentuk Blastosis

Begitu zigot telah mencapai tahap dua sel, ia mengalami serangkaian tahap
pembelahan mitosis, untuk meningkatkan jumlah sel.sel-sel membelah menjadi lebih kecil
dengan masing-masing divisi pembelahan, dikenal sebagai blastomeres.
Tahap dua sel terbentuk sekitar 30 jam setelah pembuahan; Tahap empat sel dicapai
sekitar 40 jam, tahap 12 sampai 16 sel mencapai sekitar 3 hari, dan stadium akhir morula
tercapai sekitar 4 hari. Selama periode ini, blastomeres dikelilingi oleh zona pelusida, yang
akan hilang pada akhir hari keempat.
Sampai tahap delapan sel, mereka membentuk rumpun yang diatur secara longgar.
Setelah pembelahan ketiga, blastomeres memaksimalkan kontak mereka satu sama lain,
membentuk bola sel yang disatukan oleh persimpangan yang ketat. Kira-kira 3 hari setelah
pembuahan, sel embrio yang dipadatkan membelah lagi untuk membentuk 16 sel (murbei).
Sel-sel dalam morula membentuk massa sel dalam (inner mass cell), dan sel-sel sekitarnya
membentuk massa sel luar. Massa sel dalam memunculkan jaringan embrio, dan massa sel
luar membentuk trofobiast, yang kemudian berkontribusi pada plasenta (Sadler, 2014).

Gambar 2.4 : Tahap Awal Pembelahan Zigot (Sadler, 2014)

6
Pada saat morula memasuki kavum uteri, cairan mulai memasuki zona pelusida ke
dalam celah antar sel dari morula ini. Secara bertahap celah antar sel menjadi konfluen dan
kemudian terbentuk suatu rongga yang disebut blastosel. Pada saat ini morula disebut
blastosis. Inner cell mass pada saat ini disebut juga sebagai embryoblas berada pada 1 kutup
dan massa sel luar, atau trophoblas, merata dan membentuk dinding epitel biastokista. Zona
pelusida telah hilang, memungkinkan implantasi dimulai.

Gambar 2.5 Morula dan Blastosis (Samuel Webster. R. d., 2012)

2.3 Perjalanan Zigot Sampai di Uterus

Gambar 2.6 Perjalanan Zigot Sampai di Uterus (Sadler, 2014)

Perjalanan zigot dapat sampai ke uterus seperti pada gambar diatas dimulai dari
ovulasi dari oosit pada keterangan no 1 dan berakhir pada no 9 yaitu ketika blastosis

7
berimplantasi ke uterus. Berikut akan dijelaskan satu per satu tahapan perjalanan zigot sampai
ke uterus.
1. Oosit diovulasikan dari ovarium yang kemudian ditangkap oleh fimbria untuk dapat masuk
ke tuba uterina. Sesaat sebelum ovulasi, fimbria menyapu permukaan ovarium, dan tuba mulai
berkontraksi secara berirama. Diperkirakan bahwa oosit, dikelilingi oleh beberapa sel
granulosa, dibawa ke dalam tuba oleh gerakan sweeping fimbria ini dan dengan gerakan silia
pada lapisan epitel tuba. Begitu berada di dalam tuba, sel cumulus menarik proses sitoplasma
mereka dari zona pelusida dan kehilangan kontak dengan oosit. Begitu oosit berada di dalam
tuba rahim, ia didorong oleh kontraksi otot peristaltik dari tuba dan oleh silia di mukosa tuba
dengan tingkat pengangkutan yang diatur oleh status endokrin selama dan setelah ovulasi
(Sadler, 2014).
2. Fertilisasi, terjadi pada tuba ampula yakni bagian dari tuba yang paling besar. Fertilisasi
terjadi 12-24 jam setelah terjadinya ovulasi.
3. Setelah fertilisasi terjadi masuklah kepala sperma dengan membawa materi genetik ke
dalam sitoplasma oosit dan kemudian terbentuk 2 pronukleus yaitu pronukleus laki-laki dan
wanita, yang secara morfologi tidak dapat dibedakan.
4. Akhirnya kedua pronukleus berkontak erat dan kehilangan selubung nukleus. Masing
masing pronukleus harus mereplikasi DNA nya. Segera setelah sintesis DNA kromosom
tertata pada gelendong sebagai persiapan untuk pembelahan miotik.
5. Setelah terjadi pembelahan miotik terbentuklah zigot yang terdiri dari 2 sel. Pada tahap ini
biasanya terjacapai setelah 30 jam setelah ovulasi atau beberapa jam setelah fertilisasi.
6. Oosit melakukan pembelahan dengan cepat, masing masing sel membelah menjadi 2 dan
sampailah oosit yang sekarang bernama morula pada utero tubal juction (UTJ). Morula ini
terdiri dari 12-16 sel
7. Stadium morula lanjut yang tiba di uterus, morula lanjut tiba di uterus pada hari ke 4.
8. Setelah 4,5 hari hari ke 5 terbentuklah blastosit dini. Pada saat ini zona pelusida dari
blastosit telah hilang dan blastosit mempersiapkan diri untuk berimplantasi.
9. Blastosit telah siap untuk berimplantasi dan begitu pula dengan uterus. Tahap ini terjadi
pada hari ke 5 sampai hari ke 6 setelah ovulasi.

