NPM: 240210150111
Kelompok 10B
4.1 Sauerkraut
Kubis dapat dilakukan pengawetan dengan fermentasi bakterial yang
dikendalikan dengan garam. Selama fermentasi, asam yang terbentuk bertindak
sebagai suatu pengawet selain untuk mengembangkan suatu cita rasa yang
dikehendaki. Sauerkraut adalah perkataan Jerman yang menyatakan rajangan kubis
bergaram yang difermentasi di Eropa Barat (Desrosier, 1987).
Sauerkraut (kol asam) adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus
dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc,
Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa
yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk
saat gula di dalam sayuran berfermentasi.
Selain kubis, beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan Sauerkraut adalah sawi, kangkung dan genjer. Sayuran ini diolah
dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses
pembuatannya sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja
sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan ini selain
mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu. Kol atau kubis
merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi sauerkraut, karena jenis
sayuran ini banyak ditanam di indonesia.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B
Kel.
H Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
Perlakuan
Sauerkra Putih 95% Asam Asin asam
2 Keras ++
ut 5% Kuning 5% ++ ++
Asam
Putih 90% Asin asam
4 menyeng Keras +
Kuning 10% +++
at ++++
Asam
Putih 30% menyeng Keras Asin asam
6
Kuning 70% at Berair ++ +++++
++++++
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Kubis dengan penambahan garam 2% semula berwarna putih kehijauan,
beraroma khas kubis, bertekstur keras dan memiliki rasa asin. Setelah seminggu,
warna putih berkurang dan cenderung kuning, beraroma asam busuk, bertekstur
eras berair, dan memiliki rasa asin asam.
Sebelum difermentasi, kubis yang diberi perlakuan penambahan garam 5%,
berwarna putih kekuningan, beraroma khas kubis, bertekstur keras, dan memiliki
rasa asin. Warna putih kubis berkurang selama seminggu penyimpanan. Perubahan
warna pada sauerkraut terjadi akibat diskolorisasi atau pemucatan akibat proses
fermentasi. Aroma kubis berkurang dan menjadi asam, tekstur melunak namun
tetap keras dan berair, dan rasa asin kubis menjadi rasa asam.
Rasa asam dan aroma asam pada sauerkraut dihasilkan oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides. Spesies ini menghasilkan karbondioksida dan asam
yang dengan cepat menurunkan pH sehingga mengambat pertumbuhan mikroba
yang tidak diinginkan dan aktivitas enzim yang dapat menyebabkan pelunakan
sayur-sayuran. Leuconostoc mesenteroides memulai fermentasi yang kemudian
dilanjutkan oleh jenis-jenis yang lebih tahan terhadap asam, yaitu Lactobacillus
brevis, Lactobacillus plantarum, dan Pediococcus cerevisiae. Suhu mempengaruhi
kecepatan fermentasi, perkembangan jenis-jenis mikroorganisme yang berbeda dan
mutu produk. Menurut Buckle et al (1987), suhu di antara 250 300C merupakan
suhu optimal untuk mutu produk dan fermentasi yang sempurna dapat terjadi dalam
jangka waktu 2 3 minggu. Suhu di atas 300C cenderung untuk memberi
kesempatan pertumbuhan jenis-jenis homofermentatif Pediococcus cerevisiae dan
Lactobacillus plantarum sehingga menghasilkan produk dengan flavor kurang dan
terlalu asam akan dihasilkan.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B
Tekstur yang dihasilkan dari pembuatan sauerkraut adalah keras berair, hal
ini terjadi karena kandungan air yang ada dalam sayur terdorong keluar sehingga
menghasilkan air dan membuat tekstur renyah kubis berkurang. Selain itu,
pelunakan tekstur sauerkraut disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat
proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme (Vaughn, 1982).
Menurut Paderson (1971), konsentrasi garam yang baik dalam fermentasi
sayuran berkisar antara 2% - 3%. Namun, dalam penelitian ini tidak sesuai dengan
teori bahwa konsentrasi garam yang optimal untuk pembuatan sayur asin adalah 2-
3% karena penambahan garam 2% dalam praktikum ini menimbulkan aroma asam
busuk. Dengan konsentrasi garam 2-3%, pertumbuhan bakteri asam laktat paling
optimal. Akibatnya asam laktat yang dihasilkan semakin banyak sehingga semakin
menurunkan pH sauerkraut.
sebagai media pertumbuhan asam laktat. Cabai difermentasi dan hasilnya adalah
cabai asin.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Cabai Asin
Kel Hari Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
penggunaan larutan garam, gula, atau cuka buah yang tinggi saat memulai proses
pembuatan pikel atau bahan yan digunakan terlalu matang.
Cabai asin sama dengan pikel cabai. Jenis bakteri yang berperan terhadap
pembuatan pikel yaitu Lactobacillus lebih berperan pada pembentukan aroma dan
bakteri lainnya lebih berperan terhadap citarasa pada produk pikel cabai.
Pembentukan asam laktat dan komponen volatil dapat memberikan karakteristik
asam dan aroma pada pembuatan produk fermentasi.
tersebut disusun dalam jar. Kemudian sawi ditambahkan air tajin (dari 2 sdm berat
dan 500 ml air direbus).
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Sawi Asin
Kel.
Perla H Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
kuan
Putih Renyah
0 Khas sawi Asin
kekuningan (+3)
Putih
Khas sawi Asin khas
kekuningan (+4) Renyah
4 menyengat sawi +
ada busa (+1)
+ asam asam
dipermukaan
Putih
kecoklatan, ada
endapan putih di
Khas sawi Asin khas
9 permukaan
6 + asam Lunak sawi +
wadah, ada
(+4) asam
gelembung di
permukaan
cairan
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan, sebelum di fermentasi, sawi berwarna hijau
keputihan, beraroma khas air tajin, bertekstur renyah, dan memiliki rasa asin.
Setelah penyimpanan selama seminggu, warna sawi menjadi hijau kecoklatan,
berrasa asam, bertekstur lunak, dan berasa asin.
Sawi asin yang bermutu baik mempunyai warna yang kekuningan, rasa
enak, tekstur lunak dan bau yang sedap, yaitu antara asam dan alkohol (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981). Menurut Rukmana
(1994), rasa khas sawi asin terjadi akibat proses fermentasi oleh bantuan bakteri
Plavobacterium rhenasus yang menghasilkan asam dan alkohol.
Warna hijau kecoklatan pada sawi asin timbul karena jumlah beras yang
banyak pada pembuatan air tajin. Semakin tinggi konsentrasi air tajin yang
digunakan maka pertumbuhan bakteri asam laktat dalam menghasilkan asam laktat
akan semakin optimal. Dalam suasana asam, klorofil yang berwarna hijau berubah
menjadi feofitin yang berwarna hijau kecoklatan (Rukmana, 1994).
Produk sawi asin mengalami selama fermentasi, seperti terhambatnya
pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides karena suhu tinggi yang menghasilkan
cita rasa yang tidak diharapkan, terhambatnya aktivitas bakteri asam laktat dan
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B
tumbuh bakteri kontaminan yang berasal dari tanah seperti Enterobacter dan
Flavobacterium karena suhu terlalu rendah, dan aroma asam yang tajam karena
waktu fermentasi yang berlebih sehingga tumbuh bakteri Lactobacillus brevis
(Frazier dan Westhoff, 1978).
Selanjutnya adalah pelunakan (softening). Hal ini terjadi karena perubahan
kimia akibat proses pengolahan atau aktivitas enzim pektinolitik dan enzim
selulolitik yang dihasilkan oleh mikroba. Mikroba yang berperan adalah bakteri
Bacillus subtilis, Bacillus polymixa, Achromobacter, Erwinia,Enterobacter,
Achromonas, Eschericia, kapang Penicillium chrysogenum, dan khamir
Saccharomyces oleaginosus (Vaughn, 1985).
Kerusakan yang lain adalah muncul lendir yang disebabkan karena adanya
bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan
(pink kraut) karena tumbuhnya khamir dari genus Rhodotorula pada suhu
fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah,
garam berlebih, dan penyebaran garam tidak merata (Frazier dan Westhoff, 1978).
4.4 Pikel
Pikel adalah sejenis makanan yang berasal dari sayuran atau buah-buahan
(umumnya adalah timun) yang rasanya asam. Rasa asam dapat berasal dari proses
fermentasi atau ditambahkan dari luar dalam bentuk cuka makan atau asam cuka.
Menurut Bender (2002), pikel adalah produk makanan hasil perendaman dalam
larutan garam 6-10 % sehingga mengalami fermentasi asam laktat. Gula dalam
bahan yang difermentasi akan diubah menjadi asam laktat dalam waktu tertentu
sampai kadar asam mencapai 1%.
Pembuatan pikel pada dasarnya dilakukan dengan 2 cara, yaitu fermentasi
spontan (mikroba alami) dan dengan penambahan mikroba murni (kultur murni),
mikroba kultur murni dapat diperoleh di laboratorium mikrobiologi. Pada penelitian
ini dilakukan fermentasi spontan. Pada fermentasi spontan bahan direndam dalam
larutan garam, dengan konsentrasi tertentu antara 6-15 % sehingga terjadi
fermentasi oleh bakteri yang toleran terhadap kadar garam (Gatot Priyanto, 1988).
Proses pembuatan pikel diawali dengan sortasi timun lalu timun dicuci
sampai bersih. Timun kemudian direndam dengan larutan garam 8% dalam toples.
Fermentasi dilakukan pada suhu kamar selama seminggu.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B
Larutan
Khas Khas
0 bening, timun Keras
timun timun
hijau putih
10
Larutan
keruh, timun Asam Lembek
7 asam
hijau kuning
coklat diatas
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan pengamatan, sebelum difermentasi, timun berwarna hijau
keputihan, beraroma khas timun, bertekstur keras, dan memiliki rasa asin. Setelah
fermentasi selama seminggu, pikel berwarna coklat (bagian atas) dan kuning
(bagian bawah). Warna kecoklatan pada pikel mungkin terjadi karena bagian
tersebut tidak terendam larutan garam.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B
Pikel bertekstur lunak. Hal ini dapat terjadi karena garam atau asam yang
digunakan terlalu sedikit, timun tidak tertutup dengan larutan garam selama
fermentasi, buih tidak hilang dari larutan garam selama fermentasi, pemberian
pemanasan tidak cukup, atau jar tidak kedap udara (tidak tertutup rapat).
Serta pikel beraroma asam dan memiliki rasa asam. Rasa asam pada pikel
muncul karena selama proses fermentasi, konsentrasi gula dalam bahan akan turun,
gula akan berubah menjadi asam laktat yang diikuti oleh penurunan pH larutan.
Peristiwa ini diiringi perubahan kimia selama proses fermentasi, proses fermentasi
yang berhasil ditandai dengan adanya penurunan pH (Munajim, 1988 dalam
Nataliningsih, 2009).
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B
V. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan,
antara lain:
Fermentasi sayuran umumnya merupakan fermentasi spontan yang
umumnya merupakan fermentasi asam laktat.
Pikel adalah sayuran atau buah-buahan yang ditambahkan asam seperti
asam laktat, asam setat (cuka), dan sebagainya.
Sayur asin adalah sayuran atau buah-buahan yang telah diberi asam, akan
tetapi asamnya (biasanya asam laktat) diperoleh dari proses fermentasi
sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat.
Cabai asin sama dengan pikel cabai. Jenis bakteri yang berperan terhadap
pembuatan pikel yaitu Lactobacillus lebih berperan pada pembentukan
aroma dan bakteri lainnya lebih berperan terhadap citarasa pada produk
pikel cabai.
Pelunakan pikel dapat terjadi karena garam atau asam yang digunakan
terlalu sedikit, timun tidak tertutup dengan larutan garam selama fermentasi,
buih tidak hilang dari larutan garam selama fermentasi, pemberian
pemanasan tidak cukup, atau jar tidak kedap udara (tidak tertutup rapat).
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B
DAFTAR PUSTAKA
Bender. 2002. Dictionary of Nutrions and Food Technologi. Butter worth scientific,
London.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book
Company, New York.
Pederson, C.S. 1982. Pickles and Sauerkraut. Di dalam Bor S.L. dan Jasper G.W.
(eds.). Commercial Vegetables Processing, p. 457. The AVI Publishing
Company, Inc., Wetsport, Conecticut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. 1981. Sayur Asin. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Hal. 27-32.
Rukmana, Rahmat. 1994. Bertanam Petsai & Sawi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
JAWABAN PERTANYAAN