Anda di halaman 1dari 59

STUDI KELAYAKAN

KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,


Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

BAB 3 KAJIAN LAHAN GAMBUT


3.1. KAJIAN ANALISIS TERHADAP NILAI KUAT GESER TANAH GAMBUT MUARA

Tanah gambut adalah campuran dari fragmen fragmen material organik yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk. Ini merupakan tantangan berat
bagi para rekayasa sipil dalam merencanakan suatu konstruksi bangunan sipil, karena
tanah gambut mempunyai sifat teknis kurang menguntungkan yaitu kandungan air
cukup tinggi, kuat geser rendah dan perilaku tanah gambut pada lokasi yang satu
dengan yang lain berbeda maka perlu diadakan penelitian terhadap kuat geser setelah
mengalami pemampatan awal. Pengujian yang dilakukan berupa penentuan nilai
parameter kuat geser langsung tanah gambut setelah mengalami pemampatan awal
dengan menggunakan alat uji direct shear test. Uji kuat geser dilakukan pada sampel
dengan waktu pembebanan 0 hari, 1, 2, 3, 4 dan 7 hari dan beban 0, 5, 10, 15 dan 25
kg. Penelitian tanah gambut Muara Batang Toru Sidempuan dapat diklasifikasikan
sebagai tanah gambut dengan kadar abu tinggi (High As peat) >15 %, dengan kadar air
yang tinggi sebesar 251.81 % dan mengandung kadar serat >20 %. Kekuatan geser
menunjukkan peningkatan akibat penambahan beban dan lama pembebanan awal
dimana nilai kohesi maupun sudut geser mengalami peningkatan. Nilai kohesi (c)
terbesar terjadi pada pembebanan 25 kg dengan waktu 7 hari sebesar 0.039 kg/cm2.
Sudut geser dalam () tanah terbesar terjadi pada pembebanan awal 25 kg dengan
waktu 7 hari sebesar 3.5030. Peningkatan ini diakibatkan oleh adanya serat yang
saling mengikat. Dengan meningkatnya nilai kuat geser maka daya dukung tanah pun
semakin meningkat.

Kata kunci : tanah gambut, pemampatan, pembebanan awal, kuat geser.

3.1.1. PENDAHULUAN
Lahan gambut di Indonesia tergolong cukup luas yang tersebar dibeberapa
daerah diantaranya Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan Sumatera. Gambut yang
lebih dikenal dengan nama peat, adalah campuran dari fragmen-fragmen material
organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk. Sejalan dengan
lajunya pembangunan, terutama berkaitan dengan pekerjaan pekerjaan teknik sipil
baik berupa konstruksi bangunan gedung, jalan atau pembuatan daerah transmigrasi
dan sebagainya. Dari jumlah pekerjaan tersebut pada daerah tanah gambut
menimbulkan banyak masalah bagi.

III- 1
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

konstruksi yang akan dibangun di atasnya, pada umumnya diakibatkan oleh sifat sifat
fisik tanah gambut yang mempunyai kandungan air (kadar air) yang sangat tinggi.
Sehingga tanah gambut mempunyai sifat yang kurang menguntungkan bagi konstruksib
bangunan sipil, karena mempunyai kadar air yang tinggi, kemampuan dukung rendah
dan pemampatan yang tinggi. Tanah gambut termasuk sebagai tanah jelek bagi suatu
konstruksi untuk dijadikan sebagai dasar pondasi maka diperlukan penanganan yang
tepat dan benar agar konstruksi dapat berdiri dengan baik serta aman.

3.1.2. Latar Belakang


Penelitian mengenai tanah gambut pada bidang teknik sipil khususnya
geoteknik mempunyai tantangan tersendiri, karena tanah gambut mempunyai sifat
fisik yang kurang menguntungkan dibandingkan jenis tanah lainnya, maka diharapkan
dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh beban terhadap
tanah gambut. Sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik yang berkaitan
dengan teknik sipil baik berupa transmigrasi, jalan raya dan sebagainya.
Pembangunan konstruksi pada lokasi tanah gambut mempunyai banyak kendala,
karena penyelidikan dan penelitian memadai untuk mengetahui karakteristik serta
perilaku tanah gambut belum cukup dilakukan.
Penerapan alternatif untuk membuang lapisan tanah gambut dengan mengganti
dengan tanah yang lebih baik, sering tidak dapat dilakukan karena memerlukan biaya
yang sangat besar. Sebagai konsekwensi harus dapat diterima keberadaan tanah
gambut guna menopang konstruksi sipil pada lapisan tanah dasar. Bilamana ini terjadi
konstruksi akan dibangun mempunyai beban relatif merata seperti jalan, maka salah
satu alternatif untuk memperbaiki tanah gambut tersebut sebelum mendirikan
bangunan di atasnya adalah mempelajari perilaku perilaku tanah gambut setelah
mendapatkan penambahan beban. Untuk memperbaiki sifat tanah gambut maka
dilakukan suatu penelitian dengan melakukan pemampatan awal, sehingga diharapkan
penurunan yang terjadi akibat pembebanan semakin berkurang serta bertambahnya
nilai kuat geser terhadap beban yang dipikulnya.

3.1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain untuk menentukan klasifikasi
tanah gambut, nilai kohesi (c) dan besarnya sudut geser dalam () pada tanah gambut
Muara Batang Toru setelah mengalami pemampatan awal.

III- 2
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

3.1.4. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Gambut
Tanah gambut merupakan tanah hidromorfik yang bahan asalnya sebagian besar
atau seluruhnya terdiri atas bahan organik sisa-sisa tumbuhan dan selalu dalam
keadaan tergenang air, dimana proses dekomposisinya berlangsung tidak sempurna
sehingga terjadi penumpukan serta akumulasi bahan organik membentuk tanah
gambut yang kedalamannya dibeberapa tempat dapat mencapai 16 meter. Di daerah
tropis khususnya Indonesia terbentuknya gambut pada umumnya terjadi di bawah
kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya
pada cekungan atau depresi, danau atau daerah pantai yang selalu tergenang dan
produksi bahan organik yang melimpah dari vegetasi hutan mangrove atau hutan
payau.
Tanah gambut merupakan campuran fragmen organik, berasal dari vegetasi
yang telah berubah dan memfosil secara kimiawi. Gambar 3.1 memperlihatkan
photomicrograph menggunakan mikroskop electron tanah gambut suatu daerah
Wisconsin, USA (Edil, 1987) dalam Indra Farni, 1996. Terlihat secara mendetail
struktur mikro dengan ruang pori besar sehingga dapat dimengerti bahwa kandungan
air dan kompresibilitas tanah tersebut tinggi.
Gambut yang ada di bawah permukaan mempunyai daya mampat yang tinggi
dibandingkan dengan mineral tanah pada umumnya. Menurut ASTM D2607-69 dalam
Farni.I., (1996), istilah tanah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik
berasal dari proses geologi selain batubara. Terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang
telah mati, berada didalam air dan hampir tidak ada udara didalamnya, terjadi
dirawa-rawa dan mempunyai kadar abu tidak lebih 25% berat kering. Dengan demikian
rawa merupakan tempat pembentukan tanah gambut, dipengaruhi oleh iklim, hujan,
peristiwa pasang surut, jenis vegetasi rawa, topografi serta beberapa aspek geologi
serta hidrologi daerah setempat.
Tanah gambut (peat soil) diketahui sebagai tanah yang mempunyai
karakteristik sangat berbeda, jika dibandingkan dengan tanah lempung. Perbedaan ini
terlihat jelas pada sifat fisik dan sifat teknisnya. Secara fisik tanah gambut dikenal
sebagai tanah yang mempunyai kandungan bahan organik dan kadar air yang sangat
tinggi, angka pori yang besar, dan adanya serat-serat, sedangkan secara teknis yang
sangat penting untuk tanah gambut adalah pemampatan yang tinggi, terjadinya
pemampatan primer yang singkat, adanya pemampatan akibat creep (pamampatan
yang terjadi pada tekanan efektif yang konstan), dan kemampuan mendukung beban
yang rendah.

III- 3
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.1. Contoh TeksturTanah Gambut


Sumber : ( Rahayu, 2003)
Klasifikasi Tanah Gambut
Sistem klasifikasi tanah gambut yang selama ini dikenal didasarkan pada jenis
tumbuhan pembentuk seratnya. Menurut ASTM 1969 (DS2607) dalam Noor E 1997,
gambut tidak hanya diklasifikasikan menurut jenis tanaman pembentuk serat saja tapi
juga kandungan seratnya, sistem ini mengelompokkan tanah kedalam 5 kelompok
seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1. Sistem klasifikasi yang didasarkan pada tanaman
pembentuk serat-serat ini sering kali membingungkan. Sistem klasifikasi menurut jenis
tanaman pembentuk serat ini juga membutuhkan pengetahuan tentang flora. Karena
alasan tersebut orang-orang teknik mulai menghindari pemakaian sistem klasifikasi
berdasarkan jenis tumbuhan dan kandungan organiknya. Menurut USSR System (1982)
dalam Noor E. 1997, tanah organik diklasifikasikan sebagai tanah gambut apabila
kandungan organiknya 50 % atau lebih.

III- 4
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Tabel 3.1 Klasifikasi Tanah Menurut ASTM 1969 (DS2607)

Menurut Mac Farlane dan Radforth (1965), tanah gambut dibagi dalam 2 kelompok
yaitu :
a. Gambut berserat (Fibrous Peat)
b. Gambut tidak berserat (Amorphous Granular Peat)

Pengelompokkan tanah tersebut didasarkan pada kandungan seratnya dimana


gambut dengan kandungan serat 20 % atau lebih dikelompokkan kedalam gambut
berserat (Fibrous Peat). Sedang gambut amorphous granular pada umumnya terdiri
dari butiran berukuran colloid (2 ) serta sebagian besar air porinya terserap
disekeliling permukaan butiran tanah.
Klasifikasi tanah gambut antara lain :
1. Menurut ASTM D4427-84 (1989) dalam Noor E 1997, berdasarkan kadar abu :
- Low Ash-peat, bila kadar abu 5 %
- Medium Ash-peat, bila kadar abu 5 - 15 %
- High Ash-peat, bila kadar abu > 15 %

III- 5
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

2. Menurut Meene (1982) dalam Noor E 1997, berdasarkan bentuk dan kondisi
geografis :
- Topogeneous Peat/ Marsh Peat
Yaitu gambut yang diendapkan dibawah muka air tanah akibat terjadinya depresi
topografi.
- Ombrogeneous Peat
Yaitu gambut yang diendapkan diatas muka air tanah akibat pengaruh hujan.
Menurut beberapa hasil penelitian bahwa jenis gambut di Indonesia adalah gambut
berserat (fibrous peat), seperti didaerah Palangkaraya dan Banjarmasin adalah
jenis gambut berserat (fibrous peat), (Noor Endah, 1999). Demikian juga hasil
penelitian tanah

Gambut Lampung yang diklasifikasikan sebagai tanah gambut berserat (fibrous


peat) atau peat moss dengan kandungan abu tinggi (high ash-peat), (Waruwu A,2002)
dan tanah gambut di Pekan Heram dan di Pulau Padang Sumatera, pada umumnya
jenis gambut ygn mengandung serat dan kayu kayuan (fibrous peat dan woody peat).
Menurut Fahmudin Agus dan I.G.Madi Subiksa (2008), dalam Balai Pnelitian
Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF) Bogor (2008). Gambut diklasifikasikan
lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda, dari tingkat kematangan,
maka gambut dibedakan menjadi:

Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan
asalnya tidak dikenali, bewarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas
kandungan seratnya < 15%
Gambut hemik (setengah matang) dapat dilihat pada gambar 3.2 adalah
gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, bewarna
coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 75%
Gambut fibrik (mentah) dapat dilihat pada gambar 3.3 adalah gambut yang
belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, bewarna coklat, dan bila
diremas > 75% seratnya masih tersisa.

III- 6
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.2. Contoh Tanah Gambut Hemik (setengah matang)


Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF) Bogor (2008).

Gambar 3.3. Contoh Tanah Gambut Fibrik (mentah)


Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre ICRAF) Bogor (2008).

Perilaku Tanah Gambut


Konsep dasar untuk tanah yaitu terdiri dari 3 fase yang meliputi fase padat
(solid), fase cair (liquid) dan fase gas. Konsep tersebut berlaku juga untuk tanah
gambut amorphous granular (amorphous granular peat) dan tanah gambut berserat
(fibrous peat), dan ditanah gambut berserat tidak selalu merupakan bagian yang
padat (solid) karena fase tersebut pada umumnya terdiri dari serat serat yang berisi
air dan gas. Oleh sebab itu, Mac Farlane (1959), dalam Indra Farni, 1996,

III- 7
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

menyebutkan bahwa gambut berserat mempunyai 2 jenis pori yaitu pori diantara
serat-serat (makro pori) dan pori yang ada dalam serat-serat yang bersangkutan
(mikro pori), sifat fisik tanah gambut dan tanah lempung sangat berbeda satu
terhadap yang lain, hal ini disebabkan fase solit yang ada pada tanah gambut pada
umumnya berupa serat-serat yang berisi air atau gas. Parameterparameter yang
penting dalam menentukan sifat fisik tanah gambut dan tanah lempung adalah berat
volume, berat jenis (specific gravity), kadar air dan angka pori.

Kadar Air (w)


Untuk tanah gambut, kadar air dapat lebih besar dari 200%. Tetapi kadar air
tersebut akan berkurang dengan drastis bila bercampur dengan bahan anorganik.
Karena tanah gambut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk nyerap dan
menyimpan air, jumlah air yang dapat diserap sangat tergantung pada derajat
dekomposisi tanah yang bersangkutan.

Specific Gravity
Nilai berat jenis (specific gravity) dari tanah gambut adalah lebih besar dari
1.0. Menurut Mac Farlane, (1969) dalam Noor Endah, (1997), dalam Buku Jurnal
Geoteknik Volume III, harga berat jenis (specific gravity) rata-rata adalah 1.50 atau
1.60. Dan jika lebih besar dari 2,0 tanah gambut yang diteliti sudah tercampur dengan
bahan anorganik. Nilai Gs untuk tanah gambut (peat) ditentukan dengan minyak
kerosin.

Angka Pori
Nilai angka pori tanah gambut adalah sangat besar yaitu berkisar antara 5 s/d
15. Untuk tanah gambut berserat pernah ada yang mempunyai angka pori sebesar 25,
sedang tanah gambut tak berserat (armorphous granular) mempunyai angka pori
sangat kecil yaitu sebesar 2 (Hellis dan Brawner, 1961) dalam Noor Endah, (1997)
Angka pori untuk tanah gambut adalah sangat besar terutama tanah gambut berserat,
sedang tanah gambut tidak berserat (amorphous peat) mempunyai angka pori sangat
kecil sekitar 2,00. Hobbs (1986) dalam Bell (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi
kadar air tanah gambut, maka semakin besar angka pori.

Berat Volume
Berat volume tanah gambut sangat rendah, untuk gambut yang mempunyai
kadar organik yang tinggi dan terendam air, maka berat volumenya kira-kira sama
dengan berat volume air (Mac farlene 1969). Hasil pengujian beberapa peneliti yang
dirangkum oleh Mac Farlene, menunjukkan bahwa berat volume tanah gambut
berkisar antara 0,0 1,25 t/m3.

III- 8
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Kadar Abu dan Kadar Organik


Kadar abu tanah gambut dapat ditentukan dengan cara memasukkan gambut
(yang telah dikeringkan pada temperature 105 oC ) kedalam oven pada temperatur
440 oC (metode C) atau 750 oC (metode D), sampel yang bersangkutan menjadi abu
(ASTM D 2974-87). Menganjurkan pemakaian temperature oven sekitar 800 oC s/d 900
oC selama 3 jam. Persentase abu dihitung terhadap berat kering tanah sampel
menurut (Mac Farlane 1969), dalam Noor Endah, (1997).

Kekuatan Geser Tanah Gambut


Setyanto (1993), dalam Farni I.,(1996), menghasilkan analisis dan
eksperimentasi mengenai kekuatan geser tanah gambut palembang menggunakan
modifikasi alat pembebanan awal. Alat tersebut memepunyai ukuran yang sama
dengan dimensi contoh yang akan diuji.
Bentuk kurva regangan dan tegangan deviator pada tanah gambut yang sudah
diberikan beban awal lebih dahulu mempunyai rupai bentuk umum yang terjadi pada
tanah lempung seperti pada gambar 3.4, tetapi posisi puncak regangan deviator
sedikit berbeda dari kondisi tanah lempung. Pada tanah lempung jenuh posisi puncak
tegangan deviator berada pada sekitar 12 % regangan, sedangkan pada gambut berada
pada antara 12 % - 14
% regangan.

Gambar 3.4. Hubungan regangan dengan tegangan deviator pada Pembebanan


awal 200 kPa
Sumber : Farni Indra,Tesis Geoteknik Program Pasca Sarjana-ITB

III- 9
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Dari kurva lintasan tegangan tanah gambut pada gambar 3.5., menunjukkan
kondisi terkonsilidasi normal (normally consolidated). Hal ini karena pengambilan
contoh tanah gambut berada dekat permukaan, sehingga beban awal selalu lebih
besar dari kondisi awal. Dari kurva lintasan tegangan pada kondisi total didapatkan
harga sudut geser dalam antara 9,10 18,40, nilai kohesi antara 2,55 5,00 kPa.

Gambar 3.5. Kurva lintasan tegangan dengan lama pembebanan awal 30 hari
Sumber : Farni Indra,Tesis Geoteknik Program Pasca Sarjana-ITB

Faktor faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Tegangan Geser Tanah

Beberapa factor yang mempengaruhi kuat geser tanah yang di uji di laboratorium,
antara lain :

1) Kandungan mineral dalam butiran tanah


2) Bentuk partikel
3) Angka pori dan kadar air
4) Sejarah tegangan yang pernah dialaminya
5) Tegangan yang ada dilokasi (didalam tanah)
6) Perubahan tegangan selama pengambilan contoh tanah
7) Tegangan yang dibebankan selama pengujian
8) Cara pengujian
9) Kecepatan pembebanan
10) Kondisi drainase yang dipilih, drainase terbuka (drained) atau tertutup
(undrained)
11) Tekanan air pori yang ditimbulkan
12) Penentuan yang diambil untuk penentuan kuat gesernya.

III- 10
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Butir 1) sampai 5) ada hubungannya dengan kondisi aslinya yang tidak dapat
dikontrol tetapi dapat dinilai dari hasil pengamatan dilapangan, pengukuran dan
kondisi geologi. Butir 6) tergantung dari kualitas benda uji dan penanganan benda uji
dalam persiapan pengujiannya. Sedang butir 7) sampai 12) tergantung dari pengujian
yang dipilih.

Perilaku Pemampatan Tanah Gambut

Perilaku pemampatan tanah gambut sangat berbeda dengan tanah lempung,


dimana pemampatan yang terjadi pada tanah gambut merupakan proses pemampatan
yang lama.
Tanah gambut mempunyai porositas yang tinggi, oleh karena itu pemampatan
awal terjadi berlangsung sangat cepat. Selama proses pemampatan, daya rembes
tanah gambut berkurang dengan cepat sehingga menyebabkan berkurangnya
kecepatan pemampatan. Proses dekomposisi pada serat serat didalam tanah gambut
menyebabkan perilaku pemampatan semakin rumit. Hal ini disebabkan oleh struktur
serat-serat menjadi hancur serta bentuk gas akibat proses tersebut. (Hanrahan 1954,
Hallingshead & Raymong 1972, Dhowian & Edil 1980) dalam Farni I. (1996)
Teori Untuk Penanggulangan Masalah Pemampatan Penggunaan dan Mekanisme Teknik
Pemampatan awal
Perbaikan tanah dengan teknik pemampatan ini terutama ditujukan untuk
tanah mengalami penurunan yang besar bila dibebani. Selain itu, pemampatan pada
tanah lunak dan mudah memampat dapat menyebabkan peningkatan kekuatan tanah,
karena tanah memampat mempunyai struktur susunan partikel lebih rapat serta lebih
kokoh.
Selain itu, tanah-tanah lunak sering tidak memiliki daya dukung cukup untuk melawan
beban bangunan. Untuk itu perlu dilakukan pemampatan tanah sebelum bangunan
didirikan dengan tujuan pokok sebagai berikut :
1. Menghilangkan sama sekali (atau sebagian besar), penurunan konsolidasi akibat
beban bangunan tersebut. Menghilangkan penurunan konsolidasi ini dilakukan
dengan beban awal (pre-loading) yang lebih besar atau sama dengan beban
bangunan rencana. Bila total penurunan tanah sesuai dengan direncanakan
telah dicapai, beban awal itu dapat dihilangkan (dibongkar). Kemudian
bangunan dapat dilaksanakan dan perbedaan penurunan diharapkan sangat
kecil.
2. Karena beban awal tersebut diberikan sebelum beban sesungguhnya (hanya
untuk memampatkan saja), cara seperti ini lebih dikenal dengan cara beban
awal. Sistem pemadatan ini juga disebut sebagai precompression.
Meningkatkan daya dukung tanah dasar. Pemampatan dapat meningkatkan

III- 11
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

tahanan geser tanah sehingga tanah lunak yang mempunyai daya dukung
rendah menjadi lebih kuat dan lebih stabil dalam mendukung beban bangunan.

Perbaikan tanah dengan cara pemampatan awal (precompression) ini cocok untuk
tanah lempung lunak jenuh air, tanah lanau compresisible, tanah lempung organick
dan tanah gambut. Untuk mempercepat waktu pemampatan awal, dapat digunakan
drainasedrainase vertikal (vertical drains) untuk memperpedek aliran drainase air
pori. Teknik beban awal ini telah berhasil diterapkan pada tanah-tanah yang
mendukung pondasi gedung, embankment, jalan raya, abutment jembatan dan
sebagainya.

Hubungan Dengan Penelitian Sebelumnya Budi Susilo Soepandji (1996) menyelidiki


sifat fisis tanah gambut Palembang, seperti terlihat dibawah ini :
Tanah gambut Palembang
Kadar Air (Wc) = 215,36 %
Berat Volume () = 11,23 kN/m
Berat jenis (Gs) = 1,816
Kadar Abu = 50,47 %

Aazokhi Waruwu (2002) menyelidiki sifat fisis tanah gambut Lampung, sepertiterlihat
dibawah ini :
Tanah gambut Lampung
Kadar Air (Wc) = 152,80 %
Berat Volume () = 11,20 kN/m3
Berat Volume kering (d) = 4,43 kN/m3
Angka Pori Awal (eo) = 4,43 kN/ m3
Berat jenis (Gs) = 1,98
Kandungan Organik = 52,30 %
Kadar Abu = 47,70 %

3.1.5. METODOLOGI PENELITIAN

Pengambilan Sampel
Bahan uji yang diteliti yaitu tanah gambut yang diambil dari daerah Muara Batang
Toru Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara
menggali yang berbentuk bukit dengan kedalaman 0.50 meter, sampel tanah tersebut
ada dua jenis yaitu sampel tanah yang terganggu (disturbed) dimasukan kedalam goni
dan jenis tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dimasukkan kedalam tabung
yang berukuran 40 cm dengan diameter 7 cm. Kegiatan Penelitian Di Laboratorium

III- 12
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Prosedur
pelaksanaan dalam pengujian sampel mengikuti prosedur test yan dikeluarkan oleh
AASHTO dan ASTM.

Pengujian Pendahuluan
Pada tahahp penelitian pendahuluan, ada empat pengujian yang dilakukan yaitu :
1. Kadar Air
2. Berat Jenis (specific gravity)
3. Angka pori
4. Kadar organik, kadar serat dan kadar abu tanah gambut

Pengujian Utama
Pengujian utama yang dilakukan yaitu uji kuat geser langsung (direct shear test) yang
bertujuan untuk mengetahui besarnya sudut geser dan kohesi tanah gambut Muara
Batang Toru dengan menggunakan kotak geser yang berbentuk lingkaran yang
berdiameter 6.5 cm, lalu contoh tanah dimasukkan kedalam kotak geser dan
ditempatkan pada alat geser langsung dengan pembebanan sebesar 10 kg, 20 kg dan
30kg. Pembacaan dilakukan tiap selang waktu 15 detik pada dua menit pertama,
selanjutnya pembacaan dial dilakukan tiap selang waktu 30 detik sampai tanah
tersebut runtuh.

Prosedur Percobaan
Dalam pengujian geser langsung ini ada beberapa prosedur dalam melakukan
pengujiannya antara lain :
1. Meletakkan contoh tanah yang telah mengalami pemampatan awal ke dalam
ring cetakan dengan menggunakan extruder
2. Meletakkan contoh tanah diantara dua buah batu pori, lalu contoh tanah
dimasukkan kedalam kotak geser dan ditempatkan pada alat kuat geser
langsung dengan pembebanan 10 kg, 20 kg dan 30 kg.
3. Melakukan pembacaan dial konsolidasi dan dial penggeseran tiap selang waktu
15 detik pada 2 menit pertama, selanjutnya pembacaan dial dilakukan tiap
selang 30 detik sampai tanah tersebut runtuh.

III- 13
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

3.1.6. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik Dan Klasifikasi Tanah Gambut Yang Diteliti


Penelitian pendahuluan terhadap sifat-sifat fisik tanah gambut Muara Batang
Toru adalah sebagaimana yang ada pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Hasil Penelitian pendahuluan sifat fisis tanah gambut Muara Batang Toru

Seperti yang telah dilampirkan pada tabel 3.2 terlihat bahwa gambut yang diteliti
dapat diklasifikasikan sebagai High Ash-pet (tanah gambut dengan kadar abu tinggi)
menurut ASTM D4427-84 (1989) karena mengandung kadar abu > 15 %, dan juga
sebagai tanah gambut berserat (fibrous peat) menurut Mac Farlane dan Radforth
(1965) karena mengandung > 20 % kadar serat. Juga menunjukkan bahwa tanah
gambut Muara Batang Toru mempunyai kadar air yang sangat tinggi yaitu 251,81 %
dimana sebagian besar air porinya terserap di sekeliling permukaan butiran.

Pengaruh Besar dan Lama Pembebanan Awal Terhadap Kadar Air.


Dari tabel 3.2 dan gambar 3.5, terlihat bahwa pengaruh kadar air akibat besarnya
beban awal dan lama waktu pembebanan sehingga memberikan perbedaan yang cukup
berarti. Persentase kadar air masih tergolong cukup tinggi walaupun telah dibebani
dengan beban awal 5 kg, 10 kg, 15 kg, 20 kg dan 25 kg dengan periode waktu 1 hari, 2
hari, 3 hari, 4 hari dan 7 hari, namun kondisi ini disebabkan oleh kandungan serat
yang masih menyimpan air tetap berlangsung pada makro pori. Penurunan kadar air
tinggi terjadi pada pembebanan awal 25 kg dengan lama pembebanan 7 hari.

III- 14
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.6. Grafik Pengaruh besar dan lama beban awal terhadap kadar air

Pengaruh Besar dan Lama Pembebanan Awal Terhadap Berat Volume Basah dan Berat
Volume Kering Pada gambar 3.7 dapat dilihat bahwa semakin besar dan lama waktu
pembebanan, maka semakin besar penurunan volume basah. Hal ini disebabkan
karena dengan semakin besarnya beban awal yang diberikan pada tanah gambut maka
terjadi pemampatan dan air yang ada didalam tanah akan semakin keluar melalui
batu pori, dengan keluarnya air dari tanah gambut tersebut maka berat tanah akan
semakin berkurang.

Gambar 3.7. Grafik hubungan Pengaruh Besar Beban Awal terhadap


Berat Volume kering dan berat Volume basah

Sebaliknya pada gambar 3.8 dapat dilihat dimana untuk berat volume kering
dengan semakin lamanya waktu pembebanan awal yang diberikan pada tanah gambut
maka terjadi pemampatan atau bertambahnya kepadatan sehingga semakin besar
kenaikan berat volume kering tanah tersebut.

III- 15
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.8. Grafik hubungan pengaruh waktu pembebanan Awal terhadap Berat
Volume kering dan berat Volume basah

Dari gambar 3.7 dan gambar 3.8 menunjukkan bahwa Penurunan berat volume
basah dan kenaikan berat volume kering mulai terlihat pada waktu pembebanan awal
20 kg dan waktu pembebanan 4 hari.Pengaruh Besar dan Lama Pembebanan Terhadap
Sudut Geser Dalam Dan Nilai Kohesi Gambut Sebelum dan Sesudah Mengalami
Pemampatan awal.80/
Dari hasil pengujian kuat geser langsung dapat dilihat bahwa nilai kohesi dan sudut
geser pada tanah gambut Muara Batang Toru mengalami peningkatan dengan adanya
pemampatan awal serta lamanya waktu pembebanan dan penambahan beban.
Sedangkan peningkatan sudut geser mulai terlihat perubahan yang signifikan terjadi
pada pembebanan 20 kg, sedangkan nilai kohesinya tidak ada kenaikan yang sangat
berarti seperti terlihat pada tabel 3.10 dan gambar 3.9.

Gambar 3.9. Grafik Pengaruh Besar Beban Awal terhadap nilai kohesi
dan sudut geser Dalam
Dari gambar 3.10 dan tabel menunjukkan bahwa nilai sudut geser dalam mengalami
peningkatan akibat lamanya waktu pembebanan dimnana nilai sudut geser dalam

III- 16
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

terjadi perubahan yang berarti pada waktu 4 hari sedangkan nilai kohesi tidak
mengalami perubahan yang sangat besar.

Pada proses pengujian kuat geser langsung dimana pembebanan 25 kg serta


waktu pembebanan 7 Hari didapat nilai kuat geser maksimum sebesar 0,57 kg/cm2
seperti terlihat pada gambar 3.11 dan tabel. Pada pengujian ini peningkatan yang
terjadi pada sudut geser ini diakibatkan oleh adanya ikatan-ikatan serat antara tanah
gambut terhadap besar beban awal yang diberikan dan juga waktu pembebanan ini
terlihat pada gambar 3.9 dan gambar 3.10.

Gambar 3.10. Grafik Pengaruh Lama Pembebanan awal terhadap nilai kohesi dan
sudut geser dalam

Gambar 3.11. Grafik hubungan antara Normal Stress dengan Shear Stress

untukpembebanan 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 kg dengan waktu 1, 2, 3, 4 dan 7 hari


Pembahasan Dari pembahasan sebelumnya penulis telah melakukan diskusi yang
hasilnya sebagai berikut:
III- 17
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

1. Kadar Air tanah gambut Muara Batang Toru adalah 251,81 %


2. Klasifikasi tanah gambut yang berasal dari Muara Batang Toru Sidempuan
adalah sebagai tanah gambut dengan kadar abu tinggi (High Ash-peat) menurut
ASTM D4427-84 (1989).
3. Dilihat dari kadar serat bahwa tanah gambut Muara Batang Toru Sidempuan
adalah sebagai tanah gambut berserat (fibrous peat) karena mengandung kadar
serat 57.80 % 20 % menurut Mac Farlane dn Radforth (1965).
4. Nilai berat jenis (specific gravity) dari tanah gambut Muara Batang Toru
Sidempuan adalah 1.74 < 2.00 menurut Mac Farlane (1969)
5. Berat volume basah semakin mengecil diakibatkan oleh adanya pemampatan
awal sebaliknya berat volume kering semakin meningkat dari keadaan awal.
6. Untuk kuat geser, nilai kohesi dan sudut geser terjadi peningkatan setiap
penambahan beban dan lama waktu pembebanan. Peningkatan nilai kohesi
terbesar terjadi pada pembebanan 25 kg dengan waktu 7 hari sebesar 0.039
kg/cm2, sudut geser dalam mengalami peningkatan terbesar pada pembebanan
25 kg dengan waktu 7 hari sebesar 3.500. Peningkatan ini diakibatkan oleh
tanah yang semakin mampat serta kandungan serat-serat pada tanah gambut
tersebut. Dengan meningkatnya nilai kuat geser maka daya dukung tanah
gambut tersebut semakin meningkat.
7. Peningkatan nilai kohesi dan nilai sudut geser dalam tanah gambut Muara
Batang Toru sangat dipengaruhi oleh besar beban dan lama waktu pembebanan
dimana pada pembebanan 20 kg dengan waktu 4 hari tanah gambut sudah
menunjukkan perubahan yang cukup berarti.
8. Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai nilai kuat geser Tanah gambut
Muara Batang Toru setelah mengalami pemampatan secara teknis Tanah
gambut Muara Batang Toru bisa digunakan sebagai tanah dasar dalam
konstruksi sipil.

3.1.7. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian Tanah Gambut Muara Batang Toru yang kemudian dianalisa dan di
diskusikan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Tanah gambut yang diteliti dapat diklasifikasikan sebagai tanah gambut dengan
kadar abu tinggi (High Ash-peat) dan juga tanah gambut berserat (fibrous peat)
2. Kadar air tanah gambut Muara Batang Toru adalah 251.81%
3. Nilai sudut geser tanah gambut Muara Batang Toru mengalami peningkatan
terbesar terjadi pada pembebanan 25 kg dengan waktu pembebanan 7 hari
sebesar 3.50, sedangkan nilai kohesi juga terjadi peningkatan terbesar pada
pembebanan 25 kg dengan waktu pembebanan 7 hari sebesar 0.039 kg/cm2.

III- 18
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

4. Peningkatan nilai sudut geser dalam dan juga nilai kohesi tanah gambut terjadi
akibat tanah yang semakin mampat serta kandungan serat pada tanah gambut
tersebut. Dengan meningkatnya nilai kuat geser maka daya dukung tanah
gambut tersebut semakin meningkat.

3.2. ANALISIS PERUBAHAN KADAR AIR DAN KUAT GESER TANAH GAMBUT LALOMBI
AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU PEMANASAN

Abstrak
Tanah gambut adalah tanah dengan karakteristik yang khusus, salah satunya adalah
memiliki kadar air yang cukup tinggi sampai 400%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik tanah gambut dan kuat geser pada tanah gambut desa
Lalombi akibat pengaruh temperatur dan waktu pemanasan.
Pemeriksaan fisik tanah gambut meliputi pemeriksaan uji kadar air asli dengan tingkat
pemanasan dan waktu pemanasan yang berbeda, uji kadar abu dan organik, uji berat
isi, uji batas-batas Atterberg, uji berat jenis, uji penyerapan tanah dan uji kuat geser
tanah dengan alat Vane Shear Test.
Proses pemanasan tanah gambut dengan temperatur dan waktu pemanasan yang
berbeda dapat mempengaruhi kadar air yang hilang dan kadar air yang tersisa di
dalam rongga tanah gambut. Semakin tinggi temperatur dan lama waktu pemanasan,
maka kadar air yang hilang semakin besar. Kadar air maksimum yang hilang mencapai
125,682% dan kadar air yang tersisa di dalam tanah gambut mencapai 0.231%. Nilai
kuat geser tanah gambut desa Lalombi km. 65 meningkat seiring bertambahnya suhu
pemanasan dan lama waktu pemanasan, nilai kuat geser maksimum tanah gambut
adalah mencapai 38 kPa pada temperatur 100oC dan lama waktu pemanasan 72 jam.
Kata Kunci : Kuat tekan, abu terbang, beton

3.2.1. Pendahuluan
Beberapa pulau besar di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Irian Jaya memiliki lahan gambut yang cukup luas, sehingga dalam pelaksanaan
pekerjaan konstruksi pada tanah gambut selalu dicari jalan keluarnya karena sifat
tanah gambut yang tidak menguntungkan.
Tanah gambut adalah tanah yang memiliki kandungan organik yang tinggi
sebagai salah satu bahan pembentuknya, karakteristik yang umum dari tanah gambut
adalah mampunyai kadar air cukup tinggi, kompresibilitas rendah dan daya dukung
rendah.
Tanah gambut mempunyai kandungan air yang sangat besar sehingga dapat
dikatakan salah satu struktur utama pembentuk tanah gambut adalah air dan kadar air
itu bisa mencapai 300 400 %. Kemampuan tanah gambut menampung air dalam
jumlah besar dikarenakan bahwa jenis tanah ini memiliki serat yang membagi ruang
pori menjadi makropori dan mikropori yaitu bagian terkecil yang terdapat di antara
pori gambut itu sendiri, jadi dengan kata lain gambut memiliki dua kali kemampuan
untuk menampung air, (Adhi dan Suhardjo ,1976).
Bila suatu contoh lempung lunak dibiarkan berhubungan langsung dengan

III- 19
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

udara, maka air akan ditarik dari bagian dalam contoh tanah ke arah permukaan
dimana air tersebut menguap. Selama proses tersebut, lempung bersangkutan
menjadi lebih kaku dan akhirnya sangat keras. Sedangkan pada tanah gambut,
walaupun tanah dibiarkan langsung di udara dengan temperatur tinggi pada kondisi
alaminya, gambut tersebut masih dalam keadaan basah atau becek hal ini
dikarenakan tanah gambut mempunyai kadar air yang sangat tinggi. Maka untuk itu
dilakukan penelitian dengan memanaskan tanah gambut dengan berbagai variasi
temperatur alat pemanas atau oven sehingga diketahui jumlah kadar air yang
terkandung di dalam tanah gambut.
Ketika tanah dikeringkan, tegangan tarik muncul di dalam pori-pori tegangan
ini naik dengan turunnya kadar air, sedangkan tegangan normal total pada suatu
bagian tanah praktis tetap tidak berubah. Karena tegangan normal total setara
dengan jumlah tegangan netral dan tegangan efektif, maka kenaikan tegangan di
dalam pori-pori akan melibatkan kenaikan yang sama pada tekanan efektif.
Bersamaan dengan naiknya tegangan dalam air pori sebagai akibat pengeringan, air
akan merembes dari profil tanah yang lebih dalam menuju ke permukaan secara
kapiler yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah air akibat proses evaporasi
(penguapan). Tegangan permukaan secara simultan menghasilkan tekanan efektif dari
segala arah tekanan ini dikenal sebagai tekanan kapiler, yang menaikkan tahanan
geser dari tanah tersebut. Efek kapiler ini muncul dikarenakan berkurangnya tekanan
air pori sampai menjadi negatif, yang lebih jauh menyebabkan kenaikkan tegangan
efektif yang bekerja. Dan salah satu alat yang bisa digunakan untuk mengetahui
tahanan geser contoh tanah asli adalah menggunakan Vane Shear Test. Dari uraian di
atas penulis merasa perlu menguji nilai tahanan geser tanah gambut setelah tanah
tersebut dipanaskan.
Lalombi adalah salah satu desa yang berada di kabupaten Donggala yang
letaknya berada pada ruas jalan trans Donggala Surumana, yang merupakan jalan
penghubung antara Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Tanah gambut di
lokasi tersebut ditemukan pada areal sekitar penyebaran pohon bakau (Mangrove)
pada daerah pesisir pantai. Untuk tanah gambut dalam keadaan asli ditemukan pada
titik kilometer 65 dari kota Donggala dimana tanah tersebut belum dimanfaatkan
penduduk untuk dijadikan tambak ikan.

3.2.2. Tinjauan Pustaka

Pengertian tanah gambut Whitten dan Brooks (1978, dalam Notohadiprawiro, 1988),
mengemukakan bahwa tanah gambut atau peat adalah massa nabati yang terombak
sebagian yang semula tumbuh dalam danau dangkal atau rawa. Moore (1977) dalam
Notohadiprawiro (1988), mengartikan tanah gambut sebagai zat seratan (fibrous)
berwarna coklat atau kehitaman yang dihasilkan dari pelapukan vegatasi dan
ditemukan dalam rawa. London (1984) dalam Notohadiprawiro (1988), menggunakan
dua istilah untuk nama lain dari tanah gambut yaitu "Peat" dan "Muck". Peat adalah
bahan organik yang terlonggok dalam keadaan basah yang berlebihan, bersifat tidak
mampat (unconsolidated) dan tidak terombak atau hanya agak terombak sedangkan
III- 20
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Muck adalah bahan organik yang telah terombak jauh, yang bagian-bagian tumbuhan
semula tidak dikenali lagi, mengandung lebih banyak bahan mineral dan biasanya
berwarna lebih gelap dari pada peat.

Adhi dan Suhardjo (1976), mengungkapkan berdasarkan terbentuk dari bahan


asal yang terdiri atas sisa tanaman yang telah mati dan dilingkupi oleh keadaan
lingkungan yang selalu terendam air, maka pelapukan tidak berlangsung normal dan
sempurna, dengan demikian akan membentuk profil yang seluruhnya tersusun atas
timbunan bahan organik dengan jeluk (depth) bervariasi mulai dari ketebalan 50-100
cm disebut gambut dangkal, ketebalan 100-200 cm disebut gambut sedang, ketebalan
200-300 cm disebut gambut dalam, dan ketebalan lebih dari 300 cm disebut gambut
sangat dalam.
Adhi dan Suhardjo (1976), mengungkapkan berdasarkan kematangannya gambut dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu fibrik gambut apabila bahan vegetatif aslinya masih dapat
diidentifikasikan atau sedikit mengalami dekomposisi, hemik yaitu jenis gambut yang
apabila tingkat dekomposisinya sedang dan saprik apabila tingkat dekomposisinya
lebih lanjut.

Karakteristik tanah gambut


London (1984, dalam Notohadiprawiro, 1988), mengungkapkan bahwa daerah
gambut pada umumnya berupa rawa-rawa, dimana pada bagian atas lahan gambut
biasanya terdapat tanaman hidup sehingga bagian atas lahan gambut tersebut banyak
mengandung akar-akar kecil tumbuhan. Soil Survey Staff (1951, dalam
Notohadiprawiro, 1988), menyatakan bahwa tanah gambut pada umumnya berwarna
coklat tua sampai kehitaman, meskipun bahan asalnya berwarna kelabu, coklat atau
kemerah-merahan, tetapi setelah mengalami dekomposisi akan muncul senyawa-
senyawa humik berwarna gelap. Whitten dan Brooks (1978, dalam Notohadiprawiro,
1988), menuliskan bahwa dalam keadaan kering tanah gambut sangat kering, berat isi
tanah organik dibandingkan dengan tanah mineral sangat rendah yaitu 0.2 0.3 kN/m
yang merupakan nilai umum bagi tanah organik yang telah mengalami dekomposisi
lanjut sedangkan berat isi kering untuk tanah mineral 1.25 1.45 kN/m. Gambut juga
mempunyai sifat menyerap air yang tinggi tanah mineral kering dapat menahan air
1/5 1/2 dari bobotnya sedangkan tanah gambut dapat menahan 24 kali bobot
keringnya.
Adhi dan Suhardjo (1976, dalam Dedik, 1982), mengemukakan bahwa ciri-ciri tanah
gambut yaitu mudah dihancurkan apabila dalam keadaan kering. Bahan organik yang
terdekomposisi sebagian bersifat koloidal dan mempunyai kohesi rendah, tanah
gambut memiliki sifat penurunan yang permukaan tanah yang besar setelah dilakukan
drainase, memiliki daya hantar hidrolik horizontal yang sangat besar dan vertikal
sangat kecil, tanah gambut juga memiliki daya tahan rendah sehingga tanaman yang
tumbuh mudah tumbang/roboh serta memiliki sifat mengering tak balik yang
menurunkan daya retensi air dan membuat peka erosi Suhardjo dan Adhi (1976),
mengungkapkan bahwa ciri fisik tanah gambut adalah memiliki PH rendah, kapasitas
tukar ion (KTK) tinggi, kejenuhan basa rendah, kandungan K, Ca, Mg, P rendah dan

III- 21
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

kandungan unsur mikro (Cu, Zn, M dan B) rendah.

Klasifikasi tanah gambut


Sampai saat ini sudah banyak sistem pengklasifikasian tanah gambut, namun
belum terdapat sistem pengklasifikasian yang baku yang dipakai secara universal
karena banyak peneliti yang mengklasifikasikan tanah gambut berdasarkan hal yang
berbeda untuk kepentingan yang berbeda pula.
Ditinjau dari segi teknik, klasifikasi tanah gambut berbeda-beda, dan tidak semua
tanah organik dapat disebut sebagai tanah gambut. Klasifikasi tanah gambut dapat
lebih banyak didasarkan pada sifat kimia dan botaninya. Menurut Mankinen dkk
(1982), tanah organik disebut tanah gambut apabila kandungan unsur organiknya 50
%. Menurut Landva (1982), Lerans dkk (1982), American Society for Testing and
Materials (ASTM) (1982), dan Organic Sediment Research Centre (OSRC) dari
University of South California and Louisiana Geological Centre (LGS), kandungan
organik tanah gambut adalah 75 %.
Beberapa peneliti memperkenalkan klasifikasi tanah gambut adalah sebagai
berikut:

1) Mac Farlane (1969), menggolongkan gambut berdasarkan kandungan seratnya,


yaitu :
a. Fibrous peat
Tanah gambut ini mengandung kadar serat 20 % atau lebih. Gambut ini
mempunyai dua macam pori yaitu makropori (pori-pori antar serat) dan mikropori
(pori-pori yang berada dalam serat). Pada tanah gambut jenis ini pada
strukturnya masih terlihat adanya daun, akar, ranting maupun cabang dari
tumbuhan pembentuknya.
b.Amorphous Granular Pea
Tanah gambut ini mengandung kadar serat lebih kecil dari 20 %. Jenis gambut ini
terdiri dari butiran dengan ukuran koloidal dan sebagian besar air porinya
terserap di sekeliling permukaan butiran tanah. Karena kondisi tersebut
Amorphous Granular Peat mempunyai sifat yang menyerupai lempung (clay).
2) Meene (1982), berdasarkan lingkungan tumbuh dan pengendapannya, gambut dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu :

a. Topogenous Peat atau Marsh Pea


Gambut yang diendapkan di bawah permukaan air. Endapan gambut ini dibentuk
oleh tumbuhan yang menyerap bahan makanan dari lapisan mineral tanah, bahan
makanan yang terbawa air limpahan sungai akibat pasang surut sungai dan hasil
dekomposisi tumbuhan di daerah lembah antar pegunungan. Endapan ini disebut
juga Eutropic Peat atau gambut yang terbentuk oleh endapan yang kaya akan
nutrisi.
b. Obregeneus Peat
Gambut yang diendapkan di atas muka air tanah. Endapan gambut ini dibentuk

III- 22
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

oleh tumbuhan yang menyerap zat makanan hasil dekomposisi material organik /
gambut itu sendiri dan tergantung pada daerah genangan air. Endapan ini juga
disebut Oligotrophic Peat atau gambut yang terbentuk dari tumbuhan yang
kekurangan zat makanan atau kandungan nutrisinya rendah.

3.2.3 Metode Penelitian


Lokasi pengambilan sampel
Lokasi pengambilan sampel penelitian ini berada di sekitar jalan Trans Sulawesi
yaitu yang menghubungkan Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Barat.
Daerah ini berada 65 km dari kota Palu, tepatnya desa Lalombi kabupaten
Donggala, dan merupakan daerah pesisir pantai yang banyak terdapat pohon
bakau. Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi titik koordinat 0o.51.045
Lintang Selatan dan 119o.86.415 Bujur Timur dengan elevasi 10 m dari
permukaan laut, dan berjarak 1 km dari pemukiman desa Lalombi dan diambil
secara acak pada titik tersebut. Gambar sketsa tempat pengambilan sampel
disajikan pada gambar 1

= Titik Lokasi Pengambilan


Ket : Sampel
Gambar 3.12. Lokasi pengambilan sampel tanah

Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu sampel tanah tak terganggu
(Undisturbed ) dan tanah terganggu (Disturbed). Tanah tak terganggu terlebih dahulu
tanah disekitarnya dibersihkan, kemudian diambil dengan menggunakan tabung pipa.
Sedang tanah yang terganggu diambil secara langsung di sekitar tempat pengambilan
tanah tak terganggu. Kondisi jalan daerah ini kurang baik karena diakibatkan oleh
struktur tanahnya yang lunak sehingga kerusakan- kerusakan tampak pada ruas jalan
yang dilalui kendaraan.

Deskripsi visual tanah Desa Lalombi Gambut di desa Lalombi terjadi


setelah mendapat limpasan air laut. Karena banyaknya komunitas bakau (mangrove)
membuat komunitas menjadi stabil. Sehingga mengakibatkan terjadinya perluasan
lahan yang akhirnya membentuk daerah bakau dengan kadar garam sedikit dan
meningkatkan kadar air sehingga terbentuknya daerah gambut.
III- 23
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Warna tanah gambut desa Lalombi pada km.65 terlihat berwarna coklat agak
kemerah-merahan dengan kandungan serat yang cukup banyak, dalam teori Mac
Farlene tanah di lokasi ini masuk dalam golongan Fibrous Peat atau gambut berserat.
Untuk tanah gambut desa Lalombi km 65, tingkat pembusukan dan penguraiannya
masih rendah karena gambutnya masih muda dan susunan pembentuknya masih
kelihatan.
Secara visual di lapangan tanah ini banyak mengandung air. Dalam penelitian
ini diperoleh hasil untuk tanah gambut desa Lalombi pada km 65 dikategorikan
sebagai tanah yang mengandung air yang cukup banyak atau very wet. Hasil
pengamatan di lapangan tanah mengadung banyak serat dan sedikit kayu-kayuan yang
belum terdekomposisi serta mengandung butiran-butiran kecil dan senyawa humic
lainnya.

3.2.4. Analisis dan Pembahasan


Berat jenis dan penyerapan tanah
a. Berat jenis
Hasil pengujian berat jenis untuk jenis tanah gambut berkisar antara 1,25 1,80
(Hardiyatmo, 1992) dan untuk hasil pengujian berat jenis tanah gambut desa
Lalombi pada km. 65 yaitu sebesar 1,67. Nilai ini menunjukkan bahwa tanah
gambut sangat ringan dan mengandung banyak serat.

b. Penyerapan
Pemeriksaan penyerapan tanah gambut dimaksud untuk mengetahui seberapa
besar tingkat penyerapan suatu tanah terhadap air. Semakin tinggi tingkat
penyerapan suatu tanah maka semakin tinggi kandungan porinya. Dari dapat
diketahui bahwa tingkat penyerapan atau kemampuan tanah untuk menyerap air
pada tanah gambut desa Lalombi pada km. 65 sangat tinggi yaitu sebesar
125,91%.

Berat Isi tanah


Berat isi tanah yaitu berat tanah per satuan volume. Berat isi tanah hanya akan
tergantung pada masing-masing butiran tanah, jumlah partikel tanah yang ada dan
jumlah air yang ada di dalam rongga. Perlu diingat bahwa berat isi dapat berubah
dengan berubahnya kadar air dari massa tanah. Semakin kecil nilai kadar air maka
semakin kecil berat isi suatu tanah. Nilai Berat Isi tanah pada beberapa variasi
temperatur dan lama pemanasan disajikan pada Tabel 1.
Dari tabel 1, dapat disimpulkan bahwa semakin besar suhu pemanasan suatu
tanah gambut maka semakin kecil nilai berat air yang ada pada rongga dan nilai berat
isi kering juga semakin kecil hal ini disebabkan karena pemanasan pada temperatur
tinggi kadar air yang hilang akibat penguapan semakin besar dan menyebabkan berat
air pada rongga menjadi kecil sehingga tanah menjadi lebih ringan.

III- 24
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Batas batas Atterberg


Sistem klasifikasi yang diuraikan disini menggunakan uji batas cair, batas
plastis, Kedua pengujian ini biasanya dilakukan pada tanah kohesif yang kering udara,
dihancurkan dan disaring melalui saringan no.40.
Pada pengujian konsistensi Atterberg ini tanah mengalami beberapa fase
perubahan mulai dari pembasahan, pengeringan yang menyusul butiran tanah
menyatu sehingga diperoleh nilai batas cair (LL) dan batas plastis (PL) kemudian hasil
yang diperoleh dimasukkan dalam bagan plastisitas.

Tabel 3.3. Hasil Pemeriksaan Berat Isi Kering Berdasarkan Suhu Pemanasan
Tanah Gambut Lokasi Km. 65

Berat Isi Kering dan Berat Air pada Rongga

Waktu Pemanasan

Temperatur 8 Jam 16 Jam 24 Jam 48 Jam 72 Jam

Pemanasan Berat Isi Berat Air Berat Isi Berat Air Berat Isi Berat Air Berat Isi Berat Air Berat Isi Berat Air

(oC) Kering pada Kering pada Kering pada Kering pada Kering pada

(d) Rongga (d) Rongga (d) Rongga (d) Rongga (d) Rongga

(g/cm3) (gram) (g/cm3) (gram) (g/cm3) (gram) (g/cm3) (gram) (g/cm3) (gram)

30 2,217 1971,690 2,058 1570,540 1,869 1246,004 1,453 746,499 1,396 578,195

40 2,008 1600,170 1,345 912,301 1,641 936,488 1,353 600,963 1,318 478,406

50 1,398 851,118 1,377 702,457 1,323 599,302 1,294 487,570 1,231 364,898

60 1,302 685,178 1,277 546,228 1,248 479,372 1,190 371,665 1,179 288,882

70 1,259 569,518 1,227 450,985 1,190 389,071 1,174 313,948 1,158 237,235

80 1,240 461,298 1,209 350,064 1,161 304,272 1,147 237,955 1,127 172,019

90 1,160 343,572 0,645 262,108 1,128 230,654 1,113 179,578 1,098 125,081

100 1,071 212,713 1,056 158,705 1,055 124,992 1,048 85,919 1,041 47,155

110 1,064 100,803 1,057 77,269 1,049 57,266 1,042 47,664 1,032 30,698

120 1,025 48,255 1,025 32,887 1,021 25,498 1,017 12,842 1,015 1,821

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Kadar Abu dan Kadar Organik

Pengujian Kadar Abu (%) Kadar Organik (%)


Lokasi
1 2 3 4 1 2 3 4
Km 65 28,289 29,399 28,015 29,283 71,329 70,601 71,895 70,717
Rata-rata 28,749 71,158

III- 25
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Dari pengujian ini diperoleh bahwa tanah gambut desa Lalombi km 65 memiliki
indeks plastisitas (IP) di atas 50%, setelah dimasukkan dalam bagan plastisitas masuk
dalam kategori plastisitas tinggi dan berada di bawah garis A, yang berarti tanah
tersebut mengandung organik.

Batas Susut
Pengujian batas susut diperlukan untuk mengetahui potensi perubahan volume
akibat perubahan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan tanahnya.Dari
hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa batas susut tanah desa Lalombi pada km 65
sebesar 7,27 % dan dari hasil pengujian ini dapat dikaitkan dengan kriteria dari Holtz
dan Gibbs (1956) yaitu untuk mengetahui perubahan volume tanah tersebut dengan
cara menghubungkan nilai indeks plastisitas dan batas susut.
Setelah menghubungkan nilai indeks plastisitas dengan nilai batas susut
diperoleh bahwa tanah ini termasuk tanah dengan indeks plastisitas tinggi (>50)
daerah lembab dengan batas susut (<10) dan masuk dalam potensial perubahan
volume yang tinggi.

Pengujian kadar abu


Pengujian kadar abu merupakan tahapan untuk mendapatkan nilai dari kadar
organik suatu tanah. Kadar organik merupakan hal yang paling penting dalam
geoteknik, dalam hal ini hambatan air mayoritas dari tanah gambut yang tergantung
pada kadar organiknya. Pengujian untuk kadar zat organik mengarah atau mengacu
pada metode C ASTM D 2974-87 dimana terlebih dahulu dihitung kadar abunya
kemudian diperoleh jumlah kadar zat organiknya. Hasil pengujian Kadar abu dan
Kadar organik tanah disajikan pada Tabel 3.4.
Dari pengujian kadar abu dan kadar organik, dapat diketahui bahwa kadar abu
yang terkandung dalam tanah gambut desa Lalombi pada km 65 adalah sebesar 28,749
% dan kadar organiknya sebesar 71,158 %.
Kegunaan lain dari pengujian kadar abu dan kadar organik ini yaitu untuk
mengklasifikasikan tanah gambut itu sendiri. Organic Sediment Research Center
(OSRC) menghubungkan antara kadar abu dan kadar organik sebagai hubungan
berbanding terbalik dimana apabila kadar abunya rendah, maka kadar organiknya
tinggi.
Dengan memasukkan angka kadar abu (ash content) yaitu sebesar 28,749 %
menghasilkan nilai kadar organik (organic content) sebesar 71,236 % diperoleh bahwa
tanah gambut desa Lalombi pada km 65 masuk dalam klasifikasi Carbonaceous
Sediment (gambut yang mengandung endapan karbon) dengan kadar abu rendah (low
ash).
Berdasarkan Organic Sediment Research Centre (OSRC) tanah gambut desa
Lalombi pada km. 65 termasuk dalam kategori tanah Carboneceous Sediment (
gambut yang mengandung endapan karbon). Sedangkan Jarret System dan LGS System
menggolongkannya dalam Peaty Muck (gambut sisa), kemudian Davis (1946)
menempatkannya pada jenis tanah Peat (gambut), dan USSR system menggolongkan
jenis tanah gambut ini pada jenis tanah peat (gambut) tingkat 5.

III- 26
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Menurut American Society for Testing and Material (ASTM), tanah gambut
desa Lalombi pada km. 65 masuk dalam kategori tanah Muck and Other Organic Rich
Sediment (endapan gambut yang mengandung banyak organik). Sedangkan IPS
berpendapat tanah tersebut masuk dalam dua golongan yaitu peat (gambut) dan Fuel
Peat (gambut berminyak) kemudian CSSC dan Arman (1971) mengkategorikan tanah
dalam jenis Organic Soil (tanah organik) selanjutnya menurut Helenelund (1975)
bahwa tanah tersebut tergolong dalam tanah berbutir halus dan menurut Landva, dkk
(1983) tanah ini termasuk dalam jenis tanah Peaty Organic Soil (organic bergambut).
Untuk mengklasifikasikan tanah gambut Landva dkk (1983) juga
menggolongkan berdasarkan hubungan kadar abu (Ash Content) dengan berat jenis
(Spesific Fravity) dan kadar air (Water content) dengan kandungan abu (Ash content).
Setelah dihubungkan kadar abu (Ash Content) dan berat jenis (Spesific Gravity)
diperoleh bahwa tanah ini diklasifikasikan sebagai peat organic atau gambut yang
mengandung organik. Setelah dihubungkan dengan kadar air (Water Content) hasilnya
tanah tersebut juga termasuk tanah peat organic.

Pengujian Kadar Air dengan Variasi


Temperatur dan Waktu Pemanasan Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar kadar air yang hilang dan kadar air yang masih tersimpan di dalam
tanah gambut berdasarkan temperature pemanasan. Hasil uji laboratorium disajikan
pada Tabel 3.6.

Tabel 3.5 Kadar Air yang Hilang Akibat Pemanasan dan Waktu Pemanasan Tanah
Gambut desa Lalombi km. 65

III- 27
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.13. Grafik Hubungan Temperatur vs Kadar Air yang Hilang terhadap
Waktu Pemanasan

Dari tabel 3.5 dapat dilihat bahwa semakin besar temperatur yang digunakan untuk
memanaskan tanah gambut maka kadar air yang hilang semakin besar dan semakin
lama waktu pemanasan maka kadar air yang hilang semakin besar. Peningkatan kadar
air yang hilang disebabkan karena suhu pemanasan yang dinaikkan, dimana tingkat
penguapan yang terjadi semakin besar dan juga disebabkan peningkatan lama waktu
pemanasan. Jumlah kadar air yang hilang dinyatakan dalam persen. Kadar air
minimum yang hilang terjadi pada pemanasan 30oC dengan waktu pemanasan selama
8 jam yaitu sebesar 11,492 % dan kadar air maksimum yang hilang terjadi pada
pemanasan dengan suhu 120oC dengan waktu pemanasan selama 72 jam yaitu sebesar
125,682 %. Tabel 3.5, dapat digambarkan dalam bentuk grafik hubungan temperature
terhadap kadar air yang hilang pada waktu pemanasan 72 jam, 48 jam, 24 jam, 16
jam, dan 8 jam yang diperlihatkan pada gambar 3.13.
Dari grafik pada gambar 3.13 dapat diketahui bahwa hubungan temperatur
berbanding lurus dengan kadar air yang hilang. Dimana peningkatan suhu pemanasan
dan lama waktu pemanasan, menyebabkan tingkat penguapan yang besar sehingga
kadar air yang hilang akan semakin besar pula. Apabila tanah dikeringkan dalam oven,
kehilangan berat hanyalah akibat hilangnya air yang menguap, dari grafik di atas
dapat diketahui bahwa suhu dan waktu pemanasan yang variatif dapat mempengaruhi
kadar air yang ada pada tanah gambut. Salah satu contoh yang dapat ditunjukkan
yaitu untuk pemanasan 30C dengan waktu 8 jam kadar air yang hilang adalah sebesar
11,492 % dan apabila waktu pemanasan ditingkatkan sampai 72 jam maka kadar air
yang hilang meningkat menjadi 72,627 %. Sedangkan pada pemanasan 120C dengan
waktu 8 jam kadar air yang hilang sebesar 119,862 % dan ketika waktu pemanasan
ditingkatkan sampai 72 jam, kadar air yang hilang menjadi sebesar 125,862 %.
Tabel 3.6 memperlihatkan bahwa hubungan temperatur berbanding terbalik dengan
kadar air yang ada pada rongga, semakin besar suhu pemanasan maka air yang masih
III- 28
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

tersisa dalam rongga semakin kecil, dan kadar air yang hilang akibat penguapan juga
menjadi semakin besar.
Dari grafik pada gambar 3.14 dapat diketahui bahwa semakin besar suhu yang
digunakan untuk memanaskan tanah gambut maka semakin kecil kadar air yang masih
ada di dalam tanah gambut tersebut. Kadar air yang ada pada rongga adalah kadar air
yang masih tersisa yang terdapat di dalam rongga akibat dari suhu dan waktu
pemanasan.

Tabel 3.6 Kadar Air yang Ada pada Rongga Akibat Pemanasan dan Waktu
Pemanasan Tanah Gambut desa Lalombi Km. 65

Gambar 3.14. Grafik Hubungan Temperatur vs Kadar Air pada Rongga


terhadap Waktu pemanasan

III- 29
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Tabel 3.7 Volume Air pada Rongga Akibat Pemanasan dan Waktu Pemanasan
Tanah Gambut desa Lalombi km. 65

Perlakuan pemanasan dengan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda ternyata juga
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jumlah air yang ada di dalam
rongga. Kadar air tersebut menjadi semakin kecil seiring bertambahnya suhu
pemanasan oven. Ketika waktu pemanasan bertambah maka kadar air yang ada di
dalam rongga juga berangsur-angsur menurun seiring peningkatan waktu dan suhu
pemanasan. Kadar air sisa maksimum yang ada pada rongga terjadi pada pemanasan
30C dengan waktu pemanasan 8 jam yaitu sebesar 114,421 %. Kadar air ini berkurang
seiring bertambahnya waktu pemanasan sampai 72 jam yaitu mencapai 53,287 %.
Sedang kadar air sisa minimum terdapat pada pemanasan 120C dengan waktu
pemanasan 8 jam yaitu sebesar 6,051 % dan ketika waktu pemanasan ditingkatkan
menjadi 72 jam, kadar air pada rongga mencapai sebesar 0,231 % atau dengan kata
lain telah mendekati nol persen sesuai yang diharapkan, sehingga pemanasan tanah
gambut ini dibatasi hanya sampai pada pemanasan dengan suhu 1200C saja.
Dari tabel 3.7, dapat diketahui bahwa semakin besar suhu dan waktu pemanasan
maka volume air yang ada pada rongga juga semakin kecil, karena ketika tanah
dipanaskan maka kadar air yang ada di dalam tanah berangsur menguap sehingga
kadar air yang ada pada rongga juga akan menjadi kecil dan pengurangan kadar air ini
akan bertambah seiring dengan bertambahnya suhu pemanasan dan peningkatan lama
waktu pemanasan sehingga volume air yang ada pada rongga juga menjadi kecil.
Grafik yang menghubungkan kedua variabel yaitu volume air dan suhu pemanasan
disajikan pada Gambar 3.15. Grafik pada gambar 3.15, menunjukkan bahwa hubungan
temperatur berbanding terbalik dengan volume air sebagai contoh untuk pemanasan
30C dengan waktu 8 jam volume air tanah gambut mencapai 253,677 %, sedangkan
pemanasan 120C volume air menurun mencapai 6,209 % dan ketika waktu pemanasan
mencapai 72 jam maka volume air tanah gambut untuk pemanasan 30 C yaitu sebesar
74,390 % dan untuk pemanasan 120C menurun menjadi 0,235 %. Dengan adanya
perubahan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda menyebabkan perubahan jumlah
kadar air yang ada pada rongga, sehingga dengan adanya perubahan jumlah kadar air

III- 30
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

pada rongga maka volume air berubah seiring dengan penambahan suhu dan waktu
pemanasan.
Untuk kadar air dalam hubungannya dengan waktu pemanasan diketahui bahwa
Kadar air yang ada pada rongga semakin kecil ketika pemanasan ditingkatkan suhu
dan waktu pemanasannya (Tabel 3.8). Kadar air yang ada pada rongga minimum
terjadi pada pemanasan 30C dengan pemanasan 8 jam kadar air yang hilang
mencapai 114,421% dengan volume pori sebesar 220,917%.

Gambar 3.15. Grafik Hubungan Volume Air pada Rongga vs Temperatur


terhadap Waktu Pemanasan

Tabel 3.8 Volume Pori pada Rongga Akibat Pemanasan dan Waktu Pemanasan
Tanah Gambut desa Lalombi km. 65

III- 31
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.16. Grafik Hubungan Volume Pori vs Temperatur terhadap Waktu


Pemanasan

Dan ketika pemanasan ditingkatkan lagi sampai 120C kadar air yang ada pada
rongga mencapai 6,051% dengan volume pori menjadi 44,772% pada pemanasan
sampai 72 jam kadar air yang ada pada rongga mencapai 53,287% dengan volume pori
90,795%, pada suhu 30C dan pada pemanasan suhu 120C air yang ada pada rongga
mencapai 0,231% sehingga volume pori menjadi 39,486%.
Dari tabel 3.8 dapat diketahui bahwa semakin besar temperatur dan waktu
pemanasan maka volume pori yang ada di dalam tanah gambut semakin kecil, tanah
apabila dipanaskan secara terus menerus maka air yang ada di dalam tanah tersebut
berangsur-angsur akan hilang sehingga tanah akan menjadi ringan sehingga volume
pori yang berisi air tadi juga akan menjadikecil.
Hal ini dapat dilihat pada contoh pemanasan tanah gambut 30C pada pemanasan 8
jam volume pori yang ada di dalam tanah mencapai 220,917 % tetapi ketika
pemanasan ditingkatkan sampai 120 C volume pori menjadi 44,772 % dan ketika
pemanasan diperpanjang sampai 72 jam volume pori menjadi kecil seiring
bertambahnya waktu suhu pemanasan, dimana pada pemanasan suhu 30C sebesar
90,795% dan pada pemanasan dengan suhu 120C sebesar 39,486 %. Hubungan
berbanding terbalik adalah hubungan yang ditunjukkan kedua variabel di atas dimana
semakin besar suhu dan waktu pemanasan maka semakin kecil volume pori tanah
gambut, air yang hilang semakin besar dengan suhu dan waktu pemanasan yang tinggi
dan sisa air yang ada pada rongga menjadi kecil. Tanah akan menyusut dimana
volume pori menjadi kecil dikarenakan air akan berangsurangsur habis sesuai
denganpenambahan suhu dan waktu pemanasan. Hubungan antara angka pori dengan
suhu dan waktu pemanasan disajikan pada Tabel 3.9. Dari tabel 3.9 dapat
digambarkan grafik hubungan angka pori terhadap temperature dan waktu pemanasan
yang berbeda seperti pada Gambar 3.17. Tanah apabila jenuh air di dalamnya akan

III- 32
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

tedapat bagian padat atau butiran dan air pori tetapi apabila setelah dikeringkan
maka tanah hanya akan terdapat butiran-butiran tanah dan pori-pori udara saja
dengan adanya pemanasan dan waktu pemanasan yang berbeda ternyata dapat
mempengaruhi angka pori suatu tanah dalam hal ini khususnya gambut.
Dari gambar 3.17 dapat diketahui bahwa semakin besar suhu dan waktu pemanasan
maka angka pori juga semakin kecil sebagai contoh pada pemanasan 30 C dengan
pemanasan 8 jam angka pori dari tanah ini mencapai 1,664 dengan sisa air sebesar
114,421% dan menjadi turun 0,729 dengan sisa air sebesar 6,051% pada pemanasan
120 C dan ketika pemanasan menjadi 72 jam nilai angka pori juga menjadi turun
seiring dengan ,bertambahnya suhu pemanasan, yaitu sebesar 1,086 dengan sisa air
sebesar 53,287% untuk pemanasan 30C dan 0,650 dengan sisa air mencapai 0,231%
untuk pemanasan 120C.

Tabel 3.9 Angka Pori Akibat Pemanasan dan Waktu Pemanasan Tanah Gambut desa
Lalombi km. 65

III- 33
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.17. Grafik Hubungan Angka Pori vs Temperatur terhadap Waktu


Pemanasan

Tabel 3.10 Rongga Potensial Akibat Pemanasan dan Waktu Pemanasan Tanah
Gambut desa Lalombi km. 65

Masih pada Gambar 3.17, semakin tinggi suhu dan waktu pemanasan berat isi kering
tanah meningkat sehingga volume tanah menurun dan volume pori mengecil sehingga
menyebabkan angka pori menjadi kecil. Hubungan antara rongga potensial dengan
suhu dan waktu pemanasan disajikan pada Tabel 3.10. Rongga potensial adalah
jumlah rongga yang dapat ditempati oleh air dan udara, dari data di atas dapat

III- 34
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

diketahui bahwa tanah gambut adalah tanah yang memiliki kemampuan yang besar
untuk menyerap air.
Ketika tanah dipanaskan pada suhu 120 C pada pemanasan 8 jam rongga yang
berpotensi untuk ditempati air adalah sebesar 38,563 % dengan sisa air sebesar
6,051%, rongga menampung air sebesar 119,862% dan rongga tersebut menjadi besar
mencapai 39,252 % rongga ini dapat menampung air sebesar 125,682% dan sisa air
yang ada pada rongga mencapai 0,231%, pada pemanasan 72 jam dan ketika tanah
dipanaskan pada suhu 30 C untuk pemanasan 8 jam rongga potensial mencapai -
32,755 % rongga ini sudah tidak bisa terisi dengan air lagi tetapi telah mengalami
pengurangan kadar air sebesar 11,492% dengan sisa air yang tinggi sebesar 114,421%.
Tanda minus menggambarkan sisa air yang tidak terserap oleh tanah, hal ini
dikarenakan rongga yang ditempati air sudah melebihi kapasitas tanah itu, sehingga
sisa air yang tidak menempati rongga atau yang tidak terserap menyebabkan tanah
menjadi jenuh terhadap air.
Gambar 3.18, memperlihatkan grafik yang menggambarkan hubungan antara rongga
potensial dan temperatur pada waktu pemanasan. Dari grafik pada gambar 3.18 dapat
diketahui bahwa hubungan rongga potensial berbanding lurus dengan temperatur dan
waktu pemanasan, semakin besar pula rongga potensial tanah gambut, rongga
potensial yang didapat dengan suhu dibawah 50C rongga potensial menjadi minus ini
dikarenakan kondisi tanah pada suhu ini masih dalam keadaan jenuh yaitu terdiri dari
butiran tanah, udara dan air yang berlebihan dimana volume pori tanah pada suhu ini
tinggi yaitu mencapai 150,514% dengan rongga potensial -10,449 pada suhu 40C dan
meningkat sebesar 178,860% dengan rongga potensial sebesar - 23,204 pada
pemanasan suhu 30C dengan waktu 16 jam. Setelah pemanasan diturunkan pada
waktu pemanasan 8 jam pada suhu 40C volume pori mencapai 185,671% dengan
rongga potensial jenuh air menjadi -20,210 dan pada suhu 30C meningkat menjadi
230,917% dengan rongga potensial sebesar -32,755.

Pengujian Kuat Geser dengan Alat Vane Shear Test


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kuat geser dari tanah asli
gambut di lapangan. Setelah tanah dipanaskan sesuai dengan suhu dan waktu
pemanasan yang berbeda baling-baling berdiameter 10 cm dari alat Vane Shear Test
ditancapkan ke dalam tanah kemudian di putar.

III- 35
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.18. Grafik Hubungan Rongga Potensial vs Temperatur


terhadap Waktu Pemanasan

Tabel 3.11 Nilai Cu Akibat Suhu dan Waktu Pemanasan Tanah Gambut desa
Lalombi km 65

III- 36
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.19. Grafik Hubungan Nilai Cu vs Temperatur terhadap Waktu Pemanasan

Dari tabel 3.11 dapat dilihat bahwa kenaikan suhu dan waktu pemanasan berbanding
lurus terhadap nilai Cu tanah gambut. Ketika tanah dikeringkan, tegangan tarik
muncul di dalam poripori. Tegangan ini naik dengan turunnya kadar air, sedangkan
tegangan normal total pada suatu bagian tanah praktis tetap tidak berubah. Karena
tegangan normal total setara dengan jumlah tegangan netral dan tegangan efektif,
maka kenaikan tegangan di dalam poripori akan melibatkan kenaikan yang sama pada
tekanan efektif. Bersamaan dengan naiknya tegangan dalam air pori sebagai akibat
pengeringan, tegangan permukaan secara simultan menghasilkan tekanan efektif dari
segala arah tekanan ini dikenal sebagai tekanan kapiler, tekanan ini menaikkan
tahanan geser dari tanah tersebut.
Kenaikan nilai temperatur dan waktu pemanasan terhadap nilai kuat geser tersebut
dapat digambarkan dalam grafik pada gambar 3.19. Dari grafik pada Gambar 3.19
dapat dilihat nilai Cu semakin besar seiring dengan semakin meningkatnya temperatur
dan waktu pemanasan. Nilai Cu minimum diperoleh pada pemanasan 30oC pada waktu
pemanasan 8 jam dengan nilai Cu sebesar 7,25 kPa dan nilai Cu maksimum diperoleh
pada pemanasan 100oC pada waktu pemanasan 72 jam dengan nilai Cu sebesar 38,00
kPa. Hal ini disebabkan karena semakin besar waktu pemanasan maka air yang ada di
dalam rongga tanah semakin kecil sehingga membuat tanah menjadi stabil terhadap
kadar air, tanah menjadi lebih padat yaitu terdiri dari butiran tanah dan pori tanah
yang awal mulanya tanah becek dikarenakan kandungan air yang banyak. Hal ini dapat
dilihat pada pemanasan 30oC nilai Cu yang diperoleh hanya sebesar 7,25 kPa dan
apabila tanah secara terus-menerus dipanaskan sampai mencapai suhu yang lebih
tinggi maka tanah sudah tidak bisa di Vane Shear Test lagi, dikarenakan tanah telah
menjadi keras.
Hubungan antara variasi nilai Cu dengan angka pori tanah gambut Desa Lalombi
disajikan pada Tabel 3.12. Dari tabel 3.12 dapat diketahui bahwa semakin kecil angka
pori tanah gambut maka nilai tahanan geser yang diberikan tanah gambut semakin
besar, sebagai contoh pada suhu 30C dengan pemanasan 8 jam angka pori tanah

III- 37
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

gambut adalah sebesar 1,664 dengan nilai Cu sebesar 7,25 kPa dan nilai angka pori
tanah gambut menjadi kecil sebesar 0,986 dan nilai Cu menjadi 29,25 kPa, dan ketika
pemanasan diperpanjang sampai 72 jam nilai angka pori menjadi semakin kecil yaitu
sebesar 1,086 dan nilai Cu menjadi 15,67 kPa pada pemanasan 30C. Angka pori
menjadi sebesar 0,702 dan nilai Cu menjadi 38,00 kPa pada pemanasan 100C.

Tabel 3.12 Variasi Nilai Cu dan Angka Pori Tanah Gambut desa Lalombi km 65

Gambar 3.20. Grafik Hubungan Nilai Cu vs Angka Pori terhadap Waktu Pemanasan

Pada pemanasan suhu 110C nilai Cu pada tanah gambut tidak dapat diketahui
dikarenakan tanah sudah mengeras sehingga alat Vane Shear Test tidak dapat
ditancapkan lagi pada tanah tersebut. Sehingga percobaan kuat geser yang dilakukan

III- 38
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

hanya sampai batas pada pemanasan dengan suhu 100C saja. Dari grafik pada gambar
3.20 di atas menunjukkan bahwa nilai angka pori berbanding terbalik dengan nilai Cu.
Nilai Cu meningkat seiring dengan penambahan suhu dan waktu pemanasan dimana
kadar air yang hilang menjadi semakin besar dan air yang tersisa dalam tanah menjadi
semakin berkurang, akan mengakibatkan volume tanah dan volume pori mengalami
penyusutan, sehingga angka pori menjadi kecil dimana butiran-butiran tanah menjadi
rapat dan nilai tahanan geser yang diberikan oleh tanah menjadi lebih besar. Dari
grafik pada gambar 3.20 yang menunjukkan hubungan nilai kadar air yang hilang
dengan nilai Cu berbanding lurus, dimana nilai kadar air yang hilang semakin besar
mengakibatkan nilai Cu menjadi meningkat pula, seiring dengan penambahan suhu
dan lama waktu pemanasan. Hal ini disebabkan karena suhu pemanasan yang tinggi
dengan waktu pemanasan yang lebih lama mengakibatkan tanah menjadi keras dan
butiran tanah menjadi rapat sehingga nilai tahanan geser yang diberikan oleh tanah
menjadi semakin besar.

3.2.5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan dan analisis terhadap data-data yang diperoleh, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a) Berat jenis tanah gambut desa Lalombi km. 65 sebesar 1,67 dengan jenis tanah
yang mengandung cukup banyak serat. Tingkat penyerapan tanah terhadap air
yang dapat diserap pori mencapai 125,913% dan tergolong tanah gambut
organik dengan plastisitas yang tinggi
b) Sistem pengklasifikasian tanah gambut dengan menghubungkan kadar abunya,
tanah gambut desaLalombi km. 65 pada klasifikasi OSRC menggolongkannya
dalam tanah gambut dengan kadar abu rendah tergolong dalam Carbonaceous
Sediment dan ASTM menggolongkan tanah ini sebagai tanah gambut yang kaya
akan endapan sedimen.
c) Kadar air terbesar terdapat pada suhu pemanasan 30C yaitu sebesar 114,421 %
pada waktu pemanasan 8 jam. Kadar air maksimum yang hilang atau kadar air
yang mendekati nol persen terjadi pada pemanasan dengan suhu 120C pada
waktu pemanasan 72 jam yaitu sebesar 0,231 %.
d) Berdasarkan penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa pada percobaan
standar penentuan kadar air asli, yaitu pada suhu pemanasan 100oC dengan
waktu pemanasan 24 jam, kadar air gambut masih cukup tinggi yaitu sebesar
15,242 %. Sehingga dari hasil penelitian ini perlu direkomendasikan bahwa
untuk memperoleh kadar air asli tanah gambut, dilakukan pada pemanasan
pada suhu pemanasan 120oC dengan lama waktu pemanasan 72 jam.

III- 39
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

e) Nilai kuat geser minimum sebesar 7,25 kPa pad suhu pemanasan 30C dengan
waktu pemanasan 8 jam. Dan nilai kuat geser maksimum diperoleh pada
pemanasan 100C dengan waktu pemanasan 72 jam yaitu sebesar 38,00 kPa.

Saran
a. Sebaiknya alat pemanas yang digunakan untuk pengujian pemanasan, suhu dan
waktunya konstan, karena sedikit perubahan yang terjadi pada alat pemanas
semisalnya putusnya aliran listrik, maka berpengaruh besar terhadap perubahan
kadar air.
b. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sifat kimia tanah gambut
c. Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik
mekanik tanah gambut antara lain pemadatan dan uji sifat pemampatan.

3.3 STUDI DAYA DUKUNG PONDASI DANGKAL PADA TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN
KOMBINASI PERKUATAN ANYAMAN BAMBU DAN GRID BAMBU DENGAN VARIASI
LEBAR DAN JUMLAH LAPISAN PERKUATAN

Abstrak
Pembangunan konstruksi di atas tanah gambut semakin sering dilakukan karena
kebutuhan lahan untuk pembangunanyang semakin lama semakin sempit. Kendala
yang dihadapi pada pembangunan di tanah gambut diantaranya adalah daya dukung
tanah yang rendah. Dalam penelitian ini, anyaman bambu dan grid bambu digunakan
sebagai material perkuatan yang diharapkan dapat menjadi alternatif material
perkuatan untuk meningkatkan daya dukung tanah gambut yang digunakan sebagai
tanah dasar dari pondasi dangkal dengan variasi lebar perkuatan dan jumlah lapis
perkuatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan daya
dukung dari setiap variasi dengan nilai daya dukung tanpa perkuatan.Metodologi
peneltian yang digunakan adalah pengujian dengan skala laboratorium. Data yang
didapatkan dari pengujian tersebut kemudian dianalisa dengan membandingkan nilai
daya dukung antara tanah tanpa perkuatan dengan menggunakan perkuatan yang
dinyatakan dalam Bearing Capacity Ratio (BCR). Dari studi model di laboratorium
diperoleh hasil bahwa dengan adanya penambahan dimensi perkuatan dan
penambahan jumlah lapis perkuatan akan memberikan angka rasio daya dukung (BCR)
yang semakin besar. Setelah diuji variasi lebar perkuatan 2B, 3B, dan 4B dengan
jumlah lapisan 1 lapis, 2 lapis dan 3 lapis diperoleh kombinasi yang memberikan nilai
daya dukung tertinggi adalah penggunaan 3 lapis perkuatan dengan lebar 4B (B
adalah lebar pondasi). Nilai daya dukung tersebut sebesar 23,11 kPa dengan rasio
daya dukung (BCR) sebesar 4,272 atau persen peningkatannya sebesar 327,2%.

Kata Kunci : BCR, daya dukung tanah, grid bambu, anyaman bambu, tanah gambut

III- 40
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

ABSTRACT

The constructions on peat soil are increasingly being carried out due to the need of
land for the construction narrowed.The problem that faced in construction of peat
soils is low soil bearing capacity. In this research, woven bamboo and bamboogrid is
used as a reinforcement material that is expected to be an alternative to increase
the bearing capacity of peat soil whichis used as the based of shallow foundation
with a wide and the layers number variation of reinforcement. The purpose of this
study is to determine the increase in the bearing capacity of each variation to the
value of bearing capacity without reinforcement. The research methodologies used is
laboratory-scale testing. The data obtained from these tests were analyzed by
comparing the value of bearing capacity between unreinforced soils and reinforced
soils referred as Bearing Capacity Ratio (BCR). From the model in laboratory studies
indicate that the increasing of reinforcement dimensions and reinforcement layers is
propotional with the increasing of BCR. After tested, the variation of reinforcement
dimensions 2B, 3B and 4B with reinforcement layers one layer, two layers and three
layers shown that the combination that gives maximum BCR is the use of three layer
reinforcement with width 4B ( B is the width of the foundation ) . The maximum
value of qu is 23,11 kPa with a bearing capacity ratio ( BCR ) 4.272 or the increasing
persent 327.2 % .

Keywords : BCR , soil bearing capacity , grid bamboo, woven bamboo, peat soil

3.3.1. PENDAHULUAN
Kebutuhan lahan akan pembangunan yang semakin lama semakin sempit,
menyebabkan banyak bangunan didirikan pada lapisan tanah dengan kondisi yang
kurang baik seperti tanah lunak. Salah satu jenis tanah lunak adalah tanah gambut.
Tanah gambut mempunyai daya duung yang rendah, sehingga pembangunan konstruksi
di atas tanah gambut akan menimbulkan beberapa permasalahan. Oleh sebab itu,
perbaikan tanah gambut harus dilakukan sebelum melakukan pembangunan
konstruksi. Salah satu teknik perbaikan tanah yang umum digunakan lunak adalah
perbaikan secara fisik, yaitu dengan penggunaan material geotextile. Namun
penggunaan geotextile untuk mengatasi permasalahan diatas dapat mendatangkan
masalah baru apabila lokasi pembangunan berada di daerah daerah terpencil, karena
untuk mendatangkan geotextile akan mengeluarkan biaya yang cukup besar.
Permasalahan tersebut dapat diatasi apabila dilakukan penelitian terhadap sumber-
sumber bahan lokal yang ada untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengganti geotextile
seperti penggunaan anyaman bambu yang berfungsi sebagai pemisah (separator)
tanah dasar dengan timbunan, yaitu tanah gambut dengan pasir, dan juga penggunaan
grid bambu yang mempunyai fungsi sama seperti geogrid, yaitu sebagai perkuatan.
Pada Penelitan ini akan digunakan teknik perbaikan menggunakan anyaman bambu
dan grid bambu sebagai perkuatan untuk meningkatkan daya dukung tanah gambut
pada bangunan dengan pondasi dangkal. Pengujian yang dilakukan adalah Pemodelan
pondasi dangkal diatas tanah gambut yang diberikan perkuatan dengan variasi lebar
perkuatan dan variasi jumlah lapisan perkuatan dengan skala laboratorium.Dengan

III- 41
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

penelitian ini diharapkan penggunaan anyaman bambu dan grid bambu dapat menjadi
alternatif sebagai bahan pengganti geotextile dan geogrid untuk meningkatkan daya
dukung tanah gambut yang digunakan sebagai tanah dasar dari pondasi dangkal.

3.3.2.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui besarnya daya dukung dan penurunan pondasi dangkal di atas tanah
gambut sebelum diberi perkuatan.
2. Mengetahui besarnya daya dukung dan penurunan pondasi dangkal di atas tanah
gambut setelah diberi perkuatan dengan variasi lebar perkuatan dan variasi jumlah
lapisan yang digunakan.
3. Membandingkan daya dukung dari setiap variasidengan nilai daya dukung tanpa
perkuatan.

3.3.3. TINJAUAN PUSTAKA


1.Pondasi
Pondasi adalah bagian struktur paling bawah dari suatu bangunan yang berfungsi
sebagai penopang bangunan. Pondasi yang merupakan konstrusi bangunan bagian
paling bawah dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu pondasi dangkal dan
pondasi dalam. Contoh pondasi dangkal antara lain pondasi telapak, pondasi
memanjang dan pondasi rakit. Sedangkan pondasi dalam didefinisikan sebagai pondasi
yang meneruskan beban struktur di atasnya ke tanah keras atau batuan yang terletak
jauh dari permukaan. Contoh pondasi dalam antara lain pondasi tiang dan pondasi
sumuran.
Pondasi dangkal adalah pondasi yang ditempatkan dengan kedalaman D dibawah
permukaan tanah yang kurang dari lebar minimum pondasi (B), dengan kata lain
pondasi dangkal merupakan pondasi yangkedalamannya dekat dengan permukaan
tanah (D/B1).
Perencanaan pondasi sangat memperhatikan faktor daya dukung tanah. Kurangnya
daya dukung pada pondasi dapat menyebabkan keruntuhan pondasi. Berdasarkan hasil
uji model, Vesi (1963) membagi mekanisme keruntuhan pondasi menjadi tiga
macam, yaitu:

a. Keruntuhan Geser Umum (General Shear Failure)


Keruntuhan geser umum adalah keruntuhan yang terjadi pada tanah yang tidak
mudah mampat, yang mempunyai kekuatan geser tertentu atau dalam keadaan
terendam. Keruntuhan ini terjadi dalam waktu yang relatif mendadak yang kemudian
diikuti dengan penggulingan pondasi.
b. Keruntuhan Geser Lokal (Local Shear Failure)
Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan geser umum. Akan tetapi
bidang runtuh yang terbentuk tidak berkembang sehingga tidak mencapai permukaan
tanah. Pada keruntuhan geser lokal ini terjadi sedikit penggembungan tanah di sekitar
pondasi tetapi tidak sampai terjadi penggulingan pondasi.

III- 42
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

c. Keruntuhan Penetrasi (Punching Shear Failure)


Keruntuhan penetrasi merupakan kondisi dimana pondasi hanya menembus dan
menekan tanah ke samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat pondasi.
Penurunan pondasi bertambah secara linier dengan penambahan bebannya. Pada saat
terjadi keruntuhan, bidang runtuh tidak terlihat sama sekali.
Perancangan pondasi harus mempertimbangkan adanya keruntuhan geser dan
penurunan yang berlebihan, oleh karena itu kriteria stabilitas dan criteria penurunan
harus dipenuhi. Dalam perencanaan pondasi dangkal perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut.Faktor keamanan terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas
dukung tanah harus dipenuhi. Penurunan pondasi harus berada dalam batas-batas nilai
yang ditoleransikan. Untuk penurunan yang tidak seragam, tidak boleh terjadi
kerusakan pada struktur.
Untuk memenuhi stabilitas jangka panjang, perletakan dasar pondasi perlu
diperhatikan. Pondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk
menanggulangi resiko erosi permukaan, gerusan,kembang susut tanah dan gangguan
lainnya pada tanah di sekitar pondasi.

2.Tanah Gambut
Gambut (Peat) merupakan campuran dari fragmen material organik yang berasal
dari tumbuhtumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan menjadi fosil.
Material gambut yang berada dibawah permukaan mempunyai daya mampat yang
tinggi dibandingkan dengan material tanah yang umumnya (Mac Farlane,1958).
Tanah Gambut memiliki sifat fisik yang berbeda dengan jenis tanah lainnya. Dari
beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa, sifat fisik tanah gambut
yang rendah (angka pori besar, kadar air tinggi dan berat volume tanah kecil),terlebih
tanah gambut merupakan tanah non kohesi. Menurut Mac Farlane (1969), berdasarkan
kadarserat tanah gambut dapat digolongkan menjadi :

a. Fibrous Peat, merupakan tanah gambut yang mempunyai kandungan serat sebesar
20% atau lebih, dan gambut ini mempunyai dua jenis pori yaitu makropori (pori
diantar serat) dan mikropori (pori yang ada didalam serat-serat yang bersangkutan).
Fibrous peat mempunyai perilaku yang sangat bebeda dengan tanah lempung
disebabkan adanya serat-serat dalam tanah tersebut.

b. Amorphous Granular Peat, merupakan gambut yang mempunyai kandungan serat


kurang dari 20% dan terdiri dari butiran dengan ukurankoloidal (2), serta sebagian
besar air porinya terserap di sekeliling permukaan butiran gambut. Karena kondisi
tersebut, tanah gambut jenis ini mempunyai sifat yang menyerupai tanah lempung.
Von Post mengklasifikasikan tanah gambut berdasarkan ciri fisik yang dinamakan
sebagai Von Post Scale yaitu metode lapangan dengan melihat tingkat dekomposisi,
warna, struktur dan jumlah materi mineral. Von Post Scale membagi gambut menjadi
10 kategori.

III- 43
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

3.Daya Dukung Tanah


Daya dukung tanah adalah parameter tanah yang berkenaan dengan kekuatan tanah
yang menopang suatu beban di atasnya. Daya dukung tanah dipengaruhi oleh jumlah
air yang terdapat di dalamnya, kohesi tanah, sudut geser dalam, dan tegangan normal
tanah. Daya dukung tanah merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan
pondasi beserta struktur diatasnya. Daya dukung yang diharapkan untuk mendukung
pondasi adalah daya dukung yang mampu memikul beban struktur, sehingga pondasi
mengalami penurunan yang masih berada dalam batas toleransi.
Tanah memiliki sifat untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan gesernya apabila
mendapat tekanan berupa beban. Apabila beban yang bekerja pada tanah pondasi
telah melampaui daya dukung batasnya,tegangan geser yang ditimbulkan di dalam
tanah melampaui ketahanan geser pondasi, maka akan terjadi keruntuhan geser pada
tanah pondasi. Daya dukung ultimit didefinisikan sebagai tekanan terkecil yang dapat
menyebabkan keruntuhan geser pada tanah pendukung tepat di bawah dan di
sekeliling pondasi. Daya dukung ultimit suatu tanah terutama di bawah beban pondasi
dipengaruhi oleh kuat geser tanah. Nilai kerja atau nilai izin untuk desain akan ikut
mempertimbangkan karakteristik kekuatan dan deformasi.

1. Analisis Skempton
Analisa Skempton mengenai daya dukung ultimit pondasi memanjang Qu dan daya
dukung ultimit neto Qun dinyatakan dalam persamaan-persamaan berikut.
Qu = cu Nc + Df ................................................(Pers.1.)
Qun = cu Nc ..........................................................(Pers.2.)

dimana:
Qu = daya dukung ultimit (kN/m2)
Qun = daya dukung ultimit neto (kN/m2)
Df = kedalaman pondasi (m)
= berat volume tanah (kN/m3)
cu = kohesi tak terdrainase (kN/m2)
Nc = faktor daya dukung Skempton

Untuk pondasi empat persegi panjang (dengan panjang L dan lebar B), daya dukung
ultimit dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut:
Qu = (0,84+0,16 B/L)cu Nc(bs) + Df ....................(Pers.3.)
dan daya dukung ultimit neto:
Qun = (0,84 + 0,16 B/L)cu Nc(bs)...........................(Pers.4.)

2. Analisis Terzaghi

Qu = ...............................................................(Pers.5.)

Daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang:


Qu =cNc + PoNq + 0,5BN..................................(Pers.6.)

III- 44
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

dimana:
Qu = daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang (kN/m2)
c = kohesi tanah (kN/m2)
Df = kedalaman pondasi (m)
= berat volume tanah (kN/m3)
Po = Df. = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2)
Nc, Nq, N = faktor daya dukung Terzaghi
Untuk bentuk bentuk pondasi yang lain Terzaghi memberikan pengaruh faktor
bentuk terhadap daya dukung ultimit yang didasarkan pada analisis pondasi
memanjang sebagai berikut:
a. Untuk pondasi bujur sangkar
Qu = 1,3 c Nc + Po Nq + 0,4 B N.............(Pers.7.)

b. Untuk pondasi lingkaran


Qu = 1,3 c Nc + Po Nq + 0,3 B N.............(Pers.8.)
c. Untuk pondasi persegi panjang
Qu = c Nc (1+0,3B/L) + Po Nq + 0,5 B N (1-0,2
B/L)....................................................(Pers.9.)

dimana:
Qu = daya dukung ultimit (kN/m2)
c = kohesi tanah (kN/m2)
= berat volume tanah (kN/m3)
Df = kedalaman pondasi (m)
Po = . Df = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2)
B = lebar atau diameter pondasi (m)
L = panjang pondasi (m)
Nc, Nq, N = faktor daya dukung Terzaghi

4. Perkuatan
Perkuatan tanah didefenisikan sebagai suatu inklusi elemen- elemen penahan ke
dalam massa tanah yang bertujuan untuk menaikan perilaku mekanis tanah.
Perkuatan tanah adalah salah satu cara atau metode perbaikan tanah yang
dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung tanah. Menurut Jones (1996), aplikasi
perkuatan tanah meliputi permasalahan pekerjaan jembatan, bendungan, timbunan
pondasi, jalan dan jalan kereta api.

Jenis jenis material perkuatan yang ada:

1. Strip Reinforcement
Perkuatan tipe ini merupakan elemen yang fleksibel, biasanya memiliki lebar (b) yang
lebih besar dari tebalnya (t). Biasanya tebalnya berkisar 3-20 mm dan b = 30-100 mm.
Yang paling luas digunakan adalah strip logam. Strip juga dapat dibuat dari alang
alang atau bambu.

III- 45
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

2. Grid
Perkuatan grid dibentuk member arah tanversal dan longitudinal. Tujuan utama dari
member longitudinal adalah untuk menahan agar member tranversal tetap pada
posisinya. Grid dapat dibuat dari baja atau polimer.
3. Perkuatan Bentuk Lembaran (Sheet Reinforcement)
Material perkuatan lembaran yang umum dipakai adalah geotekstil. Geotekstil dibagi
menjadi dua tipe yaitu woven dan non woven. Geotekstil non woven terdiri dari
susunan yang acak dari serat yang terikat akibat panas yang diberikan dalam proses
pembuatannya. Geotekstil woven terdiri atas serat yang disusun dengan cara
dianyam.

5. Bearing Capacity Ratio (BCR)


Bearing Capacity Ratio (BCR) adalah nilai yang didapat setelah dilakukan analisis
dimensionless. BCR sendiri merupakan rasio antara daya dukung ultimit tanah pondasi
yang diperkuat dengan daya dukung ultimit tanah pondasi yang tidak diperkuat yang
dinyatakan dalam persen (%). Nilai BCR ini nantinya digunakan untuk mengetahui
kinerja perkuatan dalam menaikkan daya dukung tanah pondasi.

BCR =.......................................(Pers.11.)

dimana:
qr = Daya dukung ultimit tanah pondasi yang diperkuat
qo = Daya dukung ultimit tanah pondasi yang tidak diperkuat

6. Bambu
Bambu adalah material jenis kayu yang dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi,
baik sebagai bahan primer ataupun sekunder. Bambu merupakan salah satu jenis kayu
yang bisa didapatkan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Jenis kayu ini banyak
dipakai sebagai struktur bangunan karena harganya yang relatif murah. Bila
dibandingkan dengan bahan lainnya bambu memiliki beberapa kelebihan diantaranya
batangnya kuat, ulet, lurus, rata dan keras. Selain itu bambu juga mudah dibelah,
dibentuk dan dikerjakan, serta ringan sehingga mudah untuk diangkut dan dapat
dikerjakan dengan alat-alat yang sederhana.

3.3.4. METODOLOGI PENELITIAN


Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian dengan
pemodelan dan pengujian laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Mekanika
Tanah, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Tanah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tanah gambut di Palem Raya, Indralaya. Pada
penelitian ini menggunakan model pondasi terbuat dari pelat baja berukuran 15cm x
15cm x 2cm sedangkan bak uji berukuran 90cm x 90cm x 100cm.
Material yang digunakan sebagai perkuatan adalah grid bambu dan anyaman
bambu. Bambu yang digunakan adalah jenis bambu tali dari daerah Tanjung Sejaro,
Ogan Ilir. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan variasi lebar perkuatan 2B, 3B,

III- 46
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

dan 4B (B adalah lebar pondasi) dan variasi jumlah lapis perkuatan dengan kedalaman
tetap.
Pengujian dilakukan dengan memberikan beban kepada tanah menggunakan
dongkrak, besar beban yang diberikan pada tanah akan dibaca oleh load cell yang
kemudian akan disambungkan ke data logger bersamaan dengan penurunan yang
dibaca oleh LVDT. Sketsa model pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.21.

Gambar 3.21. Pemodelan Benda Uji

Dari pengujian didapat nilai penurunan dan beban. Sehingga dengan korelasi antara
beban dan penurunan dapat diketahui nilai daya dukung tanah ultimate pada masing-
masing variasi perkuatan. Setelah didapat daya dukung dengan perkuatan maka
dibandingkan antara daya dukung tanpa perkuatan dengan daya dukung menggunakan
perkuatan sehingga didapat nilai BCR. Nilai BCR untuk melihat peningkatan yang
terjadi pada daya dukung tanah tanpa perkuatan dengan daya dukung tanah
menggunakan perkuatan.

3.3.5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Dukung Tanah Tanpa Perkuatan


Daya dukung tanah tanpa perkuatan didapat dari perhitungan menggunakan
persamaan Terzaghi. Kondisi tanah gambut dengan nilai :
cu = 0,01 kg/cm2
= 0,07 gr/cm3 = 7.10-5 kg/cm3
Df = 0
B = 15 cm
O = 1,57
Menghasilkan daya dukung sebesar 5,41 kPa.

III- 47
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Daya Dukung Menggunakan Perkuatan


Setelah dilakukan pengujian pembebanan dengan variasi lebar perkuatan 2B;3B;4B,
dan jumlah lapisan perkuatan dengan kedalaman tetap yaitu 0,5B, didapatkan daya
dukung terbesar terdapat pada variasi lebar perkuatan 4B dengan 3 lapisan perkuatan
yaitu senilai 23,11 kPa. Grafik hubungan beban-penurunan dapat dilihat pada Gambar
3.22 dan nilai daya dukung ultimit untuk masing masing variasi tersebut dapat dilihat
pada Tabel 3.13.

Gambar 3.22. Grafik Hubungan Penurunan Beban Menggunakan 3 Lapis Perkuatan


dengan Lebar 4B

III- 48
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Tabel 3.13. Rekapitulasi Nilai Daya Dukung Ultimit

Berdasarkan rekapitulasi nilai daya dukung ultimit pada Tabel 3.13 diperoleh bahwa
semakin besar dimensi perkuatan dan semakin banyak jumlah lapisan perkuatan maka
daya dukung yang dihasilkan akan semakin besar pula. Nilai BCR (Bearing Capacity
Ratio).
Dari hasil percobaan serta analisa data yang telah dilakukan pada grid dan anyaman
bambu yang digunakan sebagai material perkuatan tanah, dapat dikatakan bahwa
penggunaan perkuatan ini dapat meningkatkan nilai BCR. Berdasarkan hasil uji, nilai
BCR akan meningkat seiring dengan bertambah besarnya dimensi perkuatan dan
bertambahnya jumlah lapis perkuatan. Rekapitulasi hasil perhitungan nilai BCR dan
persen peningkatan BCR dapat dilihat pada Tabel 3.14.

III- 49
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Tabel 3.14. Rekapitulasi daya dukung, BCR dan persentase peningkatan BCR

Gambar 3.23. Diagram Batang Kenaikan Nilai BCR dengan Variasi Lebar

III- 50
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.24. Diagram Batang Kenaikan Nilai BCR dengan Variasi Jumlah Lapis
Perkuatan

Dari Gambar 3.23 dapat dilihat bahwa nilai BCR selalu meningkat seiring dengan
bertambahnya lebar perkuatan. Seperti pada penggunaan 2 lapis perkuatan dengan
variasi lebar perkuatan 2B, 3B, dan 4B memberikan nilai BCR masing-masing sebesar
2,547; 2,957; dan 3,778.
Pada Gambar 3.24 terlihat bahwa nilai BCR selalu meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah lapis perkuatan. Seperti pada lebar perkuatan 2B dengan variasi
jumlah lapis perkuatan sebanyak 1 lapis, 2 lapis, dan 3 lapis memberikan nilai qultimit
masing-masing sebesar 1,972; 2,547; dan 2,793 atau dengan persentase kenaikan nilai
BCR masing-masing sebesar 97,2%, 154,7%, dan 179,3%.

3.3.6. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil pengujian pembebanan pada masing-
masing benda uji, penelitian ini mencapai beberapa kesimpulan, yaitu sebagai
berikut:
1. Pengujian daya dukung pondasi dangkal di atas tanah gambut sebelum diberi
perkuatan tidak dapat dilakukan karena tanah terlalu lunak, sehingga daya dukung
dihitung menggunakan metode Skempton dan Terzaghi. Nilai qultimit dengan metode
Skempton didapat sebesar 6,2 kPa sedangkan metode Terzaghi sebesar 5,41 kPa.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkuatan grid dan anyaman bambu yang
memberikan daya dukung maksimal adalah pada rasio L/B= 4 dengan 3 lapis
perkuatan. Daya dukung maksimal tersebut sebesar 23,11 kPa dengan rasio daya
dukung (BCR) sebesar 4,272 atau persen peningkatannya 327,2%.
3. Penggunaan lapisan perkuatan berupa grid dan anyaman bambu memberikan
peningkatan daya dukung yang signifikan pada tanah gambut. Semakin lebar
perkuatan dan semakin banyak jumlah lapis perkuatan, maka semakin besar pula
rasio daya dukung (BCR) tanah tersebut.

III- 51
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

3.3.7. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan jarak spasi antar perkuatan
yang optimal dan spasi horizontal grid bambu untuk mendapatkan daya dukung yang
maksimal.
2. Analisis yang lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui segi ekonomis
penggunaan grid dan anyaman bambu sebagai alternatif bahanperkuatan.

3.4 SIFAT KIMIA DAN FISIK TANAH GAMBUT

Sifat kimia dan fisika tanah gambut merupakan sifat-sifat tanah gambut yang
penting diperhatikan dalam pengelolaan lahan gambut. Sifat kimia seperti pH, kadar
abu, kadar N, P, K, kejenuhan basa (KB), dan hara mikro merupakan informasi yang
perlu diperhatikan dalam pemupukan di tanah gambut.
Sifat fisika gambut yang spesifik yaitu berat isi (bulk density) yang rendah
berimplikasi terhadap daya menahan beban tanaman yang rendah. Selain itu agar
tanah gambut dapat dipergunakan dalam jangka waktu yang lama,maka laju subsiden
(penurunan permukaan tanah) dan sifat mengering tidak balik (irreversible drying)
perlu dikendalikan agar gambut tidakcepat habis.

Sifat kimia tanahgambut


Tanah gambut terbentuk dari timbunan bahan organik, sehingga kandungan
karbon pada tanah gambut sangat besar. Fraksi organik tanah gambut di Indonesia
lebih dari 95%, kurang dari 5% sisanya adalah fraksi anorganik. Fraksi organik terdiri
atassenyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20%, sebagian besar terdiri atas
senyawa-senyawa non-humat yang meliputi senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa,
lilin, tannin, resin,suberin, dansejumlah kecil protein. Sedangkan senyawa-senyawa
humat terdiri atas asam humat, himatomelanat dan humin (Stevenson, 1994; Tan,
1993).
Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat beragam dan ditentukan
oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis tanaman penyusun gambut, jenis mineral
pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Polak (1975)
mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya
didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan organiknya
sebagian besar adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering,
sedangkan kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein
umumnya tidak melebihi 11% (Tabel 3.15).

III- 52
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Kemasaman tanah
Tanah gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi
dengan kisaran pH 3 - 4. Gambut oligotropik yang memiliki substratum pasir kuarsa di
Berengbengkel, Kalimantan Tengah memiliki kisaran pH 3,25 3,75 (Halim, 1987;
Salampak, 1999). Sementara itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, Sumatera Selatan
memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu 4,1- 4,3 (Hartatik et al., 2004).

Tabel 3.15. Komposisi gambut tropika tipe sangat masam (Hardon dan Polak,
1941 dalam Polak, 1975)

Tanah gambut di Indonesia sebagian besar bereaksi masam hingga sangat


masam dengan pH <4,0. Tingkat kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan
kandungan asam-asam organik, yaitu asam humat dan asam fulvat (Andriesse, 1974;
Miller dan Donahue, 1990). Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi
mempunyai gugus reaktif karboksil dan fenol yang bersifat sebagai asam lemah.
Diperkirakan 85-95% sumber kemasaman tanah gambut disebabkan karena kedua
gugus karboksil dan fenol tersebut. Kemasaman tanah gambut cenderung menurun
seiring dengan kedalaman gambut. Pada lapisan atas pada gambut dangkal cenderung
mempunyai pH lebih tinggi dari gambut tebal (Suhardjo dan Widjaja-Adhi,1976).
Pengapuran tanah gambut dengan tujuan meningkatkan pH tidak terlalu efektif,
karena kadar Al gambut yang rendah. Umumnya pH gambut pantai lebih tinggi dan
tanahnya lebih subur dibandingkan dengan gambut pedalaman karena adanya
pengayaan basa-basa dari air pasang surut.

Asam-asam fenolat
Tanahgambut di Indonesia umumnya terbentuk dari kayu-kayuan yang
mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah - tanah
gambut yang berada di daerah beriklim sedang (Driessen dan Suhardjo, 1976;
Driessen, 1978). Dekomposisi tanah gambut kayu-kayuan kaya lignin dalam keadaan
anaerob selain menghasilkan asam-asam alifatik juga menghasilkan asam-asam

III- 53
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

fenolat. Sebagian besar dari asam-asam ini bersifat racun bagi tanaman (Kononova,
1968; Tsutsuki dan Ponnamperuma, 1987, Tsutsuki dan Kondo, 1995). Beberapa jenis
asam fenolat yang umum dijumpai dalam tanah adalah asam vanilat, p-kumarat, p-
hidroksibenzoat, salisilat, galat, sinapat, gentisat, dan asam syringat (Tsutsuki, 1984).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa asam-asam fenolat bersifat fitotoksik
bagi tanaman dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat (Driessen, 1978;
Stevenson, 1994; Tsutsuki, 1984). Asam-asam fenolat tersebut berpengaruh
menghambat perkembangan akar tanaman dan penyediaan hara di dalam tanah.
Hartley dan Whitehead (1984), mengemukakan bahwa asam-asam fenolat pada
konsentrasi 250 M menurunkan sangat nyata serapan kalium oleh tanaman barley.
Asam salisilat dan ferulat menyebabkan terhambatnya serapan kalium dan fosfor oleh
tanaman gandum, serta asam ferulat pada konsentrasi 500-1.000 M menurunkan
serapan fosfor pada tanaman kedelai. Konsentrasi asam fenolat sebesar 0,6-3,0 M
dapat menghambat pertumbuhan akar padi sampai 50%, sedangkan pada konsentrasi
0,001 hingga 0,1 M dapat mengganggu pertumbuhan beberapa tanaman (Takijima
1960, dalam Tsutsuki, 1984). Pengaruh asam p-hidroksibenzoat yang diberikan
terusmenerus sampai panen dengan konsentrasi >0,1 M menurunkan bobot kering
tanaman bagian atas dan biji pada saat panen (Tadano et al., 1992). Wang et al.
(1967) mendapatkan pada konsentrasi asam p-hidroksibenzoat sebesar 7- 70 M dapat
menekan pertumbuhan tanaman jagung, gandum, dan kacangkacangan. Sedangkan
pada konsentrasi 180 M tidak berpengaruh terhadap tanaman tebu, tetapi pada
konsentrasi asam p-hidroksibenzoat 360 M berpengaruh terhadap pertumbuhan akar
tanaman tebu.

Kandungan basa-basa
Gambut oligotropik, seperti banyak ditemukan di Kalimantan, mempunyai
kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah terutama pada
gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-basa yang dikandungnya semakin rendah
dan reaksi tanah menjadi semakin masam (Driessen dan Suhardjo, 1976). Semakin
tebal gambut, kandungan abu semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan
reaksi tanah menjadi lebih masam (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974). Kandungan
basa-basa yang rendah disertai dengan nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi
menyebabkan ketersediaan basa-basa menjadi rendah. Rendahnya kandungan basa-
basa pada gambut pedalaman berhubungan erat dengan proses pembentukannya yang
lebih banyak dipengaruhi oleh air hujan (Leiwakabessy, 1978). Kejenuhan basa (KB)
tanah gambut pedalaman pada umumnya sangat rendah. Tanah gambut pedalaman
Berengbengkel Kalimantan Tengah mempunyai nilai KB <100% (Tim Institut Pertanian
Bogor,1974),demikian juga nilai KB tanah gambut dataran rendah Riau (Suhardjo dan
Widjaja-Adhi, 1976).

III- 54
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Kapasitas tukar kation


Nilai kapasitas tukar kation tanah gambut umumnya sangat tinggi (90- 200
cmol(+)kg-1.Hal ini disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH yang sebagian
besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol (Driessen dan
Soepraptohardjo, 1974). Menurut Andriesse (1974) dan Driessen (1978), kapasitas
tukar kation tanah gambut ombrogen di Indonesia sebagian besar ditentukan oleh
fraksi lignin dan senyawa humat (Tabel 3.16). Tanah gambut di Indonesia, terutama
tanah gambut ombrogen mempunyai komposisi vegetasi penyusun gambut didominasi
dari bahan kayu-kayuan. Bahan kayu-kayuan umumnya banyak mengandung senyawa
lignin yang dalam proses degradasinya akan menghasilkan asam-asam fenolat
(Stevenson, 1994).

Tabel 3.16. Komposisi gambut ombrogen di Indonesia dan kapasitas tukar kation
(Driessen, 1978)

Tanah gambut pedalaman di Kelampangan, Kalimantan Tengah mempunyai nilai


KB < 10%, demikian juga gambut di Pantai Timur Riau (Suhardjo dan Widjaja-Adhi,
1976). Muatan negatif (yang menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah
muatan tergantung pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut
ditingkatkan. Muatan negatif yang terbentuk adalah hasil disosiasi hidroksil pada
gugus karboksilat atau fenol. Oleh karena itu penetapan KTK menggunakan
pengekstrak amonium acetat pH 7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan
penetapan KTK dengan pengekstrak amonium klorida (pada pH aktual) akan
menghasilkan nilai yang lebih rendah. KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan
(sorption capacity) gambut tinggi, namun kekuatan jerapan (sorption power) lemah,
sehingga kationkation K, Ca, Mg, dan Na yang tidak membentuk ikatan koordinasi akan
mudah tercuci.

Secara alamiah tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah, karena


kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asamasam organik yang
sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut
merupakan bagian aktif dari tanah, yang menentukan kemampuan gambut untuk
III- 55
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat
kimia gambut. Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun,
dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation
polivalen seperti Fe, Al, Cu, dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan
koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa kompleks/khelat. Oleh karena
itu bahanbahan yang mengandung kation polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai
bahan amelioran gambut (Sabiham et al., 1997; Saragih, 1996).
Status hara
Secara alami status hara tanah gambut tergolong rendah, baik hara makro
maupun mikro. Kandungan unsur hara gambut sangat ditentukan oleh lingkungan
pembentukannya. Gambut yang terbentuk dekat pantai pada umumnya gambut
topogen yang lebih subur, dibandingkan gambut pedalaman yang umumnya tergolong
ombrogen. Tingkat kesuburan tanah gambut tergantung pada beberapa faktor: (a)
ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi; (b) komposisi tanaman
penyusunan gambut;dan (c) tanah mineral yang berada dibawah lapisan tanah gambut
(Andriesse, 1974). Polak (1949) menggolongkan gambut kedalam tiga tingkat
kesuburan yang didasarkan pada kandungan P2O5, CaO, K2O, dan kadar abunya, yaitu:
(1) gambut eutrofik dengan tingkat kesuburan yang tinggi; (2) gambut mesotrofik
dengan tingkat kesuburan yang sedang; dan (3) gambut oligotrofik dengan tingkat
kesuburan yang rendah (Tabel 3.17).

Tabel 3.17. Kandungan hara pada tiga tingkat kesuburan gambut

Gambut di Indonesia umumnya merupakan gambut ombrogen, terutama gambut


pedalaman yang terdiri atas gambut tebal dan miskin unsur hara, digolongkan ke
dalam tingkat oligotrofik (Radjaguguk, 1997). Sedangkan pada gambut pantai pada
umumnya tergolong gambut topogen dengan status eutrofik yang kaya akan basa-
basa,karena adanya sumbangan Ca, Mg, dan K dari air
pasang surut.
Beberapa sifat kimia tanah gambut lain yang berpengaruh terhadap dinamika
hara dan penyediaan hara bagi tanaman yaitu: kemasaman tanah, kapasitas tukar
kation dan basa-basa dapat ditukar, fosfor, unsur mikro, komposisi kimia dan asam
fenolat gambut.

III- 56
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Nitrogen
Ketersediaan N bagi tanaman pada tanah gambut umumnya rendah, walaupun
analisis N total umumnya relatif tinggi karena berasal dari N-organik. Perbandingan
kandungan C dan N tanah gambut relatif tinggi, umumnya berkisar 20-45 dan
meningkat dengan semakin meningkatnya kedalaman (Radjagukguk, 1997).
Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan N tanaman yang optimum diperlukan
pemupukan N.

Fosfor
Unsur fosfor (P) pada tanah gambut sebagian besar dijumpai dalam bentuk P-
organik, yang selanjutnya akan mengalami proses mineralisasi menjadi P-anorganik
oleh jasad mikro. Sebagian besar senyawa P-organik berada dalam bentuk ester
ortofosfat, sebagian lagi dalam bentuk mono dan diester. Ester yang telah
diidentifikasi terdiri atas inositol fosfat, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula
fosfat. Ketiga senyawa pertama bersifat dominan. Fraksi P-organik diperkirakan
mengandung 2,0% P sebagai asam nukleat, 1,0% sebagai fosfolipid, 35% inositol fosfat,
dan sisanya belum teridentifikasi. Di dalam tanah, pelepasan inositol fosfat sangat
lambat dibandingkan ester lainnya, sehingga senyawa ini banyak terakumulasi, dan
kadarnya didalam tanah menempati lebih dari setengah P-organik atau kira-kira
seperempat total P tanah. Senyawa inositol heksafosfat dapat bereaksi dengan Fe
atau Al membentuk garam yang sukar larut, demikian juga terhadap Ca. Dalam
keadaan demikian, garam ini sukar didegradasi oleh mikroorganisme (Stevenson,
1984).
Penelitian pada tanah Histosol yang tidak diusahakan, dan didrainase, yang
mengandung bahan mineral yang tinggi termasuk besi feri (Fe3+) dan Ca yang tinggi,
akan menurunkan mobilitas dan degradasi fosfat. Dari total P fraksi terbesar yaitu
fraksi P-organik tidak labil dan yang resisten. Asam fulvat berasosiasi dengan P
sebesar 12% dari total P. Fosfat residu berturut-turut sebesar 13; 29; dan 8% dari total
P tanah pada Histosol yang diusahakan, tidak diusahakan, dan yang digenangi (Ivanoff
etal., 1998).

Unsur mikro
Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat
cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain
itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk
yang tidak dapat diserap tanaman. Unsur mikro juga diikat kuat oleh ligan organik
membentuk khelat sehingga mengakibatkan unsur mikro menjadi tidak tersedia bagi
tanaman. Gejala defisiensi unsur mikro sering tampak jelas pada gambut ombrogen
seperti tanaman padi dan kacang tanah yang steril. Menurut Driessen (1978)

III- 57
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

kandungan unsur mikro tanah gambut pada lapisan bawah umumnya lebih rendah
dibandingkan lapisan atas. Namun dapat juga kandungan unsur mikro pada lapisan
bawah dapat lebih tinggi apabila terjadi pencampuran dengan bahan tanah mineral
yang ada di lapisan bawah gambut tersebut. Tanah gambut mengerap Cu cukup kuat,
sehingga hara Cu tidak tersedia bagi tanaman, menyebabkan gejala gabah hampa
pada tanaman padi. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan
dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro.

Sifatfisik tanah gambut


Sifat fisik tanah gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian
meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing
capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible
drying). Kadar air tanah gambut berkisar 100 1.300% dari berat keringnya (Mutalib et
al., 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya,
sehingga gambut dikatakan bersifat hidrofilik. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD
menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah
(Nugroho et al., 1997; Widjaja-Adhi, 1988). Berat isi (BD) tanah gambut lapisan atas
bervariasi antara 0,1-0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut
fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD <dari 0,1 g cm-3, tapi
gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm-3 (Tie
and Lim, 1991), karena adanya pengaruh tanah mineral. Volume gambut akan
menyusut bila lahan gambut didrainase, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah
(subsiden).Selain karena pemadatan gambut, subsiden juga terjadi karena adanya
proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun pertama setelah gambut didrainase, laju
subsiden bisa mencapai 50 cm tahun-1. Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2
6 cm tahun-1 tergantung kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase.
Adanya subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang menggantung (Gambar 3.25).

Gambar 3.25.Akar pohon menggantung dan tanaman yang roboh di lahan gambut

III- 58
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen
STUDI KELAYAKAN
KAWASAN PROPERTY TERPADU Baamang Barat,
Baamang, Kotawaringin Timur
Kalimantan Tengah

Gambar 3.26. Subsiden gambut yang didrainase dari studi kasus di Sarawak,
Malaysia.Tahun 1960 adalah tahun dimulainya drainase (Wsten et al.,

Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga beban


(bearing capacity) menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasinya
peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan
pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman Gambar 3.26. Subsiden gambut
yang didrainase dari studi kasus di Sarawak, Malaysia.Tahun 1960 adalah tahun
dimulainya drainase (Wsten et al., Gambar 3.25.Akar pohon menggantung dan
tanaman yang roboh di lahan gambut perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau
kelapa seringkali doyong atau bahkan roboh (Gambar 3.25). Kadang-kadang
pertumbuhan seperti ini dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani
untuk memanen sawit. Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak
balik, yaitu apabila gambut mengering dengan kadar air <100% (berdasarkan berat
kering), tidak bisa menyerap air lagi kalau dibasahi, atau bersifat hidrofobik. Gambut
yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering dan kehilangan fungsinya
sebagai tanah. Gambut kering juga mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah
terbakar dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Gambut yang terbakar
menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang
terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan
sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

III- 59
CV LOLOMBULAN
Konsultan : Teknik-Lingkungan-Manajemen

Anda mungkin juga menyukai