I. PENDAHULUAN
Fisiologi olahraga/latihan fisik adalah ilmu yang mempelajari perubahan yang terjadi pada
berbagai sistem dalam tubuh akibat adanya rangsang misalnya olahraga/latihan fisik, baik pada saat
berolahraga/latihan fisik maupun selama dan sesudah melakukan olahraga/latihan fisik jangka panjang
(training) . Perubahan yang terjadi akibat rangsang atau stres yang diberikan akan menimbulkan respon
tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis tubuh atau keseimbangan dalam tubuh.
Respon yang terjadi bergantung pada rangsang yang diterima dalam hal ini olahraga/latihan fisik dan
lebih khusus lagi berkaitan dengan frekuensi, intensitas, durasi dan jenis olahraga/latihan fisik selain itu
bergantung pula kepada antara lain kondisi tubuh serta usia peserta olahraga/latihan fisik. Respon
tubuh terhadap olahraga/latihan fisik dapat berupa respons akut (saat melakukan olahraga/latihan fisik)
dan adaptasi kronik (penyesuaian pada mekanisme kerja dan pengaturan fungsi tubuh selama
melakukan olahraga/latihan fisik jangka panjang).
Pengetahuan mengenai fisiologi olahraga/latihan fisik atau pengetahuan tentang mekanisme kerja dan
pengaturan fungsi tubuh diperlukan agar penyusunan rencana latihan atau program latihan dapat
dilakukan dengan tepat dan sesuai kondisi setiap peserta olahraga/latihan fisik.
Pada saat akan bergerak, sistem saraf akan mengirim impuls ke motor unit baik melalui refleks
atau tidak. Motor unit ini pada saat berkontraksi tidak secara sinkron.
Pengaktifan dari masing-masing sistem pembentukan energi ini saat berolahraga/latihan fisik
bergantung kepada jenis otot yang diaktifkan, durasi dan intensitas latihan serta komposisi makanan.
Selain itu ditentukan pula oleh ketersediaan bahan makanan (glukosa dan asam lemak bebas), adanya
bahan sisa metabolik (hidrogen dan laktat) yang akan menghambat enzim tertentu, konsentrasi ATP,
calcium dan bahan lain di dalam sel. Pada latihan yang berlangsung singkat (beberapa detik) sumber
energi adalah ATP dan PCr, dan bila durasi meningkat (beberapa detik hingga 2 menit) sistem yang
diaktifkan adalah sistem anaerobik glikolisis dan glikogenolisis. Hasil aktivasi sistem ini akan membentuk
asam laktat yang akan melepaskan ion hidrogen dan membentuk garam laktat. Ion hidrogen (proton)
akan mengganggu keasaman sel otot dan akan menurunkan kinerja. Contoh penggunaan energi ini
adalah pada atlet lari 400m. Sistem predominan oksidasi diaktifkan pada olahraga/latihan fisik yang
berlangsung lebih dari 2 menit. Sebenarnya lebih dari satu sistem energi dapat diaktifkan pada satu
kegiatan olahraga/latihan fisik namun ada yang dominan (predominan), misalnya glikolisis anaerobik
dapat merupakan sumber energi predominan pada saat seorang pelari jarak jauh melakukan lari sprint
ketika akan mencapai garis finis.
Sistem ATP-PCr
Selain ATP terdapat pula molekul yang mengandung energi tinggi yaitu: PCr atau fosfokreatin.
Molekul ini tidak seperti ATP yaitu energi yang dapat langsung digunakan oleh sel. Energi yang
dilepaskan oleh senyawa PCr hanya dapat digunakan untuk membentuk ATP kembali dari ADP dan P
agar suplai ATP berlangsung secara terus menerus. PCr adalah senyawa kimia sederhana yang terdapat
dalam sel otot dan dapat dipecah dengan cepat bila dibutuhkan dan pemecahan ini tidak memerlukan
oksigen, oleh karena itu disebut sistem anaerobik. Bila ATP-PCr habis, pembentukan energi atau ATP
selanjutnya berasal dari dari sistem glikolisis anaerobik.
Sistem Aerobik
Sistem ini aktif bila diperlukan aktivitas yang membutuhkan durasi lama. Sistem ini
menggunakan reaksi kimia yang sama dengan sistem glikolisis anaerobik namun tidak berhenti pada saat
terbentuk asam laktat. Hal ini memungkinkan karena adanya oksigen yang melanjutkan proses
metabolisme tersebut. Rantai reaksi kimia lebih panjang dan enzim yang digunakan lebih banyak serta
akan menghasilkan molekul ATP dalam jumlah lebih besar. Sistem ini memakai oksigen dalam rantai
reaksi kimianya maka sistem ini disebut sebagai sistem energi aerobik. Keuntungan sistem ini adalah
dapat menggunakan lemak dan protein serta karbohidrat sebagai sumber energi sedangkan sistem
anaerobik hanya dapat menggunakan karbohidrat. Sistem ini menghasilkan 39 molekul ATP dari 1
molekul glikogen sedangkan dari 1 molekul lemak akan dihasilkan 81 molekul ATP.
1.3.Suhu Tubuh
Sebagai hasil dari metabolisme tubuh akan dihasilkan energi dan panas tubuh. Panas tubuh ini berasal
dari reaksi kimia dan juga dari kerja mekanik dalam tubuh. Panas yang dihasilkan tubuh akan
menentukan suhu tubuh. Makin banyak panas yang dihasilkan tubuh makin tinggi suhu tubuh misalnya
panas tubuh akan meningkat saat berolahraga/latihan fisik. Dalam keadaan normal suhu tubuh berkisar
antara 35,5C hingga 37,7C. Suhu dapat berubah-ubah sesuai dengan aktivitas tubuh, lingkungan
sekitarnya dan pada keadaan patologis. Suhu dapat bervariasi pada setiap individu dalam sehari, antar
individu, sesuai tempat pengukuran, setelah makan (diet induced thermogenesis) Namun tubuh akan
selalu mengatur agar suhu berada pada rentang yang normal melalui pengaturan keseimbangan panas
yang terbentuk dan yang dikeluarkan dibawah kontrol hipotalamus. Pembentukan panas ditentukan
oleh metabolisme basal, kontraksi otot (shivering), hormon epinefrin dan tiroksin. Sedangkan
pengeluaran panas dapat terjadi melalui proses konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Pengeluaran
panas melalui evaporasi terdiri dari pengeluaran yang tidak disadari misalnya melalui penguapan di
hidung dan yang disadari yaitu melalui keringat. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada beberapa
tempat di tubuh namun tempat pengukuran yang mudah dan cukup akurat adalah di daerah ketiak
(aksila).
Fungsi utama sistem jantung dan pembuluh darah adalah menghantarkan oksigen dan nutrient
dari jantung ke jaringan di seluruh tubuh dan sebaliknya mengangkut sisa metabolisme menuju paru dan
ginjal untuk dikeluarkan.
2.2. Respirasi
Paru dan percabangannya merupakan jalan masuk dan keluarnya gas serta tempat terjadinya
pertukaran gas O2 dan CO2. Proses ini terdiri dari proses masuknya gas yang disebut inspirasi dan
keluarnya gas yang disebut ekspirasi. Inspirasi adalah proses aktif yang melibatkan diafraghma dan otot-
otot interkostal eksternal. Pada inspirasi yang dalam beberapa otot lain terlibat seperti otot
sternokleidomastoideus. Sedangkan ekspirasi adalah suatu proses pasif yang terjadi saat terjadi relaksasi
dari otot pernafasan dan sifat rekoil elastik dari jaringan paru. Pada saat pernafasan yang dipaksakan,
proses ekspirasi menjadi lebih aktif. Pengaturan sistem ini melalui pusat pengaturan pernafasan di
medulla oblongata dan pons. Pusat ini mengatur kestabilan kecepatan dan dalamnya pernafasan dengan
cara mengirim impuls secara teratur ke otot-otot pernafasan. Pusat pengaturan ini dipengaruhi oleh
perubahan kimiawi lingkungan dalam tubuh.
Kadar hormon insulin akan meningkat saat seseorang makan (fase absorptive), sedangkan hormon
lainnya akan dilepaskan pada fase sesudah makan (fase post-absorptive).
4. Pencernaan
Sistem pencernaan adalah sistem yang mengubah makanan yang dimakan menjadi bahan
makanan yang dapat diabsorpsi ke dalam pembuluh darah. Proses ini berlangsung dari mulut hingga ke
usus halus seterusnya bahan makanan yang tidak diabsopsi akan dikeluarkan melalui anus dan proses
pengeluaran ini disebut sebagai proses defekasi. Proses pencernaan berlangsung dengan melibatkan
berbagai kegiatan di saluran pencernaan yaitu motilitas/gerakan, mencerna, sekresi dan absorpsi. Sari
makanan yang diabsorpsi selanjutnya dihantarkan ke hati untuk dimetabolisme sebelum masuk ke
jantung untuk selanjutnya di kirim kesel-sel tubuh. Agar proses pencernaan berlangsung dengan baik
diperlukan suatu kondisi yang optimal di dalam saluran pencernaan. Kondisi optimal tercipta oleh
adanya pengaturan dari sistem saraf dan sistem hormonal baik dari saluran pencernaan sendiri maupun
dari luar saluran pencernaan.
1.2. Energi
Olahraga/latihan fisik yang berintensitas tinggi dan berlangsung singkat memerlukan energi
yang cepat dan ini diperoleh dari simpanan ATP dan PCr. Sedangkan olahraga/latihan fisik yang
berintensitas rendah dengan waktu lebih panjang energi diperoleh melalui glikolisis aerobik. Latihan
teratur dan terstruktur akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah enzim-enzim sesuai
olahraga/latihan fisik atau latihan yang diberikan. Atlet endurans akan menggunakan cadangan glikogen
dengan lebih efisien, dan tahan pada kadar laktat yang tinggi.
2.1. Kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler saat berolahraga/latihan fisik maupun
setelah berolahraga/latihan fisik secara teratur selama jangka waktu tertentu (training) adalah sebagai
berikut:
- Aliran darah
Aliran darah ke seluruh tubuh akan sangat bervariasi sesuai intensitas olahraga/latihan fisik yang
dilakukan. Pada saat berolahraga/latihan fisik aliran darah ke otot yang aktif akan meningkat dengan
cepat sedangkan aliran darah ke organ lain akan berkurang misalnya ke saluran pencernaan kecuali ke
otak. Pada olahraga/latihan fisik yang berlangsung dalam jangka waktu lama volume plasma menurun
akibat banyaknya cairan terbuang lewat keringat. Pengaturan vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah perifer bergantung kepada zat-zat lokal yang dihasilkan oleh metabolisme yang meningkat pada
saat berolahraga/latihan fisik.
- Tekanan darah
Pada saat berolahraga/latihan fisik tekanan darah akan meningkat terus, namun respons
tekanan darah sistolik (TDS) berbeda dengan tekanan darah diastolik (TDD). TDS akan meningkat terus,
yaitu dari 120 mmHg hingga lebih dari 200 mmHg. Sedangkan TDD hanya meningkat sedikit (
10mmHg). Bila olahraga/latihan fisik dilakukan dalam jangka waktu yang lama tekanan darah justru
menurun. Oleh karena itu olahraga/latihan fisik merupakan salah satu cara preventif bahkan merupakan
salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah. Sehingga pada JNC VII para ahli memasukkan
olahraga/latihan fisik sebagai salah satu anjuran dalam penatalaksanaan hipertensi.
2.2. Respirasi
Peningkatan metabolisme tubuh akan menyebabkan penggunaan oksigen jaringan meningkat
dan indeks aktivitas metabolisme ini dikenal sebagai konsumsi O2 (VO2). Pada awal olahraga/latihan
fisik VO2 meningkat secara cepat, lalu mendatar dan saat penggunaan O2 mendatar disebut sebagai
keadaan steady state. Hal ini menggambarkan keseimbangan antara energi yang dibutuhkan oleh kerja
otot dan produksi ATP melalui metabolisme aerobik. Bila intensitas ditingkatkan namun VO2 tidak
meningkat lagi disebut sebagai VO2maksimal (VO2maks). VO2maks menggambarkan kapasitas aerobik
seseorang, nilai VO2maks ini sangat bervariasi bergantung antara lain pada usia, ukuran tubuh, aktivitas
seseorang dan tingkat kebugaran seseorang. Bila seorang atlet terus berolahraga/latihan fisik atau
melakukan latihan berat maka suplai energi akan bersifat anaerobik dan akan terbentuk asam laktat.
Asam laktat akan menyebabkan atlet merasa lelah (fatique).
Konsumsi O2 dan produksi CO2 akan meningkat saat berolahraga/latihan fisik. Ventilasi paru
atau volume pernafasan semenit akan meningkat hingga 100 L/menit bahkan lebih. Peningkatan
ventilasi paru diiringi dengan peningkatan volume alun nafas (tidal volume) dari 0,5 L/menit menjadi
2,5-3,0 L/menit. Kapasitas vital berubah dari 10% menjadi 50%. Frekuensi pernafasan akan meningkat
dari 12-16x/menit menjadi hingga 40-50 x/menit.
3.2.Cairan Tubuh
Pada saat berolahraga/latihan fisik akan terbentuk keringat yang banyak, akibatnya terjadi
kehilangan cairan non protein dari volume plasma ke ruang intersisial dan intrasel. Perubahan ini
disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan peningkatan tekanan
darah yang mendorong air dari pembuluh keluar. Pada olahraga/latihan fisik yang berlangsung lama
dapat terjadi pengeluaran cairan sebesar 10-20% volume plasma, terutama bila suhu lingkungan tinggi.
Penurunan volume plasma akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi sel darah merah, hemoglobin
dan protein serum. Keadaan ini akan menurunkan kinerja seseorang, oleh karena itu penggantian cairan
sangat diperlukan agar tidak terjadi dehidrasi.
4. Pencernaan
Pada saat berolahraga/latihan fisik aliran darah ke saluran pencernaan akan berkurang sehingga
bila olahraga/latihan fisik berlangsung lama proses pencernaan akan melambat akibat motilitas dinding
saluran pencernaan menurun. Hal ini penting diperhatikan pada saat seseorang akan
berolahraga/latihan fisik, agar berolahraga/latihan fisik 2-3 jam setelah makan. Apalagi bila seorang atlet
akan bertanding, faktor stres ikut memperberat keadaan ini sehingga atlet akan merasa kurang enak
pada perut. Jenis makanan yang dikonsumsi pada saat akan bertanding perlu pula diperhatikan agar
tidak memberatkan kerja sistem pencernaan.
V. PENUTUP
Fisiologi atau ilmu faal adalah ilmu yang mempelajari tentang fngsi tubuh manusia, sedangkan
fisiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari perubahan yang terjadi pada saat tubuh beraktivitas
atau melakukan olahraga/latihan fisik. Perubahan yang terjadi saat melakukan olahraga/latihan fisik
disebut sebagai respon akut sedangkan perubahan yang terjadi setelah berolahraga/latihan dalam
jangka panjang disebut sebagai adaptasi kronis. Perubahan akut atau respon akut tidak menetap, sistem
tubuh akan kembali ke keadaan semula bila olahraga/latihan fisik dihentikan. Sedangkan akibat adaptasi
kronis akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai dari berbagai parameter fisiologis, misalnya
FDJ akan melambat yang disebut: bradikardi. Mengetahui berbagai perubahan ini sangat perlu agar para
pembina dan pelaksana olahraga/latihan fisik dapat memahami dan menjelaskan bila menemukan
berbagai perubahan tersebut saat berolahraga/latihan fisik.
VI. KEPUSTAKAAN
Wilmore J.H, Costill D.L, Kenney W.L. Physiology of sport and exercise. 4th ed. Champaign:
Human Kinetics ; 2008.
Mc Ardle W.D. Exercise physiology. 6th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
Sherwood L. Human Physiology from cells to systems. 5thEd. Thomson Brooks/Cole, 2004
Nieman DC. Fitness and Sports Medicine A Health-Related Approach. 3th Ed. Bull Publ.
Company, 1995
Nieman DC, Exercise Testing and Prescription. Edisi 7. McGraw-Hill, 2011
Dep.Kes RI. Modul Pelatihan Tenaga Medis Kesehatan Olahraga: Faal Olahraga. 1994
PENGUKURAN KAPASITAS FUNGSIONAL
Olahraga/latihan fisik merupakan suatu rangsang yang diberikan kepada tubuh. Bila
olahraga/latihan fisik dilakukan secara teratur dan terus menerus tubuh akan beradaptasi agar terjadi
keseimbangan (homeostasis) di dalam tubuh. Berbagai perubahan ini dapat diukur atau dinilai melalui
pengukuran atau tes yang spesifik, seperti misalnya pengukuran konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)
yang menggambarkan kapasitas fungsional maksimal seseorang artinya batas maksimal kemampuan
seseorang melakukan aktivitas fisik. Pengukuran parameter ini digunakan untuk menetapkan
kemampuan aerobik seseorang dan dilakukan di laboratorium maupun di lapangan. Pengukuran
dilaboratorium terdiri dari pengukuran langsung dan tidak langsung dengan menggunakan beberapa
macam metode. Pemilihan pengukuran yang akan digunakan sangat bergantung pada tujuan
pengukuran dan fasilitas yang ada. Pengukuran secara langsung hanya dapat dilakukan di laboratorium
dengan fasilitas yang lengkap.
TUJUAN PENGUKURAN
Pengukuran kapasitas fungsional mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
1. Diagnosa
Pengukuran untuk menentukan derajat efisiensi jantung-paru atau kemampuan kapasitas
aerobik, dengan demikian pelatih atau peserta olahraga dapat menyusun latihan yang sesuai.
2. Klasifikasi
Hasil pengukuran dapat menempatkan peserta olahraga pada kelompok latihan dengan tingkat
kemampuan aerobik yang sesuai. Ini memudahkan pelatih untuk menyusun program latihan
yang seragam.
3. Kemajuan
Mengevaluasi hasil latihan yang telah dilakukan, dan pengukuran biasanya dilakukan secara
berkala.
4. Dorongan
Merupakan salah satu faktor pendorong bagi peserta olahraga untuk melakukan latihan yang
lebih intensif.
5. Evaluasi
Dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui kesesuaian program latihan yang diberikan,
bila sesuai diteruskan dan bila belum sesuai dapat disesuaikan.
6. Penelitian
Bagi institusi hasil pengukuran yang berkala dapat meruapakan suatu penelitian.
CARA MENETAPKAN PILIHAN PENGUKURAN
Kriteria atau persyaratan yang diperlukan ketika akan memilih suatu pengukuran berlaku pula
pada pengukuran kapasitas aerobik, seperti misalnya:
1. Relevan
Pemilihan metode pengukuran harus sesuai dengan tujuan pengukuran. Apakah pengukuran
dilakukan untuk menentukan kebugaran seorang atlet, orang sehat atau sakit? Apakah
dilakukan pada anak, orang dewasa muda atau dewasa tua?
2. Spesifitas
Cara pengukuran sebaiknya disesuaikan dengan kegiatan olahraganya, misalnya pada peserta
olahraga yang sering melakukan olahraga sepeda sebaiknya menggunakan ergocycle (sepeda)
sedangkan yang senang lari atau jogging diukur menggunakan treadmil atau tes lari atau tes
jalan dilapangan.
3. Quality Control
Pengukuran sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pada saat pengukuran berlangsung.
Peserta olahraga diharuskan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum pengukuran
dilakukan, misalnya: makan terakhir 2 jam sebelum pengukuran, dilakukan tidak saat lelah,
harus benar-benar sehat, tidak sedang cedera. Peralatan harus dalam kondisi yang baik, pada
pengukuran berkala pelaksanaan pengukuran dilakukan di tempat yang sama, demikian juga
pemeriksa dan waktu pelaksanaan.
4. Validitas
Pengukuran harus disesuaikan dengan tujuan awal pengukuran, bila ingin melihat kemampuan
aerobik lama pengukuran harus sesuai. Bila pengukuran dilakukan 1-2 menit yang diukur adalah
kemampuan anaerobiknya, bukan aerobiknya.
5. Reliabilitas
Bila dilakukan pengulangan pengukuran, hasilnya dapat dibandingkan sebab dilakukan pada
situasi dan kondisi yang kurang lebih sama.
6. Menilai Hasil
Hasil pengukuran hendaknya dapat benar-benar digunakan untuk menilai kemampuan kapasitas
fungsional atau kemampuan aerobik peserta latihan.
Meskipun ada berbagai cara pengukuran kapasitas fungsional namun pengukuran yang nampaknya
dapat dilakukan di daerah adalah pengukuran dengan menggunakan ergocycle (sepeda) atau
pengukuran lapangan.
Merupakan penilaian kebugaran melalui penetapan ambilan oksigen maksimal (VO2maks) berdasarkan
frekuensi denyut nadi pada pembebanan dengan ergocycle.
Alat
1. Ergocycle Monark
2. Metronom
3. Stop watch
4. Heart Rate Monitor
5. Bila diperlukan dapat ditambahkan alat lain sesuai dengan kebutuhan
Tata Kerja
Metronom diatur pada frekuensi 100 bunyi detak permenit.
Sesuaikan tinggi sadel dengan panjang kaki sehingga pada saat pedal mencapai tempat terendah
lutut dalam posisi lurus sempurna.
Saat subyek duduk di sepeda tetapi belum mengayuh, atur bandul sehingga berada pada tanda
0.
Mulai tes dengan menyetel beban yang sesuai. Untuk atlet wanita 600 kpm/men (2 kp dan 50
putaran pedal/menit) dan pria 900 kpm/men (3 kp). Segera jalankan stop watch. Periksa beban
minimal sekali dalam semenit.
Pada akhir tiap menit hitung waktu yang dibutuhkan untuk 30 denyut nadi dan catat. Bila
frekuensi melampaui 130/menit berarti beban sudah cukup dan tes dapat dihentikan setelah
mencapai 6 menit. Bila kurang dari 130/menit, beban ditingkatkan di dalam periode 6 menit
berikutnya.
Setelah denyut nadi tercapai, dan tes selesai, lakukan pengukuran denyut nadi recovery setiap
menit hingga menit ke 3.
Contoh Perhitungan (menggunakan lampiran)
Atlet pria berusia 25 tahun dengan berat badan 74 kg. Pada pembebanan 900 kpm/men frekuensi
denyut jantung 147/men.
Menurut tabel 3, ambilan maksimal 02 adalah 3,3 L/men, dan menurut tabel 5 adalah 45ml/kg
BB/men. Koreksi dengan faktor usia dan denyut nadi pada tabel 6 menjadi 45ml/kg BB/men.
Berdasarkan tabel 7 maka klasifikasi kebugarannya adalah Cukup.
2. Petugas:
a. Satu orang pemberi aba-aba untuk mulai dan selesai
b. Beberapa orang pengukur jarak
c. Beberapa orang pencatat
3. Cara:
Peserta berlari atau berjalan yang dimulai saat aba-aba: ya, saat bersamaan alat pencatat
dihidupkan. Peserta selanjutnya harus mengusahakan agar dapat berjalan atau berlari secara konstan.
4. Hasil:
Catat waktu tempuh setelah jalan atau lari sejauh 1,6 km
5. Penilaian:
Hasil yang dicapai dapat dilihat dari tabel penilaian, misalnya laki-laki usia 41 tahun dengan
waktu tempuh 9 menit 33 detik atau 933. Nilai ini didapatkan pada tabel 1 di baris 25 yaitu 933
952, nilai VO2 maks yang sesuai dengan waktu tempuh tersebut adalah 38 ml/kg/menit. Pada tabel 2
disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin, akan didapatkan tingkat kebugaran laki-laki usia 41 tahun
ini adalah cukup.
Daftar Pustaka
1. Depkes RI. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani, 1994
2. Kirkendall D. Measurement and Evaluation for Physical Educators, 1987
3. Ilyas EI. Pengukuran Kapasitas Aerobik, 1997