Makalah Diabetes Melitus PDF
Makalah Diabetes Melitus PDF
BAB I
PENDAHULUAN
2.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai penyakit Diabetes Melitus baik
darisegi pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, gambaran klinis, patofisiologi, diagnosa,
komplikasi, dan pemberian obat atau prngobatan pasian Diabetes Melitus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.5 Patofisiologi
Seperti suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik.
Energi sebagai bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein dan
lemak.
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu.
Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat
makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke
seluruh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat
berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu kedalam sel supaya dapat diolah.
Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yan hasil
akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu
insulin (suatu zat/ hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas) memegang peranan yang sangat
penting yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dalam pulau-pulau Langerhans (kumpulan sel yang
berbentuk pulau di dalam pankreas dengan jumlah 100.000) yang jumlahnya sekitar 100 sel beta tadi
dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel,
untuk kemudian dimetabolisir menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk
sel. Dan akibatnya glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah, yang artinya kadarnya didalam
darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini tubuh akan menjadi lemas karena tidak ada sumber
energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada DM tipe 1. Tidak adanya insulin pada DM tipe 1 karena
pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta
(insulitis). Insulitis bisa disebabkan karena macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubela, CMV, herpes, dan lain-lain. Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun
setelah dewasa (Suyono, 1999).
Sedangkan pada DM tipe2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak. Tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor ini dapat diibaratkan
sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang
kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor)
kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama
dengan pada DM tipe 1. Perbedaanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga
kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Suyono, 1999).
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor di
bawah ini banyak berperan, antara lain:
1) Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3) Kurang gerak badan
4) Faktor keturunan (herediter)
Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila
kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah
sebabnya penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis (Suyono, 1999).
2.6 Diagnosa
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakan
hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus diperhatikan asal
bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni,
1998).
Diagnosis diabetes dipastikan bila:
a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal
(glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126 mg/dl).
b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas (lemah, kesemutan, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah
tidak normal (glukosa darah sewaktu 200 mg/dl dan atau glukosa darah puasa 126 mg/dl yang
diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang berbeda).
2.7 Komplikasi
Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir selalu
akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua kelompok besar:
a. Komplikasi akut.
Timbul secara mendadak. Ini merupakan keadaan gawat darurat. Keadaan ini bisa menjadi
fatal apabila tidak ditangani dengan segera. Termasuk dalam kelompok ini adalah hipoglikemia(glukosa
darah terlalu rendah), hiperglikemia(glukosa darah terlalu tinggi), dan terlalu banyak asam dalam darah
(ketoasidosis diabetik).
b. Komplikasi kronis.
Timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur menjadi makin berat
dan membahayakan. Misalnya, komplikasi pada saraf (neoropati), mata (retinopati, katarak, glaukoma),
ginjal (nefropati), jantung (angina, serangan jantung, tekanan darah tinggi, PJK), pembuluh darah,
hati(hepatitis, perlemakan hati/ fatty liver, batu empedu), tuberkulosis paru, gangguan saluran makan,
infeksi sehingga mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan penyakit kulit(Bruise,vitiligo, necrobiosis
lipoidica, xanthelasma, alopecia, lipohypertrophy/ hipertropi insulin, lipoatropi insulin, kulit kering karena
kerusakan saraf otonom sehingga keringat menjadi berkurang, infeksi jamur seringkali diantara jari
kaki, acanthosis nigricans/ penimbunan pigmen gelap dibelakang leher dan ketiak, kulit yang menebal
pada penderita DM yang lebih dari 10 tahun).
3.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus adalah Suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Subekti, et al.., 1999). Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus Menurut ADA 2003 terdriri atas
Diabetes Melitus Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2 dan Diabetes Melitus Tipe Lain.
Secara epidemiologi DM seringkali tidak terdeteksi. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan
cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada kecenderungan penyakit ini timbul dalam
keluarga. Disamping itu juga ditemukan perbedaan kekerapan dan komplikasi diantara ras, negara dan
kebudayaan. DM tipe 2 akan meningkat menjadi 5 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku
rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologis adalah bertambahnya
usia, jumlah dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan
hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan
dengan terjadinya DM tipe 2 (Soegondo, 1999).
Tanpa intervensi yang efektif, kekerapan DM tipe 2 akan meningkat disebabkan oleh berbagai
hal misalnya bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi dan
meningkatnya faktor resiko yang disebabkan oleh karena gaya hidup yang salah seperti kegemukan,
kurang gerak/ aktivitas dan pola makan tidak sehat dan tidak teratur (Slamet Suyono Dalam Pusat
Diabetes dan Lipid, 2007).
Kejadian DM diawali dengan kekurangan insulin sebagai penyebab utama. Di sisi lain
timbulnya DM bisa berasal dari kekurangan insulin yang bersifat relatif yang disebabkan oleh adanya
resistensi insulin (insuline recistance). Keadaan ini ditandai dengan ketidakrentanan/ ketidakmampuan
organ menggunakan insulin, sehingga insulin tidak bisa berfungsi optimal dalam mengatur
metabolisme glukosa. Akibatnya, kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemi) (M.N Bustan, 2007).
Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila
kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah
sebabnya penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis (Suyono, 1999).
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakan
hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus diperhatikan asal
bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni,
1998).
Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir selalu
akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua kelompok besar: a).
Komplikasi akut dan b). Komplikasi kronis. Sedangkan Menurut Sidartawan Soegondo, prinsip
pemberian obat/ pengobatan terhadap pasien DM terdiri atas 2 yaitu:
a. Pengobatan dengan insulin dan,
b. Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral.