Anda di halaman 1dari 29

Tugas Translate

Kaplan and Sadocks Comprehensive Textbook of Psychiatry


8th Editon

Oleh :
Reviena Y. Lalusu
Masa KKM: 18 April 15 Mei 2016

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2016
Hal ini termasuk masalah dengan hubungan seks anal dan kekhawatiran terhadap infeksi HIV
di kalangan pria gay dan berdampak pada kesulitan orgasme dikalangan lesbian Beberapa
laki-laki gay dengan HIV yang memiliki kadar serum testosteron yang rendah mungkin akan
mencari pengobatan karena hilangnya dorongan seksual. Beberapa pria gay mungkin
kesulitan dengan masalah seksual yang kompulsif, laki-laki dan perempuan biseksual
mungkin akan mengalami kesulitan untuk mempelajari cara seks yang aman. Pola seksualitas
pasangan sesama jenis terbukti berbeda dengan pasangan heterokseks, pada pasangan
perempuan lesbian terjadi penurunan angka aktivitas seksual, sedangkan pada pasangan laki-
laki sesama jenis mengalami peningkatan aktivitas seksual dibandingkan dengan pasangan
heteroseks. Tipologi pasangan laki-laki kadang-kadang menggambarkan mereka dalam hal
tingkat mereka eksklusivitas seksual dan terbuka, dan bebrepa pasangan laki-laki sering
muncul dengan masalah yang berhubungan dengan seksualitasnya. Sebaliknya, pada
pasangan perempuan lebih sering muncul dengan masalah yang berhubungan dengan
menurunnya hasrat seksualnya. Psikiater bekerja dengan masalah seksual gay dan lesbian,
yang berpasangan maupun individua harus mempertimbangkan penyebabnya penyakit
organik, masalah perkembangan, interpersonal, dan sosial. Penilaian dan pengobatan bisa
menyesuaikan tradisional, pola pikir yang berorientasi pada hubungan seksualitas
heteroseksual termasuk mempertimbangkan masalah yang berkaitan dengan dinamika
hubungan sesama jenis gay dan lesbian. Ini termasuk kurang tersedianya informasi yang
akurat tentang praktek sesama jenis, serta sikap masyarakat yang menghakimi tentang
homoseksual yang tidak bisa dihindari.

Masalah fisik

Meski kerap menampilkan masalah medis yang sama dengan masyarakat umum, lesbian dan
pria gay memiliki masalah yang unik. Salah satunya adalah psikososial: laki-laki gay dan
lesbian sering berhadapan dengan perilaku menghakimi dari tenaga kesehatan. Ini bukan
masalah besar di beberapa daerah perkotaan yang mempunyai banyak jumlah gay dan
lesbian, dimana dokter membuka praktek pribadi yang mempunyai pengalaman merawat
pasien gay dan lesbian. namun didaerah perkotaan tidak semua gay dan lesbian bisa
mendapat perawatan kesehatan karena beberapa tenaga kesehatan yang sensitif dan memiliki
pengetahuan tentang resiko untuk terkena beberapa penyakit. Pada akhirnya pengetahuan
orientasi seksual dan perilaku pasien gay dan lesbian termasuk pemeriksaan klinis hubungan
heteroseksual dan pengalaman mereka yang lalu maupun saat ini juga dapat menempatkan
mereka pada resiko penyakit tertentu. Tidak terdapatnya masalah ginekologi lebih sering
terjadi pada wanita lesbian dibandingkan wanita heteroseks. Bagaimanapun lesbian memiliki
resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit yang tidak terdeteksi, studi menunjukkan bahwa
mereka lebih sering menjalani pemeriksaan panggul dan papsmear. Penyakit menular seksual
jarang terjadi pada kalangan lesbian yang melakukan seks aktif, dan hanya beberapa kasus
terkena infeksi HIV pada perempuan. Risiko beberapa jenis kanker pada wanita dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti riwayat hubungan seksual dengan laki-laki, jumlah
kehamilan, dan menyusui. Menurut sejarah, lesbian memiliki angka kehamilan yang lebih
rendah dari daripada wanita heteroseksual. Namun, terjadi peningkatan jumlah lesbian yang
memilih untuk memiliki anak melalui inseminasi alternatif (dari pendonor yang diketahui
ataupun tidak diketahui). Hal ini penting untuk mempertimbangkan kebutuhan khusus
perempuan seperti ini, proporsi yang lebih tinggi dari mereka mungkin mencari pengobatan
dari penyedia non medis, seperti bidan.

Secara umum, jika dibandingkan dengan laki-laki heteroseksual, pria gay telah meningkatkan
jumlah penyakit menular seksual, infeksi HIV, dan penggunaan zat-zat tertentu, seperti nitrit
hirup (popper). Sejak 1980-an, pengaruh infeksi HIV dan AIDS pada kehidupan individual
dan komunitas dari laki-laki gay sangatlah besar dan telah mempengaruhi hampir setiap
aspek kehidupan pribadi gay. Kampanye kesehatan masyarakat untuk mengurangi jumlah
infeksi diantara populasi gay telah dilakukan dalam beberapa waktu belakangan ini. Namun,
sebagai laki-laki gay yang masih muda masuk kedalam masyarakat, strategi pendidikan
disesuaikan dengan pria yang lebih tua tidak mencapai pendatang baru, dan tanggapan
kesehatan masyarakat untuk kebutuhan mereka tidak selalu efektif. Contohnya beberapa pria
gay yang masih mudah percaya bahwa pria gay yang sudah tua terkena infeksi HIV, dan
mereka tidak akan terkena infeksi HIV jika berhubungan seks dengan pria gay yang
mempunyai usia sama dengan mereka. Faktanya infeksi HIV, terkena HIV atau mengetahui
seseorang terkena virus HIV menjadi masalah potensial dalam hidup setiap gay yang masuk
ke pusat perawatan kesehatan. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan HIV termasuk
pemeriksaan terhadap infeksi; pengobatan dini pada orang yang terinfeksi; mencegah infeksi
HIV lebih jauh; menanggapi ketakutan yang wajar dan rasional tentang tertular penyakit;
berhadapan dengan stres kronis akibat dari penyakit,; dan harus mengurus orang lain yang
terinfeksi. Bagi banyak pria gay, berhubungan dengan infeksi HIV dengan identitas seksual
mereka memperparah homofobia mereka sendiri.

Meskipun kemajuan terkini dalam pengobatan infeksi HIV telah banyak berubah mulai dari
diagnosis hampir berakibat fatal secara universal untuk kondisi medis kronis bagi mereka
yang terinfeksi, hampir semua pria gay sangat dipengaruhi oleh epidemi ini. Antara lain,
psikiater dapat memainkan peran penting dalam membedakan gejala fungsional dan organik
yang terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV, misalnya, mendiagnosis depresi klinis yang
mungkin terjadi sebagai akibat dari kadar testosteron yang rendah. Psikiater juga dapat
mengobati gejala sisa psikiatri dari penyakit, termasuk depresi, gangguan bipolar, gangguan
kecemasan, psikosis, dan demensia. penyakit fisik pada laki-laki gay dan lesbian dapat
berinteraksi dengan pengalaman yang terkait dengan identitas seksual mereka. faktor gaya
hidup, struktur keluarga, dan jaringan sosial dapat menentukan cakupan dan jenis dukungan
yang ada. Stres karena menjadi sakit bisa menimbulkan reaksi psikologis yang
mempengaruhi kemampuan untuk bersatu, kasih sayang, dan seksualitas. psikiater harus peka
terhadap masalah khusus yang mungkin timbul bagi pria gay maupun lesbian ketika
dihadapkan dengan masalah fisik.

Psikoterapi

Topik mengenai psikoterapi dengan laki-laki gay dan lesbian telah diselidiki dalam sejumlah
besar penerbitan yang mengidentifikasi masalah-masalah khusus pria dan wanita ini dan
menjelaskan pendekatan efektif dalam pengobatan. modalitas pengobatan termasuk sendiri,
pasangan, keluarga, dan terapi kelompok. Sejak 1970-an, banyak literatur yang telah ditulis
dari sudut pandang gay dan lesbian psikoterapi afirmatif, dijelaskan oleh Alan Malyon
sebagai "disposisi teoritis (yang) menganggap homoseksualitas sebagai potensi manusia non-
patologis. Psikoterapi afirmatif Gay dan lesbian mengakui pemusatan ketertarikan seksual,
perilaku, dan jati diri dalam kehidupan seseorang, tetapi juga menghargai bahwa orientasi
seksual hanyalah salah satu aspek dari kepribadian dan, tergantung pada kebutuhan dan
tujuan pasien, mungkin tidak menjadi fokus utama terapi kerja.

Menurut sejarah, pendekatan psikoanalitik untuk psikoterapi dengan laki-laki gay dan lesbian
pada pertengahan abad ke-20 difokuskan pada homoseksualitas sebagai penahanan
perkembangan maupun gejala neurotik. Sejak tahun 1990-an, , pendekatan psikoanalitik baru
muncul. Ini melihat terapis sebagai agen dari pasien gay, bukan wakil dari lingkungan sosial
pasien heteroseksual.

Selain itu, psikoterapi psikoanalitik dengan pasien gay dan lesbian telah menyentuh banyak
isu-isu di dunia psikoanalitik modern. Hal ini termasuk, namun tidak terbatas pada,
epistemologi psikoanalitik, satu orang berbanding psikologi dua-orang, pengaruh
perkembangan nature dan nurture, peran netralitas analitik, keberadaan netralitas, peran
subjektivitas, penemuan yang berarti dibandingkan penciptaan makna, pengaruh keyakinan
terapis pada perilaku dan hasil dari psikoterapi maupun analisis, keutamaan kompleks
Oedipus, arti dari garis perkembangan, sifat bawah sadar, penggunaan kontratransferensi,
pengaruh pemahaman psikoanalitik, dan pluralisme psikoanalitik.

Gay dan Lesbian Psikoterapi Afirmatif

Penerimaan, pengakuan, dan penegasan atas orang gay, lesbian, dan biseksual merupakan
elemen penting dalam pekerjaan psikoterapi dengan laki-laki dan perempuan seperti ini. Ini
mencerminkan sikap terapis yang berkaitan dengan perasaan pasien tentang hubungan sekual
dan hubungan sesama jenis dari pasien. Pada akhirnya, seperti dengan seluruh pasien,
psikiater bekerja dengan pasien gay dan lesbian harus mempertahankan posisi netral yang
membantu perjuangan pasien dan pada saat yang sama, berfungsi untuk menyampaikan
dampak buruk dari kecurigaan sosial yang sedang berlangsung terhadap orang-orang gay dan
lesbian. kurangnya kesadaran dan gagal untuk memahami dampak dari antihomoseksual
secara interpersonal dan sosial yang bekerja melawan keinginan seks sesama jenis adalah
sikap psikiater dengan pasien sebagai suatu kesepakatan.

Menjadi lesbian, gay, atau biseksual merupakan pengalaman yang fundamental dari perasaan
yang berbeda dan sering terasing dari kebudayaan. Seringkali pernyataan kasih sayang,
romanitisme, seksual dari pasien gay dan lesbian ditolak dan ditertawakan. Bagi banyak pria
gay dan lesbian, berbicara dengan terapis dapat mewakili kesempatan pertama yang mereka
dapat untuk mendiskusikan stigma seksualitas mereka dengan orang lain. Pentingnya terapis
memiliki perasaan mendalam mendengarkan tanpa menghakimi, mengakui mereka sebagai
seseorang yang punya hak, dan menegaskan mereka sebagaimana normal dan lazim tidak
cukup ditekankan. Toleransi dan validasi dari terapi dapat memungkinkan pasien untuk
mengungkapkan perasaan antihomoseksual mereka seperti takut akan reaksi oranglain
perasaan tidak diterima karena menjadi seorang gay atau lesbian, penyesalan atau kerugian
menjadi seorang gay atau lesbian. Pada saat ini, terapis tidak terburu-buru untuk
menyakinkan pasien, tapi lebih harus membiarkan mereka untuk mengungkapkan dan
berdamai pengalamann mereka - yang sering manifestasi dari homofobia yang dihayati -
dengan kemampuan mereka sendiri

Pendekatan psikoanalitik kontemporer pada pasien gay dan lesbian


Psikoterapi yang bekerja dengan pasien gay dan lesbian lebih menarik perhatian dari segi
proses penanganan terapi yang kadang-kadang terlewatkan pada pasien bukan gay. penelitian
ini menawarkan wawasan ke dalam beberapa prinsip umum psikoanalisis, serta keyakinan
psikoanalitik dasar dan praktik, penelitian ini menawarkan wawasan ke dalam beberapa
prinsip umum psikoanalisis, serta keyakinan psikoanalitik dasar dan praktik, termasuk sifat
dasar kerangka psikoterapi, nilai-nilai dan risiko terapis terhadap keterbukaan diri,
keterbatasan data psikoanalitik untuk mendukung teori etiologi, bagaimana kepatuhan
terhadap prasangka teoritis yang membatasi atau menghambat seorang terapis untuk
mendengarkan secara klinis, pengalaman-terdekat dibandingkan pengalaman-kejauhan dari
daya tanggap dari terapis, kajian terapis terhadap budaya dan bagaimana mereka berdampak
pada pengobatan, peran pasien dan identitas subkultur terapis dan bagaimana mereka
coconstruct narasi dalam pengobatan, dan makna dan penggunaan terapi kontratransferensi.
Mengembangkan sikap terapeutik sendiri dalam merawat pasien gay dan lesbian tergantung
pada pelatihan khusus psikoterapi, pendidikan lanjutan, analisis pribadi terapis sendiri, dan
menganalisis diri sendiri yang sedang berlangsung. Selanjutnya, sikap terapis tidak hanya
memerlukan apa yang ia tahu, tapi termasuk apa yang terapis tidak tahu dan membutuhkan
kemampuan untuk memungkinkan interaksi yang dinamis mengetahui dan tidak mengetahui
pada pasien, terapis, dan ruang transisi antara mereka.

Seorang terapis harus menciptakan lingkungan holding therapy, ruang di mana semua
perasaan dan ide-ide pasien diperbolehkan untuk muncul. Seperti psikoterapi afirmatif untuk
gay dan lesbian. pekerjaan analis adalah untuk tetap terbuka untuk mendengar keluhan
pasien, seksual atau sebaliknya. Dalam suasana lingkungan holding therapy, arti yang
bermakna ditemukan, diciptakan, dan diuraikan. Semua pasien, bukan hanya orang-orang
gay, bisa mendapatkan keuntungan dari lingkungan holding terapi berdasarkan prinsip
menghargai. Menghormati pasien adalah penting. Dengan sendirinya, namun, itu tidak cukup.

Subjek homoseksualitas sering membangkitkan perasaan tidak nyaman dan direndahkan.


Ketika ini muncul dalam pengobatan, mereka pasti perlu ditoleransi dan dihormati oleh
terapis. Selain itu, prasyarat untuk psikoterapi dengan laki-laki gay dan lesbian adalah bagi
terapis sendiri untuk dapat menerima pasien homoseksualitas mereka sebagai variasi normal
dari seksualitas manusia dan menghargai dan menghormati perasaan dan perilaku yang sama
jenis kelamin. Hal ini harus lagi dicatat bahwa, bagi sebagian pria gay dan lesbian,
diperlakukan dengan hormat oleh terapis mereka adalah pengalaman baru.
Selain hormat, sikap psikoanalitik baru ini berfokus pada makna yang terkandung dari pada
asal usul dari seksualitas manusia. Terapis yang mencari penyebab homoseksualitas akhirnya
kesalahan arti yang kepada pasien untuk sesuatu yang lain. Atau, sikap terapi kontemporer ini
bukan menggeser fokusnya ke makna afektif bahasa pasien, serta orang-orang dari terapis,
dan untuk transferential mereka dan implikasi countertransferential. Dari sudut pandang ini,
penting untuk memahami ada konsekuensi yang diambil oleh terapis antara memperjuangkan
pasien gay dan lesbiannya atau teman-teman dan keluarganya. . Idealnya, semua orang siapa
yang menjadi pasien harus diperlakukan dengan hormat, termasuk mereka yang
mengungkapkan ketidaksetujuan. Sikap terapi ini memungkinkan untuk mengeksplorasi lebih
luas dari perasaan konflik pasien dan mengidentifikasi orang-orang yang menerima identitas
seksual pasien dan mereka yang tidak. Pasien mungkin mencoba untuk menyelesaikan
konflik batin tentang menjadi gay atau lesbian dengan selektif untuk identifikasi
antihomosexual mereka sendiri. Hal ini kadang-kadang terlihat pada pria gay dan lesbian
yang memberitakan doktrin yang kaku untuk diri mereka sendiri untuk menegaskan
homoseksualitas mereka. Tidak dapat mentolerir perasaan konfliktual tentang
homoseksualitas, orang-orang ini terdengar seolah-olah mereka mencoba untuk meyakinkan
diri bahwa "tidak apa-apa menjadi gay." Namun, strategi ini hanya membalikkan perasaan
dan identifikasi pikiran mereka sebelumnya. Dalam subjektivitas identitas yg tertutup,
heteroseksualitas diidealkan, dan homoseksualitas menjadi yang terdisosiasi. Setelah keluar,
menjadi gay bisa menjadi ideal, padahal menolak perasaan tidak setuju. Misalnya,
diinternalisasi keyakinan agama pasien mungkin tidak terbatas pada pengutukan
homoseksualitas. keyakinan Mereka juga termasuk moral dan etika yang merupakan bagian
integral diri menjadi dewasa. Pasien tidak bisa hanya membersihkan diri dari sikap diri
mengutuk tanpa memutus keterikatan mereka untuk identifikasi penting lainnya. Tantangan
psikoterapi adalah untuk mengintegrasikan perasaan dewasa pasien dan pemahaman tentang
seksualitas, etika, dan moralitas dengan keyakinan masa kecil mereka. holding terapi
menampung semua dari aspek-aspek pasien ini, sehingga integrasi yang lebih besar dari
semua perasaan pasien dapat berlangsung.

Terapi Konversi seksual

Beberapa individu dengan perasaan yang sama-seks mungkin percaya bahwa identitas sosial
heteroseksual akan meluas kebebasan bergerak mereka. Biasanya karena alasan agama,
meskipun tidak selalu, orang-orang tidak mampu atau tidak mau menerima perasaan
homoerotic mereka secara normal, alami, atau moral. Memenuhi tujuan tersebut, mereka
mungkin mencari dukungan dari anggota keluarga dan teman-teman, seagama, dan rekan-
rekan profesional yang juga tidak menyetujui homoseksual. individu tersebut dapat mencari
dokter yang melakukan praktek konversi seksual terapi (disebut reparatif) atau berbasis
agama ex-gay kelompok dari keinginan yang sah untuk hidup sebagai heteroseksual di dunia
heteroseksual. Meskipun demikian, menurut posisi 2000 yang diambil oleh Komisi APA
pada Psikoterapi oleh Psikiater:

Sampai saat ini, belum ada penelitian hasil ilmiah yang menentukan efektivitas secara nyata
atau bahaya dari perawatan reparatif. Masih jarangnya data ilmiah tentang kriteria seleksi,
risiko dan keuntungan dari pengobatan, dan hasil jangka panjang dari terapi reparatif. literatur
ini terdiri dari laporan anekdotal individu yang telah mengaku berubah, orang-orang yang
mengklaim bahwa upaya berubah karena berbahaya bagi mereka, dan lainnya yang mengaku
telah berubah dan kemudian menarik kembali klaim mereka.

Dengan sedikit data tentang pasien, hal ini [masih] mungkin untuk mengevaluasi teori-teori
yang merasionalisasi perilaku "reparatif" atau terapi konversi [seksual] .... [Teori ini]
bertentangan dengan posisi ilmiah dari American Psychiatric Association yang telah berhasil
mempertahankan, sejak tahun 1973, bahwa homoseksualitas, bukan gangguan mental.

Sampai ada penelitian yang tersedia... praktisi etis menahan diri dari upaya untuk mengubah
individual orientasi seksual , mengingat diktum medis, pertama, jangan ada salahnya.jangan
menyakiti.

Pada tahun 2003, sebagai respon terhadap pernyataan posisi APA, Robert L. Spitzer
menerbitkan penelitiannya 200 orang (143 laki-laki dan 57 perempuan) yang melaporkan
pernah orientasi homoseksual - tentang yang mereka merasa pertentangan-dan yang
mengaku, disebabkan oleh beberapa jenis "terapi," sudah mengalami beberapa perubahan
orientasi heteroseksual paling sedikit 5 tahun. Terapi didefinisikan dalam penelitian ini
seperti melihat seorang profesional kesehatan mental, menghadiri acara kelompok mantan
gay atau acara keagamaan membaca Alkitab, pertemuan berulang dengan model peran
heteroseksual, atau "mengubah hubungan seseorang dengan Allah."

Subjek penelitian ini direkrut dari orang-orang yang taat beragama, mantan gay, dan dokter
yang menganggap homoseksualitas sebagai penyakit. 114 pertanyaan diajukan tentang fungsi
seksual mereka dalam 45 menit wawancara melalui telefon. Penulis mengklaim bahwa 65
persen dari laki-laki dan 44 persen perempuan melaporkan adanya reorientasi heteroseksual.
Namun, kecaman metodologis studi termasuk ketergantungan pada laporan diri, pemilihan
bias dari sampel, desain retrospektif studi, dan penggunaan sebuah wawancara telepon
sebagai satu-satunya metode pengumpulan data. Tidak ada wawancara tindak lanjut dari
subyek penelitian. indikator fisiologis perubahan, seperti penis atau photoplethysmography
vagina, tidak dilakukan, menurut penulis, karena dana yang tidak memadai. Akhirnya, studi
penulis, mengomentari kesulitan dia dalam menemukan 200 rakyatnya, menyimpulkan
bahwa orientasi seksual berubah seseorang adalah "hasil yang langka atau jarang terapi
reparatif.

Penelitian ini membuat tidak ada usaha untuk mengetahui isu kerugian diangkat oleh
pernyataan posisi APA. Bahkan, proses perekrutan subjek penelitian membuatnya tidak
mungkin bahwa orang yang telah dirugikan oleh perawatan ini akan diminta. Namun, untuk
menyerukan perlunya moratorium terhadap pengobatan konversi seksual, itu diselenggarakan
niat psikiatri untuk melindungi pasien yang mungkin dirugikan oleh prosedur tersebut
Namun, untuk menyerukan moratorium terhadap pengobatan konversi seksual, psikiatri
mengorganisasikan untuk melindungi pasien yang mungkin dirugikan oleh prosedur tersebut.
Hal ini karena studi terbaru menunjukkan bahwa terapi konversi gagal dan dapat
menyebabkan depresi, menghindari hubungan intim, dan disfungsi seksual. Selanjutnya,
untuk menyerukan perlunya moratorium terhadap pengobatan konversi seksual,
diselenggarakan psikiatri bertindak untuk melindungi pasien yang mungkin dirugikan oleh
prosedur tersebut. Studi terbaru menunjukkan bahwa terapi konversi gagal dapat
menyebabkan depresi, menghindari intim, dan disfungsi seksual. Selanjutnya, untuk
menyerukan perlunya penelitian lebih lanjut mengenai risiko dan keuntungan dari perawatan
tersebut, APA mengakui bahwa beberapa individu mungkin masih ingin mengubah orientasi
seksual mereka untuk alasan agama atau lainnya. eksplorasi klinis aspek irasional sikap
antihomosexual terinternalisasi pasien tidak selalu menyebabkan penerimaan
homoseksualitas mereka. Jadi, bahkan jika homoseksualitas bukanlah gangguan mental,
psikiatri dan profesi kesehatan mental lainnya mungkin ingin menemukan cara untuk
membantu individu yang ingin membebaskan diri dari perasaan yang sama-seks. Namun, ini
tidak bisa dilakukan hanya dengan mendefinisikan homoseksualitas sebagai penyakit. Jika
psikiatri adalah untuk memainkan peran untuk membantu pasien tersebut, mungkin bagian
bedah plastik mungkin bertugas sebagai model: Ahli bedah plastik mencurahkan waktu
banyak, energi, dan sumber daya untuk mengobati non patologi, tetapi stigma sosial secara
kondisi fisik. Dokter bedah plastik menggunakan standar perawatan yang tidak cocok dengan
orang-orang dari terapis konversi seksual yang belum pernah dikembangkan secara ilmiah
dan kriteria klinis untuk pasien. Ini juga tidaklah pasti bahwa standar yang lebih menuntut
perawatan dapat dikembangkan oleh terapis konversi seksual saat ini. Setelah kesehatan
mental didukung model varian normal untuk homoseksualitas dan penerimaan sosial
meningkat, pelatihan profesional, kepercayaan, dan berdiri dari terapis konversi seksual
berkurang. Sebagai contoh, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapis konversi
teratur melanggar kode etik profesional mengenai informed consent, kerahasiaan, konseling
pretermination, dan penyediaan arahan setelah kegagalan pengobatan. Dilapangan saat ini
didominasi oleh tenaga kesehatan yang terlatih terutama di wilayah kurang tenaga kesehatan
terlatih, konselor pastoral, kelompok mandiri. Banyak terapis reparatif bekerja terutama
dalam model iman-penyembuhan. Oleh karena itu, masih harus dilihat apakah mereka dapat
berhasil mengembangkan kriteria seleksi ilmiah dan klinis untuk membedakan individu yang
memiliki prospek yang wajar mengubah orientasi seksual mereka dari orang-orang yang
mungkin dirugikan oleh perawatan konversi seksual. Sampai terapis reparatif mampu
menghasilkan standar seleksi yang lebih ketat, diktum untuk "pertama tidak membahayakan"
harus diingat bagi mereka yang peduli tentang kesejahteraan dan kualitas perawatan untuk
semua pasien, tanpa memandang orientasi seksual mereka.

Masalah khusus

laki-laki gay dan lesbian dalam psikoterapi punya keprihatinan yang sama dengan pasien lain,
mencari bantuan dengan berbagai gangguan mental dan penyesuaian hubungan
interpersonal, pekerjaan, dan situasi sosial. Dalam banyak kasus, perasaan seksualitas,
perilaku, atau identitas individu mungkin terkait dengan pengobatan; dalam kasus lain,
masalah ini mungkin menjadi pusat perawatan. Sebagai contoh, beberapa pasien gay dan
lesbian mungkin tidak memiliki masalah dengan perasaan seksual atau identitas, muncul
gangguan gejala disfungsi seksual, sedangkan yang lain mencari bantuan langsung karena
kebingungan tentang daya tarik mereka kepada seseorang dari jenis kelamin yang sama atau
karena perjuangan pembentukan identitas. Hal ini berguna untuk psikiater untuk menyadari
beberapa isu perlakuan khusus relevan dengan psikoterapi dengan lesbian dan pria gay.
masalah ini dapat dikelompokkan ke dalam topik umum yang telah dibahas di bagian lain
dari bab ini: pengalaman perkembangan, termasuk masalah anak muda dan mengakuisisi
identitas gay atau lesbian; efek heterosexism dan sikap antihomosexual, termasuk kekerasan
dan internalisasi homofobia; hubungan keluarga termasuk keluarga asal dan keluarga
hubungan pilihan sesama jenis dan memiliki anak; dan masalah fisik dan mental, seperti
alkohol dan penyalahgunaan zat, disfungsi seksual, dan infeksi HIV.

Masalah etika dan hukum

Prinsip Etika Kedokteran: Dengan Anotasi Terutama Berlaku untuk Psychiatry menyatakan
bahwa "seorang dokter harus didedikasikan untuk menyediakan layanan medis yang
kompeten dengan kasih sayang dan menghormati martabat manusia," dan anotasi
melanjutkan dengan mengatakan bahwa "seorang psikiater tidak harus pesta untuk semua
jenis kebijakan yang mengecualikan, mensegregasikan, atau merendahkan martabat setiap
pasien karena asal etnis, ras, jenis kelamin, keyakinan, usia, status sosial ekonomi, atau
orientasi seksual. Ada beberapa masalah etika dan hukum yang mungkin ketika psikiater
bekerja dengan lesbian, pria gay, dan biseksual. Ini termasuk kerahasiaan catatan medis;
potensi penyalahgunaan dalam militer dan hal lain yang mendiskriminasi terhadap pasien
gay, lesbian, dan biseksual; dan perawatan kesehatan standar. Informasi tentang nafsu
seksual, tingkah laku, identitas, dan hubungan hanya dapat dimasukkan ke dalam rekam
medis ketika ini berhubungan dengan pemeriksaan dan pengobatan pasien dan harus
dirahasiakan. keputusan pengadilan baru-baru ini telah ditegakkan kerahasiaan antara terapis
dan pasien menjadi sama pentingnya dengan hak istimewa pengacara-klien. Namun
demikian, kerahasiaan mengenai orientasi seseorang adalah kekhawatiran yang harus
dihadapi oleh pasien lesbian, gay dan biseksual karena identitas seksual mereka akan
diketahui akibat peraturan kesehatan atau latar belakang asuransi kesehatan. Selain itu,
sebagai hubungan sesama jenis tetap ilegal di beberapa negara dengan hukum antisodomy,
catatan medis yang menemukan jalan ke pengadilan dapat menyebabkan tuntutan pidana
terhadap seorang pria gay atau lesbian. Demikian pula, catatan medis yang menunjukkan
bahwa orang tua adalah gay atau lesbian dapat digunakan oleh pengadilan untuk menolak hak
orangtua asuh. Meskipun seorang dokter mengetahui bahwa identitas seksual pasien adalah
hanya untuk perawatan yang lebih berkualitas. inu menimbulkan masalah untuk mencatat
informasi seperti ini dalam sebuah rekam medis tak terlindungi (seperti di klinik umum atau
pusat pelayanan) tanpa memberitahu pasien terlebih dahulu.

Dalam beberapa peraturan kelembagaan seperti angkatan bersenjata, penjara, atau universitas
keagamaan yang antihomosexual, di mana pengetahuan masyarakat tentang orientasi seksual
seseorang bisa memiliki konsekuensi yang merugikan bagi pasien. Seperti di sektor
pemerintah, psikiater dalam peraturan adalah seorang pekerja institusi dan bukan secara
langsung bekerja dengan pasien. Namun demikian, setidaknya dalam pengaturan non-militer,
kendala etis psikiater mirip dengan yang di sektor publik kesehatan mental: kerahasiaan
pasien, dengan pengecualian potensi membahayakan diri sendiri atau orang lain, selalu lebih
diutamakan daripada kebutuhan kelembagaan lainnya.

