Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI PERIKANAN

TRANSGENIK

Disusun oleh:

Rizky Taufiq Rohman 230110180063


Nabila Beestari 230110180096
Ericka Damayanti 230110180108
Ivanna Shelma Taofani 230110180112
Muhammad Akbar H 230110180114
Al Marisa Rinaldi 230110180117

Kelompok 7/Perikanan B

BIOTEKNOLOGI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi rekayasa genetika transgenesis telah digunakan sejak 1980 dan sekarang
berkembang memproduksi makhluk hidup dengan fenotip (karakteristik) yang diinginkan.
Transgenik adalah suatu produk bioteknologi melalui teknik rekayasa genetika. Pemindahan
materi genetika (gen) dari suatu organisme untuk dikombinasikan ke dalam materi genetika
organisme lainnya bertujuan agar gen yang dipindahkan akan diekspresikan oleh organisme
yang menerima gen tersebut. Karakter genetik yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan,
ketahanan terhadap suhu dingin dan penyakit, daya tahan terhadap gas oksigen terlarut rendah,
dan efisiensi konversi pakan telah dicapai pada beberapa spesies ikan dan diintroduksikan
terhadap ikan bernilai ekonomis penting sehingga menguntungkan. Sampai saat ini fokus
komoditas yang digunakan dalam kegiatan rekayasa genetik ikan di Indonesia meliputi jenis-
jenis ikan air tawar sebagai berikut: ikan mas, nila, lele, patin, dan gurame. Untuk komoditas
air ekosistem payau diwakili oleh udang windu, udang vaname, dan ikan kerapu. Teknik
rekayasa genetika terus-menerus mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari metode -
metode sebelumnya.
Transgenesis memiliki banyak manfaat dalam berbagai macam studi tentang biologi.
Misalnya studi mengenai fungsi dan pola ekspresi dari gen serta digunakan untuk memproduksi
produk komersial unggul atau penting yang diinginkan. Di bidang perikanan budidaya, transfer
DNA eksogenous umumnya ditujukan untuk memproduksi galur transgenik yang mempunyai
nilai komersial yang lebih tingi. Perkembangan teknologi transgenik ikan di dunia meningkat
dengan cepat. Keuntungan ekonomi yang potensial dari teknologi transgenik ikan ini tidak
diragukan lagi. Ikan transgenik bisa juga digunakan sebagai bioreaktor untuk memproduksi
bahan-bahan yang bersifat komersial maupun yang bermanfaat bagi kesehatan.
Beberapa permasalahan perikanan terutama dalam budidaya ikan dapat teratasi dengan
bioteknologi molekuler, salah satu teknologi tersebut adalah dengan pengembangan teknologi
transgenik. Teknologi ikan transgenik mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui
perbaikan mutu genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikan mutu
genetik ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ikan.
Keunggulan ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap
serangan penyakit, dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrem. Pada tulisan ini akan
dikaji mengenai pengertian transgenik pada ikan, bagaimana metode atau proses yang
digunakan, serta keunggulan dari ikan transgenetik tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Terdapat beberapa masalah yang dibahas dalam karya tulis ini. Masalah-masalah
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan ikan transgenik?
2. Apa konsep dasar dari transgenik?
3. Apa saja metode - metode transgenik pada ikan ?
4. Apa saja kelebihan dan kelemahan dari ikan transgenik?
1.3 Tujuan
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, tujuan penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian dari ikan transgenik.
2. Mengetahui konsep dasar dari transgenik.
3. Mengetahui metode - metode transgenik pada ikan
4. Mengetahui kelebihan dan kelemahan dari ikan transgenik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Transgenik


Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah, dan gen yang berarti pembawa
sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup
lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya,
atau dari gen hewan ke tanaman dan sebaliknya (Alimuddin, 2010).
Transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup
lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya.
Salah contoh dari teknologi transgenetik ini yaitu ikan transgenik (Alimuddin, 2010).
Makhluk hidup transgenik sering disebut sebagai GMOs (Genetically Modified
Organisms) yang merupakan hasil rekayasa genetika. Teknik GMOs ini mengubah faktor
keturunan untuk mendapatkan sifat baru. Teknik ini dikenal dengan rekayasa genetika atau
teknologi plasmid. Pengubahan gen dilakukan dengan jalan menyisipkan gen lain ke dalam
plasmid sehingga menghasilkan individu yang memiliki sifat tertentu sesuai dengan keinginan
si pembuat.
Teknologi ikan transgenik mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui
perbaikan mutu genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikan mutu
genetik ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ikan. Keunggulan ikan
hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap serangan penyakit, dan tahan
terhadap lingkungan yang cukup ekstrem.

2.2 Prinsip Dasar Transgenik


Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur
DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari
organisme apa saja. Misalnya, gen dari bakteri bisa diselipkan di kromosom tanaman
(Budiyanto, 2001).
Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan, atau dengan istilah yang
lebih populer rekayasa genetika, ini melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu
sel yang bukan sel alaminya. Teknologi DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi
materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel
organisme lain yang berperan sebagai sel inang (Budiyanto, 2001).
Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda. Perbedaan
pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh
dari ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh
perbedaan faktor genetik (gen). Setiap gen ikan terdiri dari DNA (deoxyribonucleic acid) dan
RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu
paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan (Apandi, 1985).
Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan
sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan
dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan yang luas(Apandi, 1985).
Secara umum prinsip dasar transfer gen digambarkan dalam diagram pada Gambar 1.
Adapun prinsip dasar teknik memproduksi ikan transgenik didasarkan kepada beberapa
tahapan yaitu:

1. Penentuan ikan spesies; menurut Ozato et al. (1994), menyarankan penggunaan jenis
ikan “model” sangat perlu untuk kepentingan pengembangan penelitian. Ikan yang
digunakan mempunyai karakteristik ideal di antaranya; siklus hidup dan reproduksi
pendek, dalam satu tahun dapat memijah beberapa kali; produksi telur, dan sperma
ikan banyak.
2. Menyiapkan spesifik gen dengan spesifik produk dari gen tersebut yang diinginkan.
3. Isolasi DNA yang mengandung gen target atau gen of interest (GOI).
4. Isolasi plasmid DNA bakteri yang akan digunakan sebagai vector.
5. Manipulasi sekuen DNA melalui penyelipan DNA ke dalam vektor. (a) pemotongan
DNA menggunakan enzim restriksi endonuklease. (b) penyambungan ke vektor
menggunakan DNA ligase.
6. Transformasi ke sel mikroorganisme inang
7. Pengklonan sel-sel dan gen asing.
8. Identifikasi sel inang yang mengandung DNA rekombinan yang diinginkan.
9. Penyimpanan gen hasil klon dalam perpustakaan DNA.
10. Memasukkan (mentransfer) perbanyakan gen hasil rekombinan yang telah dimurnikan
tersebut ke dalam masing-masing telur atau sperma ikan yang dipilih sebagai ikan
transgenik.
11. Pembuahan buatan dengan menggabungkan telur dan sperma tersebut pada wadah
tertentu dalam media air.
Gambar 1. Roadmap secara umum dasar – dasar transfer gen

2.3 Metode Pembentukan Ikan Transgenik


Sejak ditemukannya struktur DNA oleh Watson & Crick pada tahun 1953, kemudian
mulai berkembanglah teknologi rekayasa genetika pada tahun 1970-an dengan tujuan untuk
membantu menciptakan produk dan organisme baru yang bermanfaat. Sejarah membuktikan
bahwa teknik rekayasa genetika terus-menerus mengalami perkembangan dan penyempurnaan
dari metode-metode sebelumnya. Adapun metode-metode yang telah berhasil diterapkan dalam
teknologi transfer gen antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi, dan transfeksi.

2.3.1 Mikroinjeksi
Telur yang telah dibuahi dalam beberapa saat (sesuai perkembangan telur untuk setiap
jenis ikan, umumnya pada saat perkembangan 2 sampai 4 sel, dilakukan transfer gen
menggunakan mikroinjeksi. Penyuntikan gen berikut promoter dapat dilakukan ke dalam inti
zigot atau sitoplasma. Sesungguhnya pada telur ikan, penyuntikan gen ke dalam inti zigot
menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding penyuntikan gen ke dalam sitoplasma. Akan
tetapi inti zigot sangat kecil dan sangat tidak mungkin terlihat, sehingga gen selalu disuntikkan
ke dalam sitoplasma dekat dengan inti. Secara umum, jumlah copy gen yang disuntikkan ke
dalam sitoplasma adalah 106 sampai 108 dan 5.000 sampai 10.000 kopi untuk penyuntikan ke
dalam inti telur. Gen ini dilarutkan dalam beberapa pikoliter sampai nanoliter salin atau buffer
Tris-EDTA. Mikroinjeksi harus dilakukan pada fase 1 sel untuk mendistribusikan gen ke setiap
sel yang membelah. Jika penyuntikan dilakukan ke dalam salah satu blastomer setelah
pembelahan sel, gen hanya bisa terdistribusikan dari sel yang disuntik tadi. Tingkat
kelangsungan hidup dan persentase ikan yang membawa gen yang telah disuntikkan bervariasi
bergantung kepada keterampilan dan spesies ikan Kemudian setelah itu, di dalam inti, gen
diharapkan mengalami penggabungan (integration) ke dalam salah satu kromosom.
Penggabungan ini merupakan hal yang penting karena dengan terjadinya hal ini gen dapat
diturunkan dari ikan transgenik kepada turunannya. Transfer gen melalui teknik mikroinjeksi
mempunyai banyak kelemahan, karena teknik mikroinjeksi membutuhkan keterampilan yang
tinggi. Efek dari teknik ini telur yang sedang diperlakukan terganggu sehingga tingkat
keberhasilan kecil. Selain itu, hasil yang didapatkan tidak bisa banyak, mengingat pengerjaan
yang manual satu per satu telur pada pembelahan satu sel diinjeksi. Menurut Khoo et al. (1992)
dan Chen (1994) terdapat banyak kesulitan dan hambatan yang membuat mikroinjeksi ini tidak
optimal, hambatan tersebut ialah sebagai berikut:
a) Memasukkan jarum mikroinjeksi ke dalam mikropil
b) Jarum mikroinjeksi sulit menembus korion telur komet yang agak keras
c) Perlu memindahkan cairan korion telur
d) Peralatan yang sangat mahal
e) Lambat dan cenderung menjemukan

2.3.2 Elektroporasi
Elektroporasi adalah sebuah metode yang pertama kali dikembangkan untuk bekerja
dengan sel-sel dalam jaringan budaya dan menundukkan melibatkan sel untuk ledakan pendek
impuls listrik. Keuntungan utama dari elektroporasi atas microinjection adalah bahwa ada tidak
perlu menangani dan memanipulasi telur secara individual. Elektroporasi telah dicoba pada
telur ikan, tetapi kesulitan adalah bahwa telur cukup besar dan memiliki korion. Prinsip metode
ini adalah penggunaan secara singkat dan cepat rangsangan listrik untuk menembus membran
sel, sehingga memungkinkan masuknya molekul DNA ke dalam embrio. Metode ini
memberikan harapan keberhasilan transfer gen ikan yang digunakan. Selain praktis,
memerlukan waktu yang tidak terlalu lama, dapat menggunakan telur maupun sperma sebagai
vektornya. Selanjutnya metode ini dikembangkan dengan penggunaan sperma sebagai vector.
Keberhasilan metode ini pertama kali dilakukan oleh Khoo et al. (1992) yaitu keberhasilan
dalam penggunaan sperma ikan zebrafish (Brachydanio rerio), melalui pembuahan secara in
vitro.
Pada metode ini gamet atau embrio ditempatkan pada suatu cuvet yang mana membran
selnya permiabel terhadap molekul DNA bila mendapatkan aliran (pulsa) listrik pendek
(beberapa saat). Ketika aliran listrik dihilangkan dan membran selnya kembali seperti semula,
beberapa fragment DNA asing akan tinggal dalam gamet atau embrio. Metode ini mudah dan
cepat dan memungkinkan untuk melakukannya pada ratusan oosit ikan atau telur ikan yang
telah difertilisasi dalam satu kali kejutan.
2.3.3 Transfeksi
Transfeksi Metode transfer gen yang bertujuan untuk pengujian aktivitas promoter
salah satunya dengan metode transfeksi ke sel kultur (Kato et al., 2007). Pada metode ini yang
diperlakukan adalah telur yang baru keluar dan sebelum terjadi pembelahan 1 sel. Sebagaimana
metode transfer gen yang lain transfeksi ini juga diawali dengan isolasi plasmid konstruksi gen.
Teknik perlakuan metode tersebut pada umumnya mengacu pada protokol yang telah diuraikan
pada bahan larutan transfeksi jetPEI (Polyplus Transfection) yang telah umum digunakan.
Metode transfeksi lebih cocok digunakan untuk ikan yang mempunyai ukuran telur kecil,
korion tipis dan daya tetas tinggi seperti halnya udang. Jumlah telur yang diaplikasikan pada
metode tersebut relatif lebih besar, tergantung kemampuan dan keahlian dalam penyediaan
telur dalam jumlah banyak dan waktunya singkat (Parenrengi, 2010).
Keberhasilan transfer gen menggunakan metode transfeksi ditentukan oleh
berbagai faktor, antara lain pemilihan larutan transfeksi yang sesuai dengan
mempertimbangkan kesediaan secara komersial, mudah diaplikasikan, keberhasilan tinggi, dan
tidak bersifat toksik terhadap embrio.
2.3.4 Karakteristik Ikan Transgenik
Keberhasilan transfer gen atau penyisipan gen pada telur maupun sperma ikan tersebut
(ekspresi) dapat diidentifikasi mulai dari perkembangan telur dengan mikroskop flouresen.
Tahapan karakterisasi terhadap ikan-ikan hasil transfer gen meliputi beberapa yang
membutuhkan ketelitian, keterampilan, dan cukup banyak menyita waktu. Hal-hal yang
diperlukan pada tahap ini adalah
a) Identifikasi individu yang diduga berhasil sebagai ikan transgenik.
b) Identifikasi apakah benar telah mengalami penggabungan dengan genom ikan (host
genom).
c) Identifikasi apakah sifat genetiknya diturunkan pada F-1 keturunannya.
d) Identifikasi ekspresi (kenampakan) dari produk gen tersebut secara fenotip apakah sesuai
dengan yang diharapkan.
Identifikasi penentuan ikan transgenik dilakukan dengan dot blot dan shorthern blot
hybridization dari genomic DNA. Kemudian identifikasi tersebut dikembangkan dengan
menggunakan PCR, yang diambil dari jaringan sirip. Amplifikasi PCR dari urutan gen yang
ditransfer dan analisis Southern blot untuk amplifikasi produk dari gen, menghasilkan analisis
yang cukup sensitif dan cepat untuk dapat mendeteksi ribuan ikan yang diduga sebagai ikan
transgenik. Untuk ekspresi gen yang ditransfer umumnya dideterminasi melalui pengukuran
suatu produksi dari masing-masing mRNA melalui nothern RNA blot hybridization, RNA
protein assay atau RT-PCR atau mengukur masing-masing produk gen melalui
immunichemical (Subagyo, 2000). Secara umum yang sering digunakan adalah
immunochemical seperti radio imunoassay dan western immunoblot anaysis (Chen, 1994).

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Ikan Transgenik


Hasil penelitian transgenik pada ikan telah memberikan dampak yang positif pada
pertumbuhan ikan dan terbukti bahwa gen luar yang ditranfer telah mampu berintregrasi
dengan genomnya, hal ini dapat dilihat dari hasil pertumbuhan keturunannya yang cukup
meyakinkan yaitu sekitar 4-6 kali lipat pada ikan salmon. Adapun FCR (food conversi ratio)
atau perbandingan antara pakan yang diberikan dengan daging yang dibentuk pada ikan
transgenik mencapai 0,76 sedangkan nontransgenik sebesar 1,02, ini berarti bahwa ikan
transgenik untuk menghasilkan satu kilogram daging hanya memerlukan pakan sebanyak 0,76
kg, sedangkan pada ikan biasa untuk menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg
pakan, dengan demikian menunjukkan bahwa didalam pemanfaatan pakan ikan trangenik
lebih efisien dibandingkan dengan ikan nontransgenik (Alimuddin, 2010).
Selain kelebihan yang dimiliki, ikan transgenik juga memiliki beberapa kelemahan.
Terdapat skenario lain yang menandai resiko-resiko global yang berhubungan dengan lepasnya
ikan transgenik ke dalam lingkungan. Ikan transgenik lebih agresif dan memakan lebih banyak
makanan. Mereka juga tidak berenang sebaik ikan liar, sehingga mereka dapat dapat berkumpul
di suatu area dan memonopoli persediaan makanan dan sumber daya lain. Hal ini dapat
mempunyai efek menghancurkan lingkungan alami, khususnya karena sebagian besar ikan
yang direkayasa saat ini – misalnya salmon, trout, carp dan tilapia – adalah pemangsa/ predator.
Pengalaman lalu telah menunjukkan bahwa memperkenalkan spesies-spesies predator besar
kedalam lingkungan baru dapat menyebabkan bencana ekologi (Alimuddin, 2010).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teknologi transgenik dalam bidang akuakultur memiliki prospek yang sangat cerah
terutama dalam memproduksi benih ikan-ikan yang memiliki potensi tumbuh, seperti: efisiensi
pemanfaatan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap stres dan penyakit, dan mampu beradaptasi
pada perubahan lingkungan yang ekstrem. Untuk mengaplikasikan teknologi ini dalam
akuakultur, masih dibutuhkan banyak informasi tentang molekuler dan biologi sel pada ikan,
khususnya studi tentang mekanisme ekspressi gen yang dibutuhkan untuk mengontrol
ekspressi gen asing secara tepat. Selain itu, diperlukan studi dengan tujuan mengontrol karakter
fenotipe yang diinginkan untuk memproduksi daging yang berkualitas tinggi. Kemajuan ilmu
seperti ini juga harus digabungkan dengan aspek eko-biologi dari ikan transgenik agar tidak
terlepas ke populasi alami yang dapat mengakibatkan gangguan rantai ekosistem di perairan
tersebut.
Daftar Pustaka

Alimuddin. 2010. Transgenik Mikroinjeksi Pada Ikan. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 115–
127.
Apandi, muchidin. 1985. Dasar-Dasar Genetika. Erlangga: Jakarta.
Budiyanto. 2001. Peranan Mikroorganisme dalam Kehidupan Kita. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Chen, T.T. 1994. Gene Transfer and Transgenic Fish: Molecular and physiological approach
the action of growth hormone. In Chou, L.M., Munro, A.D., Lam, T.J., Chen, T.W.,
Cheong, L.K.K., Ding, J.K., Hooi, K.K., Koo, H.W., Phang, V.P.E., Shim, K.F., & Tan,
C.H. (Eds.) The third Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila,
Philippines, p. 584-590.
Kato, K., Takagi, M., Tamaru, Y., Akiyama, S., Konishi, T., Murata, O., & Kumai, H. (2007).
Construction of an expression vector containing a ß-actin promoter region for gene
transfer by microinjection in red sea bream Pagrus major. Fisheries Science, 73, 440-
445
Khoo, H.W. (2000). Transgenesis and its applications in aquaculture. Asian Fish Sci., 8, 1-25.
Khoo, H.W., Ang, L.H., Limand, H.B., & Wong, K.Y. 1992. Sperm cells as vectors for
introducing forign DNA into zebra fish. Aquaculture, 107: 1-19.
Ozato, K., Inoue, K., & Wakamatsu, Y. 1989. Transgenic fish: biologycal and technical
problems. Zoological Science, 6: 445-457.
Parenrengi, A. 2010. Peningkatan Resistensi Udang Windu Penaeus monodon terhadap
Penyakit White Spot Syndrome Virus melalui Transfer Gen Penaeus Monodon
Antiviral. Disertasi. IPB, 113 hlm.
Subagyo. 2000. Ikan Transgenik (transgenic fish): trend baru rekayasa genetika dalam
budidaya ikan. Universitas Indonesia. Jakarta, 15 hlm.
Gambar X. Peningkatan Pertumbuhan ikan Transgenesik spesies ekonomi penting
menggunakan gen GH

Anda mungkin juga menyukai