8
BAB 3
PEMBAHASAN

Pada setiap siklus, beberapa oosit primer mulai tumbuh namun biasanya hanya ada
satu oosit yang kemudian matang. Saat ovulasi oosit sedang dalam tahap metafase dari
pembelahan meiosis II. Fimbria memerankan perannanya menyapu ovarium kemudian
menangkap oosit yang telah matang untuk dibawa ke tuba.
Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit terlebih dahulu sperma harus mengalami
kapasitasi. Pada proses kapasitasi, glycoprotein dan seminal plasma yang ada di kepala
sperma harus dihilangkan. Setelah proses kapasitasi sperma akan mengalami reaksi kedua
yakni reaksi akrosom. Para peneliti berbeda pendapat tentang reaksi akrosom dan kapasitasi.
Ada yang berpendapat bahwa reaksi akrosom adalah puncak dari kapasitasi dan ada pula yang
membedakan keduanya menjadi dua keadaan yang memang berbeda walau saling terkait.
Pada reaksi akrosom acrosin dan tripsin yang merupakan substansi dari membran akrosom
dilepaskan untuk meluruhkan zona pelusida. Selama fertilisasi sperma harus dapat membus
korona radiata, zona pelusida dan membran oosit.
Segera setelah sperma memasuki membran oosit terjadi beberapa peristiwa yakni : (1)
Oosit menyelesaikan pembelahan meiosis keduan dam membentuk pronukleus wanita. (2)
Zona pelusida menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain. (3) Kepala sperma
memisahkan diri dari ekor, membengkak dan kemudian membentuk pronukleus pria.
Setelah kedua pronukleus mereplikasi DNA masing masing, kromosom paternal dan
maternal kemudian bergabung, bergerak ke arah kutup yang berlawananan kemudian
membelah dan memulai pembelahan secara mitosis dan hingga terbentuklah dua sel.
Perjalanan zigot hingga ke uterus yang berawal dari ovulasi dan berakhir pada
implantasi sangat menarik untuk disimak. Zigot menjadi blastomer dan terus melakukan
pembelahan hingga terbentuk morula yaitu sekumpulan sel yang terdiri dari 12 16 sel.
Morula yang berusia 4 hari telah sampai pada uterus pada tahap ini terdapat cairan yang
mengisi rongga antar sel sehingga sel mass bergabung di kutup dan terbentuklah rongga
blastocel. Dan kini blastomer disebut dengan blastosit.
R. d. Samuel Webster : 2012, mengemukakan bahwa sekitar 5 hari setelah fertilisasi
blastokista kehilangan zona pelusida. Akibatnya blastosis dapat keluar dan memperbesar
ukurannya. Blastokista melekat pada lapisan epitel endometrium uterus, mencetuskan
perubahan pada trofoblas dan endometrium untuk persiapan implantasi blastokista ke dalam
dinding uterus.

9
DAFTAR PUSTAKA

Carlson, B. M. (2009). Human Embryologi and Developmental Biology Fouth Edition.


Mosby, Inc.
Cunningham, F. (2013). Obstetri Williams edisi 23. Jakarta: EGC.
Linda J. Heffner, D. J. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi. Jakarta: EGC.
Sadler, T. ( 2014). Langman's Medical Embryology. New York: Wolter Kluwer.
Samuel Webster., R. d. (2012). At a Glance Embriologi. London: John Wiley & Sons, Ltd.
Sherwood, L. (2013). Human Physiology: From Cells to Systems. California: Yolanda Cossio.

10

Anda mungkin juga menyukai