Anda di halaman 1dari 14

FISIOLOGI OLAHRAGA/LATIHAN FISIK

Dr. dr. Ermita Ilyas, MS, AIFO

I. PENDAHULUAN
Fisiologi olahraga/latihan fisik adalah ilmu yang mempelajari perubahan yang terjadi pada
berbagai sistem dalam tubuh akibat adanya rangsang misalnya olahraga/latihan fisik, baik pada saat
berolahraga/latihan fisik maupun selama dan sesudah melakukan olahraga/latihan fisik jangka panjang
(training) . Perubahan yang terjadi akibat rangsang atau stres yang diberikan akan menimbulkan respon
tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis tubuh atau keseimbangan dalam tubuh.
Respon yang terjadi bergantung pada rangsang yang diterima dalam hal ini olahraga/latihan fisik dan
lebih khusus lagi berkaitan dengan frekuensi, intensitas, durasi dan jenis olahraga/latihan fisik selain itu
bergantung pula kepada antara lain kondisi tubuh serta usia peserta olahraga/latihan fisik. Respon
tubuh terhadap olahraga/latihan fisik dapat berupa respons akut (saat melakukan olahraga/latihan fisik)
dan adaptasi kronik (penyesuaian pada mekanisme kerja dan pengaturan fungsi tubuh selama
melakukan olahraga/latihan fisik jangka panjang).
Pengetahuan mengenai fisiologi olahraga/latihan fisik atau pengetahuan tentang mekanisme kerja dan
pengaturan fungsi tubuh diperlukan agar penyusunan rencana latihan atau program latihan dapat
dilakukan dengan tepat dan sesuai kondisi setiap peserta olahraga/latihan fisik.

II. BEBERAPA DEFINISI DAN PENGERTIAN


1. Aktivitas fisik
adalah: berbagai kegiatan yang dapat dilakukan manusia, misalnya berjalan, berlari, makan, minum,
berolahraga, mencangkul, dll.
2. Latihan fisik
adalah: aktivitas fisik yang dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu, dapat atau tidak mengikuti
aturan atau prinsip-prinsip yang baku, misalnya: berjalan kaki, berenang, jogging dan senam kelompok
(senam jantung sehat), dll.
3. Olahraga
adalah: latihan fisik yang selain mengikuti prinsip tertentu juga mempunyai aturan masing-masing,
misalnya: lari sprint, tennis, karate, anggar, badminton, dll.
4. Training
adalah latihan fisik atau olahraga yang dilakukan dalam jangka panjang, sehingga memghasilkan
perubahan pada beberapa sistem tubuh, misalnya: setelah berolahraga aerobik selama 6 bulan hingga 1
tahun, terjadi penurunan jumlah denyut jantung (bradikardia).

III. FISIOLOGI TUBUH DALAM KEADAAN ISTIRAHAT


1. Neuromuskuler, Energi dan Suhu Tubuh
1.1. Neuromuskuler (Otot dan Saraf)
Tubuh manusia diciptakan agar dapat bergerak, sehingga kurang lebih 45% dari total massa tubuh
manusia terdiri dari otot rangka. Otot rangka terdiri dari ribuan unit yang kontraktil dan dikelilingi oleh
jaringan konektif. Otot terbentuk dari fasikel atau sekumpulan serat miofibril dan jumlah seratnya
bergantung pada ukuran otot. Serat otot (=sel otot) terdiri dari miofibril yang mengandung cairan yang
disebut sarkoplasma. Di dalam sarkoplasma terdapat lemak, glikogen, mitokondria dan mioglobin. Serat
otot memiliki sifat kontraktil dan mempunyai struktur yang sama. Agar serat otot dapat berkontraksi
diperlukan rangsang yang berasal dari saraf motorik yang membawa impuls dari khorda spinalis. Satu
saraf motorik mempersarafi beberapa serat otot disebut sebagai motor unit. Pada rangsang maksimal
semua serat otot yang dipersarafi oleh satu saraf motorik akan berkontraksi dan berelaksasi pada waktu
yang sama.
Serat otot rangka terdiri atas serat otot lambat (slow twitch fibers) dan serat otot cepat (fast
twitch fibers). Distribusi ke dua jenis serat otot ini bersifat herediter (diturunkan), namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa apabila dilatih dalam waktu lama dapat terjadi transformasi dari satu
jenis serat otot ke jenis serat otot lain. Distribusi serat otot pada seorang atlet menunjukkan korelasi
positif dengan kinerja olahraga/latihan fisik atlet tersebut. Terdapat perbedaan distribusi serat otot
atlet elit baik atlet putra maupun atlet putri pada berbagai nomor di olahraga atletik, misalnya: atlet lari
jarak pendek (sprint) putra memiliki serat otot lambat 24% dan serat otot cepat 76%. Sedangkan atlet
putri nomor yang sama berturut-turut 27,4% dan 72,6%. Sedangkan pria dan wanita sedenteri (tidak
biasa berolahraga/latihan fisik) ditemukan pada otot betis (gastroknemius) dan otot paha samping
(vastus lateralis) 50% serat otot tipe lambat dan 50% lainnya adalah serat otot tipe cepat.

Tabel 1. Ciri serat otot lambat dan serat otot cepat


Serat otot lambat Serat otot cepat
(Tipe I) (Tipe II)
1. digunakan pada latihan atau aktivi- 1. sesuai untuk aktivitas singkat, cepat
tas fisik endurans dan yang membutuhkan kekuatan
(power) besar
2. berkaitan dengan serat saraf yang 2. berkaitan dengan serat saraf yang
mempunyai hantaran lebih lambat mempunyai hantaran lebih cepat
3. mengandung enzim yang digunakan 3. mengandung enzim khusus untuk
untuk aktivitas dengan durasi panjang membentuk energi dalam jumlah besar
dalam waktu singkat dan cepat
4. menggunakan energi banyak untuk
mensuplai energi untuk aktivitas lama

Pada saat akan bergerak, sistem saraf akan mengirim impuls ke motor unit baik melalui refleks
atau tidak. Motor unit ini pada saat berkontraksi tidak secara sinkron.

Kekuatan dan Power Otot


Kekuatan otot adalah kemampuan otot melepaskan kekuatan maksimal pada satu kali kontraksi.
Power adalah hasil kali dari kekuatan otot dan kecepatan kontraksi otot.
Kekuatan dan power merupakan sifat dasar dari otot rangka yang ditentukan oleh berbagai ciri-ciri
fisiologis antara lain: luas potongan melintang otot, arsitektur otot, distribusi serat otot, lever otot
rangka, hubungan panjang-kontraksi serat otot, kurva kekuatan otot rangka, sumber energi, pengaruh
susunan saraf pusat dan peran motor unit serta kesiapan psikologi atlet.
1.2. Energi
Semua mahluk hidup membutuhkan energi bagi kelangsungan hidupnya, demikian pula
manusia. Energi diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Energi diperlukan pada saat
seseorang melakukan kegiatan atau aktivitas. Aktivitas tubuh seperti bergerak maupun berlari dapat
dilakukan oleh karena adanya gerakan dari anggota tubuh dan gerakan ini dimungkinkan oleh adanya
kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi bila energi yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Jumlah energi yang dibutuhkan saat berolahraga/latihan fisik lebih besar dibandingkan ketika
hanya melakukan kegiatan sehari-hari. Jumlah energi yang dibutuhkan pada waktu berolahraga/latihan
fisik berbeda, bergantung jenis olahraga/latihan fisik yang dilakukan, yaitu olahraga/latihan fisik aerobik
atau anaerobik. Olahraga/latihan fisik aerobik adalah olahraga/latihan fisik yang berlangsung cukup
lama, lebih dari 2 menit hingga beberapa jam. Sedangkan olahraga/latihan fisik anaerobik adalah
olahraga/latihan fisik yang melepaskan tenaga besar dalam waktu singkat, kurang dari 2 menit. Namun
tidak berarti olahraga/latihan fisik terbagi atas ke 2 kelompok ini saja, terdapat pula olahraga/latihan
fisik yang berlangsung lama dan diselingi oleh gerakan-gerakan cepat dan membutuhkan tenaga besar
atau energi yang besar.
Olahraga/latihan fisik ini tidak hanya menggunakan energi aerobik namun menggunakan pula
energi anaerobik. Sehingga penggolongan olahraga/latihan fisik ditentukan oleh sistem energi yang
paling utama digunakan atau sistem energi predominan.
Bentuk kimiawi dari energi adalah ATP (adenosine triphosphate) yang terdapat di dalam sel-sel
otot. Penyediaan ATP dari makanan melalui proses yang bertahap di dalam tubuh dan hal ini disebut
sebagai proses metabolisme. Sumber energi dalam makanan berasal dari bahan makanan dasar yang
dikandungnya, yaitu: karbohidrat, lemak dan protein. Bahan makanan akan dipecah di dalam sel tubuh
menjadi antara lain ATP, yang disimpan dan pada proses selanjutnya bila diperlukan akan menjadi ADP
(adenosine diphosphate), P (phosphate) dan E (energi). Proses pembentukan ATP disebut sebagai proses
fosforilasi yaitu penambahan gugusan fosfat ke ADP. Bila proses berlangsung dengan menggunakan
oksigen disebut sebagai metabolisme aerobik dan bila berlangsung tanpa oksigen disebut metabolisme
anaerobik.

Penyediaan energi ketika berolahraga/latihan fisik melalui 3 tahap, yaitu:


1. sistem ATP-PCr (fosfokreatin), alaktik
2. glikolisis dan glikogenolisis (anaerobik), laktik
3. oksidasi karbohidrat, asam lemak bebas dan protein (aerobik)

Pengaktifan dari masing-masing sistem pembentukan energi ini saat berolahraga/latihan fisik
bergantung kepada jenis otot yang diaktifkan, durasi dan intensitas latihan serta komposisi makanan.
Selain itu ditentukan pula oleh ketersediaan bahan makanan (glukosa dan asam lemak bebas), adanya
bahan sisa metabolik (hidrogen dan laktat) yang akan menghambat enzim tertentu, konsentrasi ATP,
calcium dan bahan lain di dalam sel. Pada latihan yang berlangsung singkat (beberapa detik) sumber
energi adalah ATP dan PCr, dan bila durasi meningkat (beberapa detik hingga 2 menit) sistem yang
diaktifkan adalah sistem anaerobik glikolisis dan glikogenolisis. Hasil aktivasi sistem ini akan membentuk
asam laktat yang akan melepaskan ion hidrogen dan membentuk garam laktat. Ion hidrogen (proton)
akan mengganggu keasaman sel otot dan akan menurunkan kinerja. Contoh penggunaan energi ini
adalah pada atlet lari 400m. Sistem predominan oksidasi diaktifkan pada olahraga/latihan fisik yang
berlangsung lebih dari 2 menit. Sebenarnya lebih dari satu sistem energi dapat diaktifkan pada satu
kegiatan olahraga/latihan fisik namun ada yang dominan (predominan), misalnya glikolisis anaerobik
dapat merupakan sumber energi predominan pada saat seorang pelari jarak jauh melakukan lari sprint
ketika akan mencapai garis finis.

Sistem ATP-PCr
Selain ATP terdapat pula molekul yang mengandung energi tinggi yaitu: PCr atau fosfokreatin.
Molekul ini tidak seperti ATP yaitu energi yang dapat langsung digunakan oleh sel. Energi yang
dilepaskan oleh senyawa PCr hanya dapat digunakan untuk membentuk ATP kembali dari ADP dan P
agar suplai ATP berlangsung secara terus menerus. PCr adalah senyawa kimia sederhana yang terdapat
dalam sel otot dan dapat dipecah dengan cepat bila dibutuhkan dan pemecahan ini tidak memerlukan
oksigen, oleh karena itu disebut sistem anaerobik. Bila ATP-PCr habis, pembentukan energi atau ATP
selanjutnya berasal dari dari sistem glikolisis anaerobik.

Sistem Glikolisis Anaerobik


Cara penyediaan energi melalui sistem ini adalah dengan memecahkan glukosa dengan bantuan
enzim glikolitik. Glukosa yang digunakan berasal dari cadangan glikogen dalam otot, glukosa dalam
darah dan cadangan glikogen hati. Sistem glikolisis lebih kompleks dibandingkan dengan sistem fosfagen
(sistem ATP-PCr) sebab proses ini melalui rantai panjang, melalui 12 reaksi enzimatik yang berurutan
hingga terbentuknya asam laktat dan sistem ini disebut glikolisis anaerobik. Setiap 1 molekul glikogen
akan menghasilkan 3 molekul ATP, namun bila berasal dari glukosa hanya terbentuk 2 molekul ATP.
Sistem glikolisis anaerobik tidak menghasilkan energi dalam jumlah besar. Sistem ini digunakan bila
suplai oksigen terbatas. Gabungan sistem fosfagen dan sistem glikolisis anaerobik terutama digunakan
pada awal aktivitas yang berintesitas tinggi dan berlangsung cepat. Pada aktivitas yang berlangsung 1-2
menit pengaktivan sistem ini tinggi dan asam laktat otot dapat meningkat dri 1 mmol/kg (pada keadaan
istirahat) hingga menjadi 25 mmol/kg setelah berolahraga. Penumpukan asam laktat akan meningkatkan
keasaman di otot dan darah, hal ini akan menghambat kerja enzim-enzim sehingga pemecahan glikogen
lebih lanjut akan terhambat. Bila glikosis anaerobik berlangsung terus pada suatu saat atlet tidak
sanggup lagi meneruskan kegiatannya akibat kelelahan yang disebabkan oleh penimbunan asam laktat
di otot dan darah.

Sistem Aerobik
Sistem ini aktif bila diperlukan aktivitas yang membutuhkan durasi lama. Sistem ini
menggunakan reaksi kimia yang sama dengan sistem glikolisis anaerobik namun tidak berhenti pada saat
terbentuk asam laktat. Hal ini memungkinkan karena adanya oksigen yang melanjutkan proses
metabolisme tersebut. Rantai reaksi kimia lebih panjang dan enzim yang digunakan lebih banyak serta
akan menghasilkan molekul ATP dalam jumlah lebih besar. Sistem ini memakai oksigen dalam rantai
reaksi kimianya maka sistem ini disebut sebagai sistem energi aerobik. Keuntungan sistem ini adalah
dapat menggunakan lemak dan protein serta karbohidrat sebagai sumber energi sedangkan sistem
anaerobik hanya dapat menggunakan karbohidrat. Sistem ini menghasilkan 39 molekul ATP dari 1
molekul glikogen sedangkan dari 1 molekul lemak akan dihasilkan 81 molekul ATP.
1.3.Suhu Tubuh
Sebagai hasil dari metabolisme tubuh akan dihasilkan energi dan panas tubuh. Panas tubuh ini berasal
dari reaksi kimia dan juga dari kerja mekanik dalam tubuh. Panas yang dihasilkan tubuh akan
menentukan suhu tubuh. Makin banyak panas yang dihasilkan tubuh makin tinggi suhu tubuh misalnya
panas tubuh akan meningkat saat berolahraga/latihan fisik. Dalam keadaan normal suhu tubuh berkisar
antara 35,5C hingga 37,7C. Suhu dapat berubah-ubah sesuai dengan aktivitas tubuh, lingkungan
sekitarnya dan pada keadaan patologis. Suhu dapat bervariasi pada setiap individu dalam sehari, antar
individu, sesuai tempat pengukuran, setelah makan (diet induced thermogenesis) Namun tubuh akan
selalu mengatur agar suhu berada pada rentang yang normal melalui pengaturan keseimbangan panas
yang terbentuk dan yang dikeluarkan dibawah kontrol hipotalamus. Pembentukan panas ditentukan
oleh metabolisme basal, kontraksi otot (shivering), hormon epinefrin dan tiroksin. Sedangkan
pengeluaran panas dapat terjadi melalui proses konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Pengeluaran
panas melalui evaporasi terdiri dari pengeluaran yang tidak disadari misalnya melalui penguapan di
hidung dan yang disadari yaitu melalui keringat. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada beberapa
tempat di tubuh namun tempat pengukuran yang mudah dan cukup akurat adalah di daerah ketiak
(aksila).

2. Kardiovaskuler dan Respirasi


Sistem jantung-paru sangat berperan bagi tersedianya kebutuhan oksigen untuk metabolisme
tubuh dan penghantar hasil metabolisme tubuh ke paru dan ginjal untuk selanjutnya dikeluarkan dari
tubuh.

2.1. Kardiovaskuler (Jantung-pembuluh darah)


Jantung secara teratur memompa darah dan menghantarkannya ke seluruh tubuh oleh
pembuluh darah. Jumlah darah yang dipompakan setiap kali jantung berkontraksi disebut sebagai stroke
volume (SV) atau isi sekuncup jantung (ISJ). Sedangkan jumlah darah yang dipompakan jantung
permenit disebut Cardiac Output (CO) atau curah jantung semenit (CJ) yang merupakan hasil kali antara
SV dan Heart Rate atau frekuensi denyut jantung (FDJ). Pada keadaan istirahat FDJ berkisar antara 60-
80x/menit. FDJ dipengaruhi pula oleh berbagai hal antara lain: posisi tubuh, usia dan beban tubuh. FDJ
maksimal dapat dihitung berdasarkan umur yaitu:

FDJ maksimal: 220 usia

Fungsi utama sistem jantung dan pembuluh darah adalah menghantarkan oksigen dan nutrient
dari jantung ke jaringan di seluruh tubuh dan sebaliknya mengangkut sisa metabolisme menuju paru dan
ginjal untuk dikeluarkan.

Proses pengangkutan ini terjadi melalaui 4 proses, yaitu:


1. Ventilasi paru (pernafasan), yaitu pergerakan gas masuk dan keluar paru-paru.
2. Difusi paru, yaitu pertukaran gas antara paru-paru dan darah
3. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida melalui darah
4. Pertukaran gas di kapiler, yaitu perrukaran gas antara darah di kapiler dan jaringan aktif secara
metabolik
5. Jantung dipersarafi oleh susunan saraf simpatis dan parasimpatis, pada keadaan normal ke
sistem saraf ini berada dalam keadaan seimbang. Gambaran keaktifan listrik jantung dapat
direkam menggunakan alat elektrokardiografi (EKG).

2.2. Respirasi
Paru dan percabangannya merupakan jalan masuk dan keluarnya gas serta tempat terjadinya
pertukaran gas O2 dan CO2. Proses ini terdiri dari proses masuknya gas yang disebut inspirasi dan
keluarnya gas yang disebut ekspirasi. Inspirasi adalah proses aktif yang melibatkan diafraghma dan otot-
otot interkostal eksternal. Pada inspirasi yang dalam beberapa otot lain terlibat seperti otot
sternokleidomastoideus. Sedangkan ekspirasi adalah suatu proses pasif yang terjadi saat terjadi relaksasi
dari otot pernafasan dan sifat rekoil elastik dari jaringan paru. Pada saat pernafasan yang dipaksakan,
proses ekspirasi menjadi lebih aktif. Pengaturan sistem ini melalui pusat pengaturan pernafasan di
medulla oblongata dan pons. Pusat ini mengatur kestabilan kecepatan dan dalamnya pernafasan dengan
cara mengirim impuls secara teratur ke otot-otot pernafasan. Pusat pengaturan ini dipengaruhi oleh
perubahan kimiawi lingkungan dalam tubuh.

3. Endokrin dan Cairan Tubuh


3.1. Endokrin
Terdapat beberapa hormon yang berperan untuk mengatur penyediaan bahan makanan pembentuk
energi di dalam tubuh. Hormon-hormon ini dapat dikelompokkan atas 2 kelompok yaitu:
Hormon anabolik, yaitu: insulin.
Hormon katabolik, yaitu: glukagon, adrenalin, growth hormone, kortisol.

Kadar hormon insulin akan meningkat saat seseorang makan (fase absorptive), sedangkan hormon
lainnya akan dilepaskan pada fase sesudah makan (fase post-absorptive).

3.2. Cairan Tubuh


Cairan tubuh terdiri dari cairan intrasel dan ekstrasel. Cairan intrasel adalah cairan dalam sel,
sedangkan cairan ekstrasel adalah plasma darah dan cairan intersisial atau cairan di luar sel. Volume
cairan lebih besar daripada volume air karena mengandung bahan-bahan yang larut dan tidak larut
dalam air.

4. Pencernaan
Sistem pencernaan adalah sistem yang mengubah makanan yang dimakan menjadi bahan
makanan yang dapat diabsorpsi ke dalam pembuluh darah. Proses ini berlangsung dari mulut hingga ke
usus halus seterusnya bahan makanan yang tidak diabsopsi akan dikeluarkan melalui anus dan proses
pengeluaran ini disebut sebagai proses defekasi. Proses pencernaan berlangsung dengan melibatkan
berbagai kegiatan di saluran pencernaan yaitu motilitas/gerakan, mencerna, sekresi dan absorpsi. Sari
makanan yang diabsorpsi selanjutnya dihantarkan ke hati untuk dimetabolisme sebelum masuk ke
jantung untuk selanjutnya di kirim kesel-sel tubuh. Agar proses pencernaan berlangsung dengan baik
diperlukan suatu kondisi yang optimal di dalam saluran pencernaan. Kondisi optimal tercipta oleh
adanya pengaturan dari sistem saraf dan sistem hormonal baik dari saluran pencernaan sendiri maupun
dari luar saluran pencernaan.

