Anda di halaman 1dari 21

Dwi Putri Andartani

240210140009
Kelompok 2 A

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum kali ini mengenai pengolahan sayur buat dengan fermentasi.


Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim dari
beberapa bakteri, khamir, dan jamur di dalam media pertumbuhan. Contoh
perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati, dan
gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Menurut Louis Pasteur fermentasi
adalah penguraian gula menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroorganisme (khamir)
dan berlangsung tanpa suplai udara atau oksigen (Tjahjadi dan Marta, 2008).
Menurut Dahlan dan Handono (2005), proses fermentasi ini akan mengakibatkan
perubahan kimia maupun fisik pada bahan pangan Perubahan kimia yang terjadi
adalah merubah gula menjadi asam laktat, sedang perubahan fisik yang terjadi
adalah bahan pangan menjadi lebih mudah dicerna. Bakteri asam laktat yang aktif
dalam fermentasi karbohidrat adalah Leuconostoc mesenteroides, pediococcus
cereviceae, Laktobacillus plantarum dan laktobacillus brevis.
Dikenal fermentasi spontan, yaitu fermentasi yang terjadi tanpa
penambahan mikroba dari luar (starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara
alami pada medium dan medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu
yang melakukan fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Fermentasi ini
disebut spontan karena tejadi secara alamiah tanpa adanya penambahan mikroba.
Menurut Potter (1980) dalam fermentasi spontan perlu diperhatikan kondisi
lingkungan yang memungkinkan pertumbuan mikroba pada bahan organik yang
sesuai. Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi sayuran dapat
mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita
rasa yang khas. Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan
fermentasi adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat. Larutan garam tersebut
menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya garam
menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel
sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam
laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang
berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak
diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik. Suhu selama proses fermentasi
juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh. Menurut
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Tjahjadi (2008) fungsi garam yang ditambahkan pada fermentasi asam laktat yaitu
mengatur proses fermentasi, mencegah melunaknya tekstur dan mencegah
pembusukan sayur.
Pembuatan sayur asin merupakan salah satu metode pengawetan pangan
melalui metode penggaraman. Garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk sehingga membuat produk sayur asin lebih awet. Garam juga dapat
memberikan efek pengawet dengan cara menurunkan aw (ketersediaan air yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba). Adapun produk fermentasi yang dibuat
dalam praktikum ini yaitu sauerkraut, cabe asin, sawi asin, dan pikel. Keempat
produk ini merupakan produk hasil fermentasi spontan.

4.1 Sauerkraut
Menurut Buckle, et al (1985) sauerkraut pada dasarnya merupakan kubis
asam. Sauerkraut (kol asam) adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus
dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc,
Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa
yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang
terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi.
Pertama-tama yang harus dilakuakan dalam membuat sauerkraut adalah
menimbang kubis yang telah disimpan terbuka selama 1 2 hari supaya kubis
agak layu, sehingga ketika akan diiris-iris kubis tidak hancur. Kubis kemudian
dicuci dengan air bersih, kemudian ditrimming atau dibuang bagian-bagian yang
tidak dapat dimakan seperti bagian daun paling luar, dan dipotong dengan ukuran
1-2 mm. Menurut Buckle (1985) proses pengirisan pada proses pembuatan
sauerkraut diusahakan harus setipis mungkin, karena semakin tipis kubis yang
dipakai semakin mudah proses fermentasi oleh mikroorganisme, dan supaya
cairan dalam kubis tersebut banyak yang keluar.
Selanjutnya ditambahkan garam sebanyak 2-5% dan diaduk hingga rata
serta didiamkan selama kurang lebih 3-5 menit. Penambahan garam pada kubis
bertujuan menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan kubis. Menurut Buckle (1985)
Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat
yang telah terdapat di permukaan kubis. Garam memegang utama dalam
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

pembuatan sauerkraut dan oleh karena itu, konsentrasi garam yang digunakan
harus dikontrol dengan teliti. Peranan garam juga dapat mengekstrak air dan
nutrien-nutrien dari jaringan kubis dengan proses osmosis sehingga membentuk
larutan garam yang mengandung nutrien-nutrien yang merupakan substrat ideal
bagi pertumbuhan bakteri asam laktat yang selanjutnya digunakan untuk proses
fermentasi. Garam bersama asam-asam yang dihasilkan dari proses fermentasi
oleh bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan mikrobia lain yang tidak
diinginkan (bakteri patogen atau bakteri pembusuk). Dengan demikian, proses
pembusukan dan pelunakan jaringan secara enzimatis dapat diperlambat
(Djundjung dan Rahman, 1992).
Pembuatan "sauerkraut" dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar
garam, suhu fermentasi, jenis serta kualitas sayuran dan kondisi sanitasi dimana
fermentasi dilaksanakan (Desrosier, 1988)
Perendaman kubis dilakukan penambahan pemberat. Pemberat berfungsi
agar kubis dapat terendam sempurna saat penambahan volume air pada kubis,
tidak tercelupnya kubis dalam larutan garam selama fermentasi mengakibatkan
pertumbuhan khamir dan kapang pada permukaan yang menimbulkan flavour
yang tidak diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut
menghasilkan produk yang lunak dan berwarna gelap (Buckle et al., 1985). Kubis
yang telah dimasukkan ke dalam jar kemudian difermentasi selama 3 hari pada
ruang gelap. Berikut ini hasil pengamatan sauerkraut yang telah dilakukan dengan
garam 2% dan 5%.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Saurkraut 2%
Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
Putih cerah
Kubis Segar
0 +++ Keras+++
segar Asin
kehijauan +
1 Putih Kubis + Keras++ Asin
1 Putih agak Asam
2 Keras+ Asin
Saurkraut pucat segar
2% Putih agak Asam Agak Agak
3
pucat + segar lembek asam
Asam Agak
4 Putih pucat Asam
segar lembek
5 Putih pucat Asam Lunak ++ Asam
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
kecoklatan++ busuk+++ +
Gas++
Putih pucat Asam
Lunak Asam
6 kecoklatan busuk++++
+++ ++
+++ Gas++
Putih pucat Asam
Lunak Asam
7 kecoklatan busuk++++
++++ +++
++++ Gas+++
Putih sedikit
0 Kubis Keras ++ Asin
kekuningan
Putih
1 Kubis + Keras ++ Asin
kekuningan
Putih sedikit
2 Asam Keras + Asin
coklat
Putih sedikit Asam Sedikit
3 Keras
coklat busuk asam
Bawah :
putih Asam
4 keras Asam
Atas : busuk +
6 kehitaman
Sauerkraut Bawah :
keras
garam 2% putih Asam
5 (agak Asam
Atas : busuk ++
layu)
kehitaman
Bawah :
Asam
putih Asam Agak
6 + dan
Atas : busuk +++ layu +
pahit
kehitaman +
Bawah :
Asam
putih Asam
++
7 Atas : busuk Layu
dan
kehitaman ++++
pahit
++
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Saurkraut 5%


Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
Kubis :
Putih Segar Segar
Asin
0 Cairan : Sayur asin Renyah
Segar
2 Putih agak Kubis
keruh
Kubis : Agak asin +
1 Lembek
putih segar asam
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
Keruh kubis asin
Putih kubis
asin,
2 semburat Menyengat lembek
masam
coklat Sedikit
Putih kubis asin,
3 lembek +
Kecoklatan menyengat masam
lembek +
Putih kubis
sedikit
4 Kecoklatan menyengat Asam
keras
layu agak asam
berair
lunak
Putih asam
sedikit
5 Kecoklatan kubis Asam
berair
+ busuk
Asam +
Putih Kubis
asam
6 Kecoklatan Menyengat Asam
busuk basi
++ asam +
Putih
Kecoklatan kubis
7 ++ (Lebih menyengat Lembek asin +
banyak dari Asam ++
kemaren)
Asin
Putih sedikit
Sayur
0 kekuningan renyah rasa
kubis
sedikit hijau sayur
kubis
putih asin dan
kekuningan sayur agak sedikit
1
sedikit kubis asin renyah rasa
kehijauan kubis
putih hijau
kubis asin +
2 sedikit Lembek
7 seurkaut menyengat asam
coklat
5%
putih coklat
sedikit hijau kubis (ga
(lebih terlalu lembek
asin,
3 banyak menyengat sama kaya
masam
coklatnya dibanding kemarin
dibanding kemarin)
kemarin)
putih coklat
sedikit hijau kubis asin,
4 lembek +
(lebih menyengat masam
banyak
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
coklatnya
dibanding
kemarin)
aroma lembek
putih
kubis sedikit Asin
5 kuning
menyengat keras asam
kecoklatan
agak asam berair
lunak asam
putih
6 sedikit kubis
kecoklatan
berair busuk
putih putih
asam
7 kecoklatan kecoklatan Asam
busuk basi
+ +
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Hasil pengematan berdasarkan table diatas mengenai saurkraut


