Anda di halaman 1dari 13

Nama: Laras Sari Banon

NPM: 240210150111
Kelompok 10B

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan protein secara
anaerobik yaitu tanpa membutuhkan oksigen (Fardiaz, et al., 1992). Terdapat dua
jenis produk fermentasi sayur yaitu pikel dan sayur asin. Pikel adalah sayuran atau
buah-buahan yang ditambahkan asam seperti asam laktat, asam setat (cuka), dan
sebagainya. Sedangkan sayur asin adalah sayuran atau buah-buahan yang telah
diberi asam, akan tetapi asamnya (biasanya asam laktat) diperoleh dari proses
fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat.
Praktikum kali ini dilakukan fermentasi untuk membuat sauerkraut, cabai
asin, sawi asin, dan pikel mentimun. Fermentasi sayuran umumnya merupakan
fermentasi spontan yang umumnya merupakan fermentasi asam laktat. Fermentasi
ini memanfaatkan flora alami yang ada pada sayuran.

4.1 Sauerkraut
Kubis dapat dilakukan pengawetan dengan fermentasi bakterial yang
dikendalikan dengan garam. Selama fermentasi, asam yang terbentuk bertindak
sebagai suatu pengawet selain untuk mengembangkan suatu cita rasa yang
dikehendaki. Sauerkraut adalah perkataan Jerman yang menyatakan rajangan kubis
bergaram yang difermentasi di Eropa Barat (Desrosier, 1987).
Sauerkraut (kol asam) adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus
dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc,
Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa
yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk
saat gula di dalam sayuran berfermentasi.
Selain kubis, beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan Sauerkraut adalah sawi, kangkung dan genjer. Sayuran ini diolah
dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses
pembuatannya sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja
sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan ini selain
mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu. Kol atau kubis
merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi sauerkraut, karena jenis
sayuran ini banyak ditanam di indonesia.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

Pembuatan sauerkraut dimulai dengan pencucian kubis segar menggunakan


air bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada bahan.
Kubis lalu di trimming, yaitu pemisahan bagian luar / empulur. Trimming adalah
istilah umum untuk pemotongan atau pembuangan bagian-bagian yang tidak
diinginkan bagi konsumen atau jika bagian ini tidak dibuang dapat memperpendek
umur simpan komoditas tersebut (Tjahjadi dan Martha, 2011). Kubis diiris dengan
ukuran 1-2 mm lalu kubis diberi dua perlakuan yaitu penambahan garam 2% dan
garam 5%. Kubis dan garam diaduk sampai merata selama 3-5 menit. Kubis yang
telah tercampur garam dimasukkan ke dalam toples dan padatkan. Toples ditutup
dan dilakukan fermentasi.
Penambahan garam pada pembuatan sauerkraut perlu dilakukan. Garam
akan menarik air dan zat gizi dari jaringan kubis yang kemudian melengkapi
substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat di permukaan kubis.
Garam dan asam yang dihasilkan dari proses fermentasi akan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan
jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Jika konsentrasi garam yang
digunakan untuk proses fermentasi terlalu rendah maka terjadi proses pelunakan
jaringan buah dan sayur akibat dari aktivitas enzim pektinolitik. Enzim ini berfungsi
untuk mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan pada sel tananaman.
Sebaliknya apabila jumlah garam yang terlalu banyak justru akan menunda
fermentasi alamiah, menyebabkan warna menjadi gelap, dan memungkinkan pula
pertumbuhan khamir (Buckle, 1987).
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Sauerkraut
Kel.
H Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
Perlakuan
Putih 90% Khas
Asin
0 Hijau Muda Kol Keras +5
KhasKol
10%
6B Putih 80%, Asam +2 Asin,
2 Keras +3
Sauerkra kuning 20% asam +2
ut 2% Putih 75% Asam + Asin,
4 Keras +2
Kuning 25% 4 asam +3
Putih 70% Asam Keras +1, Asin,
6
Kuning 30% Busuk+5 berair asam +4
Putih Khas
7B 0 Keras+++ Asin
kekuningan kubis
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

Kel.
H Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
Perlakuan
Sauerkra Putih 95% Asam Asin asam
2 Keras ++
ut 5% Kuning 5% ++ ++
Asam
Putih 90% Asin asam
4 menyeng Keras +
Kuning 10% +++
at ++++
Asam
Putih 30% menyeng Keras Asin asam
6
Kuning 70% at Berair ++ +++++
++++++
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Kubis dengan penambahan garam 2% semula berwarna putih kehijauan,
beraroma khas kubis, bertekstur keras dan memiliki rasa asin. Setelah seminggu,
warna putih berkurang dan cenderung kuning, beraroma asam busuk, bertekstur
eras berair, dan memiliki rasa asin asam.
Sebelum difermentasi, kubis yang diberi perlakuan penambahan garam 5%,
berwarna putih kekuningan, beraroma khas kubis, bertekstur keras, dan memiliki
rasa asin. Warna putih kubis berkurang selama seminggu penyimpanan. Perubahan
warna pada sauerkraut terjadi akibat diskolorisasi atau pemucatan akibat proses
fermentasi. Aroma kubis berkurang dan menjadi asam, tekstur melunak namun
tetap keras dan berair, dan rasa asin kubis menjadi rasa asam.
Rasa asam dan aroma asam pada sauerkraut dihasilkan oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides. Spesies ini menghasilkan karbondioksida dan asam
yang dengan cepat menurunkan pH sehingga mengambat pertumbuhan mikroba
yang tidak diinginkan dan aktivitas enzim yang dapat menyebabkan pelunakan
sayur-sayuran. Leuconostoc mesenteroides memulai fermentasi yang kemudian
dilanjutkan oleh jenis-jenis yang lebih tahan terhadap asam, yaitu Lactobacillus
brevis, Lactobacillus plantarum, dan Pediococcus cerevisiae. Suhu mempengaruhi
kecepatan fermentasi, perkembangan jenis-jenis mikroorganisme yang berbeda dan
mutu produk. Menurut Buckle et al (1987), suhu di antara 250 300C merupakan
suhu optimal untuk mutu produk dan fermentasi yang sempurna dapat terjadi dalam
jangka waktu 2 3 minggu. Suhu di atas 300C cenderung untuk memberi
kesempatan pertumbuhan jenis-jenis homofermentatif Pediococcus cerevisiae dan
Lactobacillus plantarum sehingga menghasilkan produk dengan flavor kurang dan
terlalu asam akan dihasilkan.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

Tekstur yang dihasilkan dari pembuatan sauerkraut adalah keras berair, hal
ini terjadi karena kandungan air yang ada dalam sayur terdorong keluar sehingga
menghasilkan air dan membuat tekstur renyah kubis berkurang. Selain itu,
pelunakan tekstur sauerkraut disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat
proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme (Vaughn, 1982).
Menurut Paderson (1971), konsentrasi garam yang baik dalam fermentasi
sayuran berkisar antara 2% - 3%. Namun, dalam penelitian ini tidak sesuai dengan
teori bahwa konsentrasi garam yang optimal untuk pembuatan sayur asin adalah 2-
3% karena penambahan garam 2% dalam praktikum ini menimbulkan aroma asam
busuk. Dengan konsentrasi garam 2-3%, pertumbuhan bakteri asam laktat paling
optimal. Akibatnya asam laktat yang dihasilkan semakin banyak sehingga semakin
menurunkan pH sauerkraut.

4.2 Cabai Asin


Fermentasi cabai hampir sama dengan fermentasi pikel timun. Pada
pembuatan cabai asin terdapat 3 macam mikroba yang akan mengubah gula dari
cabai menjadi asam asetat, asam laktat dan hasil hasil lainnya. Mikroba tersebut
adalah Leuconostoc Mesentroides, Lactobacillus Cucumeris, dan Lactobacillus
Pentoaceticus. Leuconostoc mempunyai suhu optimum yang lebih tinggi.
Pada suhu diatas 21 derajat Celsius, Leuconostoc tidak dapat tumbuh
sehingga tidak terbentuk asam asetat, tetapi pada suhu ini akan diproduksi bakteri
asam laktat oleh Lactobacillus. Penambahan garam akan menyebabkan
pengeluaran air dan gula dari sayur-sayuran dan menyebabkan timbulnya bakteri
asam laktat.
Proses pembuatan cabai asin diawali dengan sortasi cabai merah lalu cabai
dicuci, dan ditiriskan. Cabai diblansing selama 3 menit lalu dicelupkan dalam air
es. Kemudian cabai dikemas dalam toples dan ditambahkan larutan dengan
perbandingan bahan:air:garam:cuka adalah 1:2:0,1:0,1. Penambahan cuka
dilakukan agar cabai memiliki pH yang rendah. Sebagian besar organisme dapat
berfungsi dengan baik dalam selang pH antara 34. Karena sangat pentingnya pH,
maka sebagian besar proses fermentasi dikendalikan dengan cara buffer atau suatu
sistem pengendali pH seperti penambahan cuka. Sedangkan garam berperan
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

sebagai media pertumbuhan asam laktat. Cabai difermentasi dan hasilnya adalah
cabai asin.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Cabai Asin
Kel Hari Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar

Merah Khas cabai, Keras Khas cabai,


0
cerah asam +3 asin

Khas cabai, Keras + Khas cabai,


2 Merah
asam 2 asin

Merah- Khas cabai Khas cabai,


4 Lunak
oranye +1, asam asin

Merah- Khas cabai Lunak Khas cabai,


6
oranye +2, asam +1 asin

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)


Berdasarkan hasil pengamatan, sebelum di fermentasi, cabai berwarna
merah cerah, beraroma asam pedas, bertekstur lunak, dan memiliki rasa asin dan
asam. Setelah penyimpanan selama seminggu, warna cabai menjadi merah oranye,
aroma asam pedas lebih menyengat, tekstur lunak dan cabai sedikit keriput, rasa
cabai tetap asin dan pedas. Cita rasa pada cabe adalah asin pedas. Rasa pedas
ditimbulkan oleh zat capsaicin yang terkandung dalam cabe, sedangkan rasa asin
berasal dari penambahan garam dan rasa gurih berasal dari cuka dan asam yang
dihasilkan dari proses fermentasi
Perubahan warna pada cabai disebabkan oleh pigmen kapxanthin yang
terdapat pada cabai bersifat tidak stabil dalam pemanasan dan larut dalam air
sehingga setelah dilakukan blansing uap dan fermentasi intensitas warnanya
menjadi berkurang. Tekstur cabai tetap seperti semula namun lebih keriput. Pikel
yang berkerut atau kisut dapat terjadi karena waktu fermentasi yang terlalu lama,
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

penggunaan larutan garam, gula, atau cuka buah yang tinggi saat memulai proses
pembuatan pikel atau bahan yan digunakan terlalu matang.
Cabai asin sama dengan pikel cabai. Jenis bakteri yang berperan terhadap
pembuatan pikel yaitu Lactobacillus lebih berperan pada pembentukan aroma dan
bakteri lainnya lebih berperan terhadap citarasa pada produk pikel cabai.
Pembentukan asam laktat dan komponen volatil dapat memberikan karakteristik
asam dan aroma pada pembuatan produk fermentasi.

4.3 Sawi Asin


Sawi pada pembuatan sayur asin difermentasikan secara alami dengan air
tajin. Fermentasi terjadi dengan pertumbuhan beberapa bakteri asam laktat.
Bakteri-bakteri asam laktat itu antara lain Leuconostoc mesenteroides,
Lactobacillus confusus, Lactobacillus curvatus, Pediococcus pentosaceus, dan
Lactobacillus plantarum. Jamur Candida sake dan Candida guilliermondii juga
berkontribusi pada fermentasi itu. Asam laktat, asam asetat, asam sukinat, etanol,
dan gliserol merupakan hasil dari fermentasi. Glukosa, muncul akibat degradasi pati
dan maltosa, dimetabolisir oleh spesies yang tumbuh. Ciri-ciri sawi asin yang baik
adalah mempunyai warna yang kekuningan, rasa enak, tekstur lunak, dan bau yang
sedap yaitu antara asam dan alkohol.
Proses pembuatan sawi asin diawali dengan sortasi sawi hijau, lalu sawi
dicuci dan ditiriskan. Sawi ditambahkan garam sebanyak 2-3%. Hal ini bertujuan
untuk menghilangkan rasa pahit yang masih ada dalam sawi dengan cara
plasmolisis oleh tingginya konsentrasi garam. Penambahan garam menyebabkan
fermentasi berlangsung secara selektif sehingga hanya mikroba tahan garam yang
tumbuh. Garam berfungsi untuk mengeluarkan beberapa substrat tertentu, terutama
gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Pederson, 1971).
Setelah itu dilakukan penggilasan pada sawi dengan tujuan untuk merusak jaringan
sawi, kemungkinan dengan rusaknya jaringan sawi hijau akan lebih mudah di
fermentasi karena komponen karbohidrat yaitu komponen disakarida sawi yang
merupakan nutrisi pertumbuhan mikroorganisme keluar dari jaringan. Selanjutnya
sawi dilipat, diikat menggunakan tali rapia. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
penyimpanan sawi dalam jar kaca dan proses fermentasi berjalan dengan baik Sawi
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

tersebut disusun dalam jar. Kemudian sawi ditambahkan air tajin (dari 2 sdm berat
dan 500 ml air direbus).
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Sawi Asin
Kel.
Perla H Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
kuan
Putih Renyah
0 Khas sawi Asin
kekuningan (+3)
Putih
Khas sawi Asin khas
kekuningan (+4) Renyah
4 menyengat sawi +
ada busa (+1)
+ asam asam
dipermukaan
Putih
kecoklatan, ada
endapan putih di
Khas sawi Asin khas
9 permukaan
6 + asam Lunak sawi +
wadah, ada
(+4) asam
gelembung di
permukaan
cairan
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan, sebelum di fermentasi, sawi berwarna hijau
keputihan, beraroma khas air tajin, bertekstur renyah, dan memiliki rasa asin.
Setelah penyimpanan selama seminggu, warna sawi menjadi hijau kecoklatan,
berrasa asam, bertekstur lunak, dan berasa asin.
Sawi asin yang bermutu baik mempunyai warna yang kekuningan, rasa
enak, tekstur lunak dan bau yang sedap, yaitu antara asam dan alkohol (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981). Menurut Rukmana
(1994), rasa khas sawi asin terjadi akibat proses fermentasi oleh bantuan bakteri
Plavobacterium rhenasus yang menghasilkan asam dan alkohol.
Warna hijau kecoklatan pada sawi asin timbul karena jumlah beras yang
banyak pada pembuatan air tajin. Semakin tinggi konsentrasi air tajin yang
digunakan maka pertumbuhan bakteri asam laktat dalam menghasilkan asam laktat
akan semakin optimal. Dalam suasana asam, klorofil yang berwarna hijau berubah
menjadi feofitin yang berwarna hijau kecoklatan (Rukmana, 1994).
Produk sawi asin mengalami selama fermentasi, seperti terhambatnya
pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides karena suhu tinggi yang menghasilkan
cita rasa yang tidak diharapkan, terhambatnya aktivitas bakteri asam laktat dan
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

tumbuh bakteri kontaminan yang berasal dari tanah seperti Enterobacter dan
Flavobacterium karena suhu terlalu rendah, dan aroma asam yang tajam karena
waktu fermentasi yang berlebih sehingga tumbuh bakteri Lactobacillus brevis
(Frazier dan Westhoff, 1978).
Selanjutnya adalah pelunakan (softening). Hal ini terjadi karena perubahan
kimia akibat proses pengolahan atau aktivitas enzim pektinolitik dan enzim
selulolitik yang dihasilkan oleh mikroba. Mikroba yang berperan adalah bakteri
Bacillus subtilis, Bacillus polymixa, Achromobacter, Erwinia,Enterobacter,
Achromonas, Eschericia, kapang Penicillium chrysogenum, dan khamir
Saccharomyces oleaginosus (Vaughn, 1985).
Kerusakan yang lain adalah muncul lendir yang disebabkan karena adanya
bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan
(pink kraut) karena tumbuhnya khamir dari genus Rhodotorula pada suhu
fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah,
garam berlebih, dan penyebaran garam tidak merata (Frazier dan Westhoff, 1978).

4.4 Pikel
Pikel adalah sejenis makanan yang berasal dari sayuran atau buah-buahan
(umumnya adalah timun) yang rasanya asam. Rasa asam dapat berasal dari proses
fermentasi atau ditambahkan dari luar dalam bentuk cuka makan atau asam cuka.
Menurut Bender (2002), pikel adalah produk makanan hasil perendaman dalam
larutan garam 6-10 % sehingga mengalami fermentasi asam laktat. Gula dalam
bahan yang difermentasi akan diubah menjadi asam laktat dalam waktu tertentu
sampai kadar asam mencapai 1%.
Pembuatan pikel pada dasarnya dilakukan dengan 2 cara, yaitu fermentasi
spontan (mikroba alami) dan dengan penambahan mikroba murni (kultur murni),
mikroba kultur murni dapat diperoleh di laboratorium mikrobiologi. Pada penelitian
ini dilakukan fermentasi spontan. Pada fermentasi spontan bahan direndam dalam
larutan garam, dengan konsentrasi tertentu antara 6-15 % sehingga terjadi
fermentasi oleh bakteri yang toleran terhadap kadar garam (Gatot Priyanto, 1988).
Proses pembuatan pikel diawali dengan sortasi timun lalu timun dicuci
sampai bersih. Timun kemudian direndam dengan larutan garam 8% dalam toples.
Fermentasi dilakukan pada suhu kamar selama seminggu.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

Pembuatan pikel hampir sama dengan pembuatan sauerkraut, perbedaannya


pada konsentrasi garam yang digunakan. Pembuatan pikel, konsentrasi garam yang
ditambahkan lebih banyak menyebabkan jenis mikroorganisme yang tumbuh lebih
sedikit. Fermentasi pikel menggunakan larutan garam seringkali proses fermentasi
terkontrol dengan menggunakan kultur starter.
Saat proses fermentasi pikel, bakteri pseudomonas biasanya tumbuh lebih
dahulu, tetapi mikroorganisme ini segera dikalahkan oleh Leuconostoc
mesenteroides, Streptococcus faecalis dan Pediococcus cerevisiae. Selanjutnya
jenis Lactobacillus plantarum yang lebih tahan terhadap asam dan garam akan
tumbuh dan berperan menyelesaikan proses fermentasi (jumlah total asam tertitrasi
adalah 0,60-0,80%). Khamir kadang-kadang tumbuh baik pada permukaan atau di
dalam larutan yang mengakibatkan pembusukan dengan merusak asam laktat yang
dihasilkan bakteri. Variasi dari bagian produksi dasar ini termasuk penambahan
bumbu-bumbu dan campuran rempah-rempah ke dalam larutan garam untuk
memberi pikel yang renyah. Lapisan putih yang ada pada permukaan bahan
dibuang. Setelah fermentasi selesai sifat organoleptik diamati (warna, tekstur,
keasaman, cita rasa), dan pH. Pikel yang memiliki pH akhir 4 atau kurang dari 4,5.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembuatan Pickle
Kel. H Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar

Larutan
Khas Khas
0 bening, timun Keras
timun timun
hijau putih
10
Larutan
keruh, timun Asam Lembek
7 asam
hijau kuning
coklat diatas
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan pengamatan, sebelum difermentasi, timun berwarna hijau
keputihan, beraroma khas timun, bertekstur keras, dan memiliki rasa asin. Setelah
fermentasi selama seminggu, pikel berwarna coklat (bagian atas) dan kuning
(bagian bawah). Warna kecoklatan pada pikel mungkin terjadi karena bagian
tersebut tidak terendam larutan garam.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

Pikel bertekstur lunak. Hal ini dapat terjadi karena garam atau asam yang
digunakan terlalu sedikit, timun tidak tertutup dengan larutan garam selama
fermentasi, buih tidak hilang dari larutan garam selama fermentasi, pemberian
pemanasan tidak cukup, atau jar tidak kedap udara (tidak tertutup rapat).
Serta pikel beraroma asam dan memiliki rasa asam. Rasa asam pada pikel
muncul karena selama proses fermentasi, konsentrasi gula dalam bahan akan turun,
gula akan berubah menjadi asam laktat yang diikuti oleh penurunan pH larutan.
Peristiwa ini diiringi perubahan kimia selama proses fermentasi, proses fermentasi
yang berhasil ditandai dengan adanya penurunan pH (Munajim, 1988 dalam
Nataliningsih, 2009).
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

V. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan,
antara lain:
Fermentasi sayuran umumnya merupakan fermentasi spontan yang
umumnya merupakan fermentasi asam laktat.
Pikel adalah sayuran atau buah-buahan yang ditambahkan asam seperti
asam laktat, asam setat (cuka), dan sebagainya.
Sayur asin adalah sayuran atau buah-buahan yang telah diberi asam, akan
tetapi asamnya (biasanya asam laktat) diperoleh dari proses fermentasi
sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat.
Cabai asin sama dengan pikel cabai. Jenis bakteri yang berperan terhadap
pembuatan pikel yaitu Lactobacillus lebih berperan pada pembentukan
aroma dan bakteri lainnya lebih berperan terhadap citarasa pada produk
pikel cabai.
Pelunakan pikel dapat terjadi karena garam atau asam yang digunakan
terlalu sedikit, timun tidak tertutup dengan larutan garam selama fermentasi,
buih tidak hilang dari larutan garam selama fermentasi, pemberian
pemanasan tidak cukup, atau jar tidak kedap udara (tidak tertutup rapat).
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

DAFTAR PUSTAKA

Bender. 2002. Dictionary of Nutrions and Food Technologi. Butter worth scientific,
London.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Desroiser, Norman. W. 1987. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta.

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book
Company, New York.

Munajim, 1988. Teknologi Pengolahan Pisang, PT Gramedia, Jakarta dalam


Natalianingsih. 2015. Pengaruh Konsentarsi Gula dan Garam dalam
pengolahan Pikel Bungan Pisang Ambon (Musa Paradisiaca L). Terdapat
pada: jurnal.unbar.ac.id (diakses pada tanggal 9 Desember 2017).

Pederson, C.S. 1982. Pickles and Sauerkraut. Di dalam Bor S.L. dan Jasper G.W.
(eds.). Commercial Vegetables Processing, p. 457. The AVI Publishing
Company, Inc., Wetsport, Conecticut.

Priyanto, Gatot. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Universitas Gajah Mada.


Yogyakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. 1981. Sayur Asin. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Hal. 27-32.

Rukmana, Rahmat. 1994. Bertanam Petsai & Sawi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.

Vaughn, R.H. 1985. The microbiology of vegetable fermentations. Di dalam B.J.B.


Wood (ed.). Microbiology of Fermented Foods, vol. 1, p. 49. Elsevier
Applied Science Publishing Ltd., London.
Nama: Laras Sari Banon
NPM: 240210150111
Kelompok 10B

JAWABAN PERTANYAAN

1. Pada pembuatan sayur asin tidak pernah ditambahkan inokulum/ragi.


Menurut anda apa alasannya?
Jawab: Pembuatan sawi asin tergolong ke dalam fermentasi spontan dimana secara
alami pada daun sawi hijau sudah ada bakteri asam laktat (Lueconostoc
mesentroides, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus brevis) yang
dapat dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan garam
sebelum proses fermentasi berlangsung.
2. Apa fungsi larutan garam pada fermentasi spontan?
Jawab: Garam berfungsi untuk mengeluarkan beberapa substrat tertentu, terutama
gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Pederson,
1971). Menurut Jacob (1951), garam dapat menarik air keluar dari buah-
buahan yang mengandung padatan terlarut seperti protein, karbohidrat,
mineral, dan vitamin yang penting bagi bakteri asam laktat. Ayres et al.
(1980) menambahkan bahwa garam juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri gram negatif.
3. Mengapa bahan yang mengandung pati tinggi harus dimasak/dimatangkan
terlebih dahulu sebelum diberi ragi?
Jawab: Agar karbohidrat mudah dicerna oleh mikroorganisme.
4. Mengapa sayuran harus terendam semua dalam larutan garam?
Jawab: Penambahan garam menarik keluar air dan gula dan menyebabkan
tumbuhnya mikroba asam laktat didalam larutan garam, sehingga sayuran
menjadi asin. Jika sayuran tidak terendam sempurna, pertumbuhan bakteri
asam laktat tidak merata. Salah satu contohnya, hal ini dapat menyebabkan
warna pada produk hasil fermentasi tidak merata.
5. Mengapa ragi ditaburkan setelah bahan dingin?
Jawab: Apabila ragi ditaburkan saat bahan masih panas, bakteri ragi akan mati
karena suhu tinggi. Penaburan setelah bahan dingin dilakukan agar bakteri
dapat tumbuh secara optimal saat fermentasi berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai