Anda di halaman 1dari 6

Merupakan Karya ilmiah yang merupakan bagian dari Mata Kuliah Bioteknologi Akuakultur TA 2019-2020 Genap, Prodi

Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

TRANSGENIK PADA BIDANG AKUAKULTUR


Muhammad Renanda Rahman,

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan


dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK
Makalah ilmiah ini berisi teknik untuk mendapatlkan benih dan indukan unggul yang
dinamakan dengan teknik transgenik. Transgenik adalah perubahan secara buatan
pada genom akibat penambahan/pengurangan perubahan susunan asli secara
rekombinan DNA dengan cara memindahkan satu atau beberapa gen, dalam potongan
DNA asing yang menyandikan sifat tertentu, dari suatu organisme ke dalam
organisme lain. DNA rekombinan (rDNA) adalah kombinasi ulang (rekombinasi)
atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.

Keyword:Transgenik,Benih unggul,Indukan unggul

ABSTRACT
This scientific paper contains techniques for obtaining superior seeds and broodstock
called transgenic techniques. GMOs are artificial changes in the genome due to the
addition / reduction of changes in the original recombinant DNA structure by moving
one or several genes, in pieces of foreign DNA that encode certain characteristics,
from one organism into another organism. Recombinant DNA (rDNA) is a
recombination or recombination of genes from different sources in vitro.

Keyword: GMO, Superior seed, Superior parent


PENDAHULUAN
Perbaikan mutu genetik ikan merupakan suatu langkah lanjut dari kegiatan
budidaya ikan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas suatu
komoditas apabila teknologi budidaya sudah optimal diterapkan. Strategi perbaikan
mutu genetik dapat dilakukan baik secara konvensional melalui seleksi dan
hibridisasin atau molekuler melalui rekayasa genetik. Di Indonesia, upaya perbaikan
mutu genetik melalui rekayasa genetik telah mulai dilakukan sejak tahun 1980.
Rekayasa genetik yang pertama kali diterapkan adalah manipulasi set kromosom
untuk menghasilkan klon ginogen yang dapat mempercepat pemurnian galur dan
poliploidi untuk menghasilkan populasi ikan yang memiliki set kromosom lebih dari
2N(Arifin, Ath-thar, & Gustiano, 2009). Aplikasi rekayasa genetik yang kedua adalah
manipulasi kelamin untuk memanfaatkan potensi “sexual dimorphisms” pada
pertumbuhan ikan konsumsi dan sifat eksotis pada ikan hias. Aplikasi rekayasa
genetik yang ketiga adalah transgenik atau DNA rekombinan. Dari berbagai teknik
molekuler yang tersedia, beberapa dapat dianggap sebagai "platform." teknologi
”mengikuti terminologi Hew and Fletcher (2001), dan sepertinya ini kemungkinan
transgenesis akan menjadi salah satu yang paling signifikan(Fisheries & No, n.d.).
Prinsip teknologi transgenik adalah perubahan secara buatan pada genom akibat
penambahan/pengurangan perubahan susunan asli secara rekombinan DNA dengan
cara memindahkan satu atau beberapa gen, dalam potongan DNA asing yang
menyandikan sifat tertentu, dari suatu organisme ke dalam organisme lain. DNA
rekombinan (rDNA) adalah kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang
gen dari sumber yang berbeda secara in vitro. Teknologi DNA rekombinan dimulai
sekitar tahun 1970, berkembang semenjak ditemukannya struktur DNA oleh Watson
& Crick tahun 1953 dan sejak saat itu telah menghasilkan kemajuan dalam berbagai
bidang antara lain beberapa rekombinan di bidang peternakan, farmasi, dan beberapa
produk bioaktif lainnya(Arifin et al., 2009). Contoh pertama yang tercatat dari
produksi transgenik dalam spesies air adalah merekaMaclean dan Talwar (1984)
dalam rainbow trout dan Zhu et al. (1985) dalam ikan mas Cit., (Fisheries & No,
n.d.). Seiring dengan berkembangnya bioteknologi dalam perikanan budidaya yang
semakin modern dengan adanya teknologi transgenik, ikan lele Mutiara transgenik
telah berhasil dirakit BBPI Sukamandi oleh Marnis dkk. (2015) dengan menyisipkan
PhGH (Pangasius hypophthalmusGrowth Hormone) atau hormon pertumbuhan dari
ikan patin siam(Buwono, Lathifah, & Subhan, 2018). Pengujian konsumsi ikan
transgenik pada primata (kera dan manusia) menunjukkan bahwa ikan transgenic
aman dikonsumsi. Pada saat ini, produk-produk pangan transgenik yang telah
disetujui untuk dikomersialisasikan masih terbatas pada tanaman. Adapun
komersialisasi ikan transgenik masih terbatas pada ikan hias, adapun untuk konsumsi
tampaknya masih terbatas pada negara-negara seperti Cina, Chili, Kuba, dan New
Zealand(Roro, Pudji, & Dewi, 2004)
Merupakan Karya ilmiah yang merupakan bagian dari Mata Kuliah Bioteknologi Akuakultur TA 2019-2020 Genap, Prodi
Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