menujukkan bahwa sauerkraut yang dihasilkan mengalami perubahan warna
menjadi lebih putih pucat pada akhir masa penyimpanan. Hal ini dapat disebabkan
oleh jumlah garam yang ditambahkan terlalu banyak. Menurut Anggara dkk
(2013), bila garam yang digunakan terlalubanyak akan mengakibatkan permukaan
tidak rata pada kulit dan bila terlalu sedikit akan mengakibatkan kulit terasa licin,
lemas, dan mulur akibat pembengkakan serta penyusutan ketebalan kulit dan
pada akhirnya kulit akan berwarna putih, bertekstur lembut, dan lemas.
Tekstur sauerkraut semakin hari semakin melunak. Hal ini disebabkan
oleh garam yang ditambahkan saat fermentasi terlalu sedikit. Menurut Buckle, et
al (1985) garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi
menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda
pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Jumlah garam yang
kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan jaringan, tetapi juga kurang
menghasilkan flavour, sedangkan jika garam berlebih akan menunda fermentasi
alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap juga memungkinkan
pertumbuhan khamir. Menurut Munajim (1988), adanya larutan garam
mengakibatkan tekanan osmosis sehingga zat gizi yang ada dalam bahan akan
keluar dan digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri fermentasi.
Rasa yang dihasilkan oleh sauerkraut dari asin mulai berubah mendi asin
dengan timbulnya rasa asam. Asam ini timbul akibat adanya aktivitas bakteri yang
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

memecah gula dalam kubis secara spontan menjadi asam laktat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Pelczar dan Chan (1988), proses fermentasi "sauerkaut"
melibatkan beberapa mikroorganisme, pada tahap awal yaitu Enterobacter cloacae
dan Erwina herbicola, tahap intermediete Leuconoostoc mesentroides dan tahap
akhir Lactobacillus plantarum. Organisme ini mengubah gula yang terdapat pada
sayuran terutama menjadi asam laktat yang membatasi pertumbuhan organisme
lain (Volk dan Wheeler, 1992). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Munajim
(1988), selama proses fermentasi, konsentrasi gula dalam larutan akan turun, gula
akan berubah menjadi asam laktat yang diikuti oleh penurunan pH larutan.
Peristiwa ini diiringi dengan peningkatan jumlah asam laktat yang merupakan
produk hasil perubahan kimia selama proses fermentasi, proses fermentasi yang
berhasil ditandai dengan adanya penurunan pH media

4.2 Cabai Asin


Pembuatan cabai merah asin, pertama-tama cabe merah disiapkan,
kemudian dilakukan disortasi pada cabai merah, selanjutnya dicuci dengan air
bersih. Cabai merah diiris mengunakan pisau stainless steel dan di blansing uap,
lalu cabai merah direndam dalam air dingin. cabai merah kemudian ditambahkan
air, garam dan cuka, cabai merah dikemas dalam stopless atau jar steril dan
difermentasi selama 1 minggu, lalu diamati warna, aroma, rasa.
Menurut Kusnandar (2010), pisau stainless steel cenderung tidak bereaksi
dengan bahan yang dipotongnya, sedangkan pisau besi akan lebih mudah
teroksidasi dibandingkan dengan pisau stainless steel. Hal ini juga diperkuat
dengan pernyataan oleh Handayani (2011), yaitu stainless steel termasuk logam
yang tidak mudah bereaksi dengan asam sehingga tidak mudah berkarat. Pisau
yang berkarat akan mempercepat proses pencokelatan (Handayani, 2011).
Blansing dilakukan untuk menonakifkan enzim seperti katalase, oksidase
dan polifenoloksidase, mengurangi kandungan oksigen bahan, mengurangi
populasi mikroorganisme dan memperbaiki warna (Tjahjadi dan Marta, 2014).
Praktikum kali ini dilakukan 2 perlakuan yaitu dengan penambahan 50 ml cuka
dan 25 ml cuka. Berikut ini hasil pengamatan yang telah dilakukan.
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Tabel 3. Hasil Pengamatan Cabai Asin


Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
Merah++, Asam Pedas
0 Keras
orange+++ cuka asam
Merah+, Asam, Pedas
2 Keras
Cabe asin orange+++ cabe asam
50 ml cuka Merah, Asam, Pedas
4 lembek
orange+++ cabe+ asam
Pedas,
6 orange+++ Cabe++ Lembek++
asam++
Merah++, Asam Pedas
0 Keras
orange+++ cuka asam
Merah++, Asam Pedas
2 Keras
Cabe asin orange++ cabai asam
25 ml cuka Merah++, Asam Pedas
4 lembek
orange cabai+ asam
Pedas,
6 Merah++ Cabai+++ lembek
asam+
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa cabe asin memiliki
warna merah yang semakin keorenan seiring dengan semakin lamanya waktu
inkubasi. Cabai dengan perlakuan 50ml cuka memiliki warna semakin orange dan
pada penambahan 25 ml cuka warna cabai semakin merah. Warna merah
keorenan pada cabe ini merupakan pigmen karotenoid yang secara alam
terkandung didalamnya. Menurut Gazanfer & Tarhan (2005), senyawa karotenoid
yang terkandung dalam cabai rawit (capsantin, capsorubin, dan xantofil untuk
warna merah; serta -karoten, zeaxantin untuk warna oranye kekuningan).
Perubahan warna selama inkubasi didapat dari proses curing dengan
larutan garam selama 1 minggu. Menurut Soeparno (1994) curing adalah cara
prosesing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam (NaCl),
Na-nitrit, xxii Na-nitrat dan gula (dekstrosa atau sukrosa atau pati-pati hidrolisis),
serta bumbu-bumbu. Tujuan curing, antara lain adalah untuk mendapat warna
yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, sehingga produk akhir yang
telah disuring akan menimbulkan warna yang lebih baik.
Tekstur yang dihasilkan adalah mulai melunak pada waktu inkubasi 6 hari,
dimana cabe sebelum diinkubasi telah di blansing terlebih dahulu yang
menyebabkan teksturnya lebih lunak dari sebelumnya. Menurut Potter dan
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Hotchkiss (1996), adanya pemanasan akan mendenaturasi sebagian protein


membran protoplasma, sehingga kehilangan permeabilitasnya. Bila hal ini terjadi,
keseimbangan osmotik sel akan terganggu, turgor sel hilang, dan sel menjadi
lunak dan layu. Secara keseluruhan, tekstur buah juga menjadi lunak. Pada
penambahan cuka 50 ml memiliki tekstur lebih lunak dibandingkan dengan
penambahan cuka 25 ml. Selain itu pelunakan jaringan secara bertahap ini
disebabkan oleh larutan garam yang ditambahkan. Menurut Buckle et al. (1987),
garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan bahan pangan. Garam yang
ditambahkan menghambat pertumbuhan organisme yang tidak diinginkan dan
menunda pelunakan jaringan yang disebabkan oleh kerja enzim tetapi
menyebabkan pelunakan akibat asam.

4.3 Sawi Asin


Pertama-tama yang dilakukan dalam membuat sawi asin adalah
melakukan sortasi sawi hijau kemudian dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.
Sawi kemudian ditambahkan larutan garam 2-3% dan digilas. Penambahan garam
pada sawi asin tersebut bertujuan untuk menarik keluar air dan gula dari jaringan
sawi dan menyebabkan tumbuhnya mikroba asam laktat di dalam larutan garam
dan selanjutnya dalam jaringan sawi (Tjahjadi dan Marta, 2008). Menurut
Menurut Jacob (1951), peremasan tau penggilingan daun sawi yang telah layu
juga bertujuan untuk membantu pengeluaran padatan terlarut dari sayuran.
Pengeluaran cairan tersebut dapat merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat
dan menghilangkan rasa pahit pada sawi.
Sawi selanjutnya dilipat dan diikat dengan tali rafia dan dikemas dalam
toples, dimana sawi harus terendam seluruhnya di dalam larutan garam, karena
tidak tercelupnya sawi dalam larutan garam selama fermentasi mengakibatkan
pertumbuhan khamir dan kapang pada permukaan yang menimbulkan flavor yang
tidak diinginkan. Saat didalam toples, sawi ditambahkan sawi asin ditambahkan
air tajin. Menurut Umar (2015) dalam Widowati dan Malahayati (2016), secara
tradisional produk sawi dan rebung asin dibuat dengan menambahkan air cucian
beras atau air tajin sebagai sumber karbon. Pada penelitian menjelaskan bahwa
penambahan air cucian beras 50% dan garam 4,5% dapat digunakan untuk
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

fermentasi asinan rebung dengan hasil yang memiliki karakteristik yang baik.
Menurut Winarno (1980), air tajin yang merupakan air rebusan beras mempunyai
kandungan yang berupa pati dengan perbandingan amilosa dan amilopektin
tertentu. Pada umumnya beras di Indonesia mempunyai kadar amilosa sedang,
yaitu 20% - 25%. Sawi asin kemudian diamati warna, tekstur, dan citarasanya
setelah di inkubasi selama 1 minggu. Berikut ini hasil pengamatan sawi asin yang
telah dilakukan.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Sawi Asin
Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
Sawi: hijau
segar
0 Cairan: Segar Renyah
bening agak
keruh
Sawi: hijau
Agak
1 Renyah
Cairan: Segar
keruh
Sawi : hijau
tua
2 hambar Renyah
Cairan :
keruh,
Sawi : hijau
Sawi
tua
3 wangi
3 Cairan : Renyah
(Sawi cuka
keruh, agak
Hijau + (asam)
kuning
Garam
Sawi : hijau Sawi ,
2%)
tua wangi
4 Renyah
Cairan : cuka
keruh, (asam)
Sawi : hijau
Sawi
tua muali
tajam,
menguning
5 wangi Renyah
Cairan :
cuka
keruh, agak
(asam)
kuning
Sawi : hijau Sawi
tua agak tajam,
6 kuning wangi Renyah
Cairan : cuka
keruh, (asam)
7 Sawi : hijau Sawi Renyah
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
tua tajam,
kekuningan wangi
Cairan : cuka
keruh, agak (asam)
kuning
0 Hijau cerah Sawi kuat lunak Pahit,asin
Hijau pucat Sawi bau
1 Lunak +
kekuningan asam
Hijau pucat
Sawi bau
2 kekuningan Lunak ++
asam +
+
Hijau pucat
Sawi bau
3 kekuningan
asam ++
8 ++
(Sawi Hijau pucat
Sawi asam Lunak
Hijau + 4 kekuningan
+ +++
Garam +++
5%) Asam
++, khas
Kekuningan Sawi Lunak
5 sawi,
++ asam++ ++++
sedikit
pahit
Kekuningan Sawi asam Lunak
6
+++ +++ +++++
Kekuningan Asam
7 Lunak
+++ menyengat
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna sawi asin yang
dihasilkan adalah hijau muda pada awal dan hijau kekuningan pada akhir.
Menurut Nugerahani, dkk (2000) pada suasana asam, klorofil yang berwarna hijau
yang terdapat pada sawi berubah menjadi hijau kecoklatan atau kekuningan akibat
subsitusi ion magnesium oleh ion hidrogen membentuk feofitin, yaitu klorofil
yang kehilangan magnesium. Penambahan air tajin saat proses pembuatan juga
menjadi salah satu penyebab warna kekuningan pada sawi asin. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rukmana (1994) bahwa jumlah beras yang banyak pada
pembuatan air tajin dapat membuat warna sayur asin menjadi gelap yaitu hijau
kecoklatan, semakin tinggi konsentrasi air tajin yang digunakan maka
pertumbuhan bakteri asam laktat dalam menghasilkan asam laktat akan semakin
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

optimal, dalam suasana asam, klorofil yang berwarna hijau berubah menjadi
feofitin yang berwarna hijau kecoklatan.
Tekstur yang dihasilkan adalah semakin melunak seiring dengan semakin
lamanya waktu inkubasi, dimana rasa sawi asinpun berubah dari asin menjadi ada
sedikit rasa asam bahkan terasa rasa pahit. Perubahan yang terjadi ini disebabkan
oleh proses penambahan garam dan aktivitas bakteri asam laktat. Menurut Jacob
(1951), garam dapat menarik air keluar dari buah-buahan yang mengandung
padatan terlarut seperti protein, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang penting
bagi bakteri asam laktat. Sehingga teksturnya jadi lebih lunak. Umumnya bakteri
asam laktat yang berperan dalam fermentasi sawi asin adalah Leuconostoc
mesenteroides, Streptococcus faecalis, Pedicoccus cerevisiae, Lactobacillus
brevis, dan Lactobacillus plantarum. Bakteri asam laktat tersebut bersifat
halotoleran atau tahan kadar garam tinggi (Jay, 1978).
Pada tahap awal fermentasi, bakteri yang tumbuh adalah Leuconostoc
mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri lain dan
meningkatkan produksi asam dan CO2, sehingga menurunkan pH (Vaughn,
1982). Fermentasi dilanjutkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah,
yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviseae, Lactobacillus plantarum.
Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, dan asam asetat (Vaughn,
1985). Sehingga pada akhir fermentasi produk akhir akan bercitarasa asam karena
merupakan hasil metabolit bakteri Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviseae,
Lactobacillus plantarum.
Menurut Buckle (1985), faktor-faktor utama yang penting dalam proses
fermentasi sawi asin adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi garam yang
merata, terciptanya keadaan yang mikroaerofilik, suhu yang sesuai dan
tersedianya bakteri asam laktat. Mutu hasil fermentasi sayuran menurut Winarno
(1980), bergantung pada jenis sayuran, mikroba yang bekerja, konsentrasi garam,
suhu dan waktu fermentasi, komposisi substrat, pH, dan jumlah oksigen.

4.4 Pikel
Pikel didefinisikan sebagai sebuah produk makanan yang telah dibumbui
dan diawetkan dalam air asin, tergolong dalam makanan yang berasa asam, serta
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

merupakanmakanan tambahan yang berfungsi sebagai pembangkit selera dan


nafsu makan. Sejarah mengenai pengawetan sayuran belum bisa dipastikan kapan
dan dimana asal usulnya,tetapi anggapannya bahwa pengolahan dan pengawetan
sayuran diawali di daerah Asiatimur, seperti Cina, Korea, Jepang. (Zubaidah,
1998). Menurut Bender (2002), pikel adalah produk makanan hasil perendaman
dalam larutan garam 6-10 % sehingga mengalami fermentasi asam laktat.
Pertama-tama yang dilakukan dalam membuat pikel adalah menyiapkan
dan menimbang timun. Timun kemudian disortasi dan dicuci hingga bersih lalu di
blansing uap selama 3 menit. Timun yang telah di blansing selanjutnya di rendam
dengan air dingin kemudian dipindahkan ke dalam toples dan direndam dengan
larutan garam 5% dan 8%. Terakhir timun difermentasi selama 1 minggu
kemudian diamati warna, tekstur, dan rasanya. Berikut adalah tabel hasil
pengamatan pikel timun dengan perlakuan 5% dan 8% garam.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pikel 5%
Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
Renyah Khas
0 Hijau cerah Tidak ada
+++ timun
Hijau agak Sedikit Renyah Agak
1
tua asam ++ asin
Hijau agak Sedikit Agak
2 Renyah +
tua + asam asin
Sedikit
3 Hijau tua Asam Renyah +
asam
4
Agak
4 Hijau tua+ Asam + Renyah
Asam
Kurang
5 Hijau tua + Asam ++ Asam
renyah
Asam Agak Asam
6 Hijau tua ++
+++ lunak +
Agak
Hijau tua Asam Asam
7 lunak,
+++ +++ ++
berlendir
Renyah Khas
0 Hijau cerah Tidak ada
+++ timun
Sedikit Renyah Agak
9 1 Hijau cerah -
asam ++ asin
Sedikit Agak
2 Hijau pudar Renyah +
asam asin +
3 Hijau pudar Asam Renyah - Asam
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
+
Hijau pudar Agak Asam
4 Asam +
++ lunak +
Hijau pudar Agak Asam
5 Asam ++
+++ lunak + +
Hijau Asam Agak Asam
6
pudar+++ +++ lunak ++ ++
Hijau pudar Lunak
Asam Asam
7 ++++ dan
+++ ++
(kecoklatan) berlendir
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Tabel 5. Hasil Pengamatan Pikel 8%


Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
Renyah Khas
0 Hijau cerah Tidak ada
+++ timun
Sedikit Renyah Agak
1 Hijau
asam ++ asin
Sedikit Agak
2 Hijau Renyah +
asam asin
Sedikit
3 Hijau Asam Renyah
asam
5 Hijau agak Kurang
4 Asam + Asam
pucat renyah
Hijau Agak Asam
5 Asam ++
kekuningan lembut +
Hijau
Kenyal, Asam
6 kekuningan Asam +++
berlendir ++
+
Hijau
Asam Kenyal +, Asam
7 kekuningan
busuk berlendir +++
++
Asin
Timun Keras, rasa
0 Hijau
segar segar timun
segar
Aroma Keras
Hijau
10 1 timun agak Asin
kekuningan
rebus mengkerut
Bau Keras
Hijau pudar,
2 mentimun agak Asin
air keruh
rebus mengkerut
3 Hijau pudar Bau Keras, asin
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Hari
Kelompok Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
ke
+, air keruh mentimun mengkerut
+ rebus + +
Hijau pudar
Bau
++, air keruh Keras,
4 mentimun Asin +
++ mengkerut
rebus ++
mengendap ++
Hijau pudar
Bau Keras,
+++, air Asin
5 mentimun mengkerut
keruh +++ ++
rebus +++ +++
mengendap
Bau
Hijau pudar mentimun
Keras,
++++, air rebus Asin
6 mengkerut
keruh ++++ ++++ ++
++++
mengendap aroma
asam
Bau
Hijau pudar mentimun
Keras,
(pucat rebus Asin
7 mengkerut
+++++) +++++, +++
+++++
mengendap aroma
asam +
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pikel warna pikel


semakin hari berubah menjadi hijau tua dan mulai kecoklatan atau kekuninga.
Perubahan warna tersebut dapat disebabkan oleh asam yang dihasilkan fermentasi
yang dapat mendegredasi pigmen klorofil dalam timun. Hal ini sesuai dengan
pernyataan menurut Nugerahani, dkk (2000) pada suasana asam, klorofil yang
herwarna hijau yang terdapat pada bahan berubah menjadi hijau kecoklatan akibat
subsitusi ion magnesium oleh ion hidrogen membentuk feofitin, yaitu klorofil
yang kehilangan magnesium.
Tekstur pikel 8% lebih cepat melunak dibandingkan pikel 5%, hal tersebut
disebabkan oleh konsebtrasi garam pada 8% lebih tinggi dibanding 5%. Hasil
pengamatan sesuai dengan pernyataan Munajim (1988), bahwa adanya larutan
garam mengakibatkan tekanan osmosis sehingga zat gizi yang ada dalam bahan
akan keluar dan digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri fermentasi,
sehingga zat dalam bahan termasuk air akan keluar dari bahan dan tekstur menjadi
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

lebih lunak. Selain itu zat gizi yang keluar ini juga akan memancing pertumbuhan
bakteri asam laktat yang menyebabkan pelunakan jaringan. Akan tetapi pada
praktikum ini konsentrasi garam yang ditambahkan ini masih dalam batas wajar
pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga tekstur akhir yang dihasilkan masih
bagus. Suhu inubasi juga merupakan factor penting dalam pembentukan tekstur
dari pikel. Menurut Yoo et al. (2006), pada pikel ketimun, tekstur pikel yang
diberi perlakuan 98oC lebih baik daripada yang diberi perlakuan 65oC.
Cita rasa pikel yang dihasilkan ini dapat dibilang sesuai dengan harapan
karena menimbulkan rasa asam kecuali pada pikel kelompok 10 yang masih terasa
asin. Menurut Nataliningih (2009), ciri-ciri kualitas pikel yang baik yaitu produk
akhirnya memiliki rasa masam yang merupakan ciri khas dari acar pikel. Aroma
pikel mengidentifikasikan proses fermentasi yang terjadi, jika proses fermentasi
berjalan baik maka aroma yang muncul adalah aroma wangi yang merupakan
aroma ester yang dihasilkan.
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

V. KESIMPULAN
Sauerkraut pada kelompok 1, 6 penambahan larutan garam 2 %
menghasilkan warna akhir putih kecoklatan dan mengalami bau asam
(pembusukan)
Sauerkraut pada kelompok 2, 7penambahan larutan garam 5 %
menghasilkan warna akhir putih kecoklatan dan mengalami bau asam
(pembusukan)
Cabai asin dengan perlakuan 25 ml dan 50 ml cuka menghasilkan warna
merah pekat, bertekstur lunak, bercitarasa asin dan sedikit asam, beraroma
khas cabai asam. Berat cabai asin ini menurun dari sebelumnya karena
garam yang ditambahkan dapat menyerap kadar air yang ada.
Sawi asin milik kelompok 3 dan 8 memiliki warna hijau kecoklatan,
bertekstur lunak, , bercitarasa asam, sedikit asin, dan beraroma asam.
Perlakuan pikel 8% lebih cepat melunak di bandingkan dengan pikel 5 %
hal ini sesuai dengan literature.
Cita rasa pikel kelompok 4, 5, 9 sesuai dengan yang di harapkan
sedangkan pikel kelompok 10 belum sesuai dikrenakan rasanya masih asin
dan dibutuhkan waktu inkubasi lebih lama lagi.
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Dimas Fauzi., Denny Suryanto Sutardjo dan Kusmayadi Suradi. 2013.
Pengaruh Penggunaan Jenis Asam pada Proses Pickle terhadap
Kualitas Kimia Kulit Kelinci Peranakan New Zealand White. Universitas
Padjadjaran

Bender, 2002. Dictionary of Nutrions and Food Technologi, Butter worth


scientific London

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan. UI
Press, Jakarta.

Buckle, K.A; R.A. Edwards; G.H Fleet; dan M. Wotton. 1985. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia, Jakarta.

Dahlan dan Sriwulan Handono,2005. Fermentasi Sayur dan Buah, Departemen


Perindustrian BogorTjahjadi, C. dan H. Marta. 2008. Pengantar
Teknologi Pangan : Volume 1. Jurusan Teknologi Industri Pangan
Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.

Desrosier, N, W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Universitas


Indonesia Press, Jakarta.

Djundjung, M dan A. Rahman. 1992. Teknologi fermentasi sayuran dan buah-


buahan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gazanfer, E. & Tarhan, S. (2005). Color Retention of Red Peppers by Chemical


Pretreatments During Greenhouse and Open Sun Drying. Journal of Food
Engineering.

Jacob, M.B. 1951. The Chemistry and Technology of Food and Food Products.
Interscience Pub. Inc., New York.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Dian Rakyat, Jakarta.

Munajim, 1988. Teknologi Pengolahan Pisang, PT Gramedia, Jakarta.

Nataliningsih. 2006. Pengaruh Konsentrasi $aram dan Gula dalam


Pengolahan Pikel Bunga Pisang Ambon (Musa Paradisiaca L.). Jurnal
Teknologi Pangan

Nugerahani, Ira. Thomas Indarto Putut Suseno dan Irine Fransisca. 2000.
Pengaruh Perbandingan Air dan Beras pada Pembuatan Air Tajin
Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Sayur Asin. Jurnal
Teknologi Pangan dan Gizi Volume 1. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

Pelczar, M, J., dan E, C. S. Chan. 1988. DasarDasar Mikobiologi 2. Universitas


Indonesia Press, Jakarta

Potter, N. N. dan J. H. Hotchkiss. 1996. Food Science 5th edition. Chapman &
Hall. New York.

Potter, N.N. 1980. Food Science. The AVI Publishing Company, Inc., Westport,
Connecticut.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan UGM.


Yogyakarta.

Tjahjadi, Camencita, Marta, Herlina, dan Cahyana Yana. 2008. Penanganan Pasca
Panen Sayur dan Buah. Universitas Padjajaran, Jatinangor.

Tjahjadi, Carmencita dan Marta, Herlina. 2013. Pengantar Teknologi


Pangan.Volume 2. Universitas Padjajaran, Jatinangor.

Tjahjadi, Carmencita dan Marta, Herlina. 2014. Pengantar Teknologi


Pangan.Volume 1. Universitas Padjajaran, Jatinangor.

Vaughn. 1982 . Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives and


Other Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourth
edition. AVI Publishing Co.Texas.

Volk, Wesley A dan Wheeler.1992. Mikobiologi Dasar. Jilid 2. Edisi Kelima.


Erlangga, Jakarta Volk, Wesley A dan Wheeler, 1992, Mikrobiologi
Dasar. Jilid 2. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta

Widowati, Tri Wardani dan Malahayati, Nura. 2016. Pengaruh Penambahan


Garam terhadap Karakteristik Kimia dan Mikrobiologi Asinan Sawi
(Brassica juncea) Selama Fermentasi dengan Medium Air Kelapa.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang.

Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1980. Pengantar teknologi pangan. Gramedia,


Jakarta.

Zubaidah,E. 1998. Teknologi Pangan Fermentasi. Universitas Brawijaya, Malang.


Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

JAWABAN PERTANYAAN

1. Pada pembuatan sayur asin tidak pernah ditambahkan inokulum/ragi. Menurut


anda apa alasannya?
Jawab : Karena pada daun sawi hijau sudah ada bakteri asam laktat
(Leuconostoc mesentroides, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus
brevis) yang dapat dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan
garam sebelum proses fermentasi berlangsung.

2. Apa fungsi larutan garam pada fermentasi spontan?


Jawab : Penambahan garam bertujuan untuk mengeluarkan air dari jaringan
daun dan juga sebagai pengawet. Selain itu, penambahan garam menyebabkan
fermentasi berlangsung secara selektif, sehingga hanya mikroba tahan garam
yang tumbuh. Garam berfungsi untuk mengeluarkan beberapa substrat
tertentu, terutama gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam
laktat.

3. Mengapa bahan yang mengandung pati tinggi harus dimasak/dimatangkan


terlebih dahulu sebelum diberi ragi?
Jawab : Saat dipanaskan pada suhu tinggi, pati akan menjadi tergelatinisasi
dan pada proses selanjutnya pati akan lebih mudah dihidrolisis menjadi gula
gula yang lebih sederhana.

4. Mengapa sayuran harus terendam semua dalam larutan garam?


Jawab : Apabila sayuran tidak terendam dengan sempurna dalam larutan
garam, sayuran tersebut akan mengalami perubahan warna (diskolorasi) yang
disertai dengan perubahan cita rasa yang tidak diinginkan. Selain itu, kubis
yang tidak tercelup ke dalam larutan garam akan mengakibatkan pertumbuhan
khamir dan kapang pada permukaan yang menimbulkan flavor yang tidak
diinginkan serta produk yang lunak dan warna yang gelap.
Dwi Putri Andartani
240210140009
Kelompok 2 A

5. Mengapa ragi ditaburkan setelah bahan dingin?


Jawab : Pemberian ragi dilakukan setelah beras ketan dingin, hal tersebut
dilakukan karena mikroorganisme di dalam ragi akan mati dalam kondisi yang
panas. Apabila mikroorganisme dalam ragi mati, fermentasi tape tidak akan
berjalan dan pembuatan tape akan mengalami kegagalan.

Anda mungkin juga menyukai