Psikiater dalam militer dihadapkan dengan dilema etika yang sulit. Di bawah kebijakan
"jangan tanya, jangan beritahu". Gay atau pasien lesbian yang mengungkapkan identitas
seksual nya ke psikiater militer kemungkinan akan langsung diberhentikan. APA saat ini
tidak memiliki posisi resmi menanggapi masalah tentang seorang psikiater yang melanggar
aturan membuka kerahasian dan melaporkan pasien gay atau lesbian tentang masalah
orientasi seksual mereka. Izin tertulis dapat memberikan solusi parsial untuk psikiater militer
yang menemukan diri mereka terikat erat antara tanggung jawab etis mereka sebagai psikiater
untuk menjaga kerahasiaan pasien dan tanggung jawab resmi mereka untuk menegakkan
aturan militer. Semua pasien dalam militer harus diberitahu ketika mereka memasuki
pengobatan yang psikiater terikat oleh kewajiban lain yang didahulukan dari kerahasiaan
pasien. merahasiakan informasi tentang seksualitas seseorang belum optimal dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan mental gay, lesbian, dan biseksual seorang personil militer.
Namun, seperti persetujuan pertujuan tertulis oleh psikiater mencegah personil militer dari
secara tidak sengaja dikeluarkan karena psikiater tidak sengaja mengungkapkan identitas
seksual mereka.

standar perawatan yang tepat dalam mengobati gay, lesbian, dan biseksual pasien
mengharuskan psikiater memantau adanya bias antihomosexual mereka sendiri ketika
memberikan penilaian dan pengobatan. Dalam budaya ini, sikap antihomosexual dan,
akibatnya, tidak satupun dari mereka bahkan tidak gay dan lesbian psikiater yang bebas. Hal
ini mewajibkan psikiater untuk memahami cara yang mana yang mempunyai dampak pada
perkembangan identitas mereka sendiri. Hal ini dapat membantu seorang psikiater
mengapresiasi empatik pada pasien gay, lesbian, atau biseksual. Psikiater dan praktisi lain
yang terus memperlakukan homoseksualitas sebagai bentuk penyakit mental yang tidak
semestinya bisa beresiko mendapatkan sanski etik, terutama jika mereka melanggar kode etik
profesional mengenai informed consent, kerahasiaan, penyuluhan pretermination, dan
memberi arahan ketika pengobatannya gagal. Psikiater gay dan lesbian berjuang dengan
masalah identitas mereka sendiri perlu waktu yang lama untuk bisa bekerja dengan pasien
yang memiliki masalah yang sama. Semua psikiater, terlepas dari identitas seksual mereka
sendiri, harus berlatih untuk menjaga informasi tentang keprihatinan gay, lesbian, dan pasien
biseksual dan isu-isu etis yang mungkin timbul saat merawat mereka.

Peneltian kebutuhan dan pelatihan

Seperti disebutkan sebelumnya, konsep tradisional seksualitas, identitas seksual, dan orientasi
seksual telah bergeser secara signifikan pada paruh kedua abad ke-20. Pelatihan mahasiswa
kedokteran dan penduduk psikiater tentang teori-teori kontemporer seksualitas membantu
mereka mengembangkan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi
sensitif dan kompeten dengan orang dari semua orientasi seksual. Instruksi tentang kehidupan
dan kebutuhan kesehatan mental pria gay, lesbian, dan biseksual tidak seharusnya dibatasi
dalam seksualitas manusia tetapi harus diintegrasikan ke dalam kurikulum lintas-budaya.
Selain itu masyarakat gay, lesbian, biseksual harus mendapat dukungan selama pelatihan
mereka, dimana seluruh masyarakat mendapat keuntungan dari psikiater yang terbuka
seorang gay, lesbian, ataupun biseksual. sekolah kedokteran dan organisasi profesi harus
meningkatkan kesempatan yang tersedia untuk pelatihan tentang keprihatinan klinis minoritas
seksual dan harus mendorong fakultas gay dan lesbian dan para pemimpin lain untuk menjadi
terlihat dan aktif dalam berbagai kegiatan profesional.

Masih banyak yang harus dipahami tentang orientasi seksual dan perkembangannya.
Meskipun sikap menerima terhadap gay, lesbian, dan biseksual meningkat, Bias
antihomosexual tersebar luas. Ada kebutuhan lebih lanjut dari penelitian psikososial untuk
memahami dampak bahwa sikap ini tidak hanya pada pengembangan identitas gay dan
lesbian, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan.

Penelitian awal telah dilakukan untuk menggambarkan variasi dalam gairah seksual, perilaku,
dan identitas yang terkait dengan berbagai karakteristik demografi dan pribadi, seperti seks
biologis, usia, ras, kelas, letak geografisnya, dan agama. Banyak penelitian terus fokus pada
kulit putih, perkotaan, pria kelas menengah, dan ada kebutuhan untuk mempelajari
keragaman seksual dalam kelompok lain juga. Ada juga kebutuhan untuk penelitian
longitudinal yang sedang berlangsung tentang perkembangan dan pengalaman orientasi
seksual dan identitas seksual dari waktu ke waktu dan di seluruh rentang kehidupan. Studi
longitudinal juga dapat memperluas pemahaman tentang karakteristik anak usia mereka yang
berkontribusi pada pengembangan orientasi seksual dewasa, serta faktor-faktor yang
membentuk ekspresi individu keinginan dan perilaku. Penelitian di masa depan pasti akan
memperluas luar pendekatan biologis dan psikososial tradisional dan akan menggunakan
metodologi konstruktivis untuk menjelaskan peran berfluktuasi kekuatan sejarah budaya dan
lainnya dalam membentuk pengalaman dan kehidupan seseorang.

18.2 Parafilia

bagian 18 seksualitas manusia normal, seks, dan gangguan identitas kelamin.

Gejala seksual dibagi menjadi dua kelompok, kelompok inhibitor atau kelompok fasilitator
dan gangguan seksualitas yang dapat diklasifikasikan. Pada kelompok pertama disebut
gangguan disfungsi seksual. Pasien sering mengalami penurunan nafsu seksual dalam gairah
seks atau kemampuan mencapai orgasme. Dengan kata lain terjadi penurunan orgasme dan
hasrat seksual. Pada kelompok lain disebut parafilia ( yang sebelumnya diberi lebel sebagai
penyimpangan) sexual tetapi gejalanya terjadi penyimpangan yang signifikan dalam stimulus
erotis atau dalam kegiatan itu sendiri, adalah prasyarat untuk gairah seksual dan orgasme.

Dalam paraphilia itu, rangsangan seksual bergantung pada rayuan atau pemberlakuan
ketentuan, atau keduanya, dari fantasi yang tidak biasa atau kadang-kadang bahkan aneh.
Sebaliknya, rangsangan seksual dan gairah tidak terjadi atau berkurang jika fantasi parafilia
tidak terwujud. Hal ini adalah pusat dari sulitnya dalam penyembuhan atau mengendalikan
parafilia; sulit bagi orang untuk menyerah kenikmatan seksual dengan tidak ada jaminan
bahwa rute baru untuk kepuasan seksual akan dijamin. Selain itu, skrip seksual paraphiliac
sering melayani fungsi psikis vital lainnya. Mereka mungkin mengurangi kecemasan,
mengikat agresif, atau menstabilkan identitas.

Sigmund Freud awalnya menggambarkan penyimpangan (paraphilia) sebagai terdiri dari


distorsi dalam tujuan seksual, yaitu, dalam sifat kegiatan, misalnya, urolagnia, kencing pada
objek sebagai prasyarat untuk gairah. Dia memperluas definisi untuk menyertakan distorsi
dalam pilihan objek seksual. Distorsi dalam tujuan atau objek merupakan paraphilia hanya
ketika mereka prasyarat untuk tindakan seksual, yaitu ketika mereka wajib daripada elektif.
Sebagai contoh, jika seorang laki-laki mencapai rangsangan seksual hanya dalam
menanggapi domba sebagai objek (dalam khayalan atau aktualitas), orientasi seksualnya akan
dianggap menyimpang.

Sebaliknya, perilaku seksual dari seorang penggembala yang resort untuk hubungan seksual
dengan domba dengan tidak adanya sebuah objek yang tepat mungkin dianggap terlibat
dalam variasi seksual daripada di memerankan keinginan paraphiliac. Meski begitu, karena
masturbasi (dengan fantasi menyertainya) selalu ada sebagai outlet seksual, pilihan obyek
hewan mungkin mengatakan bahwa gembala memiliki beberapa ketegangan menyimpang
kecil. Mungkin beberapa bunga yang The Goat, bermain Edward Albee, yang
menggambarkan tersingkapnya pernikahan ketika suami jatuh cinta dengan kambing,
memenangkan 2002 Tony Award untuk yang terbaik bermain dramatis. Albee menyatakan
kegembiraannya bahwa kisah cinta ini bisa mendapatlan hadiah pertama.

Dengan kemungkinan pengecualian dari sadisme dan masokisme, parafilia relatif jarang
terjadi dibandingkan dengan disfungsi seksual. Namun, parafilia telah mendapatkan banyak
perhatian seperti gangguan disfungsi seksual. Pada bagian mungkin karena begitu banyak
orang yang sebenarnya memiliki ketertarikan seksual yang menyimpang dibawah alam sadar
mereka tapi mereka mengekspresikan diri mereka dalam bentuk yang jelas yang bisa muncul
dalam buku atau film yang menampilkan parafilia satu dengan yang lain. Ketertarikan ini
dalam dilihat dari buku yang laris terjual yang sering menampilkan buku yang
menggambarkan masokisme atau pembunuhan seksual. Selain itu, surat kabar, majalah, dan
televisi yang memutar cerita kejahatan seks, beberapa di antaranya, seperti pedofilia yang
adalah parafilia.

Untuk sepenuhnya memahami presentasi klinis dari parafilia, definisi fundamental dan
konseptualisasi seks dan seksualitas dan hubungan timbal balik mereka harus
dipertimbangkan. Sex mengacu pada seksualitas biologis dan didefinisikan oleh enam
komponen: kromosom, gonad, genitalia interna, genitalia eksterna, hormon seks, dan
karakteristik seksual sekunder. Seksualitas, berbeda dengan jenis kelamin biologis, mengacu
pada kegembiraan erotis, gairah genital, dan orgasme. Hal ini dinyatakan dalam fantasi dan
perilaku, pilihan objek, gairah subjektif, gairah, kegiatan yang disukai, dan orgasme. Setiap
individu, apakah paraphilia atau tidak, mengembangkan pola karakteristik seksual ekspresi-
kadang disebut seks signature atau peta cinta. Pola ini merupakan signature yang erotis,
menandakan bahwa potensi seksual seseorang telah semakin menyempit antara bayi dan
dewasa. Ini menyampaikan lebih dari sekedar preferensi untuk objek seksual tertentu dan
kegiatan; itu juga menunjukkan bahwa skrip individual, yaitu, fantasi tertentu atau kelompok
fantasi adalah yang paling dapat diandalkan dan, kadang-kadang prasyarat diperlukan untuk
memperoleh gairah yang erotis. Dari sudut pandang subjektif, keinginan tersebut hampir
selalu dianggap sebagai berurat akar dan berasal dari seseorang bukan sebagai dikondisikan
oleh pengalaman. Akibatnya, signature seks atau peta cinta sering merupakan bagian dari
identitas sadar seseorang atau rasa diri dan, dengan demikian, dapat dianggap sebagai
identitas seksual. Meskipun signature seks atau peta cinta mengacu pada fantasi seksual dan
praktik seksual yang dilihat dan dinginkan, identitas seksual mengacu pada pengalaman
internal pola gairah seksual dan self-label. Bagi kebanyakan heteroseksual dan homoseksual,
pria atau wanita, seks print mencakup serangkaian dari beberapa fantasi yang berbeda.
Sebaliknya, di paraphilia, seks print jauh lebih sempit. Demikian pula, meskipun sebagian
besar heteroseksual dan homoseksual dapat mencapai gairah seksual di bawah satu set yang
cukup lebar keadaan, dalam paraphilia full-blown, fantasi paraphiliac stereotip,
penggambaran dalam pornografi, atau ditetapkan hampir selalu prasyarat untuk gairah.
Meskipun sebagian besar paraphilia meninginkan satu fantasi,fantasi parafilia berbeda dari
beberapa kenginian fantasi parafilia.

Studi tentang paraphilia berdiri sendiri, selain itu juga telah terbukti relevan dengan teori
perkembangan seksual. Studi tentang penyimpangan (parafilia) sangat menentukan dalam
formulasi perkembangan psikoseksual normal dari freuds dalam "teori seksualitas three
essays'. penelitian ini tentang gangguan identitas gender, terutama transseksualisme,
kemudian memainkan peran penting dalam reconceptualizations kontemporer gender. Ini
adalah kedua contoh bagaimana studi tentang fenomena ini, pada awalnya, tampaknya
marjinal kadang-kadang membuka pandangan baru dari ilmu pengetahuan

Definisi

Dalam kasus klasik dari paraphilia, fantasi paraphilia atau rangsangan yang diwajibkan untuk
mendapatkan rangsangan yang erotis. Namun, parafilia lebih menyukai ecara episodik,
terutama selama stres, sedangkan, di lain waktu, orang yang sama rangsanan seksualitasnya
dapat berfungsi walau tanda fantasi atau rangsangan parafilia. Menurut edisi keempat revisi
Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-IV-TR), untuk mendiagnosis
paraphilia, pasien harus memiliki rangasangan fantasi yang berulang dan intens, dorongan
seksual atau perilaku yang melibatkan objek bukan manusia; yang melibatkan penderitaan
atau penghinaan diri sendiri, seorang pasangan, anak, atau alat genital; dan terjadi minimal 6
bulan (Kriteria A). Selain itu, perilaku, dorongan seksual, dan fantasi harus menyebabkan
distress klinis signifikan atau penurunan bidang sosial, pekerjaan, fungsi penting lainnya
(Kriteria B). Apa definisi ini gagal lakukan adalah menggambarkan perbedaan antara
parafilia yang berbahaya bagi orang lain dan bahkan mungkin kriminal, termasuk pedofilia,
eksibisionisme, voyeurisme, Frotteurism, dan orang-orang yang belum tentu secara fisik atau
psikologis merugikan orang lain. Ini merupakan perbedaan penting untuk alasan praktis, serta
teoritis,. Kedua kelompok umumnya menerima intervensi terapeutik yang berbeda, dan asal-
usul gangguan mereka dipahami agak berbeda. Ini adalah kelompok parafilia yang
menyebabkan kerugian yang menstigmatisasi seluruh kelompok dan menyebabkan orang
untuk berpikir paraphilias sebagai selalu merusak. Bahkan, beberapa yang terkenal dan
individu yang produktif memiliki penyimpangan, termasuk seksolog Havelock Ellis, yang
menulis dalam otobiografinya dari urolagnia nya.

parafilia termasuk eksibisionisme (pajanan dari alat kelamin seseorang), fetisisme


(penggunaan benda tak hidup), Frotteurism (bergesekan atau menyentuh orang
nonconsenting), pedofilia (fantasi keasyikan seksual atau aktivitas seksual dengan
prepubescents), masokisme seksual (mencari penghinaan atau penderitaan) , sadisme seksual
(menimbulkan penghinaan atau penderitaan), fetisisme transvestic (penggunaan wajib
pakaian dari lawan jenis untuk mencapai rangsangan), dan voyeurisme (rangsangan melalui
melihat membuka baju orang lain, toileting, atau aktivitas seksual). Ada kategori residual,
paraphilia tidak ditentukan, yang mencakup parafilia kurang sering ditemui. Ini termasuk
perilaku seperti kekanak-kanakan (berpakaian dalam popok atau membutuhkan pasangan
yang melakukannya) atau persyaratan yang pasangan seks memiliki anggota tubuh
diamputasi. Bahkan, lebih dari 40 kondisi memenuhi syarat sebagai parafilia. Beberapa
paraphiliacs menghindari hubungan seksual mendukung masturbasi; misalnya, voyeurs dan
eksibisionis tampaknya lebih menyukai masturbasi yang menyertai tindakan pornografi untuk
setiap kongres seksual, heteroseksual atau homoseksual. fetishists Transvestic, juga
menunjukkan berkurang, meskipun tidak ada, minat hubungan seksual. Beberapa individu
polimorf menyimpang dan menggunakan sejumlah fantasi paraphiliac berbeda yang hidup
berdampingan, sedangkan yang lain mungkin memiliki keinginan paraphiliac yang
bermigrasi dari satu paraphilia yang lain selama waktu. Jika keinginan individu memenuhi
kriteria untuk lebih dari satu paraphilia, semua harus didiagnosis.

Gangguan dan hubungan terkait

Meskipun parafilia sebagian besar adalah gangguan seksualitas, mereka kadang-kadang


dikaitkan dengan beberapa penyimpangan dalam identitas peran gender. Parafilia dan
gangguan identitas gender kadang-kadang ada di satu kesatuan. Misalnya, fetishist transvestic
dapat menggunakan cross-dressing terutama fetishistically-yaitu, untuk mencapai seksual
gairah-dalam hal ini, gangguan itu akan didiagnosis sebagai paraphilia, sedangkan, untuk
tingkat bahwa fetishist transvestic berlangsung untuk menyelesaikan cross-dressing untuk
mengurangi kecemasan dan untuk menstabilkan identitasnya, gangguannya akan lebih
mungkin didiagnosis sebagai gangguan identitas gender

Sejarah

Seks selalu dianggap sebagai dorongan yang harus diperhitungkan. Sebelum seks menjadi
masalah secara medis dan menjadi objek penelitian dari seksolog dan psikiater, lebih dulu ada
diajaran agama. Di bawah naungan agama, penyimpangan dari norma dianggap sebagai dosa
atau kriminal bukan patologis. Dalam dunia sekarang ini, ajaran berbagai agama terus
menentukan apa yang dianggap sebagai diterima, meskipun, sampai taraf tertentu, otoritas
agama telah terkikis oleh penemuannya dalam bidang penelitian seks yang berkembang.
Penelitian ilmiah dari seks dimulai pada akhir abad ke-19. Meskipun berbagai parafilia telah
ada selama catatan sejarah, mereka masuk ke dalam dialog courtesy ilmiah psikiater Richard
von Krafft-Ebing (1840-1902), yang diberi label perilaku sadis. istilah ini berasal dari tulisan
Marquis de Sade , seorang bangsawan Perancis abad ke-18. Leopold von Sacher-Masoch,
seorang Austria yang lahir di abad ke-19, menulis novel yang berurusan dengan tema
masokis, dan dari namanya istilah masokisme berasal. Melalui deskripsi klinis rinci Krafft-
Ebing dari berbagai gangguan seksual yang studi ilmiah tentang seks lahir. Pada tahun 1895,
psikolog Albert von Schrenk-Notzing ditautkan sadisme dan masokisme bersama-sama ke
dalam algolagnia Istilah, dengan menekankan hubungan antara gairah seksual dan rasa sakit.
Pada tahun 1938, Freud menegaskan hubungan ini melalui doa nya dari sadomasochism
Istilah. Pada tahun 1966, John Money menciptakan sebuah program penelitian untuk
pengobatan psychohormonal dari penyimpangan (paraphilias) dan sindrom seks-pelaku. Ini
merupakan tahun yang sama dengan William Masters dan Virginia Johnson menerbitkan
buku penting mereka pada seksualitas manusia normal.

Parafilia, atau penyimpangan seksual, seperti yang sering disebut, menyiratkan


penyimpangan dari pola normatif. Namun, ada masalah mendasar dalam melukiskan parafilia
dengan cara ini: Tidak ada keterangan yang pasti dari apa yang memerlukan normal dapat
dibentuk, karena definisi perubahan normalitas dari waktu ke waktu Salah satu contoh yang
paling mencolok adalah reversal profesi psikiatri untuk pandangannya tentang
homoseksualitas di akhir 1960-an. Meskipun homoseksualitas lama dianggap sebagai
penyimpangan, pertama kali dicap sebagai paraphilia di 1968 dalam edisi kedua dari DSM
(DSM-II). Namun, psikiater tak lama membatalkannya dengan alasan bahwa tidak ada bukti
bahwa homoseksualitas adalah sesuatu yang lebih dari variasi seksual. bahwa tidak selalu
berkaitan dengan kecacatan yang berbeda dari orang heteroseksual.

Perubahan di Amerika Serikat terjadi dalam konteks gerakan pembebasan gay dari tahun
1960-an. Pada tahun 1978 seksolog Alan P. Bell dan Martin S. Weinberg mengkonfirmasi
melalui studi berskala besar dari kaum homoseksual bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam kecacatan psikologis yang melekat pada kaum homoseksual dan
heteroseksual. Namun, tidak semua psikiater dan psikoanalis di seluruh dunia telah menerima
perubahan ini dalam pemikiran. Misalnya, sejumlah besar, dan mungkin mayoritas, dari
psikoanalis di Amerika Latin masih menganggap homoseksualitas menjadi sesat. Freud telah
ada di Amerika Utara setengah abad sebelumnya. Ia menegaskan normalitas homoseksual,
menyatakan bahwa membalikkan adalah sekelompok individu yang mungkin cukup suara
dalam semua hal lainnya. (Catatan, bagaimanapun, implikasi bahwa homoseksual tidak
terdengar dalam satu hal.) Meskipun perubahan profesi psikiatri (sebelum Bell dan Weinberg
studi) telah banyak bertepuk tangan, dan memang demikian, hal itu tetap menunjukkan
bahwa kriteria profesi psikiatri untuk klasifikasi parafilia tidak sama sekali berdasarkan
kriteria ilmiah. Pada intinya, pembebasan dari homoseksualitas sebagai paraphilia yang
menimbulkan pertanyaan tentang metodologi dimana apa yang merupakan perbuatan keji
dinilai. Parafilia, tidak seperti gejala neurotik, memberikan kenikmatan dari urutan tertinggi
dan kadang-kadang mungkin ego-syntonic. Pertanyaannya tentu muncul adalah mengapa
beberapa fantasi seksual dan perilaku dianggap patologis dan bukan hanya berbeda. Beberapa
kelompok pembebasan, seperti sadomasochisme (berdasarkan model gay), mempertanyakan
apakah profesi psikiatri adalah label beberapa perilaku seksual menyimpang atau sesat atas
dasar moral dalam kedok yang medis. Sejumlah seksolog telah menunjukkan bahwa ada
perbedaan besar dalam parafilia yang terbatas ekspresi eksentrik seksualitas (misalnya,
fetisisme) dan orang-orang yang mungkin merugikan orang lain (misalnya, pedofilia).
Meskipun daya tarik medis, kejiwaan, dan hukum di paraphilia, studi ilmiah dibatasi oleh
akses ke mata pelajaran. Sebagian besar ide-ide tentang parafilia didasarkan pada informasi
yang dikumpulkan dari pasien yang paraphilia mengacaukan mereka atau dari paraphiliacs
yang telah bertabrakan dengan hukum. Hal ini tidak andal diketahui berapa persen dari
populasi mungkin didiagnosis sebagai paraphiliacs.

Keterbatasan utama untuk segala klaim mutlak kelainan di paraphiliacs adalah kegagalan
psikiater mempelajari kelompok besar paraphiliacs bukan pasien. secara ilmiah
menyimpulkan sejauh mana paraphilia terhubung dengan kecacatan psikologis akan
tergantung pada studi skala besar populsi bukan pasien. Hasil ini kemudian akan perlu
dibandingkan dengan kecacatan psikologis dalam sampel bukan paraphiliac. Penelitian ini
hanya bisa dilakukan melalui kerja lapangan di mana peneliti mengidentifikasi sampel besar
paraphiliacs nonpatient. Beberapa penelitian tersebut telah dilakukan dengan transvestites-
sekarang disebut fetishists transvestic. Keberadaan subkultur transvestic membuat akses ke
subjek penelitian relatif mudah. Beberapa penelitian waria nonpatient mendukung anggapan
bahwa sindrom transvestic full-blown dikaitkan dengan ketidakmampuan dan cacat yang
menjamin penunjukan gangguan, misalnya, hyposexuality yang begitu sering menyertainya
dan tingginya insiden depresi sering dikaitkan dengan itu. Namun, penelitian sebanding
belum secara sistemik dilakukan sehubungan dengan sebagian besar penyimpangan seksual
lainnya. survei seksual Alfred Kinsey sangat penting justru karena ia belajar seksualitas pada
populasi nonpatient. Metodologi ini, tentu saja, adalah apa yang membuat Bell dan Weinberg
studi tentang homoseksualitas begitu memikat. Ada saran yang disebut kepentingan sesat
mungkin lebih luas daripada mungkin berpikir. Salah satu tanda-tanda ini berasal dari
internet, yang telah menghasilkan sejumlah situs seksual yang ditujukan untuk berbagai
penyimpangan seksual.

Perbandingan, nosologi

Kriteria untuk mendiagnosis parafilia telah direvisi berkali-kali selama 50 tahun terakhir.
Dalam edisi pertama dari DSM (DSM-I) (1952), penyimpangan seksual dikelompokkan
dengan gangguan kepribadian psikopat. Klasifikasi tersebut mencerminkan fakta bahwa
enactments paraphilias tertentu adalah pelanggaran hukum (misalnya, pedofilia dan
eksibisionisme), tetapi klasifikasi juga menunjukkan kemungkinan bahwa masyarakat
diadakan sikap merendahkan terhadap semua penyimpangan. Pada saat itu, homoseksualitas
termasuk di antara penyimpangan seksual. Dalam DSM-II (1968), penyimpangan seksual
digolongkan dengan gangguan kepribadian. Pada tahun 1980, dengan terbitnya edisi ketiga
dari DSM (DSM-III),istilah paraphilia diganti untuk istilah penyimpangan. Pada bagian ini
perubahan nama itu dilakukan karena paraphilia adalah istilah deskriptif. Seperti tercantum
dalam DSM-III, "Penyimpangan (para) orang-orang yang tertarik (philia)." Tapi perubahan
nama itu juga dimaksudkan untuk menjadi tidak menghakimi, karena ia merasa bahwa
penyimpangan Istilah membawa konotasi negatif. Seluruh kelompok paraphilias
direklasifikasi dalam kategori gangguan psikoseksual, yang juga termasuk gangguan identitas
gender, disfungsi psikoseksual, dan ego-distonik homoseksualitas. Perubahan ini
mencerminkan pergeseran dalam sikap antara psikiater dan masyarakat umum serta-
keengganan memberi stigma pada pasien untuk gejala luarnya, terutama karena tidak semua
paraphilias datang di dalam lingkup hukum.

Sebuah perubahan besar dalam edisi revisi dari DSM-III (DSM-III-R) adalah untuk menarik
kembali gagasan bahwa, untuk membuat diagnosis paraphilia, tindakan paraphiliac harus
menjadi sarana yang disukai atau eksklusif mencapai kenikmatan seksual. diagnosis
diperpanjang untuk mereka yang mungkin lebih suka hubungan heteroseksual tapi yang
menghibur fantasi paraphiliac signifikan selama 6 bulan terakhir.

DSM-IV-TR mendiagnosa parafilia atas dasar bahwa mereka mungkin memerlukan campur
tangan "kapasitas untuk timbal balik, aktivitas seksual kasih sayang." Untuk membuat
diagnosis, individu harus bertindak keluar nya fantasi paraphiliac atau harus tertekan oleh
fantasi selama minimal 6 bulan.

Untuk memenuhi syarat sebagai diagnosis DSM-IV-TR, pola seksual harus bertahan untuk
jangka waktu minimal 6 bulan (Kriteria A) dan harus telah menyebabkan distress klinis
signifikan atau penurunan bidang penting sosial, pekerjaan, atau fungsi ( kriteria B). DSM-
IV-TR menegaskan bahwa, meskipun, untuk beberapa individu, fantasi paraphiliac yang
hanya merangsang, untuk orang lain, mereka wajib untuk gairah dan selalu termasuk dalam
aktivitas seksual. Dalam beberapa kasus lain, preferensi ini terjadi hanya episodik, terutama
selama periode stres; yaitu, ada kalanya individu dapat berfungsi secara seksual tanpa fantasi
atau rangsangan tersebut. Perubahan yang dilakukan dalam DSM-IV-TR pergi sangat
berguna dalam mengatasi kecaman yang memberi label satu atau preferensi seksual lain
sebagai paraphilia dengan sewenang-wenang. Mereka berpendapat bahwa diagnosis
paraphilia harus ada cacat atau kerusakan yang melekat pada tindakan seksual. Kelemahan di
sini adalah bahwa parafilia mungkin gagal untuk dilihat sebagai spektrum di mana
penyimpangan berbahaya yang dimasukkan ke dalam kehidupan yang produktif. Havelock
Ellis bisa menjadi salah satu contoh di sini.

DSM-IV-TR menarik perhatian khusus pada fantasi paraphiliac dan perumpamaan yang
bertindak keluar dengan mitra nonconsenting. sadisme seksual dan pedofilia umumnya
dianggap merugikan mitra. (Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa sadisme seksual sering
berlaku dengan pasangan setuju, yang kenikmatan seksual tergantung pada gratifikasi
masokis.) parafilia dapat ditangkap dan dipenjarakan akibat. pelanggaran seksual terhadap
anak-anak. Pamer dan pengintip, bersama dengan pedofil, membuat sebagian besar dari
mereka menjadi pelaku kejahatan seks yang ditangkap. Meskipun tidak menciptakan
sebanyak kehancuran di korban mereka seperti yang dilakukan pedofil, pamer, voyeur, dan
frotteurists sering menakut-nakuti korbannya.

Tidak ada penggolongan tanpa kontradiksi. Beberapa ahli telah mengamati bahwa
paraphiliacs yang merupakan pelaku kejahatan seksual lebih ditekankan oleh penemuan
kejahatan mereka daripada oleh rasa bersalah atas kerugian yang mereka menimbulkan. Ini
tidak seperti yang kelompok paraphiliacs yang mencari terapi karena sakit psikis atau stres
dalam keluarga. bifurkasi ini menunjukkan bahwa parafilia mungkin mencakup setidaknya
dua kelompok yang berbeda dari gangguan. Klasifikasi paraphiliacs bisa diperbaiki dengan
membedakan antara mereka yang menimbulkan ancaman bagi orang lain dan mereka yang
tidak.

DSM-IV-TR juga serba salah re-label transvestisme sebagai fetisisme transvestic dan di sub-
suming sepenuhnya dalam parafilia yang berbeda dengan dari gangguan identitas gender.
Sejumlah besar fetishists transvestic berkembang menjadi waria, dan, dalam banyak fetishists
transvestic, ada komponen identifikasi cross-gender. Hal ini jelas, misalnya, bahwa tiga
kategori yang berbeda dari pasien mungkin berkembang menjadi transeksual: transvestites,
ekstrim homoseksual cross-dressing, dan kategori yang umumnya disebut waria sebagai
primer.

Alasan untuk Klasifikasi tersebut

Sebuah sistem nilai evolusi tidak lagi diadakan di mana seksualitas harus terikat dengan
reproduksi dianggap normal dan di mana semua seksualitas lainnya dianggap mencurigakan.
Namun, ada alasan untuk mempertahankan konsep dan pengklasifikasian paraphilias tanpa
melibatkan suatu keharusan evolusi. Dua baris argumen telah dijalankan untuk menunjukkan
legitimasi klasifikasi ini, satu filosofis, psikiater lain.

Filosof telah mengamati bahwa fakta bahwa manusia bahkan memiliki konsep penyimpangan
seksual mengatakan sesuatu tentang seks. ketidaksetujuan sosial tidak cukup untuk memberi
label sebagai sesuatu yang sesat. Jadi, meskipun perzinahan dapat dilihat sebagai kemarahan
moral, belum dicap sebagai sesat. Meskipun beberapa agama percaya bahwa masturbasi
adalah dosa, tidak ada klaim itu adalah sesat. Hal ini menunjukkan bahwa parafilia
menyampaikan sesuatu yang tidak wajar daripada bermoral. Bagaimana membedakan apa
yang alami dari apa yang tidak wajar adalah jantung dari masalah. Beberapa kegiatan seksual,
seperti hubungan heteroseksual, yang jelas normal, sedangkan tindakan seksual seperti
fetisisme sepatu yang jelas parafilia. Masih perilaku seksual lain mungkin jatuh di suatu
tempat di antara. Argumen di DSM-IV-TR, mirip dengan perspektif filosofis, adalah bahwa
orang-orang dengan parafilia memiliki beberapa penurunan kapasitas mereka untuk aktivitas
seksual kasih sayang timbal balik. Argumen ini, bagaimanapun, adalah diresapi dengan bias
nilai, terbukti dalam fakta bahwa itu tidak diterapkan secara universal. pergaulan kompulsif
tidak terdaftar di antara parafilia, dan tidak adalah kebencian pada pasangan. Batas antara
seksualitas dan normal tidak selalu jelas.

Validitas klasifikasi paraphilias harus pada kriteria tertentu. Untuk membuat diagnosis dari
penyimpangan, harus ada bukti bahwa fantasi sesat atau kegiatan merasuki kehidupan mental
untuk tingkat yang tidak biasa, menghasilkan kecemasan atau dysphoric atau yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian lainnya. atau yang terhubung dengan beberapa
disfungsi kepribadian lainnya. Dalam kasus yang lebih terbuka, mereka biasanya terlihat
dalam praktek klinis, klaim ini tampaknya cukup dibuktikan. Namun, ada banyak contoh di
mana unsur-unsur menyimpang yang termasuk dalam seksualitas dalam seperti kunci minor
bahwa diagnosis penyimpangan tidak mempunyai dasar

EPIDEMIOLOGI

Rasio jenis kelamin

Salah satu fitur karakteristik dari distribusi parafilia yang luar biasa: dominasi besar
paraphilia adalah pria. Kecuali untuk sadisme dan masokisme, hampir semua kasus yang
dilaporkan pada pria. dominan pria ini adalah karakteristik tidak hanya dari parafilia, tetapi
juga, untuk tingkat yang jauh lebih rendah dari gangguan gender. Setiap usaha untuk
menjelaskan perbedaan ini harus berhubungan dengan pemahaman tentang etiologi dari
parafilia. Sejauh etiologi belum dibuktikan, dan hanya bersifat sementara

Prefalensi

Sejauh paraphilia menghasilkan kesenangan, banyak orang begitu terpengaruh tidak mencari
intervensi psikiatri. Bahkan mereka yang merasa sedih mungkin menghindari pengakuan
pada dokter atau psikiater karena malu yang mendalam. Terbatas untuk mempelajari populasi
pasien psikoterapi atau populasi yang dihukum karena melakukan kejahatan seksual relatif
sedikit yang diketahui tentang kejadian dan distribusi parafilia atau tentang sejarah paraphilia
yang ada dari waktu ke waktu.
Beberapa parafilia tampak lebih umum daripada yang lain. Dalam praktek psikiatri individu,
masokisme, sadisme, dan fetisisme tampaknya menjadi parafilia yang paling sering ditemui,
sedangkan penyimpangan ekskretoris jarang terlihat. Sebaliknya, di klinik yang
mengkhususkan diri dalam perawatan pelaku kejahatan seksual telah meningkat, parafilia
yang paling sering ditemui adalah pedofilia, voyeurisme, dan eksibisionisme. Ini telah lama
Diperkirakan bahwa, karena beberapa parafilia tergantung pada partisipasi individu
nonconsenting dan menjadi perhatian dari pengadilan (misalnya, pedofilia dan
eksibisionisme), mereka mungkin menduduki dalam upaya untuk menentukan frekuensi
relatif. Namun, ternyata, banyak pedofil telah terlindung dari hukum. Pedofilia baru-baru ini
meledak ke panggung dunia berdasarkan krisis dalam Gereja Katolik; Gereja sedang dikritik
karena keengganan untuk mengakui pelecehan seksual yang dilakukan oleh pastor, yang
paling mengerikan dari pelanggaran tersebut menjadi pedofilia. Mengingat bahwa kejadian
sebenarnya paraphilias melibatkan individu nonconsenting atau jumlah paraphiliacs yang
gagal untuk mencari bantuan psikiater tidak diketahui, kejadian salah satu dari paraphilias
yang jelas dilaporkan. Sesuatu yang diketahui tentang berbagai perilaku seksual, berbagai
fantasi seksual, dan tingginya insiden fantasi sadomasokis pada populasi nonpatient.
Misalnya, satu studi melibatkan pria dan wanita dari 193 mahasiswa untuk pertanyaan
tentang pengalaman seksual dan fantasi seksual. Studi ini dibedakan perilaku baru dan
kumulatif dan fantasi seksual baru-baru ini dan fantasi seksual kumulatif.

Perilaku seksual hanya menunjukkan tingkat sedang yang berpengaruh pada gender. Karena
populasi didominasi heteroseksual, tidak mengherankan bahwa ada korelasi erat antara laki-
laki dan perilaku perempuan. Sebagian besar item perilaku disebut aktivitas konsensual
interpersonal. Mereka perilaku yang paling sering romantis, tradisional, hubungan seksual
nongenital, diikuti oleh hubungan seksual dan variasinya. Dalam laporan mereka pengalaman
seksual baru-baru ini, 1 persen dari wanita dan 1 persen pria dilaporkan disiksa, 1 persen dari
wanita dan 1 persen pria melaporkan telah dicambuk atau dipukuli oleh pasangan mereka, 1
persen wanita dan 1 persen pria dilaporkan merendahkan martabat pasangan seks, 1 persen
wanita dan 3 persen pria dilaporkan memaksa pasangan untuk submit, 0 persen wanita dan 4
persen pria dilaporkan menunjukkan tubuh mereka di depan umum, dan 0 persen wanita dan
2 persen pria dilaporkan mencambuk atau memukuli pasangan mereka. Beberapa pengalaman
seksual kumulatif yang signifikan secara statistik untuk perbedaan gender: Tiga belas persen
wanita dan 4 persen pria melaporkan bahwa mereka dipaksa untuk menyerahkan, dan 8
persen wanita dan 21 persen pria dilaporkan menunjukkan tubuh mereka di depan umum.
Dua puluh persen wanita dalam penelitian yang dilaporkan fantasi seksual baru-baru ini
dipaksa untuk menyerahkan, 20 persen melaporkan bahwa mereka diikat selama aktivitas
seksual, 12 persen melaporkan bahwa mereka mengalami degradasi seksual, 10 persen
melaporkan bahwa mereka menjadi pelacur, 9 persen melaporkan bahwa mereka disiksa oleh
pasangan seks, 8 persen melaporkan dicambuk atau dipukuli oleh pasangan, 5 persen
melaporkan memaksa pasangan untuk submission, 1 persen melaporkan mencambuk atau
memukuli pasangan, dan 1 persen melaporkan merendahkan martabat pasangan seks.
persentase yang sebanding pria yang 15 persen pelaporan dipaksa untuk submission, 15
persen pelapor yang diikat, 5 persen pelaporan penurunan hasrat seks, 5 persen pelaporan
yang dilacurkan, 5 persen pelaporan disiksa, 5 persen pelaporan dicambuk atau dipukuli, 31
persen pelaporan memaksa untuk submission, 7 persen pelaporan hukum cambuk atau
memukuli, dan 7 persen pelaporan merendahkan martabat. Enam persen pria juga
melaporkan fantasi menyiksa pasangan seks. Dalam fantasi seksual kumulatif, kedua jenis
kelamin melaporkan tingkat yang sama dari fantasi masokis berkelanjutan: disiksa oleh
pasangan seks (10 persen wanita, 11 persen pria), dicambuk (15 persen wanita, 14 persen
pria), menjadi dibawa ke sebuah ruangan terhadap satu kehendak (20 persen wanita, 15
persen pria), yang diikat selama kegiatan seks (30 persen wanita, 31 persen pria), dan dipaksa
untuk menyerahkan (31 persen perempuan, 27 persen pria). Salah satu item yang mungkin
menyarankan kecenderungan wanita untuk pasif atau masokisme adalah fantasi diselamatkan
dari bahaya oleh salah satu yang akan menjadi kekasih. Namun, keasyikan fantasi dengan
dominasi menunjukkan perbedaan gender yang signifikan. Empat puluh empat persen pria
dilaporkan fantasi memaksa pasangan seksual untuk menyerahkan. Sejumlah kecil dilaporkan
fantasi sadis lainnya: cambukan 20 persen; penyiksaan 15 persen;

Minoritas yang signifikan dari subyek yang memiliki fantasi sadomasokis, lebih banyak pria
melaporkan konten sadis, sedangkan kedua jenis kelamin melaporkan tingkat yang sama dari
konten masokis. Namun, penelitian ini tidak dirancang sehingga untuk memperkirakan
berapa banyak mata kuliah yang mungkin diklasifikasikan sebagai paraphiliacs. Apa yang
pasti adalah bahwa, meskipun kedua jenis kelamin memiliki keasyikan fantasi yang
signifikan dengan sadisme dan masokisme, enactments jarang terjadi. Meskipun demikian,
kejadian yang relatif tinggi fantasi sadomasokis dibandingkan dengan fantasi keriting lain
menunjukkan bahwa isu-isu kekuasaan di tumbuh meminjamkan diri untuk penggabungan
luas kekhawatiran sadomasokis dalam kehidupan fantasi.

ETIOLOGI
Etiologi paraphilia tidak diketahui pasti. kelainan otak atau kecenderungan biologis,
identifikasi dengan orang tua yang memiliki parafilia, kesulitan perkembangan dan konflik
psikologis semuanya telah diusulkan sebagai etiologi potensial untuk parafilia,
Ketidakmampuan untuk menjelaskan etiologi dalam parafilia tidak begitu aneh ketika
dianggap bahwa etiologi heteroseksualitas atau homoseksualitas tidak sepenuhnya dipahami.
Argumen untuk kausalitas biologis eksklusif sulit untuk mendukung. Kinsey dan rekan
menunjukkan bahwa argumen bahwa homoseksualitas adalah biologis tidak dapat
menjelaskan fakta bahwa tidak ada data yang membedakan ditiru (seperti tes hormon) dan,
apalagi, bahwa homoseksualitas dan heteroseksualitas tidak saling eksklusif tapi bisa hidup
berdampingan di semua kombinasi. Demikian pula, ketika etiologi pilihan heteroseksual
preferensial dianggap, data terbaik menyarankan bahwa mungkin disebabkan dari
pengalaman postnatal. Telah dikatakan tadi, hal itu harus menegaskan kembali bahwa
etiologi heteroseksualitas dan homoseksualitas, seperti itu dari parafilia, masih belum
diketahui.

Faktor predisposis secara biological atau kelainan otak

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, di antara pelaku seks mencari pengobatan, orang-
orang dengan kerusakan otak bawaan atau diperoleh secara menduduki. Demikian pula,
dokter telah mengamati bahwa, setelah kerusakan otak, apakah hasil dari kecelakaan, operasi,
epilepsi, atau zat-zat beracun, perilaku seksual menyimpang, termasuk parafilia, mungkin
muncul. Peneliti telah mengamati hubungan antara Ketidaktepatan seksual dan gangguan
lobus temporal atau epilepsi lobus temporal. teori yang berbeda telah dikemukakan untuk
menjelaskan apa hubungannya mungkin di antara kelainan otak dan parafilia. Mereka
memasukkan gagasan bahwa kelainan otak mengurangi kontrol individu atas dorongan
paraphiliac yang sudah ada sebelumnya, bahwa ia melepaskan impuls jika ditekan, hal ini
merugikan individu sehingga menderita, yang mengarah ke paraphiliac substitusi, atau bahwa
mungkin akibat langsung dari kerusakan otak. mungkin ini salah satu faktor predisposis
biolgi atau kecenderungan memfasilitasi pola varian perkembangan psikoseksual. Bahkan
jika beberapa kecenderungan biologis akhirnya terlibat, pengaruhnya akan berinteraksi
dengan perkembangan kognitif, afektif.

Identifikasi dengan Orangtua

Ada beberapa bukti bahwa mungkin ada kecenderungan untuk paraphilia atau identitas
gender atipikal pada anak dari orang tua paraphiliac. Dalam salah satu penelitian terhadap
anak laki-laki menampilkan feminitas (dianggap berisiko untuk pengembangan jenis kelamin
atipikal, termasuk transvestisme), dari sampel 20, dua ayah yang transvestites, dan dua ibu
yang lesbian. Namun, mungkin juga dikatakan atas dasar data yang sama bahwa beberapa
faktor keturunan mungkin bermain. Psikoanalis dan psikoterapis telah mengamati bahwa
pasien sadis sering melaporkan bahwa orang tua mereka brutal atau sadis, sedangkan pasien
masokis mungkin melaporkan bahwa orang tua mereka sadis atau masokis. Anak mungkin
mengidentifikasi dengan orang tua sadis atau masokis atau mungkin eroticize akibat
pelecehan.

Kesulitan perkembangan dan Pelanggar sebagai Korban

Beberapa psikoanalis dan psikoterapis telah menyarankan bahwa spektrum pengalaman awal
adalah umum di sejarah pasien dengan paraphilias tertentu dan bahwa mereka tampak
simbolis atau benar-benar terulang di fantasi sesat. Sebagai contoh, fetishist transvestic
kadang-kadang memberikan sejarah di mana ibunya berpakaian dia dalam pakaian anak
perempuan ketika ia masih kecil, dan sadis memberikan sejarah bahwa ia dipukuli. Namun,
pertanyaannya belum diselesaikan, apakah sejarah seperti mencerminkan kejadian nyata,
pemalsuan retrospektif dan tidak sadar, atau salah persepsi masa kecil. Hal ini telah diselidiki
bahwa, antara mereka yang parafilia yang merupakan pelecehan seksual, sebanyak 30 persen
dari paraphiliacs mungkin sendiri telah menjadi korban pelecehan seksual sebelum mereka
berusia 18 tahun. Mekanisme yang korban menjadi pelaku dipahami sebagai identifikasi
dengan agresor, yaitu menghidupkan kembali trauma tetapi menempatkan diri dalam posisi
kekuasaan.

Asal psikogenik

Hal ini dimungkinkan untuk merekonstruksi psikodinamika pada beberapa pasien paraphiliac
dan untuk menilai peran pengalaman anak usia dini dalam pembangunan fantasi sesat.
Meskipun formulasi psikodinamik sangat penting untuk memahami struktur dan arti dari
fantasi sesat, mereka tidak, dalam dan dari diri mereka sendiri, membangun etiologi. Freud
awalnya menduga bahwa neurosis dan penyimpangan yang berhubungan terbalik dengan,
dengan neurosis mewakili perpindahan simbolik dari fiksasi menyimpang, sedangkan
penyimpangan adalah ekspresi langsung dari fiksasi psikoseksual praoedipal. Kebanyakan
psikoanalis telah direvisi penyusunan awal dan sekarang menganggap penyimpangan, juga,
sebagai kompromi defensif. Psikoanalis juga percaya bahwa penyimpangan dalam pria
sebagai pertahanan terhadap kastrasi kecemasan dengan melambangkan sebuah falus ilusi
perempuan. jimat itu dipandang sebagai penyimpangan prototipe dan secara harfiah
disamakan dengan falus ilusi perempuan. Ia berpikir untuk menolak perbedaan seksual dan,
dengan demikian, rasa takut kastrasi kecemasan. Freud tidak berusaha untuk menjelaskan
mengapa kastrasi kecemasan kadang-kadang menyebabkan penyimpangan dan, pada waktu
lain, homoseksualitas tapi paling sering diselesaikan tanpa pengaruh yang tak diinginkan.

Pada umumnya, hipotesis bahwa jimat merupakan falus ilusi perempuan telah menjadi jauh
lebih berpengaruh. formulasi yang lebih baru telah membahas sumber dari setiap disposisi
untuk intensif kastrasi kecemasan, dan, akibatnya, mereka telah difokuskan pada faktor-
faktor yang terjadi di awal pembangunan. Masalah dalam tahap pemisahan-individuasi
tampaknya membentuk matriks di mana pembentukan sesat menjadi lebih mungkin. masalah
tersebut meliputi pengembangan citra tubuh kurang jelas dan tidak stabil dan ketakutan ganda
yaitu engulfment dan ditinggalkan oleh ibu, biasanya dengan beberapa osilasi antara mereka.
Sebagai manuver defensif terhadap pemisahan kecemasan, itu berteori bahwa anak itu
memanggil identifikasi kompensasi dengan ibunya.

Melihat para genital ibu ini kemudian menjadi menakutkan, karena melayani untuk
menekankan perbedaan antara anak dan ibunya. Pada saat yang sama, identifikasi feminin
meninggalkan dia rentan terhadap ancaman berlebihan dari kastrasi kecemasan pada periode
oedipal, karena dia sudah meragukan maskulinitas nya. Dalam formulasi ini, jimat ini
kadang-kadang dipandang sebagai jembatan untuk ibu (representasi simbolis nya) yang allays
pemisahan kecemasan, bukan sebagai representasi dari falus perempuan. Selain kecemasan
dan konflik praoedipal dengan ibu sebagai codeterminants penyimpangan, analis telah
menekankan peran sentral agresi dalam kegembiraan erotis. Beberapa analis telah
mengatakan pada transformasi hubungan ketergantungan menjadi yang agresif destruktif.
Tidak diragukan lagi, disposisi agresi dan kekuasaan dalam kehidupan perkembangan awal
masuk ke dalam usul parafilia. Ini eksplisit dalam sadomasochism. Wawancara dengan
sadomasochists menunjukkan betapa mereka fokus pada asumsi kontrol atau memberikannya
kepada orang lain. Paradoksnya, masokis mungkin merasa perasaan kontrol dalam
penyerahan, sesuatu yang umumnya diakui dalam komunitas sadomasokis di mana itu adalah
konvensi yang bawah aturan. Lainnya menggambarkan masokisme sebagai kebebasan dari
tuntutan ego. Listrik jelas merupakan masalah di dominasi, yang terwujud dengan dorongan
untuk melakukan kontrol penuh atas realitas orang lain. Paradoksnya, kemudian, kedua
masokis dan sadis dapat mencapai rasa kekuasaan di pertemuan sadomasokis. kekuatan
masalah ini merupakan residu dari konflik yang dihadapi antara orangtua dan anak, sebagai
anak mencoba untuk mencapai rasa kemandirian yang menumbangkan otoritas orangtua.

Sampai saat ini, tidak ada rumusan psikodinamik sepenuhnya membahas pertanyaan
mengapa satu fantasi sesat tertentu dipilih. Fantasi sesat atau tindakan sering digambarkan
sebagai sebuah skenario di mana script jahat melambangkan seksualisasi dan kemenangan
atas trauma nyata atau membayangkan masa kecil. Dengan demikian, penyimpangan tersebut
diyakini mengurungkan trauma yang sebenarnya dari periode anak usia dini, sering
menggunakan kejadian kehidupan nyata sebagai struktur naratif nya. Kadang-kadang
tampaknya menjadi identifikasi atau kontraidentifikasi dengan orangtua. Ada kesepakatan
umum di antara psikoanalis bahwa fungsi dari paraphilia sering melampaui fasilitasi potensi
seksual. Mungkin menstabilkan kepribadian, dalam membantu untuk menambal lebih dari
kelemahan dalam pengujian realitas atau dalam menangkal psikosis. keinginan agresif,
berasal dari pengalaman traumatis masa praoedipal, terikat dan dikendalikan dalam struktur
sesat. Beberapa penulis mungkin pergi terlalu jauh dalam menekankan bagaimana bermain,
imajinatif, dan kreatif solusi sesat adalah. Mereka mengabaikan fakta bahwa berbagai
penyimpangan yang tidak kreasi asli tapi solusi stereotip dan konstriksi untuk masalah
intrapsikis yang sering membatasi pengembangan ego.

DIAGNOSIS DAN KLINIS

istilah paraphilia yang menandakan adanya perilaku wajib atau fantasi yang menyimpang
dalam hal objek naluri seksual atau tujuannya. DSM-IV-TR menekankan bahwa penggunaan
citra seksual menyimpang dan tindakan harus tidak biasa atau aneh: Fitur penting dari
Paraphilia yang berulang, intens fantasi syur, dorongan seksual, atau perilaku umumnya
melibatkan (1) objek bukan manusia, (2 ) penderitaan atau penghinaan diri sendiri atau
pasangan seseorang, atau (3) anak-anak atau orang nonconsenting lainnya, yang terjadi
selama minimal 6 bulan (Kriteria A). Untuk beberapa individu, paraphiliac fantasi atau
rangsangan yang wajib untuk erotis

Anda mungkin juga menyukai