MANFAAT
Perkembangan teknologi rekayasa genetika pada saat ini memungkinkan
untuk memproduksi induk dengan karakteristik tertentu seperti pertumbuhan yang
cepat, resisten terhadap penyakit, memiliki toleransi terhadap kondisi lingkungan
yang ekstrim dan sebagainya. Teknologi yang digunakan untuk memproduksi induk
ini adalah teknologi transgenesis. Penggunaan teknologi transgenesis memungkinkan
untuk mendapatkan induk unggul dalam waktu yang relatif lebih singkat
dibandingkan teknik seleksi konvensional dengan peningkatan perbaikan karakter
yang lebih signifikan(Roro, Pudji, Dewi, Marnis, & Suprapto, 2013)
Transgenik Pada Laju Pertumbuhan
Devlin et al. (1994) melaporkan bahwa pertumbuhan dapat dipercepat dengan
mengintroduksi gen yang mengkodekan hormone pertumbuhan (GH, growth
hormone) yang mensintesa peptida GH dalam jumlah yang besar (over-ekspresi).
Transfer gen GH telah diaplikasikan pada beberapa spesies ikan budidaya dan
terbukti mampu meningkatkan pertumbuhannya. Over-ekspresi gen GH pada ikan
mud loach mampu meningkatkan pertumbuhan lebih dari 32 kali Nam et al., 2001
Cit.,(Arifin et al., 2009)
Transgenik Pada Kontrol Penyakit
Pada pengendalian penyakit, teknologi transgenik atau DNA rekombinan telah
memberikan pengaruh dalam mengontrol penyakit pada ikan-ikan, dengan hasil
rekombinasi beberapa vaksin secara viral. Dasar genetic dari pertahanan stres pada
tmeningkatkan ketahanannya terhadap stres yang secara genetik dapat diidentifikasi.
genetik dapat diidentifikasi (Arifin et al., 2009)
Transgenik Pada Nutrisi Ikan
Pengaturan nutrisi pada ikan budidaya berkaitan dengan pentingnya
mengubah kapasitas pencernaan ikan seperti kemampuan untuk meningkatkan
kecernaan karbohidrat dan protein nabati. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada
ikan-ikan teleostei memberikan sumbangan yang berarti. Hal ini memungkinkan
pemberian izin kepada para pengusaha industri pakan untuk menggunakan komponen
pakan yang sedikit lebih rendah kualitasnya. Seperti halnya pada ekspresi enzim
fitase dalam ikan-ikan budidaya yang memungkinkan peningkatan kemampuan
mencerna fosfor asam phytic (Mayer & McLean, 1994) yang memungkinkan
penggabungan protein nabati dalam pakan, dengan konsekuensi dapat mengurangi
bahan pencemar yang mengandung fosfor. Insersi dengan menggunakan human
glucose transporter type I dan rat hexokinase type II telah berhasil mempengaruhi
sistem metabolisme karbohidrat pada ikan rainbow trout Pitkanen et al., 1999 Cit.,
(Arifin et al., 2009)
Transgenik Toleransi Lingkungan
Sejumlah spesies ikan-ikan teleostei Arctic dan Antartic dapat bertahan hidup
dalam kondisi yang sangat dingin karena kemampuannya secara genetis untuk
menghasilkan protein anti beku (antifreeze protein, AFP). Gen yang mengontrol
sintesis dan sekresi dari protein ini telah diisolasi dan dikloning dari spesies yang
berbeda. Selanjutnya gen yang mengkode AFP telah sukses ditransfer ke dalam ikan
salmon Atlantik. Selain itu, juga telah dihasilkan spesies Tilapia yang mampu hidup
pada suhu dan salinitas yang tinggi di Afrika Timur. Pada ikan goldfish AFP yang
berasal dari ocean pout (Macrozoarces americanus) telah berhasil diintrodukasi
melalui mikroinjeksi fase oocytes (Wang et al., 1995). Jika ikan ikan tersebut mampu
hidup pada keadaan ekstrim yang secara genetik dibutuhkan, hal ini dapat diikuti
dengan isolasi beberapa kode gen yang mampu beradaptasi pada kisaran lingkungan
yang luas pada sejumlah ikan-ikan yang bernilai ekonomis penting Fletcher & Davis,
1991 Cit., (Arifin et al., 2009)

Metode Penerapan
Untuk metode penerapan sebagai contoh berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh(Roro, Pudji, & Dewi, 2012)
Penyiapan Sel Gamet
Induk jantan dan betina yang digunakan adalah induk ikan patin siam
berukuran 2-4 kg yang diperoleh dari Balai Penelitian Pemuliaan Ikan di Sukamandi.
Induk diseleksi berdasarkan tingkat kematangan gonad. Induk yang telah mencapai
TKG III dipilih dari kolam induk untuk dipijahkan di dalam bak pemijahan
Keseragaman kematangan telur dan ovulasi diinduksi melalui penyuntikan hormon.
Induk betina diberi suntikan pertama berupa HCG dengan dosis 500 IU/kg bobot.
Suntikan kedua diberikan dengan selang waktu 24 jam berupa ovaprim dengan dosis
0,6 mL/kg bobot. Stripping untuk mendapatkan sel telur dilakukan 9-12 jam dari
penyuntikan kedua. Untuk mendapatkan sperma, induk jantan diinduksi melalui
penyuntikan hormone ovaprim dengan dosis 0,2-0,3 mL/kg bobot. Stripping untuk
mendapatkan sperma dilakukan 9-12 jam setelah penyuntikan
Konstruksi Vektor Ekspresi
Konstruksi vektor ekspresi gen pCcBAPhGH dimodifikasi dari konstruksi gen
pCcBAOgGH yang tersusun atas gen GH ikan gurame (OgGH) dan promoter β-aktin
ikan mas (pCcBA) (Alimuddin, tidak dipublikasi). Fragmen OgGH dibuang dan
diganti dengan PhGH setelah pCcBA-OgGH didigesti menggunakan enzim restriksi
ApaI dan NotI. Ligasi fragmen PhGH dengan pCcBA dilakukan menggunakan enzim
T4 DNA ligase (TAKARA).
Pengujian Konsentrasi DNA terhadap Keberhasilan Transfer Gen
Pengujian beberapa level konsentrasi pCcBA-PhGH dilakukan untuk
mendapatkan konsentrasi terbaik menghasilkan ikan transgenik. Konsentrasi DNA
plasmid yang diujikan adalah 10, 50, dan 90 μg/mL. Transfer gen dilakukan dengan
menggunakan metode elektroporasi dengan perantara sperma. Elektroporasi sperma
dilakukan menggunakan mesin Gene Pulser II (Biorad, USA). Elektroporasi
dilakukan dengan tipe kejutan square wave dengan panjang kejutan (pulse length) 30
milidetik, interval kejutan (pulse interval) 0,1 detik, kuat medan listrik (electric field
strength) 125 V/cm dan jumlah kejutan (pulse number) 3 kali (Dewi et al.,2010).
Efektivitas Transfer Gen PhGH Eksogen
Keberhasilan transfer gen PhGH eksogen diidentifikasi pada yuwana ikan
patin siam berumur 2 bulan. Ikan sebanyak 14 ekor dari masing-masing perlakuan
Merupakan Karya ilmiah yang merupakan bagian dari Mata Kuliah Bioteknologi Akuakultur TA 2019-2020 Genap, Prodi
Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

dipotong sebagian sirip ekornya untuk kemudian dilakukan ekstraksi DNA genom
selanjutnya dilakukan proses PCR untuk mendeteksi keberadaan gen PhGH eksogen.
Primer yang digunakan adalah F3phGH (5’-TCT TTA GTC AAG GCG CGA CAT
TCG AGA- 3’) dan R3phGH (5’- CGA TAA GCA CGC CGA TGC CCA TTT TCA-
3’) (Dewi, 2010). Panjang fragmen PhGH eksogen yang diapit oleh kedua primer
tersebut adalah 336 bp. PCR dilakukan dengan program: 94oC selama 3 menit; (94oC
selama 30 detik; 62oC selama 30 detik; 72oC selama 1 menit) sebanyak 35 siklus;
72oC selama 3 menit; dan 4oC (tak hingga). Pengecekan hasil amplifikasi PCR
dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1,5%.
Ekspresi Gen PhGH
Ekspresi gen PhGH eksogen diamati dari lima ekor ikan patin siam yang
positif membawa gen PhGH eksogen pada sirip ekornya. Sebagian sirip ekor ikan
patin siam yang positif membawa gen PhGH eksogen dipotong untuk selanjutnya
dilakukan ekstraksi RNA total. Ekstraksi RNA total menggunakan isogen (Nippon
gene). Sintesis cDNA dilakukan dengan menggunakan kit Ready-To-Go You- Prime
First Strand Beads (GE Healthcare). Ekspresi gen PhGH eksogen dideteksi dengan
menggunakan teknik RT-PCR menggunakan primer F3phGH dan R3phGH. Sebagai
kontrol internal digunakan gen β-aktin. Deteksi gen β- aktin dilakukan dengan
menggunakan metode RT-PCR dengan primer bact-F (5’-TAT GAA GGT TAT GCT
CTG CCC-3’) dan bact-R (5’- CAT ACC CAG GAA AGA TGG CTG-3’)
(Alimuddin, tidak dipublikasikan). Panjang fragmen β-aktin ikan patin siam yang
diapit oleh kedua primer tersebut sekitar 300 bp. PCR dilakukan dengan program:
94oC selama 3 menit; (94oC selama 30 detik; 58oC selama 30 detik; 72oC selama 30
detik) sebanyak 30 siklus; 72oC selama 3 menit; dan 4oC (tak hingga). Pengecekan
hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1%.
Selain dengan metode RT-PCR, ekspresi gen PhGH eksogen juga dilakukan dengan
mengukur bobot ikan patin siam berumur 2 dan 4 bulan. Embrio ikan patin siam yang
berasal dari telur yang dibuahi sperma yang dielektroporasi diinkubasi pada suhu
29oC. Telur yang menetas dipelihara selama satu bulan dalam akuarium berukuran 60
cm x 40 cm x 40 cm dengan kepadatan 20 ekor per liter. Yuwana ikan patin siam
umur 1 bulan dipindahkan ke kolam tanah berukuran 25 m2 dengan kepadatan 50
ekor/m2 dan dipelihara selama satu bulan. Yuwana umur 2 bulan selanjutnya
dipindahkan ke dalam jaring berukuran 3 m x 3 m x 1,5 m dengan kepadatan 40
ekor/m2. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan secara ad libitum dan pada wadah
pemeliharaan diberi aerasi. Pengukuran bobot yuwana umur 2 bulan dilakukan pada
14 individu dari masing-masing perlakuan. Selanjutnya dibuat grafik distribusi bobot
ikan patin siam yang positif membawa gen PhGH eksogen (transgenik) dan tidak
membawa gen PhGH eksogen (non- transgenik) dari masingmasing perlakuan.
Pengukuran bobot ikan patin siam dari masing-masing perlakuan diukur kembali
pada yuwana berumur 4 bulan. Pengukuran dilakukan pada 200 ekor yuwana ikan
patin siam dari masing-masing perlakuan
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, O. Z., Ath-thar, M. H. F., & Gustiano, R. (2009). Aplikasi rekayasa genetik pada
budidaya ikan di indonesia, 4(1).
Buwono, I. D., Lathifah, A. U., & Subhan, U. (2018). Deteksi Keragaman Genotip Hibrid Ikan
Lele Sangkuriang , Mutiara Transgenik dan Non Transgenik Pada Keturunan Pertama ( The
genotypic diversity of Sangkuriang , Mutiara Transgenic and Non Transgenic Cat Fish on
First Generation ), 14(1), 133–141.
Fisheries, F. A. O., & No, C. (n.d.). Genetically modified organisms and aquaculture, 989(989).
Roro, R., Pudji, S., & Dewi, S. (2004). AMANKAH MENGONSUMSI IKAN TRANSGENIK ?,
(2).
Roro, R., Pudji, S., & Dewi, S. (2012). EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN Ph
GH PADA IKAN PATIN SIAM ( Pangasianodon hypophthalmus ), 171–180.
Roro, R., Pudji, S., Dewi, S., Marnis, H., & Suprapto, R. (2013). PRODUKSI IKAN LELE
CEPAT TUMBUH GENERASI F-0, 173–180.

Anda mungkin juga menyukai