IV. FISIOLOGI TUBUH PADA SAAT BEROLAHRAGA/LATIHAN FISIK


(RESPON AKUT DAN ADAPTASI KRONIK)

1. Neuromuskuler, Energi dan Suhu Tubuh


1.1. Neuromuskuler (Otot dan Saraf)
Pada saat berolahraga/latihan fisik pengiriman impuls saraf ke motor unit terkait akan
meningkat. Latihan teratur dan terstruktur (training) akan menyebabkan terjadinya berbagai
perubahan pada serat otot. Latihan endurans jangka panjang memperlihatkan perubahan pada
sel-sel otot, yaitu: jumlah dan ukuran mitokondria serta jumlah dan aktivitas enzim akan meningkat.
Latihan ini menyebabkan serat otot lebih tahan terhadap kelelahan (fatique) dengan meningkatkan
metabolisme lemak serta pemakaian glikogen otot hanya dilakukan pada saat metabolisme anaerobik
diaktifkan. Sebagai contoh: atlet endurans terlatih dapat berolahraga/latihan fisik dengan prosentase
VO2max yang tinggi dalam jangka waktu lama tanpa merasa lelah sebab penimbunan asam laktat
berlangsung dengan lambat. Terjadi pula peningkatan jumlah kapiler untuk membantu pembentukan
energi aerobik melalui cara peningkatan O2 dan nutrient. Latihan angkat beban akan memperbesar dan
menambah kekuatan otot. Hal ini akan merupakan pula hasil dari adaptasi sistem saraf, khususnya pada
awal latihan.

1.2. Energi
Olahraga/latihan fisik yang berintensitas tinggi dan berlangsung singkat memerlukan energi
yang cepat dan ini diperoleh dari simpanan ATP dan PCr. Sedangkan olahraga/latihan fisik yang
berintensitas rendah dengan waktu lebih panjang energi diperoleh melalui glikolisis aerobik. Latihan
teratur dan terstruktur akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah enzim-enzim sesuai
olahraga/latihan fisik atau latihan yang diberikan. Atlet endurans akan menggunakan cadangan glikogen
dengan lebih efisien, dan tahan pada kadar laktat yang tinggi.

1.3. Suhu Tubuh


Pada saat berolahraga/latihan fisik metabolisme tubuh meningkat untuk memenuhi kebutuhan
energi tubuh yang meningkat pada saat tersebut. Peningkatan pembentukan energi akan meningkatkan
pula panas yang dihasilkan tubuh dan hal ini akan meningkatkan suhu tubuh, terutama suhu inti. Tubuh
akan berusaha menurunkan suhu tubuh yang meningkat ini dengan shunting darah ke perifer (ke kulit)
agar panas tubuh yang berlebihan dapat dikeluarkan. Akibatnya kulit akan terlihat berwarna
kemerahan. Selain itu pengeluaran panas dapat dilakukan dengan cara evaporasi baik tanpa disadari
melalui penguapan di saluran pernafasan maupun di kulit maupun disadari melalui keringat. Bila
kelembaban sangat tinggi akan sulit terjadi pembuangan panas lewat evaporasi di kulit. Pengeluaran
keringat berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, oleh karena itu pada suhu udara yang
tinggi dan kelembaban yang tinggi dianjurkan untuk selalu minum agar cairan yang keluar dapat segera
diganti.
2. Kardiovaskuler dan Respirasi

2.1. Kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler saat berolahraga/latihan fisik maupun
setelah berolahraga/latihan fisik secara teratur selama jangka waktu tertentu (training) adalah sebagai
berikut:

- Cardiac Output atau Curah jantung (CJ)


CJ meningkat saat olahraga/latihan fisik berlangsung sesuai dengan intensitas olahraga/latihan
fisik yang dilakukan. Peningkatan ini berlangsung cepat lalu bertahap hingga suatu saat tidak ada lagi
peningkatan (steady state). Peningkatan CJ hingga 60% kapasitas maksimal seseorang disebabkan oleh
peningkatan frekuensi denyut jantung (FDJ) dan stroke volume atau isi sekuncup (ISJ), namun bila
olahraga/latihan fisik berlangsung terus peningkatan hanya disebabkan oleh FDJ. FDJ atlet endurans
yang terlatih pada saat istirahat akan rendah (bradikardia) sebab akibat latihan yang terus menerus ISJ
akan lebih efisien artinya setiap kali jantung atlet tersebut berkontraksi akan memompakan jumlah
darah yang lebih besar dibandingkan bukan atlet. Bila CJ tetap, ISJ meningkat maka FDJ akan berkurang
(bradikardi).
ISJ pada saat berolahraga/latihan fisik dipengaruhi pula oleh posisi tubuh, olahraga/latihan fisik
pada saat berdiri ISJ meningkat hingga 40-60% kapasitas tubuh, pada posisi berbaring dapat meningkat
hingga mendekati nilai saat berdiri. ISJ pada posisi berdiri pada orang dewasa bervariasi antara 70-100
ml, jumlah maksimal yang dapat dicapai adalah 200ml atau lebih pada atlet endurans. Pada atlet
endurans maupun atlet power terlihat jantung membesar akibat kerja jantung yang meningkat dalam
jangka waktu lama. Namun pada atlet endurans pembesaran jantung terutama disebabkan oleh
pembesaran rongga jantung, sedangkan pada atlet power disebabkan oleh pembesaran dinding otot
ventrikel.

- Aliran darah
Aliran darah ke seluruh tubuh akan sangat bervariasi sesuai intensitas olahraga/latihan fisik yang
dilakukan. Pada saat berolahraga/latihan fisik aliran darah ke otot yang aktif akan meningkat dengan
cepat sedangkan aliran darah ke organ lain akan berkurang misalnya ke saluran pencernaan kecuali ke
otak. Pada olahraga/latihan fisik yang berlangsung dalam jangka waktu lama volume plasma menurun
akibat banyaknya cairan terbuang lewat keringat. Pengaturan vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah perifer bergantung kepada zat-zat lokal yang dihasilkan oleh metabolisme yang meningkat pada
saat berolahraga/latihan fisik.

- Tekanan darah
Pada saat berolahraga/latihan fisik tekanan darah akan meningkat terus, namun respons
tekanan darah sistolik (TDS) berbeda dengan tekanan darah diastolik (TDD). TDS akan meningkat terus,
yaitu dari 120 mmHg hingga lebih dari 200 mmHg. Sedangkan TDD hanya meningkat sedikit (
10mmHg). Bila olahraga/latihan fisik dilakukan dalam jangka waktu yang lama tekanan darah justru
menurun. Oleh karena itu olahraga/latihan fisik merupakan salah satu cara preventif bahkan merupakan
salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah. Sehingga pada JNC VII para ahli memasukkan
olahraga/latihan fisik sebagai salah satu anjuran dalam penatalaksanaan hipertensi.

2.2. Respirasi
Peningkatan metabolisme tubuh akan menyebabkan penggunaan oksigen jaringan meningkat
dan indeks aktivitas metabolisme ini dikenal sebagai konsumsi O2 (VO2). Pada awal olahraga/latihan
fisik VO2 meningkat secara cepat, lalu mendatar dan saat penggunaan O2 mendatar disebut sebagai
keadaan steady state. Hal ini menggambarkan keseimbangan antara energi yang dibutuhkan oleh kerja
otot dan produksi ATP melalui metabolisme aerobik. Bila intensitas ditingkatkan namun VO2 tidak
meningkat lagi disebut sebagai VO2maksimal (VO2maks). VO2maks menggambarkan kapasitas aerobik
seseorang, nilai VO2maks ini sangat bervariasi bergantung antara lain pada usia, ukuran tubuh, aktivitas
seseorang dan tingkat kebugaran seseorang. Bila seorang atlet terus berolahraga/latihan fisik atau
melakukan latihan berat maka suplai energi akan bersifat anaerobik dan akan terbentuk asam laktat.
Asam laktat akan menyebabkan atlet merasa lelah (fatique).
Konsumsi O2 dan produksi CO2 akan meningkat saat berolahraga/latihan fisik. Ventilasi paru
atau volume pernafasan semenit akan meningkat hingga 100 L/menit bahkan lebih. Peningkatan
ventilasi paru diiringi dengan peningkatan volume alun nafas (tidal volume) dari 0,5 L/menit menjadi
2,5-3,0 L/menit. Kapasitas vital berubah dari 10% menjadi 50%. Frekuensi pernafasan akan meningkat
dari 12-16x/menit menjadi hingga 40-50 x/menit.

3. Endokrin dan Cairan Tubuh


3.1. Endokrin
Perubahan penglepasan hormon pada saat berolahraga/latihan fisik bergantung pada
kebutuhan energi tubuh atau tingkat metabolisme tubuh. Pada awal melakukan olahraga/latihan fisik
kadar hormon epinefrin meningkat, setelah beberapa menit hormon-hormon lainnya yaitu kortisol dan
growth hormone akan meningkat. Olahraga/latihan fisik pada penderita diabetes melitus (penyakit
kencing manis) dapat membantu meningkatkan sensitivitas reseptor insulin di berbagai jaringan tubuh.
Hal ini menguntungkan penderita diabetes sebaba dengan berolahraga/latihan yang teratur gula darah
dapat dikontrol namun bila dilakukan lebih dari 30 menit atau dengan intensitas cukup berat dapat
meningkatkan hormon kortisol dan growth hormone dan hal ini justru menghambat sensitivitas reseptor
insulin. Oleh karena itu olahraga/latihan fisik yang sesuai bagi penderita diabetes adalah
olahraga/latihan fisik yang ringan hingga sedang dengan durasi tidak lebih dari 30 menit. Peningkatan
berbagai hormon ini bergantung kepada intensitas dan durasi olahraga/latihan fisik. Sedangkan bila
olahraga/latihan fisik dilakukan dalam jangka waktu yang lama/panjang dengan intensitas berat seperti
atlet pelari maraton, dapat pula mengganggu produksi hormon estrogen sehingga akan terjadi
gangguan menstruasi, bahkan dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis.

3.2.Cairan Tubuh
Pada saat berolahraga/latihan fisik akan terbentuk keringat yang banyak, akibatnya terjadi
kehilangan cairan non protein dari volume plasma ke ruang intersisial dan intrasel. Perubahan ini
disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan peningkatan tekanan
darah yang mendorong air dari pembuluh keluar. Pada olahraga/latihan fisik yang berlangsung lama
dapat terjadi pengeluaran cairan sebesar 10-20% volume plasma, terutama bila suhu lingkungan tinggi.
Penurunan volume plasma akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi sel darah merah, hemoglobin
dan protein serum. Keadaan ini akan menurunkan kinerja seseorang, oleh karena itu penggantian cairan
sangat diperlukan agar tidak terjadi dehidrasi.

4. Pencernaan
Pada saat berolahraga/latihan fisik aliran darah ke saluran pencernaan akan berkurang sehingga
bila olahraga/latihan fisik berlangsung lama proses pencernaan akan melambat akibat motilitas dinding
saluran pencernaan menurun. Hal ini penting diperhatikan pada saat seseorang akan
berolahraga/latihan fisik, agar berolahraga/latihan fisik 2-3 jam setelah makan. Apalagi bila seorang atlet
akan bertanding, faktor stres ikut memperberat keadaan ini sehingga atlet akan merasa kurang enak
pada perut. Jenis makanan yang dikonsumsi pada saat akan bertanding perlu pula diperhatikan agar
tidak memberatkan kerja sistem pencernaan.

V. PENUTUP
Fisiologi atau ilmu faal adalah ilmu yang mempelajari tentang fngsi tubuh manusia, sedangkan
fisiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari perubahan yang terjadi pada saat tubuh beraktivitas
atau melakukan olahraga/latihan fisik. Perubahan yang terjadi saat melakukan olahraga/latihan fisik
disebut sebagai respon akut sedangkan perubahan yang terjadi setelah berolahraga/latihan dalam
jangka panjang disebut sebagai adaptasi kronis. Perubahan akut atau respon akut tidak menetap, sistem
tubuh akan kembali ke keadaan semula bila olahraga/latihan fisik dihentikan. Sedangkan akibat adaptasi
kronis akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai dari berbagai parameter fisiologis, misalnya
FDJ akan melambat yang disebut: bradikardi. Mengetahui berbagai perubahan ini sangat perlu agar para
pembina dan pelaksana olahraga/latihan fisik dapat memahami dan menjelaskan bila menemukan
berbagai perubahan tersebut saat berolahraga/latihan fisik.

VI. KEPUSTAKAAN
Wilmore J.H, Costill D.L, Kenney W.L. Physiology of sport and exercise. 4th ed. Champaign:
Human Kinetics ; 2008.
Mc Ardle W.D. Exercise physiology. 6th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
Sherwood L. Human Physiology from cells to systems. 5thEd. Thomson Brooks/Cole, 2004
Nieman DC. Fitness and Sports Medicine A Health-Related Approach. 3th Ed. Bull Publ.
Company, 1995
Nieman DC, Exercise Testing and Prescription. Edisi 7. McGraw-Hill, 2011
Dep.Kes RI. Modul Pelatihan Tenaga Medis Kesehatan Olahraga: Faal Olahraga. 1994
PENGUKURAN KAPASITAS FUNGSIONAL
Olahraga/latihan fisik merupakan suatu rangsang yang diberikan kepada tubuh. Bila
olahraga/latihan fisik dilakukan secara teratur dan terus menerus tubuh akan beradaptasi agar terjadi
keseimbangan (homeostasis) di dalam tubuh. Berbagai perubahan ini dapat diukur atau dinilai melalui
pengukuran atau tes yang spesifik, seperti misalnya pengukuran konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)
yang menggambarkan kapasitas fungsional maksimal seseorang artinya batas maksimal kemampuan
seseorang melakukan aktivitas fisik. Pengukuran parameter ini digunakan untuk menetapkan
kemampuan aerobik seseorang dan dilakukan di laboratorium maupun di lapangan. Pengukuran
dilaboratorium terdiri dari pengukuran langsung dan tidak langsung dengan menggunakan beberapa
macam metode. Pemilihan pengukuran yang akan digunakan sangat bergantung pada tujuan
pengukuran dan fasilitas yang ada. Pengukuran secara langsung hanya dapat dilakukan di laboratorium
dengan fasilitas yang lengkap.

TUJUAN PENGUKURAN
Pengukuran kapasitas fungsional mempunyai beberapa tujuan, antara lain:

1. Diagnosa
Pengukuran untuk menentukan derajat efisiensi jantung-paru atau kemampuan kapasitas
aerobik, dengan demikian pelatih atau peserta olahraga dapat menyusun latihan yang sesuai.

2. Klasifikasi
Hasil pengukuran dapat menempatkan peserta olahraga pada kelompok latihan dengan tingkat
kemampuan aerobik yang sesuai. Ini memudahkan pelatih untuk menyusun program latihan
yang seragam.

3. Kemajuan
Mengevaluasi hasil latihan yang telah dilakukan, dan pengukuran biasanya dilakukan secara
berkala.

4. Dorongan
Merupakan salah satu faktor pendorong bagi peserta olahraga untuk melakukan latihan yang
lebih intensif.

5. Evaluasi
Dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui kesesuaian program latihan yang diberikan,
bila sesuai diteruskan dan bila belum sesuai dapat disesuaikan.

6. Penelitian
Bagi institusi hasil pengukuran yang berkala dapat meruapakan suatu penelitian.
CARA MENETAPKAN PILIHAN PENGUKURAN
Kriteria atau persyaratan yang diperlukan ketika akan memilih suatu pengukuran berlaku pula
pada pengukuran kapasitas aerobik, seperti misalnya:

1. Relevan
Pemilihan metode pengukuran harus sesuai dengan tujuan pengukuran. Apakah pengukuran
dilakukan untuk menentukan kebugaran seorang atlet, orang sehat atau sakit? Apakah
dilakukan pada anak, orang dewasa muda atau dewasa tua?

2. Spesifitas
Cara pengukuran sebaiknya disesuaikan dengan kegiatan olahraganya, misalnya pada peserta
olahraga yang sering melakukan olahraga sepeda sebaiknya menggunakan ergocycle (sepeda)
sedangkan yang senang lari atau jogging diukur menggunakan treadmil atau tes lari atau tes
jalan dilapangan.

3. Quality Control
Pengukuran sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pada saat pengukuran berlangsung.
Peserta olahraga diharuskan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum pengukuran
dilakukan, misalnya: makan terakhir 2 jam sebelum pengukuran, dilakukan tidak saat lelah,
harus benar-benar sehat, tidak sedang cedera. Peralatan harus dalam kondisi yang baik, pada
pengukuran berkala pelaksanaan pengukuran dilakukan di tempat yang sama, demikian juga
pemeriksa dan waktu pelaksanaan.

4. Validitas
Pengukuran harus disesuaikan dengan tujuan awal pengukuran, bila ingin melihat kemampuan
aerobik lama pengukuran harus sesuai. Bila pengukuran dilakukan 1-2 menit yang diukur adalah
kemampuan anaerobiknya, bukan aerobiknya.

5. Reliabilitas
Bila dilakukan pengulangan pengukuran, hasilnya dapat dibandingkan sebab dilakukan pada
situasi dan kondisi yang kurang lebih sama.

6. Menilai Hasil
Hasil pengukuran hendaknya dapat benar-benar digunakan untuk menilai kemampuan kapasitas
fungsional atau kemampuan aerobik peserta latihan.

CARA PENGUKURAN KAPASITAS FUNGSIONAL (AEROBIK)


Sebelum menjalani pengukuran kapasitas fungsional atau kapasitas aerobik sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu oleh seorang dokter. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik
umum, bila dilakukan pemeriksaan EKG akan lebih baik. Pengukuran tidak dapat dilakukan bila peserta
olahraga tidak sehat atau ditemukan kelainan.
Beberapa cara pengukuran:
1. Laboratorium
a. Pengukuran langsung
b. Pengukuran tidak langsung
2. Lapangan
a. Lari 1 mil
b. Lari 1,5 mil
c. Bersepeda 12 menit
d. Berenang 12 menit

Meskipun ada berbagai cara pengukuran kapasitas fungsional namun pengukuran yang nampaknya
dapat dilakukan di daerah adalah pengukuran dengan menggunakan ergocycle (sepeda) atau
pengukuran lapangan.

PENGUKURAN KEMAMPUAN AEROBIK DENGAN ERGOCYCLE


(METODE ASTRAND)

Merupakan penilaian kebugaran melalui penetapan ambilan oksigen maksimal (VO2maks) berdasarkan
frekuensi denyut nadi pada pembebanan dengan ergocycle.

Alat
1. Ergocycle Monark
2. Metronom
3. Stop watch
4. Heart Rate Monitor
5. Bila diperlukan dapat ditambahkan alat lain sesuai dengan kebutuhan

Tata Kerja
Metronom diatur pada frekuensi 100 bunyi detak permenit.
Sesuaikan tinggi sadel dengan panjang kaki sehingga pada saat pedal mencapai tempat terendah
lutut dalam posisi lurus sempurna.
Saat subyek duduk di sepeda tetapi belum mengayuh, atur bandul sehingga berada pada tanda
0.
Mulai tes dengan menyetel beban yang sesuai. Untuk atlet wanita 600 kpm/men (2 kp dan 50
putaran pedal/menit) dan pria 900 kpm/men (3 kp). Segera jalankan stop watch. Periksa beban
minimal sekali dalam semenit.
Pada akhir tiap menit hitung waktu yang dibutuhkan untuk 30 denyut nadi dan catat. Bila
frekuensi melampaui 130/menit berarti beban sudah cukup dan tes dapat dihentikan setelah
mencapai 6 menit. Bila kurang dari 130/menit, beban ditingkatkan di dalam periode 6 menit
berikutnya.
Setelah denyut nadi tercapai, dan tes selesai, lakukan pengukuran denyut nadi recovery setiap
menit hingga menit ke 3.
Contoh Perhitungan (menggunakan lampiran)
Atlet pria berusia 25 tahun dengan berat badan 74 kg. Pada pembebanan 900 kpm/men frekuensi
denyut jantung 147/men.
Menurut tabel 3, ambilan maksimal 02 adalah 3,3 L/men, dan menurut tabel 5 adalah 45ml/kg
BB/men. Koreksi dengan faktor usia dan denyut nadi pada tabel 6 menjadi 45ml/kg BB/men.
Berdasarkan tabel 7 maka klasifikasi kebugarannya adalah Cukup.

TES LARI/JALAN 1,6 KM ROCKPORT

1. Sarana/alat yang diperlukan :


a. Lintasan/jalan datar
b. Stop watch
c. Bendera tanda mulai
d. Alat pengukur jarak jauh/meteran
f. Alat tulis untuk mencatat

2. Petugas:
a. Satu orang pemberi aba-aba untuk mulai dan selesai
b. Beberapa orang pengukur jarak
c. Beberapa orang pencatat

3. Cara:
Peserta berlari atau berjalan yang dimulai saat aba-aba: ya, saat bersamaan alat pencatat
dihidupkan. Peserta selanjutnya harus mengusahakan agar dapat berjalan atau berlari secara konstan.

4. Hasil:
Catat waktu tempuh setelah jalan atau lari sejauh 1,6 km

5. Penilaian:
Hasil yang dicapai dapat dilihat dari tabel penilaian, misalnya laki-laki usia 41 tahun dengan
waktu tempuh 9 menit 33 detik atau 933. Nilai ini didapatkan pada tabel 1 di baris 25 yaitu 933
952, nilai VO2 maks yang sesuai dengan waktu tempuh tersebut adalah 38 ml/kg/menit. Pada tabel 2
disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin, akan didapatkan tingkat kebugaran laki-laki usia 41 tahun
ini adalah cukup.

Daftar Pustaka
1. Depkes RI. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani, 1994
2. Kirkendall D. Measurement and Evaluation for Physical Educators, 1987
3. Ilyas EI. Pengukuran Kapasitas Aerobik, 1997

Anda mungkin juga menyukai