KASUS III
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya sirosis antara lain adalah konsumsi alkohol dalam
jangka panjang, virus hepatitis B, C, dan D kronis, penyakit hati metabolik
seperti hemokromatosis, Wilson disease, non alkoholik steatohepatitis, dan
defisiensi 1-antitripsin. Selain itu sirosis juga dapat disebabkan oleh penyakit
hati kolestatik yaitu sirosis bilier primer, sirosis bilier sekunder, dan
sclerosing cholangitis primer. Pemakaian beberapa obat seperti isoniazid,
metil dopa, metotreksat, amiodaron, fenotiazin, estrogen dan steroid, serta
herbal seperti Jamaican bush tea dan black cohosh juga dapat menyebabkan
terjadinya sirosis (Ryan, 2011).
1.1.3 Patofisiologi
Secara konseptual, liver dapat dianggap sebagai suatu sistem filtrasi
darah yang diterima dari arteri hepatik dan vena portal, dengan portal darah
yang berasal dari vena mesenterik, gastrik, splenik, dan pankreatik. Darah
memasuki hati melalui portal triad yang terdiri dari cabang vena porta dan
arteri hepatik, kantung empedu, dan jaringan limfa dan syaraf. Kemudian
darah mengalir melalui ruang sinusoidal dari lobul hepatik yang dihubungkan
oleh sel liver, hepatosit (Ryan, 2011).
Normalnya sel stelat hepatik menyediakan vitamin A dan membantu
mempertahankan matriks normal dalam ruang sinusoidal. Pada penyakit liver
kronik, sel stelat hepatik tersebut mengalami suatu proses aktivasi yang pada
puncaknya akan mengalami perkembangan fibrosis hepatik. Aktivasi
menyebabkan sel stelat kehilangan vitamin A, menjadi lebih proliferatif dan
mensintesa jaringan luka fibrosa yang akan terakumulasi dalam ruang
sinusoidal. Hal ini akan memicu hilangnya mikrovili hepatosit, hilangnya
2
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.1.4 Klasifikasi
Derajat keparahan sirosis dan pognosis pembedahan dapat ditentukan
dengan sistem klasifikasi Child Pugh, yang mengukur efek dari proses sirosis
melalui uji laboratorium dan manifestasi klinis dari penyakit tersebut.
Tabel 1. Klasifikasi derajat keparahan Child Pugh Score
Nilai 1 2 3
Bilirubin (mg/dL) 1-2 2-3 >3
Albumin (mg/dL) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Asites Tidak ada Ringan Sedang
Ensefalopati Tidak ada 1 dan 2 3 dan 4
hepatik
Prothrombin time 1-4 4-6 >6
(detik
perpanjangan)
Grade A<7 poin,grade B =7-9 poin, dan grade C = 10-15 poin.
3
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.1.5 Penatalaksanaan
Pendekatan umum terapi sirosis hepatik:
4
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.2 Asites
1.2.1 Batasan
1.2.2 Etiologi
Asites pada sirosis disebabkan oleh sejumlah faktor yang secara luas
didefinisikan sebagai faktor hormonal dan disregulasi sitokin serta
berhubungan dengan overload cairan akibat hipertensi portal, retensi natrium,
vasodilatasi arteri splahnik, perubahan aliran vaskular sistemik, peningkatan
pembentukan cairan limfa hepatik dan splahnik, dan hipoalbumin (Moore and
Thiel, 2013).
5
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Budd-Chiari, dan pembentukan striktur pada inferior vena kava (Moore and
Thiel, 2013).
1.2.3 Patofisiologi
Mekanisme berkembangnya asites masih belum secara lengkap
difahami dan masih terus dipelajari. Namun teori hibrid yang ada menyatakan
tentang konsep overflow dan underfill yang meliputi (1) luka atau
kerusakan hepar yang berkelanjutan sebagai kombinasi dari faktor eksogen
seperti alkohol kronik atau virus atau non-alcoholic steatohepatitis (NASH),
(2) termasuk dalam suatu disposisi genetik, dan (3) proses mikro
berkelanjutan dari inflamasi, nekrosis, dan deposisi/regenerasi kolagen,
semua hal tersebut bersama-sama merubah hepar dari sistem resistensi rendah
menjadi resistensi tinggi, misal suatu spektrum fibrosis dengan disfungsi otot
polos pembuluh darah. Kemudian berlanjut menjadi terjadinya peningkatan
tekanan pada vena portal atau disebut hipertensi portal.
Pada keadaan hipertensi portal, substansi vasodilator seperti nitrit
oksida (NO) mulai terakumulasi. Hal ini menyebabkan vasodilatasi splehnik
dengan resultan hipoperfusi (meski secara umum terjadi euvolemik atau
hipervolemik) dari sistem renal. Maka sistem RAA (renin angiotensin-
aldosteron) teraktivasi dan memicu retensi cairan. renin disekresi oleh
aparatus juxtaglomerular ginjal di sekitar nefron proksimal sebagai respon
terhadap perubahan tekanan vaskular, perubahan dalam serum sodium, dan
aktivasi dari sistem saraf simpatis. Lalu angiotensinogen berubah menjadi
angiotensin I, yang kemudian dirubah lagi menjadi angiotensin II oleh
angiotensin converting enzyme (ACE) di paru-paru. Angiotensin II memiliki
6
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
7
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
8
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
9
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
10
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
ASUHAN KEFARMASIAN
LAPORAN KASUS
Riwayat penyakit : -
Riwayat pengobatan :
Obat Dosis
11
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
140315 Pasien pindah ruangan ke Pandan II. Suhu tubuh pasien sudah
normal, namun terjadi kenaikan frekuensi nadi dan TD. Pasien
masih merasakan nyeri pada perut dengan skala nyeri +2. Terapi
diuretik dilanjutkan dengan perubahan Furosemid 1x1 amp dan
Spironolakton ditingkatkan menjadi 50 mg-0-0, ditambah dengan
Ciprofloxacin 2x400 mg drip, aminofusin hepar, injeksi
metoklopramid 3x1, injeksi omeprazol 2x40 mg, injeksi vit K3x1
amp, dan infus PZ.
150315 Pasien masih lemas dengan TTV normal, skala nyeri +1. Terapi
masih sama dengan kemarin.
160315 Pasien masih lemas dengan TTV normal, skala nyeri +3. Asites
belum ada perbaikan Penggunaan furosemid dan vit. K
dihentikan, selebihnya terapi pasien sama dengan kemarin.
Dilakukan pengambilan cairan asites untuk dianalisa. Hasil
analisa cairan asites pasien menunjukkan PMN 88 sel/L.
12
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
170315 Pasien mengalami demam pada malam hari dengan suhu 38,3C,
TTV lain dalam batas normal.
Asites masih belum ada perbaikan. Penggunaan metklopramid
dihentikan, ditambah pemberian sucralfat untuk nyeri
lambungnya.
180315 TTV pasien dalam batas normal namun pasien mengeluhkan sulit
BAB dan batuk.
Pasien mendapat tambahan terapi Lactulax dan Codein. Skala
nyeri pasien meningkat menjadi +4, asites belum teratasi.
190315 TTV pasien dalam batas normal. Dari data lab terjadi kenaikan
WBC menjadi 35,74 dan peningkatan kadar albumin menjadi 2,6
g/dL. Skala nyeri pasien +3, pasien masih mengeluhkan susah
BAB sehingga terapi ditambahkan Dulcolax supp. Masalah asites
pasien masih belum teratasi. Pasien juga mendapat tambahan
analgesik Ketorolak 2x1 iv.
200315 TTV pasien normal dengan skala nyeri +2, asites belum teratasi
namun akan dilakukan parasintesis.
Penggunaan codein dan dulcolax dihentikan, sementara terapi
yang lain masih dilanjutkan.
13
DOKUMEN FARMASI PASIEN
IRNA/RUANGAN : INTERNA / PANDAN II
No. DMK : 12.40.xxxx Diagnosa : SH Child B + S. SBP + Tgl MRS/KRS: 13 Maret 2015 /
RuanganAsal : Pandan II hipoalbumin + asites Keterangan KRS: sembuh / pulang
Nama : Tn. N Alasan MRS/ : nyeri perut sejak 2 minggu lalu, paksa/ meninggal
Alamat : Bojonegoro demam, perut membesar, makin
PindahRuangan:
Umur/BB : 45 th/60 kg lama makin besar, terasa penuh dan
Riwayat alergi : tidak ada kaku.. Nama Dokter : dr. A
Riwayat penyakit : - Nama Apoteker : Afifah Faza, S. Farm
DATA KLINIK
15
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
No. Data klinik Normal 13/03 14/03 15/03 16/03 17/03 18/03 19/03 20/03
Lemah/ Lemah/
1. KondisiUmum Baik 456 456 456 456 456 456
456 456
2. HR 80-100 x/min 100 100 94 96 108 92 100 92
3. Suhu 36,5-37,2 C 38C 36,8 C 36,4 C 36,5 38,3 C 36,6 C 36,5 C 36,6 C
120/80
4. TekananDarah 110/70 140/90 140/90 140/90 130/80 130/80 120/80 140/80
mmHg
5. RR 12-20 x/min 22 28 20 20 20
6. Mual/muntah - +/+
7. Rh / Wh - -/- -/-
8. BAB - + + + + - - - +
9. Sesak nafas - + + + + + + + +
10. Batuk - - - - - - - - -
11. a/i/c/d -/-/-/- -/-/-/- -/-/-/+ -/-/-/- +/-/-/- +/-/-/- -/-/-/- +/-/-/- +/-/-/-
12. Asites - + + + + + + + +
13. Nyeri (0) +2 +2 +1 +3 + +4 +3 +2
Pasien mengalami demam pada tanggal 13 dan 17, perlu diperhatikan tanda-tanda SIRS lain seperti nadi, RR dan nilai WBC karena
pasien sirosis dengan asites resiko mengalami Spontaneous Bacterial Peritonitis.
16
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Mual muntah dan rasa tidak enak pada perut dikarenakan pasien mengalami asites sehingga pasien kurang nafsu makan dan terjadi
peningkatan asam lambung.
Sesak nafas yang dikeluhkan pasien kemungkinan karena keadaan perut yang membesar menekan diafragma.
DATA LABORATORIUM
17
No. Data Lab. Normal 13/3 14/3Laporan
15/3 Studi Kasus
16/3 Program
17/3 18/3Bidang
PKP 19/3
Rumah Sakit
1. DL : Program Profesi Apoteker Periode 100
WBC (x 103/mm3) 3,37 10 x103/mm3 19,67 37,54 Airlangga
Fakultas Farmasi Universitas
Hb 11-14,7 g/dl 9,9 10,2
Trombosit(x 103/mm3) 150-450x103/mm3 465 432
RBC 3,69-5,46 3,78
Hct 41,3-52,1% 33,7
MCV 86,7-102,3 87,4
MCH 27,1-32,4 26,9
MCHC 29,7-33,1 g/Dl 30,8
2. SE :
K 3.5-5.0 mmol/L 3,59
Na 136-145 mmol/L 140,6
Cl/Phospat 97-103 mmol/L / 2.5-4.9 108,4
mg/Dl
Ca/Mg 7,6 11,0 mg/Dl
3. RFT :
BUN 7-18 mg/Dl 7
Scr 0.5-1.2 mg/Dl 0,59
Ccr
4. BGA :
Ph 7,35- 7,45 7,441
PCO2 35 45 31,2
PO2 80-107 74,2
HCO3 21-25 21,4
5. LFT :
SGOT <41 37
SGPT <38 13
Bili total 0-1 0,78
Bili direct <0,20 0,46
Lain-lain :
Albumin 3.4-5.0 g/Dl 2,48 2,6
GDA < 200 mg/Dl 137
urine 600mL 800 mL 600 mL
HbSAg + 18
APTT 23-38 det 51,6
Control APTT 27,4
PPT 9-12 det 12,6
Control PPT 11,1
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Komentar :
Hipoalbumin pada pasien asites terjadi karena sintesa albumin mengalami penurunan. Albumin dan serum protein lainnya
disintesa di liver, ketika fungsi hepatoselular mengalami penurunan maka sintesa protein-protein tersebut juga akan menurun
sehingga kadarnya dalam darah akan berada di bawah nilai normal. Hipoalbumin menyebabkan tekanan onkotik plasma
menurun sehingga menggeser kesetimbangan hemodinamik dan meningkatkan permeabilitas kapiler menyebabkan keluarnya
cairan menuju rongga peritoneal dan muncullah asites (McPhee, ; Ryan, 2011).
Leukosit atau WBC mengalami kenaikan disertai peningkatan suhu tubuh cukup indikasi untuk pemberian antibiotik. Pasien
mengalami asites memiliki resiko SBP sehingga memerlukan pengambilan cairan asites untuk dianalisa dan pemberian
antibiotik profilaks.
Terjadi perpanjangan nilai APTT, hal ini dapat terjadi karena pada pasien asites terjadi penurunan sintesa faktor koagulasi oleh
liver (Ryan, 2011).
PROFIL PENGOBATAN
13/03 Parasetamol Peroral 500 mg 3x1 16/03 Anti piretik -Suhu tubuh Parasetamol digunakan
sebagai antipiretik dengan
dosis 325-650 mg tiap 4-6
jam dengan dosis
maksimal 4 g/hari (Lacy et
al., 2009).
19
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
20
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
14/03 Ciprofloxacin IV drip 400 mg 2x400 mg Terapi - tanda-tanda Hasil analisa cairan asites
profilaksis SIRS (WBC, dengan PMN >250
SBP suhu, nadi, sel/mm3 dengan kultur
dan RR). positif ataupun negatif
membutuhkan terapi
antibitotik profilaksis
untuk SBP. Antibiotik
yang dapat digunakan
pada kasus asites tanpa GI
bleeding adalah
Ciprofloxacin 750 mg
peroral seminggu sekali,
atau cotrimoxazol 1
21
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
22
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
14/03 Metoklopramid Iv 10 mg/2 3x1 amp 17/03 Anti emetik -Frekuensi Metoklopramid injeksi
mL mual muntah digunakan untuk
-ESO extra mengatasi mual muntah
pyramidal yang dialami pasien. Dosis
syndrome yang diberikan sudah tepat
yakni 10 mg, diberikan
sebelum makan tiap 6 jam.
Mekanisme sebagai anti
emetik adalah dengan
memblokade reseptor
dopamin dan serotonin
pada chemoreceptor
trigger zone di CNS,
meningkatkan sensitivitas
jaringan terhadap
asetilkolin, meningatkan
motilitas GI bagian atas
tapi tidak mempengaruhi
sekresinya, dan
meningkatkan sfingter
tonus esofageal bagian
bawah (Medscape, 2015).
23
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
24
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
17/03 Sucralfat p.o 4xC1 Mengatasi Nyeri perut Sucralfat digunakan untuk
nyeri perut terapi profilaks stress
ulcer, bekerja dengan
melekat pada ulcer di
cairan asam lambung
membentuk suatu lapisan
protektif sebagai barrier
melawan asam di lambung
(Medscape, 2015).
18/03 Lactulax p.o 3,335 3xC1 Mengatasi Frekuensi Lactulosa untuk terapi
(Lactulose) g/5mL konstipasi BAB konstipasi diberikan 10-20
g peroral sehari sekali,
atau bisa ditingkatkan
hingga 40 g sehari.
Bekerja sebagai agen
hioerosmotik yang
meningkatkan kandungan
air pada feses, melunakkan
feses, dan memicu
peristaltik (Medscape,
2015).
18/03 Codein p.o 10 mg 3x1 tab 19/03 Mengatasi -skala nyeri Codein diberikan untuk
25
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
26
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ASUHAN KEFARMASIAN
Nama Pasien: Tn. N
Kode masalah:
1. Indikasi : a. Tidak ada indikasi, b. Ada indikasi tanpa terapi, c. 9. Efek samping obat
Kontraindikasi 10. Ketidaksesuaian RM dg : a. Resep,b. Buku injeksi perawat
2. Pemilihan obat 11. Kesalahan penulisan resep
3. Dosis obat : a. Overdose, b. Underdose 12. Stabilitas sediaan injeksi
4. Interval pemberian 13. Sterilitas sediaan injeksi
5. Cara/waktu pemberian 14. Kompatibilitas obat
6. Rute pemberian 15. Ketersediaan obat/ kegagalan mendapatkan obat
7. Lama pemberian 16. Kepatuhan
8. Interaksi obat : a. Obat, b. Makanan/minuman, c. Hasil lab 17. Duplikasi terapi
27
Laporan Studi Kasus Program PKP Bidang Rumah Sakit
Program Profesi Apoteker Periode 100
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
28
Obat Problem Tindakan (usulan pada klinisi,
perawat, pasien)
Vitamin K (7) Vitamin K untuk pencegahan pendarahan -memperpanjang lama terapi menjadi 3
karena adanya gangguan koagulasi (APTT hari
dan PPT memanjang) hanya diberikan -melakukan tes darah lengkap lagi
selama 1 hari, pada pustaka disebutkan
bahwa terapi vitamin K paling tidak
memerlukan waktu selama 3 hari
(Amarapurkar and Amarapurkar, 2011).
Furosemid dan Penggunaan Furosemid 3x20 mg dan -monitoring khasiat, jika dengan dosis
Spironolakton Spironolakton 25 mg-0-0 untuk terapi asites yang diberikan pasien efek terapi telah
kurang sesuai dosisnya. Berdasarkan tercapai maka pemberian dosis tersebut
beberapa pustaka, perbandingan dosis dapat diteruskan. Namun jika belum
Spironolakton : Furosemid yang dianjurkan tercapai, maka disarankan untuk
adalah 100 mg : 40 mg/hari, dapat dititrasi dilakukan titrasi dosis
hingga maksimal 400 mg : 160 mg/hari - monitoring penurunan berat badan
(Dipiro et al., 2008; Runyon, 2004) (maks 0,5 kg/hari), serta dilakukan
pengukuran lingkar perut.
Furosemid dan Spironolakton dan Furosemid dapat -monitoring elektrolit pasien, terutama
Spironolakton (9) mempengaruhi kadar Potasium darah. Potasium
Furosemid menurunkan kadar Potasium -koreksi segera dengan pemberian KCl
sementara Spironolakton dapat jika terjadi hipokalemi atau Ca glukonas
meningkatkan nya (Medscape, 2015). jika terjadi hierkalemi
Parasetamol (2) Pasien mengalami demam (38C) pada tgl Sebaiknya diberikan Sistenol, yakni
13 Maret dan 38,3 C pada malam hari tgl Parasetamol yang dikombinasi dengan
17 Maret, diberikan Paracetamol sebagai N-acetyl cystein (500:200mg) yang
Obat Problem Tindakan (usulan pada klinisi,
perawat, pasien)
antipiretik. Parasetamol kontraindikasi pada dapat menangkap hasil metabolit
pasien dengan gangguan hepar karena Parasetamol.
metabolitnya yang toksik pada hepar. (Sistenol tidak masuk dalam
Formularium Nasionalperlu
diinformasikan kepada keluarga pasien
bahwa obat tersebut harus dibeli karena
tidka masuk jaminan BPJS)
Parasetamol (7) Pada tgl 14-16 Maret, pasien masih Penggunaan Parasetamol dapat
diberikan Paracetamol padahal suhu tubuh dihentikan, gunakan bila perlu saja dan
pasien sudah normal informasikan hal tersebut kepada
perawat dan keluarga pasien
Codein (2) Pasien mengalami konstipasi selama 3 hari -mengganti Codein dengan analgesik
(17-19 Maret) dan mengeluhkan merasa lain misal Ketorolak atau Tramadol
nyeri, dokter memberikan terapi Codein
sebagai analgesik padahal Codein memiliki
efek samping konstipasi (A to Z Drug
Facts). Terapi konstipasi diberikan Dulcolax
supp
Ketorolak (3b) Ketorolac diberikan dengan regimen 2x30 Evaluasi efek terapi, jika tidak adekuat
mg, sementara di pustaka disebutkan bahwa
maka pemberian ketorolac ditingkatkan
dosis ketorolak sebagai analgesik adalah 30
menjadi 4x30 mg, dengan lama
mg tiap 6 jam (Lacy et al.,2009) penggunaan maksimal hingga 5 hari
(Lacy et al., 2009).
Bisacodyl (16) Dokter meresepkan Dulcolax supp untuk Edukasi pasien bahwa penggunaan
mengatasi konstipasi pasien namun belum suppositoria memang tidak nyaman
Obat Problem Tindakan (usulan pada klinisi,
perawat, pasien)
digunakan oleh pasien (mungkin pasien awalnya,namun hanya berlangsung
merasa tidak nyaman dengan penggunaan sebentar, efek nya dapat langsung
obat tersebut) dirasakan setelah 15 menit minum obat
Sarankan pasien untuk segera
menggunakan obat agar keluhan perut
sebah dan penuh dapat segera berkurang
(1) TD pasien tinggi pada tgl 14-18 Maret Berikan Propanolol 40 mg sehari dua
namun tidak ada terapi anti hipertensi kali p.o
Propanolol dapat juga digunakan
sebagai terapi Portal Hypertension yang
biasanya menyertai pasien sirosis.
Furosemid dan Pasien mengaku perut sudah membesar -Berikan kombinasi dengan Furosemid
Spironolakton (2) sejak 3 minggu lalu dan belum ada 2x1 amp atau 3x1 amp dengan terus
perbaikan. Untuk terapi asites awalnya monitoring kadar kalium pasien
dokter memberikan Furosemid 3x1 amp dan -lakukan pengukuran lingkar perut dan
Spironolakton 25 mg-0-0 selama 1 hari tampung urin setiap hari agar dapat
kemudian dosis Spironolakton dinaikkan diketahui respon pasien terhadap terapi
menjadi 50 mg-0-0 namun Furosemid dan seberapa berkurangnya asites pasien
dihentikan. -jika tidak menunjukkan perbaikan,
pertimbangkan untuk dilakukan
parasintesis
MONITORING
No. Parameter Tujuan monitoring
1. Suhu Evaluasi pemberian Ciprofloxacin untuk terapi profilaksis SBP
RR
Nadi
WBC
KONSELING
2. Spironolakton 25 mg-0-0 diberikan untuk Memberitahu pasien cara dan waktu minum obat.
mengurangi cairan asites dengan
mengeluarkannya lewat urine, cukup diminum
sehari sekali pada pagi hari bersama makan untuk
mengurangi efek pada GIT
3. Pasien mendapat terapi Sucralfat 4xC1 untuk Memberitahu pasien bahwa obat diminum sehari 4x1 sendok makan
terapi stres ulcer. (15mL) pada saat erut kosong, minimal 1 jam sebelum makan.
Kocok dahulu sebelum digunakan. Obat oral lain diberikan dengan
jeda 2 jam setelah pemberian sucralfat
Simpan sediaan pada suhu ruang, terhindar dari cahaya matahari.
4. Pasien mengalami batuk dan diberikan codein. Monitoring frekuensi batuk pasien.
Obat ini dapat diminum ketika masih mengalami
batuk, jika batuk sudah sembuh maka penggunaan
obat dapat dihentikan
5. Pasien mendapat terapi Lactulosa 3xC1 untuk Menjelaskan bahwa konstipasi dapat terjadi akibat penggunaan obt
terapi konstipasi batuk codein,maka diberikan Lactulosa sebanyak 3x1 sendok makan
tiap hari, diminum bersama atau setelah makan.
6. Pasien mendapat terapi Dulcolax supp (Bisacodyl) Menjelaskan bahwa obat untuk mengatasi konstipasi bentuk
untuk terapi konstipasi suppositoria akan memberikan efek defikasi yang lebih cepat yakni
kurang lebih 15 menit setelah penggunaan.
Menjelaskan cara penggunaan suppositoria kepada pasien atau
keluarga pasien yakni diberikan dengan posisi miring atau sedikit
mengangkat pinggul, obat dimasukkan ke dalam dubur dengan
sebelumnya dicelupkan ke dalam air untuk memudahkan obat
masuk. Pasien diminta tetap dalam posisi berbaring kurang lebih 10
menit untuk memastikan bahwa obat sudah masuk.
DAFTAR PUSTAKA
Amarapurkar, P.D.,and Amarapurkar, D.N. 2011. Review Article : Management of Coagulopathy in Patients with Decompensated
Liver Cirrhosis. International Journal of Hepatology. Vol 2011, p. 1-5.
EASL. 2010. EASL Clinical Practice Guidelines on The Management Of Ascites, Spontaneous Bacterial Peritonitis, and Hepatorenal
Syndrome in Cirrhosis. Journal of Hepatology. Vol 53, p. 397-417.
Horinek, E., and Fish, D. 2009. Spontaneous Bacterial Peritonitis. AACN Advanced Critical Care. Vol 20 No 2, p. 121-125.
Itou, M., Kawaguchi, T., Taniguchi, E., Oku, Y., Fukushima, N., Ando, E., Oriishi, T., Uchida, Y., Otsuka, M., Tanaka, S., Iwasaki, S.,
Torii, M., Yoshida,, K., Adachi, Y., Suga, M.., Yoshiyama, M., Ibi, R., Akiyama, Y., Tayakura, M., Mitsuyama, K., Tsuruta, O.,
and Sata, M. 2009. Branched-chain amino acid supplements reduced ascites and increased the quality of life in a patient with
liver cirrhosis: A case report. Molecular Medicine Reports. Vol 2, p. 977-981.
Lacy, C,F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lanco, L.L. 2008. Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource for
all Clinicians and Healthcare Professionals. Ohio : American Pharmacists Association.
McEvoy, G.K. 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health-System Pharmacist.
Medscape.com diakses terakhir pada 13 Juni 2015.
Mohammad, R.A. 2012. Complication of Chronic Liver Disease. PSAP VII Gastroenterology and Nutrititon, p. 91-100.
Moore, C.M., and Thiel, D.H.V. 2013. Cirrhotic ascites review : Pathophysiology, diagnosis and management. World Journal of
Hepatology. Vol 05, p. 251-256.
Runyon, B.A. 2012. Practice Guideline Management of Adult Patiens with Ascites Due to Cirrhosis: Update 2012. American
Association for the Study of Liver Disease.
Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragand, J.J. 2011. Portal Hypertension and Cirrhosis. In : Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L., Yee,
Gary C., Matzke, Gary R., Wells, Barbara G., and Posey, L. Michael (Eds). 2011 Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach, 8th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Starr, S.P., and Raines, D. 2011. Cirrhosis : Diagnosis, Management, and Prevention. American Family Physician. Vol 18. No 12, p.
1353-1356.
Tatro, D.S. 2003. A to Z Drug Facts. San Fransisco: Facts and Comparison.
Trissel, L.A. 2009. Handbook on Injectable Drugs 15th Ed. Bethesda: American Society of Health-System Pharmacists.