Anda di halaman 1dari 22

DUNIA ILMU PERIKANAN

menyediakan informasi seputar dunia perikanan

Arini Fauzi

Lihat profil lengkapku

Rabu, 08 Februari 2017


MAKALAH REKAYASA AKUAKULTUR

MAKALAH REKAYASA AKUAKULTUR


http://perikanan43.blogspot.co.id/2017/02/makalah-
rekayasa-akuakultur.html
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah berkembang sangat pesat. Dimana penerapannya
sebagian besar digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi tersebut menjangkau setiap aspek kehidupan manusia, tak ketinggalan pula dalam
bidang bioteknologi. Selain dalam bidang pertanian dan pangan, bioteknologi modern juga telah
menjangkau bidang kelautan dan perikanan. Beberapa permasalahan perikanan terutama dalam
budidaya ikan dapat teratasi dengan bioteknologi molekuler, salah satu teknologi tersebut adalah
dengan pengembangan Teknologi Transgenik. Transgenik adalah memindahkan gen dari satu
makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu
tanaman ke tanaman lainnya. Salah contoh dari teknologi transgenetik ini yaitu ikan transgenik.

Teknologi ikan transgenik mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui perbaikan mutu
genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikan mutu genetik ini bermanfaat untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas ikan. Keunggulan ikan hasil rekayasa ini antara lain
pertumbuhan cepat, tahan terhadap serangan penyakit, dan tahan terhadap lingkungan yang cukup
ekstrem.
Rekayasa genetika dalam arti paling luas adalah penerapan genetika untuk kepentingan manusia.
Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat
dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula dimasukkan.
Walaupun demikian, masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit,
yaitu penerapan teknik-teknik biologi molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom
atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.

1.2. Rumusan masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan ikan transgenik?

2. Bagaimana konsep dasar dari ikan transgenik?

3. Bagaimanakah proses transgenik pada ikan?

4. Apa saja kelebihan dan kelemahan dari ikan transgenik?

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Ikan Transgenik

Definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah memasukkan DNA
rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA yang dimasukkan ini dapat
mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga DNA dan efeknya dapat diturunkan kepada
anaknya.

Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah, dan gen yang berarti pembawa sifat. Jadi
transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari
satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya, atau dari gen hewan ke
tanaman dan sebaliknya. Transgenik secara definisi adalah The Use of Gene Manipulation to
Permanently Modify the Cell or Germ Cells of Organism (Penggunaan Manipulasi Gen untuk
Mengadakan Perubahan yang tetap pada Sel Makhluk Hidup). Transgenik atau teknologi DNA
rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi)
atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.

Selama ribuan tahun, manusia telah mencoba untuk meningkatkan kualitas piaraannya melalui
seleksi. Dalam abad sebelumnya, dengan meningkatnya pengetahuan tentang genetic, gene dan
genome; ide baru telah terbenak dalam pikiran para breeder: mungkinkah untuk memodifikasi dan
meningkatkan kualitas gene yang ada pada suatu saat? Hal ini dapat membantu mengurangi dampak
genetic negative dari selective breeding dan perolehan parameter phenotype, yang sangat penting di
sector pertanian atau perikanan. Sungguh saat ini, adalah mungkin untuk memproduksi galur baru
dari hewan yang dimodifikasi secara genetic atau transgenic dengan kekhasan genotype dan
penotipenya.
Teknologi hewan transgenik sendiri, telah dimulai tahun 1980 (Gordon, dkk) yang ditansformasi dari
embrio tikus dengan teknik mikroinjeksi --menggunakan DNA yang dimurnikan ke dalam inti telur
yang sudah dibuahi. Tahun 1982, Palmiter dkk telah menunjukkan teknik ini dengan
memperkenalkan konstruksi DNA; menggunakan promoter berupa sekuen metallothionein tikus
yang disambungkan dengan sekuen pengkode growth hormone (GH) tikus, dan kemudian
mentransfernya ke dalam inti telur-telur tikus yang baru dibuahi. Hasilnya adalah peningkatan
pertumbuhan tikus mengalami peningkatan secara dramatis, jika dibandingkan dengan tikus non
transgenik. Hal ini tentu saja karena di dalam genome DNA tikus transgenik telah terintegrasi
konstruksi GH.

Kepeloporan kerja pada tikus-tikus transgenik ini, telah pula sukses dalam transformasi genetik pada
beberapa hewan lain, termasuk pada ikan. Awal kesuksesan dalam mikroinjeksi sekuen gen klon ke
dalam telur ikan telah dicapai oleh Maclean dan Talwar (1984) dengan menggunakan telur-telur
rainbow trout (Onchorynchus myskiss) dan Zhu, dkk. (1985) pada telur-telur mas koki (Carassius
auratus). Peneliti-peneliti ini melaporkan kesuksesannya dalam integrasi transgene, ekspresi dan
transmisinya pada rainbow trout dan common carp (Cyprinus carpio); dilaporkan dalam sebuah kerja
sama publikasi tahun 1987 (Maclean et al., 1987). Sejak saat itulah, maka penelitian pada spesies lain
dikembangkan dan diperluas cakupannya (peningkatan pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit
dan toleransi terhadap suhu dingin). Umumnya peneliti transgenik menggunakan spesies ikan yang
bernilai ekonomis penting, dengan fokus pada peningkatan pertumbuhan.

Pada awalnya, peneliti ikan transgenik hanya menggunakan sekuens dari mammalia atau virus;
karena fungsi material genetik dari ikan masih sangat sedikit diketahui, dan masih sedikit gene-gene
ikan klon yang tersedia. Baru pada pertengahan tahun 1990-an, informasi tentang sekuens gen ikan
secara cepat berkembang. Dan sekarang, sangatlah mungkin untuk mengisolasi dan menggunakan
elemen-elemen genetik ikan yang keduanya homolog dan menggunakannya sebagai promoter.

Beberapa teknik yang umum digunakan untuk memproduksi ikan transgenik, antara lain
microinjeksi, elektroporasi, biolistik dan lipofeksi. Dengan teknik mikroinjeksi, jutaan copy konstruksi
DNA dimasukkan ke dalam jarum kaca yang ujungnya berukuran mikro. Dan dengan bantuan
mikromanipulator, copy DNA tersebut dimasukkan ke dalam telur yang sudah dibuahi. Idealnya
memang, copy DNA tersebut nantinya akan menyatu dengan genome inang (telur) dan
pelaksanaannya dilakukan sebelum pembelahan sel pertama (mitosis I). Menyatunya DNA yang
disuntikkan dengan genome inang, dikenal dengan integrasi. Dan dengannya, maka diharapkan hasil
integrasi itu pun dapat ditemukan di dalam gonad. Sebab, tidak semua hasil integrasi berjalan
dengan sempurna dan dapat diturunkan kepada generasi berikutnya.

Teknik electroporasi, dilakukan dengan cara merendam telur yang sudah dibuahi di dalam jutaan
copy DNA. Teknik ini juga menggunakan listrik dengan voltase tertentu yang kemudian dialirkan
selama beberapa saat. Harapannya adalah bahwa copy DNA tersebut dapat melalui dinding sel telur
(yang memiliki permeabilitas tinggi). Sebenarnya masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk
teknik ini, yakni dengan cara mengalirkan listrik tepat melalui animal pole (microphyl) dari telur yang
sudah dibuahi.

Sesuai dengan namanya, biolistik menerapkan konsep balistik dan biology. Dengan demikian,
biolistik melibatkan tembakan partikel mikroskopik (biasanya terbuat dari emas) yang dilapisi dengan
suatu konstruksi DNA dan diarahkan secara langsung ke dalam sel. Beberapa partikel yang dapat
digunakan untuk teknik ini, memang masih sedang diteliti lebih lanjut; termasuk ukuran, bentuk dan
komposisi kimianya.

Proses lipofeksi atau liposome-mediated transfection, merupakan salah satu teknik yang mulai
banyak digunakan dalam memproduksi organisme akuatik transgenik dalam beberapa tahun ini.
Lipofeksi memang telah secara luas digunakan dalam proses transformasi kultur sel pada beberapa
penelitian, termasuk enkapsulasi konstruksi DNA di dalam vesikel lemak (lipid vesicle) dan kemudian
membawanya ke dalam sel target. Dengan cara ini, diharapkan bahwa akan terjadi fusi dengan
membran plasma dan atau endositosis.

Saat ini memungkinkan untuk memperkenalkan setiap gen asaing yang menarik ke dalam genom
tanaman dan hewan melalui teknologi transfer gen. ketika gen terintegrasi, diwariskan dan di
ekspresilan maka organisme transgenic tersebut memperoleh genotipr dan fenotipe tergantung pada
sifat dan kekhasan dari gen yang diintroduksikan serta kekuatan dari promotor untuk mendorong
ekspresi dari gen tersebut (Hew dan Garth, 2001).

Dari berbagai teknik molekuler yang tersedia sejauh ini nampaknya transgenensis akan menjadi
salah satu teknologi yang paling signifikan. Produksi organisme hasil rekayasa genetika atau GMO
dalam beberapa kasus dikombinasikan dengan bentuk-bentuk perbaikan genetic menawarkan
peluang yang cukup besar untuk lebih efisien dalam budidaya di berbagai spesies (Beardmore dan
Joanne, 2003).

Budidaya merupakan salah satu industri yang paling cepat berkembang di seluruh dunia pertanian.
Salah satu factor yang paling penting untuk budidaya berkelanjutuan adalah pengembangan strain
budidaya berkinerja tinggi. Manipulasi genom menawarkan metode yang kuat untuk mencapai
pemuliaan ikan secara cepat dan terarah yaitu metode pemuliaan ikan dengan berbasis teknologi
transgenic. Metode ini menawarkan peningkatan efisiensi, presisi dan prediktabilitas dlam pernaikan
genetic atas metode tradisional serta kemungkinan akan memainkan peran utama di masa pembiaka
genetic pada ikan (Ding, 2015).

Diprediksi bahwa pada tahun 2030 penduduk di seluruh dunia akan melebihi delapan miliar orang,
dengan demikian perikanan dan akuakultur tradisional tidak akan mampu memenuhi permintaan
manusia terhadap ikan. Studi pada pemuliaan hormon pertumbuhan (GH) ikan transgenik telah
dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu, pertumbuhan ikan transgenik yang ditingkatkan
mungkin dapat menjadi hewan transgenik yang dikomersialkan untuk produksi pangan (Zhong dkk.,
2012).

Keunggulan ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap serangan
penyakit dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrim. Namun, apabila ikan ini masuk ke
wilayah perairan alami, maka mereka dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Sebagai
contoh, ketika ikan salmon transgenik memasuki wilayah perairan alami, salmon hasil rekayasa ini
lebih menarik pasangan dibandingkan salmon yang hidup di habitat asli. Ketika terjadi pemijahan
antar salmon transgenik dan salmon alami, maka dapat menyebabkan sifat (sifat transgen) untuk
menyebar cepat melalui populasi liar tersebut. Mereka juga menemukan bahwa karena keturunan
mereka tidak hidup lama, akhirnya populasi asli tersebut akan terhilangkan.
Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan
produksi. Meskipun banyak potensi dan manfaat yang dapat diambil dari hewan transgenik, akan
tetapi proses yang dilibatkan dalam pengembangan hewan transgenik di laboratorium berpotensi
atau memiliki dampak yang buruk terhadap masa depan hewan yang dilibatkan. Proses yang terjadi
dalam pengembangan galur transgenik baik di laboratorium maupun di hewan ternak secara
potensial memiliki dampak utama terhadap hewan yang diamati. Area tertentu dimana masalah
dapat terjadi adalah pada proses eksperimental yang berhubungan dengan produksi in vitro dan
transfer embrio serta selama gestasi dan kelahiran hewan yang dimanipulasi. Pada hewan ternak,
dibandingkan dengan IB, prosedur yang digunakan sebelum dan sesudah mikroinjeksi (contohnya
kultur in vitro dan transfer embrio) mungkin memperpanjang gestasi, meningkatkan bobot lahir dan
menyebabkan insiden kesulitan lahir dan kehilangan perinatal yang lebih tinggi.

2.2. Teknologi Transgenik

Teknologi transgenik dapat digunakan dala berbagai bidang dan fungsi antara lain untuk
meningkatkan laju pertumbuhan ikan, kontrol kematangan seksual, kemandulan dan diferensiasi
seks, meningkatkan kelangsungan hidup dengan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit
terhadap patogen, beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim seperti tahan terhadap suhu dingin,
mengubah karakteristik biokimia dari dalam daging untuk meningkatkan kualitas gizi dan mengubah
jalur biokimia atau metabolik untuk meningkatkan pemanfaatan pangan (Hew dan Garth, 2001).

Kekuatan yang mendorong dalam penerapan teknologi transgenik pada ikan adalah keinginan untuk
menghasilkan induk yang secara genetik unggul untuk produksi pangan. Kemajuan dalam penerapan
teknologi transgenik terhadap ikan budidaya sudah sangat cepat. Potensi ekonomi yang
menguntungkan dari teknologi transgenik tersebut terhadap bidang budidaya sangatlah penting.
Isolasi dan konstruksi gen untuk sifat yang diinginkan dan mentransfer gen tersebut ke dalam tubuh
induk dapat memberikan lompatan atau kelebihan dibanding seleksi dan pemuliaan metode
tradisional. Selain itu, sifat-sifat baru tidak muncul dalam genom dapat ditransfer dari spesies
tertentu, sehingga memungkinkan produksi fenotipe baru (Fletcher dan Peter, 1991).

Pengembangan teknik editing genom memungkinkan untuk memodifikasi beberapa gen di lokasi
yang tepat dengan efisiensi tinggi dan dalam waktu singkat. Karakteristik ini membuat pendekatan
yang cocok untuk meningkatkan strain budidaya. Lebih penting lagi, proses ini didasarkan pada
pernaikan DNA homoligi yang terarah, sehingga tidak membawa elemen DNA asing, melainkan
memodifikasi DNA endogen itu sendiri. Oleh karen itu, bila dikombinasikan dengan manipulasi PGC
(primordial germ cell) spesifik dan teknik manipulasi genom konvensional (seperti manipulasi
poliploidi), teknik ini harus membuat pembudidayaan ikan (dan hewan lainnya) menjadi lebih efisien,
lebih tepat dan lebih dapat diprediksi (Ding, 2015).

Selama dua dekade terakhir telah dikembangkan suatu metode yang berpotensi menggantikan
metode selective breeding, yaitu transfer gen atau yang dikenal dengan nama
trangenesis/transgenik. Transgenesis adalah pengintroduksian satu atau lebih gen ke embrio suatu
organisme yang selanjutnya gen tersebut dapat ditransmisikan pada generasi berikutnya. Gen asing
yang diintroduksikan tersebut biasanya berkaitan dengan karakter fenotipe penting dalam budidaya
ikan, sehingga dengan menggunakan metode transgenesis akan didapatkan ikan-ikan yang memiliki
sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan ikan normal.

Terdapat beberapa metode dalam transgenik, diantaranya adalah mikroinjeksi, electroporation,


sperm delivery, particle bombardment dan lipofection. Namun metode yang umum digunakan
adalah metode mikroinjeksi. Dengan metode ini, gen asing diintroduksikan ke dalam embrio ikan
menggunakan sebuah jarum injeksi dengan diameter yang sangat kecil sekitar 5-7 m. Penggunaan
mikroskop sangat diperlukan selama proses mikroinjeksi berlangsung.

Mikroinjeksi memiliki beberapa bagian yang penting, yaitu mikromanipulator, mikroinjektor dan
jarum mikroinjeksi (lihat grafis). Mikromanipulator berfungsi mengatur posisi sehingga jarum
mikroinjeksi dapat menembus blastodisk telur, sedangkan mikroinjektor mendorong larutan DNA
yang akan dimasukkan pada bagian blastodisk.

Ikan hasil transgenik yang sudah pernah dilakukan adalah ikan Salmon Atlantik, dimana hasil
pertumbuhannya 2 hingga 6 kali lipat dari ikan Salmon Atlantik nontransgenik. Ikan nila mampu 2-7
kali lebih besar, bahkan pada ikan mud loach mampu tumbuh 35 kali lebih besar dari ikan normal.

Penggunaan mikroinjeksi dalam transgenik ikan didukung oleh hal-hal seperti jumlah telur yang
relatif banyak dan fertilisasinya terjadi secara eksternal yang memudahkan introduksi gen asing
pengkode target. Selain itu, dengan fertilisasi eksternal kita dapat mengatur waktu sehingga jumlah
telur yang diinjeksi maksimum. Keuntungan lainnya adalah embrio ikan dapat dipelihara dalam
media air tanpa suplemen, karena untuk perkembangan embrio cukup mengandalkan nutrien dari
kuning telur. Embrio ikan tidak memerlukan manipulasi yang kompleks seperti pada mamalia, yang
harus dilakukan kultur in vivo dan transfer embrio ke dalam rahim induknya.

Metode mikroinjeksi pada telur ikan juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah sel telur
harus bisa ditangani. Dengan kata lain, keberhasilan teknologi transgenik sangat bergantung pada
operator. Bila telah lihai atau terampil dalam 1 menit bisa mencapai 60 telur yang dimikroinjeksi.
Berbeda halnya dengan mamalia, injeksi langsung ke dalam nukleus tidak dapat dilakukan pada ikan,
mikroinjeksi ke dalam sitoplasma membutuhkan kopi gen yang sangat banyak mengingat luasnya
sitoplasma sehingga memperlambat transfer DNA ke dalam nukleus.

Kendala lainnya dalam mikroinjeksi pada embrio ikan adalah kekerasan dari lapisan korion. Salah
satu cara mengurangi atau menunda kekerasan korion yaitu dengan larutan glutation dan dengan
cara menginjeksi pada bagian mikrofil. Lokasi penginjeksian sendiri dapat mempengaruhi persentase
ikan yang membawa kontruksi gen asing.

Salah satu elemen yang penting dalam menentukan dalam keberhasilan proses trangenesis adalah
adanya promoter yang merupakan bagian dari kontruksi gen. Promoter adalah sekuen DNA dimana
RNA polymerase menempel (bind) dan menginisiasi transkripsi. Promoter yang dapat digunakan
harus bersifat mampu aktif tanpa memerlukan faktor pemicu (constitutive), dapat aktif pada semua
jaringan otot (ubiquitous) dan dapat aktif kapan saja (house keeping). Promoter yang biasa
digunakan adalah promoter -actin ikan medaka yang telah digunakan pada ikan rainbow trout, nila,
ikan mas dan lele.

Teknologi transgenik dapat menyediakan produksi rata-rata bagi designer fish untuk pangsa pasar
misalkan permintaan percepatan penampakan luar dari ikan, tekstur dagingnya yang banyak, rasa,
warna dan komposisi tertentu. Calon gen lain yang memberikan keuntungan pada pertumbuhan
ikan termasuk pengaturan pertumbuhan adalah pengkodean untuk pelepasan hormon pertumbuhan
(Growth Hormone, GH) dan insulin sebagai faktor pertumbuhan. Pada metabolisme mineral, GH yang
ditransfer melalui mikroinjeksi mampu meningkatkan keseimbangan positif kalsium, magnesium
serta fosfat dan menimbulkan retensi ion Na+, K+ serta Cl sehingga efek utama dari GH adalah
meningkatkan pertumbuhan tulang panjang dan tulang rawan. Pada akhirnya ikan akan tumbuh
lebih cepat dan besar dibandingkan ikan normal peliharaan.

2.3. Teknologi Transgenesis

Dua teknik gen yang umumnya diaplikasikan pada genom ikan adalah metode mikroinjeksi telur dan
elektroporasi pada sperma ikan (Iyengar & Maclean, 1995). Teknik mikroinjeksi telur memerlukan
prosedur yang rumit dan teknik tinggi, mengingat nukleus telur ikan diselubungi kuning telur yang
menyulitkan menginjeksikan DNA asing melalui korion telur menyebabkan penggunaan metode
tersebut kurang menguntungkan. Sebaliknya metode elektroporasi sperma ikan lebih simpel dan
merupakan metode massal penyisipan gen asing ke dalam genom sperma yang selanjutnya
ditransmisikan kepada keturunannya setelah pembuahan dengan telur ikan (Muller et al., 1993;
Spadafora, 2008). Berdasar hal ini, sperma bertindak sebagai pembawa (carrier) gen-gen asing yang
diintroduksikan ke dalam telur ikan, dipandang lebih efisien dibandingkan mikroinjeksi.

Secara alami, hewan akuatik (termasuk ikan) memproduksi sejumlah besar sel sperma yang
menguntungkan bagi aplikasi transfer gen yang di perantarai sperma (SMGT = Sperm Mediated Gene
Transfer) (Collares et al., 2010). Transfer gen hormon pertumbuhan (GH =Growth Hormone) ikan
rainbow trout melalui teknik SMGT pada sperma ikan mas India (Labeo rohita) yang kemudian
difertilisasi pada telur ikan tersebut menghasilkan transmisi transgen pada larva ikan tersebut
sebesar 25%. Keberhasilan transfer gen asing menggunakan perantaraan sperma sebelum fertilisasi
juga ditunjukkan pada ikan ayu (Plecoglossus altivelis) sebesar 55 % (Zhang et al., 1990), pada ikan
mud loach (Misgurnus mizolepis) (Tsai et al., 1997) dan pada ikan zebrafish sebesar 80% (Powers et
al., 1992). Sementara transfer gen hormon pertumbuhan pada stripped catfish (Pangasionodon
hypopthalmus) sebesar 85,71% (Dewi et al., 2010b).

Penggunaan ikan dalam penelitian transgenesis lebih menguntungkan, dibandingkan mamalia,


karena memproduksi gamet berlimpah. Penanganan gamet ikan lebih mudah karena fertilisasinya
eksternal dan telur ikan lebih totipoten dibanding mamalia (Pandian & Venogupal, 2005). Proses
transfer gen ini memerlukan metode khusus untuk mengirimkan transgen ke dalam genom ikan yang
akan diperbaiki fenotipnya, salah satunya menggunakan teknik elektroporasi sperma.

Elektroporasi merupakan metode transfer gen yang sesuai untuk ikan, karena sistem transfer
tersebut bersifat massal, mengingat sperma dalam jumlah besar dapat diinsersi transgen secara
serempak dengan teknik SMGT. Transgen yang terkandung dalam genom sperma akan berintegrasi
dengan genom telur ketika terjadi fertilisasi. Hal ini memungkinkan adanya rekombinasi 18 gen pada
genom embrio telur, sehingga diharapkan larva yang menetas dapat mengekspresikan transgen
tersebut (Caelers et al., 2005). Perlakuan elektroporasi merenggangkan sel sperma dengan intensitas
medan listrik tinggi yang secara temporer mendestabilisasi membran sel. Selama periode tersebut,
membran sangat permeabel dengan molekul-molekul eksogen (DNA atau RNA) yang terdapat di
sekitar media sel. DNA kemudian bergerak ke dalam sel (proses internalisasi) melalui lubang
permeabel ini. Ketika medan listrik berhenti (turn off), lubang dalam membran menutup, DNA
eksogen masuk ke dalam sel (Spadafora, 2008).

Ekspresi transgen yang disisipkan ke dalam genom sperma ikan diatur oleh promoter sebagai
elemen regulatorik transkripsi untuk ekspresi gen (Nam et al., 2001). Dalam upaya mendorong
ekspresi transgen dengan teknik SMGT, diperlukan promoter yang kompatibel dengan gen yang
disisipkan (Alimuddin et al., 2007). Promoter -aktin merupakan promoter yang mampu mendorong
ekspresi transgen pada ikan transgenik (Noh et al., 2003).

Selain penggunaan promoter -aktin, promoter lain yang potensial mendorong ekspresi transgen
adalah promoter yang berasal dari RSV (Rous sarcoma virus) dan CMV (Cytomegalovirus enhancer)
serta SV 40 (simian virus 40 enhancer). Promoter CMV telah digunakan dalam konstruksi transgen
pCMV-rGH-IRES2-EGFP dengan teknik SMGT pada ikan mas India, rohu (Labeo rohita) dengan
ekspresi gen Growth Hormone (GH) ikan tersebut, yang menghasilkan peningkatan 2 3 kali
pertumbuhannya dibanding kontrol (non transgenik) (Pandian & Venogupal, 2005). Penggunaan
promoter CMV ini juga telah berhasil mendorong ekspresi transgen dalam embrio African catfish
(Clarias gariepinus), zebrafish dan rosy barb berkisar 25 50% (Muller et al., 1993). Konstruksi vektor
ekspresi rekombinan tersebut adalah pCMV/lac Z yang mengandung promoter CMV IE serta
poliadenilasi SV 40 yang digunakan pada konsentrasi 50 g/ml.

Keberhasilan transfer gen pada larva dideteksi menggunakan PCR untuk memastikan transmisi
transgen pada generasi awal (F0). Perkawinan antara generasi F0 ini menghasilkan keturunan F1 yang
di deteksi keberadaan transgen pada individu F1 untuk meyakinkan transmisitrasgen dari generasi F0
ke generasi F1.

Perkembangan ilmu biologi molekuler akhir-akhir ini telah memungkinkan dengan mudah membuat
klon suatu gen yang diinginkan. Pada tahun 1980, Gordon et al. (1980) melaporkan keberhasilan
memindahkan gen ke tikus dengan cara menyuntikkannya ke dalam pronukleus telur yang sudah
dibuahi. Tikus tersebut selanjutnya dinamakan tikus transgenik. Dengan menggunakan teknik ini,
suatu gen yang menkodekan karakter tertentu yang diinginkan dapat diintroduksi ke suatu individu.
Sekali gen asing terintegrasi ke dalam genom resipien, gen tersebut akan diwariskan ke keturunannya
melalui germ line. Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan dapat dipercepat dengan mengintroduksi
gen yang mengkodekan hormon pertumbuhan yang mensintesa peptida hormon pertumbuhan
dalam jumlah yang besar, dan daya tahan terhadap suhu dingin dapat diperoleh dengan
memasukkan gen yang mengkodekan protein antibeku (antifreeze protein) dari ikan yang hidup di
temperatur sub-zero.

Di bidang akuakultur, domestikasi strain yang mempunyai karakter yang baik seperti yang dimiliki
oleh hewan, misalnya Holstein cow, Yorkshire pig, and white leghorn chicken, masih sangat sedikit
dikarenakan histori dari akuakultur tidak setua dengan peternakan dan teknik selektif breeding
membutuhkan waktu yang lama (beberapa generasi) untuk memperoleh strain seperti demikian
(Yoshizaki 2002).
Oleh karena itu, biologi molecular mungkin merupakan suatu metode yang cepat dan efektif untuk
diaplikasikan dalam pembenihan. Selanjutnya, teknik ini diperkirakan menjadi alat yang berguna
untuk akuakultur secara umum. Ulasan ini menggambarkan beberapa teknik transfer gen yang umum
dilakukan, persistensi dan ekspressi dari gen yang ditransfer, aplikasi dan prospek ke depan dalam
bidang akuakultur.

2.4. Pemanfaatan Transgenik dalam Perikanan

Penggunaan teknologi Transgenik dalam bidang perikanan khudusnya budidaya perikanan, ditujukan
untuk peningkatan kualitas ikan budidaya. Selain itu transgenik dilakukan untuk mendapatkan sifat
yang diinginkan dan peningkatan produksi. Pada tahun 1985, Zhu et al. melaporkan bahwa telah
mampu memproduksi ikan transgenik dengan mentransfer gen pertumbuhan. Mereka telah berhasil
me mbuat ikan loach, goldfish dan ikan mas transgenik dengan menggunakan promotor
metallothionein tikus yang diligasikan dengan struktur gen GH dari manusia. Ikan transgenik ternyata
3 kali lebih besar dari ikan kontrol. Sejak saat itu, beberapa laporan penggunaan konstruksi gen yang
serupa telah dilakukan pada ikan rainbow trout (Chourrout et al., 1986), channel catfish (Dunham et
al., 1987), salmon (Fletcher et al., 1988), tilapia Oreochromis niloticus (Brem et al., 1988), fish
medaka (Inoue et al., 1990), catfish Ictalurus punctatis, co mmon carp Cyprinus carpio (Powers et al.,
1992), common carp, African catfish, tilapia (Muller et al., 1992), salmon (Sin et al., 1993; Symonds et
al., 1994), black porgy Acanthopagrus schlegeli (Tsai and Tseng., 1994), abalone Haliotis rufescens
(Powers et al., 1995), loach (Tsai et al., 1995), small Japanese abalone (Tsai et al., 1997). and tiger
shrimp Penaeus monodon (Tseng et al., 2000), freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii (Li and
Tsai, 2000). abalone (Chen et al. 2006) (dalam Tsai, 2008).

Hasil penelitian Rahman dan Maclean (1999) pada ikan tilap ia menunjukan pula bahwa hasil analisis
terhadap berat badan ikan non transgenik dan transgenik keturunan F2 (keturunan F2 adalah
perkawinan antara jantan F1 dengan betina alam), ikan transgenik menghasilkan berat berkisar
antara 60-90 gram/individu pada umur 5, 6, dan 7 bulan, sedang pada ikan non transgenik
menghasilkan berat berkisar antara 20-30 gram/individu. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
pada keturunan ke 2 (F2) sifat tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3
kali lipat dibandingkan dengan ikan kontrol. Adapun FCR (food conversi ratio) atau perbandingan
antara pakan yang diberikan dengan daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76
sedangkan nontransgenik sebesar 1,02. Ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu
kilogram daging hanya memerlukan pakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa u ntuk
menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan, dengan demikian menunjukkan
bahwa di dalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih efisien dibandingkan dengan ikan
nontransgenik.

2.5. Proses Transfer Gen


Perlembangan teknologi ilmiah mempercepat penelitian ilmiah dan mengubah yang "tidak
mungkin" menjadi "mungkin". Meskipun komersialisasi ikan transgenik menghadapi masalah non-
ilmiah yang signifikan, saat ini belum ada bukti konklusif dari masalah keamanan terkait dengan
komersialisasi organisme hasil rekayasa genetika (GMO). Namun demikian, perlu dilakukan evaluasi
jangka panjang serta keamanan sebelum hewan GM diotoriasi ke pasar komersial. Selain
transgenesis, baru-baru ini mengembangkan teknik editing genom menyediakan alat yang sangat
besar yang berharga untuk pembibitan ikan. Dalam waktu dekat, pengenalan editing genom dalam
pembudidayaan ikan konvensional akan memungkinkan peneliti untuk secara langsung dan tepat
meningkatkan sifat-sifat tertentu tanpa mempengaruhi sifat-sifat lainnya. Karena pendekatan ini
tidak lagi menggunakan fragmen gen eksogen, melainkan memodifikasi informasi genetik itu sendiri
sehingga layak untuk memainkan peran utama dalam masa depan pemuliaan genetik ikan dan
pengembangbiakan hewan lain (Ding dkk., 2015). Penggunaan teknologi transgenesis di Indonesia
untuk memproduksi ikan lele tumbuh cepat dimulai sejak tahun 2008. Ada dua teknik dalam transfer
gen yaitu dengan teknik elektroforasi dan mikroinjeksi. Penggunaan metode mikroinjeksi pada
embrio ikan lele memiliki kelemahan antara lain yaitu memerlukan tingkat keterampilan yang tinggi
dalam aplikasinya, telur yang diinjeksi seringkali pecah dan menempel pada jarum mikroinjeksi, dan
jumlah embrio yang berhasil menetas dan hidup sampai menjadi dewasa sangat rendah
dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan ikan lele sehingga peluang mendapatkan induk
ikan lele yang mampu mentransmisikan transgen pada anakannya sangat rendah (Dewi dkk., 2013).

Penggunaan teknik elektroforasi dibandingkan dengan mikro injeksi, teknik transfer gen melalui
elektroforasi dengan menggunakan media sperm relatif lebih mudah dan efisien, karena ribuan telur
dapat diproses dalam waktu bersamaan dengan menggunakan teknik fertilisasi buatan (Cheng dkk.,
2002).

Mikroinjeksi DNA asing ke dalam inti oosit atau sitoplasma telur yang dibuahi merupakan metode
yang paling umum digunakan untuk memproduksi ikan transgenik. Hasil percobaan menggunakan
teknik ini mendukung keyakinan bahwa strain ekonomis penting ikan dapat dikembangkan
menggunakan transfer gen. Cara ini terlalu memakan waktu dan membutuhkan tenaga kerja yang
intensif untuk digunakan dalam menghasilkan sejumlah besar ikan. Saat ini juga telah banyak
delakukan transfer gen dengan menggunakan media sperma dan metode elektroforasi (Xie dkk,
1993). Elektroporasi merupakan alternatif yang meredakan banyak masalah ini dan memiliki potensi
untuk melakukan transfer gen lebih efisien (Hostetler dkk., 2003).

Teknik mikroinjeksi yang dikembangakan dari teknik produksi tikus transgenik merupakan teknik
yang umum digunakan dalam introduksi gen pada ikan. Gen yang akan diintroduksi disuntikan ke sel
mengunakan gelas pipet yang sangat kecil (diameter ujung jarum sekitar 0,050,15 mm). Pekerjaan
ini dilakukan di bawah mikroskop dengan bantuan sebuah micromanipulator pengatur gerak jarum
suntik dan volume larutan DNA yang akan disuntikkan. Namun demikian, terdapat dua masalah
dalam pengaplikasian teknik ini pada ikan (Yoshizaki 1998).

Masalah pertama adalah inti telur ikan yang telah dibuahi relatif sulit diidentifikasi dimikroskop
karena ukurannya kecil dan volume sitoplasma besar (Hacket 1993). Korion telur sangat keras dan
sulit ditembus oleh mikropipet merupakan masalah kedua yang dihadapi pada kan. Untuk mengatasi
masalah tersebut di atas, beberapa cara telah dikembangkan untuk beberapa spesies berbeda.
Beberapa peneliti menyuntikan gen ke inti telur medaka yang belum matang. Telur yang belum
matang tersebut diinkubasi secara in vitro. Pada fase ini inti telur (disebut sebagai germinal vesicle)
sudah kelihatan dan akan matang secara spontan dengan cara in vitro. Sebagai tambahan, telur
medaka sangat keras setelah dibuahi sehingga penyuntikan pada saat tersebut dengan korion yang
lembut akan lebih mudah. Akan tetapi, induksi pematangan telur secara in vitro memerlukan
prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu relatif lama pada spesies tertentu.

Oleh karena itu, kelompok peneliti lain membuat ikan transgenic dengan cara menyuntikkan gen
dengan jumlah copy yang banyak ke sitiplansma telur yang telah dibuahi sebagai alternatif
penyuntikan ke inti telur. Beberapa metode telah dilaporkan untuk mengatasi kesulitan di atas untuk
menembus korion yang keras. Korion telur ikan rainbow trout yang keras setelah dibuahi ditusuk
dengan jarum metal dan gen disuntikkan melalui lubang yang terbentuk dengan menggunakan gelas
mikropipet (Chourrout et al. 1986).

Pada ikan cyprinids, korion dibuang dengan bantuan proteinase dan selanjutnya telur tersebut
dapat disuntik dengan mudah (Ueno et al. 1994). Cara lainnya adalah gen disuntikkan melalui
mikrofil (Brem et al. 1988). Meskipun waktu yang tersedia cukup singkat, penyuntikan dapat
dilakukan sesaat setelah pembuahan dan sebelum korion mengeras. Sementara kami menemukan
bahwa dengan melakukan treatmen menggunakan glutathione 1 mM masalah telur rainbow trout
yang keras dapat diatasi (Yokshizaki et al.,1991).

Beberapa penelitian pembentukan strain ikan transgenik telah berhasil dilakukan pada ikan dengan
menggunakan beberapa metode yaitu ikn kerapu tikus (cromileptes altivelis) transgenic dengan
metode elektroporasi dan mikroinjeksi.

2.6. Aplikasi Transfer Gen Dalam Akuakultur

Dalam akuakultur, karakter-karakter genetic seperti peningkat laju pertumbuhan, ketahanan


terhadap suhu dingin dan penyakit, dan daya tahan terhadap kadar oksigen terlarut rendah dapat
diintroduksikan ke ikan bernilai ekonomis penting. Demikian juga telah dimungkinkan membuat ikan
dengan warna berbeda seperti yang dilaporkan oleh Gongs grup (Melamed et al. 2001) pada ikan
zebra dengan menggunakan gen GFP (green fluoroscent protein), YFP (yellow fluoroscent protein),
dan RFP (red fluoroscent protein) yang dapat terlihat pada kondisi cahaya biasa. Namun demikian
pada bagian ini hanya akan dipaparkan tentang peningkatan pertumbuhan, daya tahan terhadap
suhu dingin dan resistensi terhadap penyakit.

1) Peningkatan Pertumbuhan

Biaya produksi dalam akuakultur secara kasar bida dikatakan setengahnya berhubungan dengan
pakan. Oleh karena itu perhatian utama dalam akuakultur adalah tingkat pertumbuhan dan efisiensi
konvenrsi pakan. Hasil yang pertama kali diperoleh oleh Palmiter et al. (1982) yang mampu membuat
tikus super, sekitar 2 kali lebih besar dari tikus biasa/normal telah mendorong untuk menghasilkan
ikan yang juga mengkodekan hormone pertumbuhan.
Percobaan menggunakan teknik ini pada ikan telah banyak dilakukan. Namun demikian, peningkatan
laju pertumbuhan yang sangat dramatis hanya ditunjukkan pada ikan salmonid. Hews grup
menggunakan konstruksi gen all-fish yang mengandung promoter dari ocean pout protein antibeku
teknik ini dalam peningkatan laju pertumbuhan menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh pada
salmon dewasa dapat mencapai 3-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol-non transgenik.
Bahkan di beberapa individu, khususnya dalam bulan- bulan awal pertumbuhannya, dapat mencapai
10-30 kali dibandingkan kontrol (Du et al. 1992; Devlin et al. 1994). Studi pada ikan lain dengan
promoter dari ikan atau non-ikan juga dapat meningkatkan pertumbuhan meskipun tidak sedramatis
seperti pada salmonid. Beberapa dari studi menunjukkan peningkatan level GH di plasma sementara
GH native di pituitary menunjukkan down-regulated sebagai hasil feedback negative, pituitary lebih
kecil dan level mRNA yang lebih rendah (Mori & Devlin, 1999). Ikan-ikan tersebut secara umum
dalam keadaan sehat-sehat, dan telah dihasilkan generasi kedua dan ketiga (Saunders et al. 1998).
Keuntungan secara ekonomi dari rekayasa seperti ini sangat menjanjikan, dan dibandingkan dengan
pemijahan selektif, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang sama adalah sangat
signifikan.

2) Peningkatan Daya Tahan terhadap Suhu Dingin

Temperatur air yang dingin umumnya menyebab ikan ikan stress, tetapi beberapa spesies ikan dapat
hidup pada temperatur air 0 sampai -1 C. Yang jelas kondisi seperti ini merupakan masalah utama
akuakultur di daerah temprate dimana pada musim dingin semua stok ikan dapat musnah. Namun
demikian, beberapa jenis ikan laut memiliki kadar serum anti beku tinggi (1025mg/ml) atau
glycoproteins (AFGP) yang efektif menurunkan suhu beku dengan cara mencegah pembentukan
kristal-es. Struktur protein ini bervariasi, satu jenis berupa AGFP dan 4 lainnya berupa AFP (Fletcher
et al. 2001).

Umumnya protein ini diekspresikan di liver, beberapa diantaranya (negatively) dikontrol oleh
hormone pertumbuhan dan dipengaruhi oleh musim. Pada beberapa jenis ikan, ekspressi terdapat
juga dikulit, insang dan jaringan peripheral (sekeliling tubuh) lainnya. Isolasi, karakterisasi dan
regulasi protein antibeku ini, khususnya winter flounder Pleuronectes americanus, merupakan subjek
utama dalam penelitian Fletchers grup sampai saat ini, dan telah diuji potensi penggunaan protein
ini temperature beku pada spesies ikan lain, terutama salmonid.

2.7. Konsep Transgenik

Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda. Perbedaan pertumbuhan
ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari ikan tersebut.
Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (gen).
Ikan mempunyai gen khusus yang dapat menghasilkan otransgenikan atau sel otransgenikan tertentu
dan gen umum yang memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari
setiap ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid).
Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya
mempengaruhi pertumbuhan.
Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan sejumlah sifat
bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan dan
memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan
ikan.

Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha yang mampu menghasilkan benih ikan
unggul seperti tersebut diatas salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan rekayasa genetik
melalui penerapan teknologi transgenik pada ikan. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan
(rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau
penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.

Pengembangan dan penerapan tenologi penenda DNA sudah digunakan dalam bidang lain seperti
sisitem molekuler, genetika populasi, biologi evolusi, ekologi molekuler, genetika konservasi,
danpemamtauan keamanan makanan laut. Hal tersebut pasti akan berdampak pada industry
akuakultur dengan cara yang tak terduga. Studi popoulasi dan genetika konservasi mengubah peran
penting bidang pembenihan dan budidaya yang dijalankan untuk pembesara dan pemulihan stok
ikan liar (Liu dan Cordes, 2004).

Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan
produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bidang
akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan penelaahan khusus untuk
mengetahui teknologi tersebut.

Dalam perkembangannya, pembentukkan ikan transgenik melalui transfer DNA contruct dapat
dilakukan dengan beberapa metode (Tsai, 2008), diantaranya adalah :

- Microinjection (Mikroinjeksi)

Microinjection (Mikroinjeksi) adalah metode yang paling banyak digunakan karena mempunyai
keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang lain. Pertama kali, metode
mikroinjeksi dilakukan oleh Gurd on (1963) pada telur amphibia dengan menginjeksikan sitoplasma
ke dalam zygot katak, namun hasilnya tidak berpengaruh pada perkembangan embrio selanjutnya.
Pada ikan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya telah dilakukan oleh Chourrout et
al (1986) pada ikan Rainbow Trout (Salmo gairdneri), dan Ozato et al (1986) pada ikan Medika
(Oryzias latpes).

- Retroviral Infection (Infecksi pada Virus),

Retroviral Infection (Infeksi pada virus) atau dengan kata lain introduksi gen melalui virus sebagai
mediator. Pada metode ini, virus ditumpangi oleh gen yang dikehendaki dan diintroduksikan kedalam
embrio hewan. Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil dan mampu menembus inti sel dan virus
m empunyai genom yang terdiri dari RNA yang mempunyai kemampuan untuk mentraskripsikan
DNA. Bila satu sel diinfeksi dengan retrovirus maka akan menghasilkan DNA virus, setelah DNA
ditranskripsikan akan berintegrasi dan menjadi bagian dari genome induk. Un species ikan telah
dilakukan diantaranya oleh Lin et al (1994) dan Gaiano et al (1996) pada ikan Zebrafish (Brachydanio
rerio).

- Sperm-mediated Gene Transfer (Sperma sebagai Pembawa Gene)

Spermatozoa merupakan sarana seluler yang spesifik dirancang untuk mentransfer DNA asing
kedalam oosit, sperma terlibat langsung dalam proses fertilisasi. Matriks DNA diikat pada daerah
postacrosomal oleh komponen protein spesifik dan akan bergabung dengan genome induk setelah
terjadi fertilisasi. Pengikatan gen oleh sperma secara optimal bila sperma dalam keadaan motil dan
konsentrasi DNA cukup t inggi. Metode ini juga telah dicobakan oleh Muller et al (1992) dalam Tsai
(2008).

- Particle Bombardment (Partikel Gun atau Bi olistik)

Metode ini banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu mikropartikel.
Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu
kali tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran, partikel dapat mencapai sasaran yang lebih
dalam dan dapat digunakan pada berbagai macam jaringan (Potrykus, 1996). Pada ikan telah
dicobakan oleh Kolenikov et al (1990).

- Electroporation (Elektroporasi)

Metode ini gamet atau embrio ditempatkan pada suatu cuvet yang mana membran selnya
permiabel terhadap molekul DNA bila mendapatkan aliran (pulsa) listrik pendek (beberapa saat).
Ketika aliran listrik dihilangkan dan membran selnya kembali seperti semula, beberapa fragment DNA
asing akan tinggal dalam gamet atau embrio. Metode ini mudah dan cepat dan memungkinkan untuk
melakukannya pada ratusan oosit ikan atau telur ikan yang telah difertilisasi dalam satu kali kejutan.

2.8. Transgenetik pada Ikan Salmon (Oncorhynchus nerka)

Perkembangan transgenik ikan saat ini sudah sangat berkembang, para ilmuwan telah berhasil
menemukan berbagai jenis ikan yang direkayasa sehingga berukuran lebih besar dari normalnya,
para ilmuwan juga telah berhasil menemukan ikan zebra yang mampu bercahaya dan lain
sebagainya. Akan tetapi pada makalah ini kami akan membahas mengenai transgenik pada ikan
salmon.

Hampir 10 tahun ikan transgenik tersimpan dalam tangki penelitian Departemen Perikanan dan
Kelautan Kanada di Vancouver Barat. Ribuan salmon transgenik berenang lamban dan terus
mengunyah karena diberi makan 20 kali sehari. Mereka dirancang tumbuh delapan kali lebih cepat
dan berat 37 kali lebih besar dari ukuran normal, seperti dikutip Berita Bumi (Oktober 1999).
A/F Protein Canada Inc. berharap sudah dapat memasarkan ikan salmon dan trout transgenik tahun
2001. Ikan bermerek AquaAdvantage itu dirancang agar pertumbuhannya dipercepat sampai 400%.
Kehadiran ikan transgenik diawali oleh Jepang ketika mencoba menciptakan ikan tuna super secara
genetis tahun 1980-an. Selain sulit, penelitiannya membutuhkan banyak dana, karena susunan
genetisnya rumit. Kini peneliti menemukan kunci genetis untuk memacu pertumbuhan 11 spesies
ikan bernilai komersial, juga udang. Terciptanya ikan super tanpa sengaja. Mula-mula peneliti A/F
Protein mengamati ikan flounder yang bertahan hidup dalam laut Kanada yang beku. Rahasia ikan
flounder pun ditemukan Garth Fletcher, biolog ikan dari Universitas Memorial di New Foundland dan
Choy Hew dari Universitas Toronto, yakni adanya gen yang memungkinkan flounder mampu hidup di
air beku. Gen itu digabungkan dengan gen pemicu pertumbuhan dengan harapan salmon dapat
tumbuh sampai 20 30% lebih besar. Kedua gen disuntikkan ke embrio salmon sehingga terus
memproduksi hormon pertumbuhan. Hasilnya, salmon tumbuh 400 600% lebih cepat dalam 14
bulan pertama, dan dapat dipasarkan setahun lebih cepat dari salmon biasa.

1) Pengaruh GH (Growth Hormone)

Seperti telah diketahui bahwa GH merupakan hormon yang esensial bagi pertumbuhan postnatal
dan metabolisme normal protein, karbohidrat, lipit, dan mineral. Namun efek kerja yang
berhubungan dengan pertumbuhan terutama terjadi dengan perantara IGF-I (Insuli Like Growth
Factor-I) dan IGF-II (Insuline Like Growth Factor - II), dengan demikian apabila kadar GH normal
sampai tinggi namun tingkat IGF-I maupun IGF-II rendah keduanya atau salah satunya, maka tretmen
eksogen dengan penambahan GH ternyata tidak memberikan respon yang berarti , sebaliknya
apabila GH rendah dan IGF-I dan IGF-II rendah maka treatmen eksogen GH akan memberikan respon
dan dapat tumbuh nomal kembali (Granner., 1997).

Hasil penelitian yang terbaru dalam Peter dan Marchant (1995). menunjukkan bahwa suatu subtansi
yang mirip dengan IGF telah dapat dideteksi pada beberapa ikan teleostei, penelitian pada ikan mas
menunjukkan terdapat suatu substansi yang mempunyai aktivitas mirip dengan IGF, dan hasil
penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa suatu substansi yang aktivitasnya mirip dengan IGF tadi
juga terdapat pada serum ikan mas, ikan koki.

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa GH sangat berperanan didalam proses metabolisme oleh
Granner (1997) dijelaskan sebagai berikut:

1) Sintesis Protein , GH akan meningkatkan transportasi asam amino kedalam sel dan juga
meningkatkan sintesis protein lewat mekanisme yang terpisah dari efek pengangkutan.

2) Metabolisme Karbohidrat, GH umumnya melawan efek insulin, peningkatan GH didalam darah


menyebabkan penurunan pemakaian glukosa dan peningkatan produksi glukosa didalam hati melalui
proses glukoneogenesis sehingga akan meningkatkan glikogen hati.

3) Metabolisme lipid, GH mendorong pelepasan asam lemak bebas dan gliserol dari jaringan adiposa,
meningkatkan kadar asam lemak bebas yang yang beredar dalam darah, dan menyebabkan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas dalam hati.
4) Metabolisme Mineral, GH meningkatkan keseimbangan positip kalsium, magnesium, serta fosfat
dan menimbulkan retensi Na+; K+ serta Cl- sehingga efek utama dari GH adalah meningkatkan
pertumbuhan tulang panjang dan tulang rawan.

Transgenik GH (Growth Hormone),yang berkembang saat ini iptek ini berkembang dilatar belakangi
oleh hasil kajian empiris endokrin atau hormonal, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan atau
hewan sangat dipengaruhi oleh GH (Growth Hormone) atau hormon pertumbuhan. Untuk
membuktikan hipotesis tersebut telah dilakukan berbagai penelitian dengan penerapan berbagai
cara agar GH dapat disekresikan, sehingga kadar GH daram darah dapat ditingkatkan atau dapat
dihambat, dengan efek apabila GH dirangsang sehingga kadarnya didalam darah meningkat maka
dapat meningkatkan pertumbuhan, dan sebaliknya apabila GH dihambat maka pertumbuhannya
akan menurun.

Menurut Peter dan Marchant (1995) dari hasil berbagai penelitian pada ikan menunjukkan bahwa
ada beberapa hormon yang berperan dalam menstimulasi sekresi GH yaitu dopamin, tirotropin-
releasing hormon, GH releasing faktor, Gn-RH, neuro peptide Y, noreepineprin, dan ada pula hormon
yang berperan didalam menghambat sekresi GH yaitu serotonin, somatostatin. Lebih lanjut
dikatakan bahwa dengan kemajuan bidang iptek biologi molekuler juga telah membawa bidang
perikanan khususnya budidaya perairan dalam bidang teknologi transgenik.

Adapun teknik penerapan transgenik gen GH pada prinsipnya yaitu memindahkan gen GH yang telah
dikendalikan dengan tujuan agar kelenjar endokrin sebagai penghasil GH akan mensekresi hormon
tersebut lebih banyak, dengan kenaikkan kadar hormon GH dalam darah ini secara teoritis akan
memacu tingkat pertumbuhan ikan.

2) Proses transgentik pada ikan salmon

Menurut Lin et al, berikut adalah langkah-langkah umum yang diperlukan untuk memasukkan
hormon pertumbuhan baru tersebut ke dalam salmon.

- Para ilmuwan menduplikat DNA yang membawa informasi genetika hormon pertumbuhan.

- Gen tersebut disisipkan kedalam suatu bagian melingkar DNA yang disebut plasmid yang dapat
direproduksi didalam bakteria.

- Kemudian, plasmid tersebut masuk kedalam bakteria.

- Saat bakteria tersebut tumbuh di laboratorium, mereka memproduksi miliaran kopi plasmid yang
membawa gen hormon pertumbuhan.

- Setelah kopi-kopi plasmid yang membawa gen hormon pertumbuhan tersebut telah diproduksi,
mereka diisolir dari bakteria tersebut. Plasmid itu kemudian diedit secara genetika, merubah struktur
lingkarannya kedalam suatu bagian kecil DNA yang lurus. DNA yang lurus tersebut kadang disebut
suatu kaset gen karena ia mengandung beberapa set bahan genetika selain juga gen hormone
pertumbuhannya.
- Kaset gen itu disuntikkan langsung atau dicampur dengan telur-telur ikan yang disuburkan dengan
cara tertentu sehingga telur- telur tersebut menyerap DNA itu, membuat kaset tersebut sebagai
suatu bagian permanen dari bentukan genetika ikan tersebut. Karena para ilmuwan menyisipkan gen
hormon pertumbuhan kedalam telur ikan, gen tersebut akan ada di setiap sel dalam tubuh ikan
tersebut.

- Telur-telur tersebut dibiarkan menetas, menghasilkan sekelompok ikan yang sebagian berubah
secara genetika dan yang lainnya tidak.

- Ikan yang kini membawa gen hormon pertumbuhan kini diidentifikasi. Ikan dengan gen yang
terintegrasi dengan benar digunakan untuk menciptakan stok pembiakan jenis baru, yang tumbuh
lebih cepat.

2.9. Ikan Lele Transgenik

Beberapa keturunan ikan transgenik telah dihasilkan melalui teknik transfer gen hormon
pertumbuhan (GH) diantaranya yaitu gold fish (Carrasius auratus L) (Zhu dkk., 1985), zebra fish (Bayer
dan Jose, 1992), ikan nila (Oreochromis niloticus) (Kobayashi dkk., 2007), coho salmon (Devlin dkk.,
1994), ayu fish (Plecoglossus altivelis) (Cheng dkk., 2002), ikan medaka (Oryzias latipes) (Inoue dkk.,
1990; Murakami dkk., 1994; Ono dkk., 1997), ikan kerapu tikus (Cromileptes Altivelis) (Subyakto dkk.,
2010), ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) (Dewi dkk., 2013).

Proses dari produksi hewan transgenik terdiri atas beberapa tahapan secara ringkas yaitu identifikasi
gen yang diinginkan (gen target), isolasi gen target, amplifikasi gen target untuk memproduksi
beberapa kopi, penggabungan gen target dengan promoter yang tepat dan sekuens poly serta insersi
kedalam plasmid, multiplikasi plasma di dalam bakteri dan recovery konstruksi kloning untuk injeksi,
transfer konstruksi kedalam jaringan resipien, integrasi gen kedalam jaringan resipien, ekspresi gen
pada genom resipien, dan pewarisan gen pada generasi selanjutnya (Beardmore dan Porter, 2003).
Pembentukan strain ikan lele C.gariepinus cepat tumbuh dilakukan melalui program seleksi dan
transgenesis. Program seleksi dilakukan pada karakter pertumbuhan menggunakan metode seleksi
individu, dengan target peningkatan laju pertumbuhan 30% dan tingkat inbreeding rendah.

Transgenesis dilakukan melalui penyisipan gen pengkode hormon pertumbuhan ikan patin siam
(PhGH) menggunakan metode elektroporasi dengan media transfer sperma dengan target
peningkatan laju pertumbuhan 100% dan FCR rendah (Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Pembentukan strain ikan lele tumbuh
cepat generasi F0 dilakukan dengan menggunakan teknologi transgenesis melalui metode
elektroforasi. Konstruksi gen yang digunakan adalah all fish yang tersusun dari gen GH yang berasal
dari patin siam (PhGH) dan promoter -aktin dari ikan mas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen
PhGH mampu terinsersi dan terekspresi pada ikan lele dumbo generasi F0 (Dewi dkk., 2013).

1) Deteksi Transgen
DNA mreupakan sebuah polimer panjang yang tidak bercabang yang terdiri dari empat subunit yang
berbeda yaitu deoksiribonukleotida yang mengandung adenin basa nitrogen (A), sitosin (C), guanin
(G) dan timin (T). Basa nitrogen dapat dibagi menjadi dua kategori kimia yaitu A dan G merupakan
purin, T dan C adalah pirimidin. Subunit biasanya disebut sebagai nukleotida, asam nukleat atau
pasangan basa (basa dalam kasus DNA untai tunggal). Setiap nukleotida mengandung gula pentosa
(5-carbon-ring) dan basa nitrogen. Kelima (5-prime atau 5 ') karbon dari ring pentosa terhubung ke
ketiga (3-prime, atau 3') karbon dari ring pentosa berikutnya melalui gugus fosfat dan basa nitrogen
tetap keluar dari gula phosphate. Orientasi 5 '/ 3' ini menunjukkan polaritas sepanjang untai DNA,
dimana semua nukleotida dalam untai yang sama diatur dengan cara yang sama. Dengan konvensi
urutan DNA dibaca dari 5 'ke 3' sehubungan dengan polaritas untai. Sebuah molekul DNA terdiri dari
dua untai nukleotida terikat bersama oleh ikatan hidrogen (Chapman dan Hall, 1995).

2) Ekspresi Transgen

Ekspressi gen dianalisis dengan mengukur level mRNA dan protein. Messenger RNA dari gen asing
dapat dideteksi menggunakan probe (fragment DNA yang diberi label radioaktif biasanya berupa 35
P) dan protein dengan cara immunodeteksi dengan menggunakan antibodi. Akan tetapi kedua
metode ini membutuhkan banyak waktu dan relatif kompleks. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan promoter/enhanser yang baik diperlukan suatu metode yang sederhana dan cepat
untuk mendeteksi ekspresi gen (Alimuddin dkk., 2003). Modifikasi gen endogen melalui rekombinasi
homolog (penargetan gen) pada ikan akan menjadi alat yang sangat ampuh untuk pemuliaan genetik
dan studi dasar ekspresi gen dan untuk memahami fungsi dari produk gen (Yoshizaki dkk., 2000).

Pembentukan metode untuk mengintroduksikan gen eksogen ke dalam suatu organisme untuk
menurunkan gen eksogen ke generasi selanjutnya dan untuk mengarahkan ekspresi yang sesuai dari
gen eksogen adalah salah satu kriteria dasar dan sangat diperlukan untuk suatu organisme (Tanaka
dkk Kinoshita, 2001). Mekanisme gen eksogen diintegrasikan ke dalam genom inang telah menjadi
topik utama penelitian transgenik. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa transgen terintegrasi
secara acak dan beragam ke dalam ikan. Jumlah susunan salinan transgen memberikan pengaruh
represif pada ekspresi. Beberapa penelitian melaporkan penurunan pada level ekspresi per copy
melalui peningkatan jumlah copy, sementara dengan penurunan jumlah copy menghasilkan
peningkatan pada ekspresi transgen (Wei dan Zhu, 2010). Gen yang ditransfer akan direplikasi tanpa
mengalami integrasi ke dalam genom resipien pada awal perkembangan embrio (Iyengar dkk., 1996).
Setelah mengalami beberapa pembelahan sel, beberapa gen asing tersebut terintegrasi secara acak
di genom resipien di salah satu blastomer yang diikuti dengan pembentukan concatemer. Gen asing
terintegrasi stabil di dalam sel resipien, dan dalam bentuk ekstrakromosomal terdegradasi oleh
endogenous nuclease (Alimuddin dkk., 2003).

Ekspresi gen asing atau transgen yan diintroduksikan adalah dikontrol oleh suatu urutan DNAyang
disebut promoter. Kemampuan promoter dalam mengendalikan ekspresi gen asing yang diintroduksi
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan transgenesis. Jenis promoter yang digunakan
akan menentukan letak, waktu dan tingkat ekspresi transgen. Dalam hubungannya dengan tempat
aktivitasnya, promoter dapat dibedakan menjadi promoter yang aktif di mana-mana (ubiquitous),
dan promoter yang aktif pada jaringan tertentu seperti hanya aktif di hati, otak atau di gonad saja.
Hal lain yang diduga menyebabkan tingginya ekspresi transgen adalah terekspresinya plasmid-
plasmid DNA, tetapi seiring dengan fase perkembangan larva, plasmid-plasmid DNA tersebut ikut
terdegradasi (Alimuddin dkk., 2008).

Ekspresi transgen b-aktin pada ikan mas (Cyprinus carpio) masih tetap terlihat pada larva, sekitar
71,61% 6,76% larva mengekspresikan transgen, tetapi ekspresi tersebut tidak spesifik pada suatu
organ, karena promoter b-aktin memiliki sifat yang dapat aktif pada semua jaringan/ sel otot
(Alimuddin et al., 2008). Gen b-actin yang berasal dari ikan mas dikendalikan oleh beberapa unsur
regulasi. Unsur promotor proksimal mengarahkan tingkat ekspresi yang cukup tinggi, sehingga dapat
digunakan dalam transfer gen pada ikan (Liu dkk., 1990). Gen b-actin merupakan protein yang
melimpah di hampir semua semua tipe sel, menunjukkan bahwa promoter ini sangat aktif dan
serbaguna. Pada beberapa jenis ikan, ekspresi terdapat juga dikulit, insang dan jaringan peripheral
(sekeliling tubuh) lainnya (Alimuddin dkk., 2003). Gen b-actin diatur pada tingkat transkripsi oleh
faktor protein trans-acting yang mengikat urutan DNA cis-acting dalam bagian promotor. Meskipun
gen aktin diekspresikan dalam seluruh jaringan, gen aktin individu menunjukkan spesifitas jaringan
dan perkembangan dalam ekspresinya. Gen b-aktin dinyatakan dalam jenis sel tertentu, mungkin
karena perbedaan pengikata factor transkripsi untuk elemen regulasi gen (Liu, 1990).

2.10. Keuntungan dan Kelebihan Ikan Transgenik

2.1. Kelebihan ikan transgenik

Hasil penelitian transgenik pada ikan telah memberikan dampak yang positif pada pertumbuhan
ikan dan terbukti bahwa gen luar yang ditranfer telah mampu berintregrasi dengan genomnya, hal ini
dapat dilihat dari hasil pertumbuhan keturunannya yang cukup meyakinkan yaitu sekitar 4-6 kali lipat
pada ikan salmon.

Sedangkan hasil analisis berat badan ikan non transgenik dan transgenik pada ikan tilapia menurut
Rahman dan Maclean (1999) menunjukkan bahwa keturunan F2 (keturunan F2 adalah perkawinan
antara jantan F1 dengan betina alam), ikan transgenik menghasilkan berat berkisar antara 60-90
gram/individu pada umur 5, 6, dan 7 bulan, sedang padaikan non transgenik menghasikan berat
berkisar antara 20-30 gram/individu, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pada keturunan ke 2
(F2) sifat tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3 kali lipat
dibandingkan dengan ikan kontrol.

Adapun FCR(food conversi ratio) atau perbandingan antara pakan yang diberikan dengan daging
yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan nontransgenik sebesar 1,02, ini berarti
bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu kilogram daging hanya memerlukan pakan sebanyak
0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa untuk menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg
pakan, dengan demikian menunjukkan bahwa didalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih
efisien dibandingkan dengan ikan nontransgenik.

2. Kelemahan ikan transgenik


Selain kelebihan yang dimiliki, ikan transgenik juga memiliki beberapa kelemahan. Pada kondisi
akuarium, ikan transgenik yang cepat- tumbuh tersebut 30% lebih cenderung mati sebelum
mencapai kedewasaan seksual. Ikan transgenik yang diperkenalkan kedalam populasi ikan yang
hidup liar menunjukkan Hasil mengkhawatirkan. Hanya membutuhkan 40 generasi bagi ikan
transgenik tersebut, yang kawin dengan lebih sukses namun menghasilkan keturunan yang tak
bertahan hidup juga, untuk membawa populasi tersebut kepada kepunahan. Muir dan Howard
menyebutnya "Efek Gen Trojan".

Seorang ahli hewan Jerman, Hans-Hinrich Kaatz, menemukan bukti bahwa gen-gen yang digunakan
untuk memodifikasi tanaman-tanaman pangan dapat meloncati pembatas spesies dan menyebabkan
bakteria untuk bermutasi. Dibawah teori itu, jika ikan transgenik lepas ke alam liar, mereka dapat
menyebabkan pencemaran spesies-spesies air lainnya. Telah ada 114 spesies ikan, termasuk 26
spesies salmon pasifik, yang didaftar dalam Hukum Spesies Terancam Punah (Endangered Species
Act). Membiarkan ikan transgenik di keramba laut dapat meningkatkan jumlah spesies yang
terancam punah dengan signifikan d. Ancaman keanekaragaman ekologi.

Terdapat skenario lain yang menandai resiko-resiko global yang berhubungan dengan lepasnya ikan
transgenik ke dalam lingkungan. Meningkatkan tingkat pertumbuhan ikan meningkatkan kebutuhan-
kebutuhan pakan harian mereka. Penelitian-penelitian baru telah menunjukkan bahwa ikan
transgenik lebih agresif dan memakan lebih banyak makanan. Mereka juga tidak berenang sebaik
ikan liar, sehingga mereka dapat dapat berkumpul di suatu area dan memonopoli persediaan
makanan dan sumber daya lain (Yatim, 2003) Hal ini dapat mempunyai efek menghancurkan
lingkungan alami, khususnya karena sebagian besar ikan yang direkayasa saat ini misalnya salmon,
trout, carp dan tilapia adalah pemangsa/ predator. Pengalaman lalu telah menunjukkan bahwa
memperkenalkan spesies-spesies predator besar kedalam lingkungan baru dapat menyebabkan
bencana ekologi.

2.11. Pembatasan Pemberian Paten

Berkaitan dengan perlindungan Paten bagi penemuan hewan hasil persilangan, perlu ditilik dahulu
ihwal persyaratan perlindungan Paten di Indonesia. Hak Paten merupakan hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Pemilik/Pemegang Paten melalui ketentuan Undang-Undang No. 14
Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten). Artinya, perolehan hak tersebut harus melalui suatu proses
pendaftaran yang ditentukan oleh Negara cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (syarat formal), dan harus memenuhi keseluruhan
kriteria perlindungan Paten (syarat substantif).

BAB III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan

1) Ikan transgenik merupakan suatu proses rekayasa genetika dimana DNA rekombinan ikan yang
telah dikendalikan dimasukkan ke dalam genom, sehingga DNA ikan yang dimasukkan ini dapat
mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga efeknya dapat diturunkan kepada anaknya.

2) Kelebihan ikan transgenik adalah pertumbuhan yang cepat, pakan yang dibutuhkan sedikit, tahan
terhadap penyakit pada lingkungan yang cukup ekstrim.

3) Kelemahan ikan transgenik adalah apabila ikan samon transgenik ini di lepaskan ke habitat
perairan alami, maka dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologi. Oleh karena itu, sebaiknya
teknologi yang semakin maju juga harus mempertimbangkan keseimbangan ekologi.

3.2. Saran

Suatu kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan untuk perkembangan zaman. Namun,


sebaiknya kemajuan teknologi juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan keseimbangan
ekologi lingkungan.

Diposting oleh Arini Fauzi di 23.01

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Arini Fauzi

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
2017 (3)
o Maret (2)

o Februari (1)

MAKALAH REKAYASA AKUAKULTUR

2016 (14)

Tema Kelembutan. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai