Anda di halaman 1dari 8

KULIAH LAPANGAN

GEOMORFOLOGI 2017
DISUSUN OLEH :
AMIR

LABORATORIUM
MUHAMMADI
17/411679/BI/09
819

ALAM TRANSBULENT
SUB DAS Bompon Laboratorium Alam Transbulent, Desa Wonogiri
Dusun Salakan Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang.
PENGAMATAN BENTUK LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP VEGETASI
PADA SUB DAS BOMPON

DISUSUN OLEH : AMIR MUHAMMADI


17/411679/BI/ 09819

Geomorfologi merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan di Fakultas


Biologi Universitas Gadjah Mada, Geomorfologi mempelajari tentang seluk beluk bentuk
lahan (landform) yang menyusun bumi menekankan pada asal muasal dan
perkembangannya di masa depan serta hubungannya dengan kehidupan saat ini dengan
konteks lingkungan dan material penyusunnya (Versstapen, 1983). Secara garis besar
geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuk, material dan proses yang
terjadi di bumi, dengan pendekatan logika proses, pengikisan dan pengendapan, kemudian
dibuktikan dengan analisis proses dan analisis kimia material. Proses geomorfologi sendiri
didefinisikan sebagai semua proses yang dapat menyebabkan perubahan bentuk permukaan
bumi, terdiri dari proses endogenik, eksogenik, antropogenik dan ekstraterestrial. Proses
endogenik bersifat konstruksional sedangkan proses-proses yang lain bersifat destruksional.
Sebagai salah satu sarana untuk lebih memahami geomorfologi secara mendalam,
dalam proses pembelajarannya diadakan program kuliah lapangan geomorfologi, adanya
kuliah lapangan bertujuan untuk menjadikan mahasiswa mata kuliah geomorfologi dapat
mempelajari geomorfologi secara langsung dengan mengamati bentuk bentuk lahan
(landform) dan hasil proses proses geomorfologi di alam, karena proses-proses
geomorfologi yang terjadi di alam tidak sesederhana yang dijelaskan di buku teks,
kebanyakan proses geomorfik tidak terjadi dalam bentuk simpel form yang terjadi dalam
satu proses saja, akan tetapi terjadi dalam bentuk compound form, cyclic form, atau juga
exhumed. Sehingga evolusi geomorfik kompleks lebih umum dijumpai di alam daripada
evolusi geomorfik sederhana.
Dalam kuliah lapangan geomorfologi bagi mahasiswa Fakultas Biologi
2017 ini, kami mendapat tugas untuk mengamati bentuk lahan (landform) di daerah
Sub DAS Bompon Laboratorium Alam Transbulent desa Wonogiri dusun Salakan
Kecamatan Kajoran , Magelang. Menurut http://www.transbulent.com Laboratorium
alam di Sub DAS Bompon merupakan sebuah DAS mikro berukuran +300 ha, DAS
mikro yang digunakan sebagai laboratorium diberi nama Sub-DAS Bompon karena
mata air yang paling hulu terdapat di Dusun Bompon. Laboratorium alam Transbulent
didirikan dengan tujuan sebagai media pembelajaran yang dikelola secara
berkelanjutan berbasis analisis data wilayah secara komprehensif, Laboratorium alam
Transbulent memiliki 4 stasiun pengamat meteorologis otomatis, stasiun pengamat
aliran air otomatis, plot pengaman erosi di dua lokasi, serta beberapa monolit tanah
untuk menjelaskan profil tanah. Labolatorium ini memiliki beberapa instruktur yang
berasal dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, diantaranya adalah Prof. Dr. Junun
Sartohadi dari Fakultas Geografi UGM , Prof. Dr. Triwidodo, Fakultas Ekonomika
dan Bisnis UGM , Dr. Makruf Nurudin, Fakulas Pertanian UGM, serta beberapa
Dosen Dari Fakultas Pertanian, Kehutanan, Geografi dan Geofisika Universitas
Gadjah Mada.

Kuliah lapangan geomorfologi dilaksanakan pada tanggal 15-17 September


2017, Mahasiswa Biologi UGM 2017 yang melakukan kuliah lapangan di
Laboratorium Alam Transbulent ini dibagi menjadi dua kloter, Kloter genap dan
kloter ganjil, Kloter genap melaksanakan kuliah lapangan tanggal 15-16, sementara
kloter ganjil tanggal 16-17, masing-masing kloter dibagi menjadi kelompok kelompok
yang sebagian melakukan pengamatan di desa Kalisari, dan sebagian lain melakukan
pengamatan di desa Wonogiri. Kebetulan kelompok kami mendapat bagian desa
Wonogiri. Desa Wonogiri yang terletak di dusun Salakan kecamatan Kajoran
merupakan desa mandiri pangan, menurut keterangan salah satu warga desa, desa
Wonogiri dikenal sebagai desa mandiri pangan karena sebagian besar warganya
menanam sendiri sayur mayur dan bumbu dapur yang dikonsumsi, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan makanan sehari hari warga desa salakan tidak terlalu banyak
membutuhkan berbelanja di pasar, selain itu desa Wonogiri juga menjalankan proses
daur ulang limbah rumah tangga, pemanfaatan sampah anorganik dan organik, usaha
peternakan ikan dan pengembangbiakan sapi, sehingga tidak heran jika desa Wonogiri
pernah dikunjungi oleh Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo saat meninjau
Laboratorium lapangan kelompok Tani(KWT) Melati di desa Wonogiri. Desa
Wonogiri mempunyai hawa yang asri, udara masih segar khas pegunungan yang
belum bercampur polusi, dengan budaya yang dianut budaya jawa yang masih kental,
Penduduk desa tersebut sangat ramah dan rupanya sudah maklum dengan kehadiran
rombongan mahasiswa UGM yang melakukan kuliah lapangan karena program kuliah
lapangan memang sudah digalakkan sejak lama oleh Universitas Gadjah Mada,

Kami menginap dirumah salah seorang warga desa Wonogiri, ibu pemilik
rumah itu bernama ibu Mahmudah, beliau sangat ramah dan memperlakukan kami
dengan baik, kami pun berusaha berperilaku sopan dan menghargai terhadap tuan
rumah dan keluarganya, karena kami tiba dilokasi Laboratorium Alam Transbulent
tersebut sore hari ,kami segera membersihkan diri dan mempersiapkan untuk
mengikuti kuliah malam di masjid desa Wonogiri. Setelah selesai makan dan
menunaikan ibadah sholat isya kami berkumpul di masjid desa Wonogiri untuk
mendapatkan materi tentang perkuliahan lapangan yang akan kami lakukan besok,
pemateri adalah beliau bapak Dr. M Anggri Setiawan dari Fakultas Geografi UGM
bersama beberapa orang mahasiswa Geografi UGM, dalam kuliah malam tersebut
bapak Anggri menjelaskan tentang apa itu DAS atau daerah aliran sungai, garis besar
morfologi, dan lain lain
Secara garis besar materi yang disampaikan oleh bapak Anggri adalah
sebagai berikut, Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai
suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung
bukit) yang berfungsi untuk menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur
hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik
(outlet). Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan
yang jatuh di atasnya melalui sungai. Air pada DAS merupakan aliran air yang
mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi,
yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah
dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan
(sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan
oleh manusia atau makhluk hidup. DAS dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu
didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi
lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari
kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit),
dan curah hujan. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang
dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan
menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana
pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Dan bagian hilir didasarkan
pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat
bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari
kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air
tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan
danau.

Tugas bagi mahasiswa dalam kuliah lapangan geomorfologi adalah mengamati


tiga objek material kajian geomorfologi yaitu morfologi permukaan lahan, material
penyusun bentuk lahan dan proses-proses geomorfologis, dengan mendeskripsikan
morfoaransemen bentuk lahan dilapangan dengan mengaplikasikan konsep konsep
geomorfologi pada tataran praktis, selain itu mahasiswa juga harus mendeskripsikan
morfologi permukaan lahan dilapangan baik secara kesan subjektif naratif maupun
objektif numerik dengan pengukuran, mahasiswa juga harus mendekripsikan material
penyusun bentuk lahan di lapangan yang meliputi material dasar dan material
permukaan, dan terakhir mahasiswa harus mendeskripsikan proses-proses
geomorfologi yang terjadi di lapangan yang bisa dilihat secara langsung.

Pada pagi harinya kami berkumpul di masjid desa Wonogiri untuk


melakukan briefing sebelum melakukan kuliah lapangan, dalam briefing tersebut
diterangkan tentang cara menentukan posisi menggunakan gps dan mencocokkannya
dengan peta, setelah itu kami mulai berjalan menyusuri daerah Sub-DAS Bompon
tersebut dengan dipandu oleh dosen pembimbing dan kakak pembina dari fakultas
Geografi UGM.

Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan pada kuliah lapangan


geomorfologi pada tanggal 15-16 september 2017 di Sub-DAS Bompon desa
Wonogiri dusun Salakan kecamatan Kajoran, kabupaten Magelang , bisa kami
simpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Berdasarkan morfoaransemen globalnya dengan pengamatan citra


pengindraan jauh dan analisis peta, Sub-DAS Bompon merupakan bagian dari zona
selatan pulau Jawa berupa plateau miring ke arah selatan, merupakan bagian dari
sistem pegunungan Kulon Progo, dan terletak relatif berdekatan dengan sistem
gunung api Sumbing muda dan Sumbing tua. Sub-DAS Bompon merupakan lembah
erosional yang berkembang pada garis sesar. Secara pengamatan pada skala lokal Sub-
DAS Bompon terdapat bentuk lahan hasil erupsional yang mengalami proses erosi dan
longsor sehingga membentuk lembah sungai dengan tiga bagian , puncak atau igir ,
lereng yang terdiri dari lereng atas ,lereng tengah dan lereng bawah, dan dasar lembah
serta sungai,

Berdasarkan morfologinya secara naratif subjektif, Sub-DAS Bompon


merupakan hulu dari DAS Bogowonto, merupakan kawasan perbukitan-pegunungan
dengan elevasi sekitar 400-600 m dpal, dengan lebar maksimum kurang lebih 1,2 Km,
panjang sekitar 2,8 Km dan amplitude 60 m, secara morfologis tersusun atas satuan
satuan lereng yang berbeda kemiringan dan posisi relatifnya, Sub-DAS Bompon
tersusun dari satuan-satuan morfologi seperti sungai, lereng kaki aluvial, lereng kaki
koluvial,lereng atas, tengah dan bawah perbukitan, puncak bukit, dan gali atau jalur
air. Sedangkan berdasarkan morfologi deskriptif naratif yang kami lakukan dengan
cara menghitung kemiringan salah satu lereng yang tersusun atas puncak, lereng atas,
tengah dan bawah, dan kaki lereng dapat dilihat didalam lampiran esay ini

Sub-DAS Bompon memiliki material penyusun yang terdiridari material dasar


dan material permukaan, litologi material dasar SubDAS Bompon merupakan bagian
dari formasi Bemmelen yang tersusun atas tuff, batu pasir, breksi dan lava flow.
Sedangkan material permukaannya berasal dari lapukan atau rombakan batuan
anggota formasi Bemmelen , abu gunug sumbing tua dan abu gunung sumbing muda.
Lapukan dan abu tersebut menghasilkan lapisan tanah yang sangat tebal dengan
ketebalan lebih dari 120 m sebelum mencapai lapisan dasarnya.

Karena proses-proses endogenik yang terjadi biasanya sulit untuk diamati


langsung dilapangan karena terjadi dalam kurun waktu jutaan tahun, maka dalam
kuliah lapangan ini hanya diamati proses-proses eksogenik , antropogenik dan
morfodinamik yang terjadi, berdasarkan pengamatan diketahui bahwa di Sub-DAS
Bompon terjadi proses pelapukan batuan anggota formasi Bemmelen , juga pengikian
oleh tenaga air dalam bentuk erosi percik oleh air hujan maupun erosi alur oleh air
yang mengalir dari puncak igir, terjadi juga erosi parit yang membentuk gully atau
parit yang dalam, dan erosi sungai Bompon itu sendiri yang membentuk sedimentasi
di beberapa daerah sungai karena proses transport sedimen, terjadi juga pengikisan
oleh tenaga angin walau tidak terlalu signifikan.

Dalam konteks biosfer bentuk lahan sangat mempengaruhi penyebaran


vegetasi dan jenis vegetasi yang tumbuh diatasnya, hal tersebut dikarenakan bentuk
lahan mengontrol distribusi material permukaan (tanah) , hal tersebut dibuktikan
dengan pengukuran kemiringan lereng dimana didapatkan bahwa lereng dengan
kemiringan tinggi mengalami proses erosi yang lebih intens dari lereng dengan
kemiringan rendah sehingga material permukaan (tanah) yang terdapat pada lereng
berkemiringan tinggi lebih sedikit dari pada yang terdapat pada lereng berkemiringan
rendah, type dan intensitas proses geomorfik destruksional (terutama erosi) baik oleh
air maupun angin lebih besar terjadi pada bentuk lahan dengan kemiringan tinggi, hal
ini tidak lepas dari pengaruh gravitasi yang menarik air lebih kuat pada lereng
berkemiringan tinggi dibandingan lereng berkemiringan rendah, walaupun pada lereng
berkemiringan rendah juga terjadi erosi tapi tidak sebanyak lereng berkemiringan
tinggi, lereng berkemiringan rendah lebih kepada proses sedimentasi dan pemadatan
hasil lapukan material permukaan yang jatuh dari lereng berkemiringan tinggi,
semenara pada lereng berkemiringan tinggi itu sendiri tidak terjadi proses sedimentasi
kecuali sedikit

Perbedaan tebal tipisnya material permukaan (tanah) pada bentuk lahan


yang berbeda menyebabkan tumbuhan yang tumbuh diatasnya berbeda pula, daerah
sedimentasi pada kaki lereng relatif lebih subur dan memiliki ketebalan tanah yang
besar karena kaki lereng menyimpan tanah hasil erosi dari lereng diatsnya dan juga
humus dan mineral tanah yang tererosi bersama tanah oleh air. Sementara pada lereng
itu sendiri tanaman yang dapat hidup diatasnya relatif tidak membutuhkan banyak
humus, dan biasanya akarnya panjang karena dibutuhkan untuk mencengkeram tanah
lebih kuat.

Dapat disimpulkan bahwa bentuk lahan mengontrol distribusi material


permukaan (tanah) karena terjadinya proses erosi dengan intensitas yang berbeda beda
pada jenis lereng dengan tingkat kemiringan yang berbeda. Perbedaan kemiringan
lereng juga mempengaruhi intensitas dan proses-proses geomorfik yang terjadi pada
suatu bentuk lahan, misalnya seperti disebutkan diatas bahwa pada daerah kaki lereng
yang relatif datar terjadi proses sedimentasi dan proses erosi yang terjadi tidak
seintens proses erosi yang terjadi pada daerah erosional lereng. Dari dua kesimpulan
hal diatas bisa disimpulkan juga bahwa bentuk lahan akan mengontrol jenis vegetasi
yang hidup diatasnya karena perbedaan tingkat ketebalan dan kesuburan tanahnya.

Pada sore harinya setelah menyusuri daerah Sub-DAS Bompon, kami


beserta rombongan mahasiswa Universitas Gadjah Mada kembali ke Yogyakarta
dengan menggunakan bis, sementara kloter kedua datang dan akan melakukan kuliah
lapangan untuk tanggal 16 dan 17.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai