Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Empyema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi
terkumpul di suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang
artinya menghasilkan nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai
pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga
digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empyema di
rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk membedakan dengan
empyema di rongga tubuh lain.

gambar 1.a rongga pleura normal gambar 1.b empyema di rongga pleura

gambar 1.c empyema thoracis gambar 1.d empyema duktus billiaris

II. Etiologi

Empyema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru atau luar paru.
infeksi berasal dari paru
pneumonia
abses paru
bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis, kadang-
kadang dinding abses bias pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis
yang pada akhirnya menjadi empyema
fistel bronkopleura
bronkiektasis
tuberculosis paru
aktinomikosis pau
infeksi berasal dari luar paru
trauma thoraks
pembedahan thoraks
torakosentesis
masuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga pleura,
biasanya jarang terjadi
abses subfrenik,missal abses hati karena amuba

empyema thoraks kuman penyebab tersering ialah kuman staphylococcus, kadang-


kadang pneumococcus dan streptococcus jarang sekali kuman-kuman gram negative seperti
hemophilus influenza. Empyema pelvic pada wanita biasanya disebabkan strain Bacteroides
atau pseudomonas aeruginosa. Pada empyema kandung empedu biasanya disebabkan oleh
E.coli, Klebsiella pneumonia, Streptococus.

III. Epidemiologi

Hampir 90 % kasus empyema thoraks disebabkan oleh Stapylococus aureus, dan


kurang sering akibat Pneumokokus (terutama tipe 1 dan 3) dan Haemophilus influenza.
Insidens relative H. influenza telah menurun sejak pengenalan vaksinasi HiB.

Di negara yang sudah maju incidence empyema thoraks pada saat ini sudah sangat
menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia/ bronchopneumonia dengan antibiotik
secara adekuat. Namun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, insidens masih
tinggi. Insidens tertinggi terdapat pada masa bayi (infancy).

Di Amerika terjadi, lebih dari satu juta kasus terjadi, dari laporan rutin yang
dipublikasikan oleh Starge and Sahr (1999) tentang penyebab infeksi pluera, 70% kasus
terjadi sebagai parapneumonic effusion murni, 5-10% sebagai parapneumoic effusion
sederhana dengan komplikasi, sekitar 5% terjadi akibat trauma dada
Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat oleh karena berbagai macam
penyakit paru di bagian penyakit paru RS. Dr. Soetomo/FK Universitas Airlangga Surabaya
sejak tanggal 1 Januari 1973 - 31 Desember 1975 terdapat 74 penderita empyema thorasis
(3,4%). Dari kasus tersebut terdapat 57 penderia pria (77%) dan 17 penderita wanita (23%)
yang berarti ratio pria dan wanita adalah 3,4 : 1 (3,6)

Secara internasional; timbulnya infeksi rongga pleura atau empyema tidak diketahui,
bagaimanapun 4.000 kasus infeksi rongga pleura terjadi dalam setahun di Inggris

IV. Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya empyema thoraks dapat dibagi dua :

Empyema akut
Terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain. Terjadinya peradangan akut yang diikuti
pembentukan eksudat

Empyema kronis
Batas tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan. Empyema disebut
kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan

Sedangkan, the American thoracis society membagi empyema thoraks menjadi tiga :

Eksudat
Dimana cairan pleura yang steril di dalm rongga pleura merespons proses inflamasi di
pleura
Fibropurulen
Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura yang bisa
melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru.
Organisasi
Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang menjadi rongga
abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang berorganisasi, paru dapat kolaps.
Dan dikelilingi oleh bungkusan tebal, tidak elastic.

V. Patogenesis

Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :


1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan abscessus
pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan menembus pleura
visceralis
2. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis
3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada
trauma thoracis, abses dinding thorax.

Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut
yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang
hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah
tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus
dinding thoraks dan keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih
disebut empyema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas)

Biasanya empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah
berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat
pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan
keluar, maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru-paru dan menimbulkan
fistula.
Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut. Kantung-kantung
nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding
tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru-paru dapat menjadi kolaps
serta dikelilingi oleh sampul tebal yang tidak elastis .

Bagan 1.a
Empyema-Pathophysiologi

Bagan 1.b
Empyema-Pathophysiologi
VI. Manifestasi klinis

Tanda-tanda gejala awal terutama pada empyema thoraks adalah tanda dan gejala
pneumonia bacteria. Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik
yang tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan
bukti adanya empyema.

Kebanyakan penderita menderita demam. demamnya remitten. takikardi, dyspneu,


sianosis, batuk-batuk.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion umumnya.


Bentuk thoraks asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan nafas pada
sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan mediastinum terdorong kearah yang
sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar, bising nafas pada
bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis
dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut umumnya.

VII. Diagnosis

Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada pemeriksaan laboratorium
didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari normal.

Biopsy pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat
dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat
dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif.

Gambar 2. Patologi anatomi pada empyema

diperlukan foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi tiduran
atau tegak, yang menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya perselubungan yang
homogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga melebar.

gambar 3. poto rontgen pada pasien empyema


Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam menunjukkan keluarnya pus.
Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril 10/20 ml serta menghisap sedikit
cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan pemeriksaan biokimia : tes rivalta. Kolesterol dan
LDH (lactate dehydroginase). Akhir-akhir ini diketahui pemeriksaan kolesterol dan LDH
cairan pleura akan sangat mempermudah untuk membedakan antara eksudat dan transudat.
Kolesterol > 45 mg/dl dan LDH 200 IU disebut eksudat

Untuk mengetahui kumam penyebabnya diperlukan pemeriksaan sediaan laangsung


dari pus secara mikroskospik. Atau dengan pembiakan kuman (secara tak langsung) dan uji
resistensi.

VIII. Diagnosa banding

empyema thoraks harus dapat dibedakan dengan :

1. pleural effusion

adalah adanya cairan patalogis dalam rongga pleura. biasanya disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. biasanya pasien dating dengan nyeri dada pada sisi yang sakit,
bila sudah berlanjut, karena nyeri ini pasien tak dapat miring lagi ke sisi yang sakit. pada
pemeriksaan radiologis tampak suatu kesuraman yang menutupi gambaran paru normal yang
dimulai dari diaphragma. hasil pemeriksaan pleura akan dapat memberikan diagnosis pasti.

2. schwarte

adalah gumpalan fibrin yang melekatkan pleura visceralis dan pleura parietalis
setempat. schwarte ini tentunya akan menurunkan kemampuan nafas penderita karena
gangguan retraksi, maka akan timbul deformitas dan kemunduran faal paru akan lebih parah
lagi.

IX. Komplikasi

Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per kontinuitatum, pada infeksi
Stapiloccocus, sering timbul fistula broncopleura dan piopneumothoraks. Komplikasi lokal
lainnya, meliputi perikarditis purulen, abses paru, peritoinitis akibat robekan melalui
diafragma, dan osteomielitis iga. Komplikasi sepsis seperti meningitis , arthritis, dan
osteomielitis dapat juga terjadi secara hematogen. Pada empyema Stapiloccocus, septikimia
jarang terjadi; komplikasi ini sering ditemukan pada infeksi H. influenza dan Pneumococus.

X. Penatalaksanaan

Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :

a. Pengosongan rongga pleura


Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek
toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan
yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara : (3,6)
Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan
indikasi:
Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
Terjadinya piopneumothoraks
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan penghisapan
bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika penghisapan telah berjalan 3-4
minggu, tetaapi tidak menunjukkan kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain,
seperti pada empyema thoraks kronis.
Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan
pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empyema menahun
karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau mungkin
sebab lain, yaitu drainase kurang bersih.

gambar 3.a open window thoracostomy: claggette procedure


Gamabr 3.b open window thoracostomy : eloesser flap

b. Pemberian antibiotik yang sesuai


Mengingat kematian utama empyema karena terjadinya sepsis, maka
antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu
diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada
hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari
hasil kultur dan uji kepekaan.(3,6)
Empyema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara paranteral
atau bila dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin. Infeksi Pneumoccocus
berespon terhadap penisilin, seftriakson atau sefotaksim, tetapi mungkin perlu
vankomisin jika terjadi resistensi terhadap penisilin. H. influenza berespon terhadap
sefotaksim, seftriakson, ampisilin atau klorampenicol.

Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase ,


urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan.tetapi penggunaan fibrinolitik ini
masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja menghancurkan fibrin yang melekat di
permukaan pleura sehingga akan mempermudah drainase dari cairan pleura.

Kategori Obat : Antibiotik

Nama Obat Penisilin G (pfizerpen)


Golongan Interferon
Dosis 1-4 mU/4-6j
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Perhatian Penggunaan pada penyembuhan fungsi
ginjal
Keterangan Interaksi dengan probenecid dapat
meningkatkan efektivitas obat, sedangkan
dengan tetracycline dapat menurunkan
efektivitas obat
Nama Obat Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)
Golongan Dapat bekerja pada kuman gram positif dan
spesies Enterococcus
Dosis 30 mg/kgbb/hari

Kontraindikasi Hipersensitifitas
Efek Samping Eritema, flushing, reaksi anafilaktik
Keterangan Perlu diperhatikan penggunaan pada gagal
ginjal dan neutropenia

c. Penutupan rongga empyema

Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena


penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan,
yaitu :

Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura pleura
yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah :
Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi nanah.
Letak empyema sukar dicapai oleh drain
Empyema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis (peel
sangat
tebal)

gambar 4. dekortikasi

Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena adanya
fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini
pembedahan dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan supaya
dining thoraks dapat jatuh ke dalam rongga pleura akibat tekanan udara luar.(3,6)

gambar.5 torakoplasti

d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empyema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses subfrenik,
maka harus dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu masih perlu diberikan
pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis, aktinomikosis dan sebagainya.(3,6)
e. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk
membebaskan jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk mengalami cacat
tubuh (deformitas).
Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema :
fase I (fase eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostic
terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai
pengembangan paru yang sempurna.
fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka
(reseksi iga open window). Dengan cara ini nanah yanga ada dapat dikeluarkan dan
perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu
keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang
lebih besar dapat dilakukan.
Pada fase II ini VATS surgery sangat bermamfaat, dengan cara ini dapat dilakukan
empiemektomi dan atau dekortikasi.
Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga empyema dengan cara dinding dada dikolapskan (torakoplasti)
dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empyema, dapat juga rongga
empyema ditutup dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air
plombage), dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle plombage atau omental
plombage).(4,13)
gambar 6. air plombage
Pada empyema tuberkulosa, toraktomi dilakukan bila keadaan sudah tidak didapat
kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri tahan asam (BTA) pada
sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk mencapai sputum dan cairan pleura negative
diberikan obat anti TB yang masih sensitive secara teratur dan untuk mencapai cairan pleura
BTA negative dapat dilakukan reseksi iga (window and qauzing) bila keadaan paru sangat
rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan reseksi paru (pneumonektomi atau lobektomi).

XII. Prognosis

Mortalitas bergantung pada umur , penyakit penyerta, penyakit dasarnya dan


pengobatan yang adekuat. Angka kematin meningkat pada usia tua atau penyakit dasar yang
berat dank arena terlambat dalam pemberian obat.

Kematian pada empyema oleh Staphylococcus pada bayi dan anak kcil masih tinggi.
Hal ini disebabkan terutama oleh ganasnya Staphylococcus yang dapat mengubah
bronchopneumonia ringan menjadi empyema dalam beberapa jam saja. Hal ini mungkin
karena natural resistance bayi dan anak kecil umumnya masih rendah. Pada penyembuhan
biasanya tidak terdapat terdapat keluhan lagi walaupun kadang-kadang masih terdapat
perlengketan ringan yang dapat menghilang di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Jun; 91(6): 901-9

Wiedemann HP, Rice TW: Lung abscess and empyema

Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , jakarta juli 2006

www.nlm.nih.gov/empyema/000123.html

Anda mungkin juga menyukai