Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

VOLUM MOLAL PARSIAL

Nama : Rizka Fithriani Safira Sukma


NIM : 131810301049
Kelompok :5
Fakultas/ jurusan : MIPA / Kimia
Asisten : Cinde Puspita

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak zaman dahulu suatu larutan sangat erat kaitannya dengan kimia. Menurut
Dogra, 1990 Setiap larutan yang berisi komponen penyusunnya pasti memiliki volume
molal parsial. Molalitas suatu zat terlarut adalah jumlah mol tiap kg zat pelarut. Hal ini
memiliki sifat molal parsial untuk menentukan volume molal parsial. Sifat molal parsial
yang paling mudah digambarkan adalah volume molal parsial komponen dalam sampel
terhadap volume total
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari air ataupun zat- zat kimia yang
lain. Setiap zat tersebut pasti memiliki volum. Volume molal parsial biasanya digunakan
dalam menentukan tekanan uap campuran. Selain itu dalam mencampurkan suatu zat
tertentu dengan zat lain dalam temperatur tertentu, kita juga harus mengetahui volume
molal parsial dari zat zat tersebut. Jadi, sangatlah penting untuk mengetahui volume
molal parsial komponen larutan.
Alberty, 1992 mengatakan bahwa setiap komponen campuran memiliki sifat parsial,
misalnya untuk campuran gas memiliki tekanan parsial gas yang merupakan kontribusi
satu komponen dalam campuran gas terhadap tekanan totalnya. Penggambaran yang lebih
umum mengenai temodinamika campuran memerlukan pengenalan sifat parsial yang
lainnya. Sifat molal parsial yang paling mudah digambarkan adalah volume molal parsial.
Volume molal parsial suatu larutan didefenisikan sebagai penambahan volume yang terjadi
bila satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Percobaan volume molal parsial
bertujuan untuk menentukan volume molal parsial larutan NaCl dalam berbagai konsentrasi yang
dilakukan dengan cara mengukur berat jenis larutan NaCl menggunakan piknometer
Berdasarkan teori di atas, untuk mengetahui metode-metode penentuan volume
molal parsial yang merupakan sifat dari termodinamika molal parsial utama maka
percobaan ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman teori yang ada serta
menganalisis sekiranya tidak terdapat korelasi antara hasil yang diperoleh di laboratorium
dengan apa yang ada dalam teori.
1.2 Tujuan
Percobaan ini mempunyai tujuan, yaitu menentukan volume molal parsial
komponen dalam larutan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades
Akuades atau air mempunyai rumus kimia H2O. Air tidak bersifat korosif, iritasi,
permeator atupun sensitif untuk mata, kulit atau menelan. Akuades juga tidak berbahaya
jika terhirup. Akuades tidak memiliki efek karsinogenik dan mutagenic. Bahan ini tidak
mudah terbakar ataupun meledak. Akuades merupakan senyawa netral yang memiliki pH
7, tidak berbau dan tidak berwarna serta tidak berasa. Air mempunyai titik didih 100oC dan
merupakan senyawa yang stabil (Anonim, 2015).
O
H H

Gambar 2.2 Struktur Air


2.1.2 NaCl

Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur atau halit, adalah senyawa kimia
dengan rumus kimia NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling mempengaruhi salinitas
laut dan cairan ekstraseluler pada banyak organisme multiseluler. Massa molar 58.44
g/mol, tidak berwarna/berbentuk kristal putih, densitas 2.16 g/cm3 ,titik leleh 801C (1074
K), titik didih 1465C (1738 K), kelarutan dalam air 35.9 g/100 mL (25C). Larutan ini
berbahaya pada kontak mata dan kulit. Kontak langsung dengan mata dapat ditangani
dengan membasuh mata dengan air mengalir dan mata tebuka terus menerus dalam waktu
15 menit. Pada kontak kulit dapat segera dibasuh dengan air dingin sekurang-kurangnya 15
menit. Pakaian atau sepatu yang terkena harus dikeluarkan dan dibersihkan sebelum
digunakan kembali. Terkena kulit segera basuh dengan air selama 15 menit (Anonim,
2015).
2.1.3 NH4Cl

Ammonium klorida susunannya terdiri atas butir butir cair / padat di dalam suatu
gas. Ammonium klorida ini dapat digunakan sebagi obat pembunuh serangga dalam
pertanian dan perkebunan. Ammonium klorida dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pernafasan, dan iritasi pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan diare. Massa
molar dari NH4Cl sebesar 53.49gmol-1. Kelarutannya pada air 29.7g/100g. Larutan ini
memiliki pH 5,5 dan memiliki titik didih 5200C (968F). Ammonium klorida meleleh pada
suhu 3380C (640F). Kontak langsung dengan mata dapat ditangani dengan membasuh mata
dengan air mengalir dan mata tebuka terus menerus dalam waktu 15 menit. Pada kontak
kulit dapat segera dibasuh dengan air dingin sekurang-kurangnya 15 menit. Pakaian atau
sepatu yang terkena harus dikeluarkan dan dibersihkan sebelum digunakan kembali.
Terkena kulit segera basuh dengan air selama 15 menit (Anonim, 2015).

2.2 Dasar Teori


Campuran merupakan kumpulan dua materi atau lebih yang dapat dipisahkan
dengan proses fisika. Campuran memiliki komposisi yang beragam dan perbandingan yang
tidak tetap, terbentuk melalui proses fisika, dapat dipisahkan dengan proses fisika (seperti
filtrasi, evaporasi dan distilasi). Setiap komponen dalam campuran masih memiliki sifat zat
penyusunnya. Terdapat dua macam campuran yaitu campuran homogen dan campuran
heterogen. Komponen pada campuran homogen tidak memiliki bidang batas sehingga
tidak dapat dibedakan atas senyawa penyusunnya. Zat penyusun pada campuran homogen
memiliki sifat yang sama dan merata dalam segala hal, seperti kesaman rasa, massa jenis,
warna dan bau. Campuran homogen disebut juga larutan, yang terdiri dari zat terlarut dan
zat pelarut. Jumlah zat pelarut lebih banyak dari pada zat terlarut. Contoh campuran
homogen yaitu air sirup, air gula, air garam, aloi dan lain-lain. Aloi merupakan campuran
logam dengan logam lain atau non logam. Contoh aloi : kuningan ( campuran dari tembaga
dan seng), perunggu (campuran dari tembaga dan timah). Komponen zat-zat penyusun
dalam campuran heterogen tercampur tidak merata, sehingga ada bagian dari campuran
yang memiliki sifat berbeda dan bidang batas yang nyata (Hiskia, 1990).
Apabila suatu volume yang besar dari air murni ditambahkan 1 mol H2O, maka
volumenya bertambah 18 cm3 dan kita dapat mengatakan bahwa 18 cm3 mol-1 adalah
volume molar air murni. Walaupun mengatakan demikian, jika kita menambahkan 1 mol
H2O ke dalam etanol murni yang volumenya besar, maka pertambahan volume hanya 14
cm3. alasan dari perbedaan kenaikan volume ini adalah volume yang ditempati oleh
sejumlah tertentu molekul air bergantung pada molekul-molekul yang mengelilinginya.
Begitu banyak etanol yang ada sehingga setiap molekul H2O dikelilingi oleh etanol murni,
kumpulan molekul-molekul itu menyebabkan etanol hanya menempati ruang sebesar 14
cm3. kuantitas 14 cm3 mol-1 adalah volume molar parsial air dalam etanol murni, yaitu
volume campuran yang dapat dianggap berasal dari suatu komponen (Atkins, 1994).
Volume molar parsial komponen suatu campuran berubah-ubah bergantung pada
komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari
A murni ke B murni. Perubahan lingkungan molecular dan perubahan gaya-gaya yang
bekerja antar molekul inilah yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika
komposisinya berubah. Volume molar parsial VJ dari suatu zat J pada beberapa komponen
umum didefinisikan secara formal sebagai berikut.

Vj = P, t, n .( 1 )

Dengan nJ sebagai jumlah (jumlah mol) J dan subskrip n menunjukkan bahwa


jumlah zat lain tetap. Volume molar parsial adalah kemiringan grafik volume total, ketika
jumlah J berubah, sedangkan tekanan, temperature, dan jumlah komponen lain tetap.
Nilainya bergantung pada komposisi, seperti yang kita lihat untuk air dan etanol. Definisi
ini menunjukkan bahwa ketika komposisi campuran berubah sebesar penambahan dnA zat
A dan dnB zat B, maka volume total campuran berubah sebesar

dV = p,T, nB dnA p,T, nA

dnB = VA dnA + VB dnB ..( 2 )

(Atkins, 1994).

Faktor Faktor yang mempengaruhi perubahan volume molar parsial adalah


adanya perbedaan antara gaya intermolekular pada larutan dan pada komponen murni
penyusun larutan tersebut, dan adanya perbedaan antara bentuk dan ukuran molekul suatu
larutan dan pada komponen murni penyusun larutan tersebut. Ada tiga sifat termodinamik
molal parsial utama, yakni: (i) volume molal parsial dari komponen-komponen dalam
larutan (juga disebut sebagai panas differensial larutan), (ii) entalpi molal parsial, dan (iii)
energi bebas molal parsial (potensial kimia). Sifat-sifat ini dapat ditentukan dengan
bantuan (i) metode grafik, (ii) menggunakan hubungan analitik yang menunjukkan V dan
ni, dan (iii) menggunakan suatu fungsi yang disebut besaran molal nyata (Rao dan Fasad,
2003).
Massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat salah satunya adalah
dengan menggunakan piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang terbuat dari kaca,
bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Piknometer merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau densitas fluida. Terdapat beberapa
macam ukuran dari piknometer, tetapi biasanya volume piknometer yang banyak
digunakan adalah 10 ml dan 25 ml, dimana nilai volume ini valid pada temperatur yang
tertera pada piknometer tersebut. Volume molal pelarut murni yang dapat dihitung dari
berat molekul (18,016 untuk air) dibagi dengan berat jenis, pada keadaan yang
diamati.untuk larutan tersebut dipenuhi
V = (1000 + mM2) / d dan n1V1o = 1000/do
Dengan d, do berturut-turut adalah berat jenis larutan, berat jenis air murni,
sedangkan M2 adalah berat molekul zarut. Dan nantinya akan didapatkan persamaan
seperti berikut
= (M2 (1000/m) (d do / do) /d
= { M2 (M2 1000/m)[ (W Wo) / ( Wo We)]}/d
Persamaan ini digunakan jika untuk menghitung digunakan piknometer, disini W,
Wo, We berturut-turut adalah berat piknometer yang dipenuhi larutan, dipenuhi air dan
piknometer kosong ( Tim Kimia Fisika, 2014).

Volum molal parsial dari komponen suatu biner dapat dihitung dari penentuan rapat
massa larutan untuk sederet konsentrasi. Metoda perpotongan grafik adalah cara yang
paling jelas secara grafik untuk menggambarkan kuantitas molal parsial. Untuk cara ini
volum satu mol larutan (yaitu total satu dari dua komponen) didenahkan terhadap fraksi
mol salah satu komponennya (Alberty, 1992).
Titik sifat molal parsial tergantung pada konsentrasi. Oleh karena itu mengetahui
ketergantungan konsentrasi sangat penting untuk memahami solusi(larutan). Semua sifat
termodinamika yang cukup luas, volume adalah yang paling mudah untuk divisualisasikan.
Hal ini juga berlaku untuk volume molal parsial, yang didefinisikan sebagai:

1 = ( ) 2 = ( )
1 2
2 1

Volume molal parsial komponen 1 adalah volume per mol senyawa 1dalam larutan.
Demikian pula, volume molal parsial komponen 2 adalah volume per mol senyawa 2
dalam larutan. Perubahan total volume untuk perubahan dalam konsentrasi larutan adalah:


= ( ) 1 + ( ) 2
1 2
2 1

(Castellan, 1983).
BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Piknometer
- Labu ukur
- Erlenmeyer
- Pipet
- Pengaduk
3.1.2 Bahan
- Larutan NaCl
- Larutan NH4Cl
- Aquades
3.2 Prosedur Kerja

Larutan NaCl
- diencerkan NaCl 3 M dengan pelarut air pada labu ukur 50 mL dengan
variasi konsentrasi 1,5 M; 0,750 M; 0,500 M; 0,375 M
- ditimbang piknometer kosong (we).
- ditimbang piknometer yang diisi penuh dengan aquades (wo), dicatat
massa dan suhunya.
- ditimbang piknometer yang diisi penuh dengan NaCl berbagai
konsentrasi dimulai dari konsentrasi terendah, dicatat massanya
- dicatat temperature didalam piknometer setiap penimbangan.
- dilakukan triplo

Hasil
Larutan NH4Cl
- diencerkan NaCl 3 M dengan pelarut air pada labu ukur 50 mL dengan
variasi konsentrasi 0,5 M; 0,25 M, 0,16 M, 0,125 M.
- ditimbang piknometer kosong (we).
- ditimbang piknometer yang diisi penuh dengan aquades (wo), dicatat
massa dan suhunya.
- ditimbang piknometer yang diisi penuh dengan NaCl berbagai
konsentrasi dimulai dari konsentrasi terendah, dicatat massanya
- dicatat temperature didalam piknometer setiap penimbangan.
- dilakukan triplo

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 NaCl

Massa V1 V2
Konsentrasi d (g/mL) m (molal)
rata-rata (mL/mol) (mL/mol) (mL/mol)
0,375 M 41,632 g 1,001 0,383 94,14 92,65 82,51
0,500 M 41,792 g 1,008 0,511 91,71 89,42 78,28
0,750 M 41,699 g 1,016 0,772 90,21 85,96 73,72
1,500 M 42,071 g 1,043 1,570 89,45 73,42 62,20

4.1.2 NH4Cl

Massa V1 V2
Konsentrasi d (g/mL) m (molal)
rata-rata (mL/mol) (mL/mol) (mL/mol)
0,125 M 41,514 g 0,990 0,127 69,40 69,23 69,30
0,160 M 41,531 g 0,991 0,162 68,50 68,25 68,40
0,250 M 41,537 g 0,992 0,255 67,90 67,42 67,80
0,500 M 42,575 g 0,995 0,516 66,50 65,12 66,30

4.2 Pembahasan

Percobaan kali ini adalah Volume Molal Parsial. Bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah NaCl dan NH4Cl dengan pelarut akuades. Volume molal parsial
adalah volume perbandingan antara pelarut dengan zat terlarut. Volume molal parsial
ditentukan oleh banyaknya mol zat terlarut yang terkandung dalam 1000 gram pelarut.
Volume molal memiliki 3 sifat termodinamika utama yaitu volume molal parsial dari
komponen-komponen dalam larutan, entalpi molal parsial (juga disebut sebagai panas
diferensial larutan) dan energi bebas molal parsial (disebut potensial kimia).
Sifat-sifat ini dapat ditentukan dengan bantuan melalui metode grafik, dengan
menggunakan hubungan analitik yang menunjukkan J dan ni, serta dengan menggunakan
suatu fungsi yang disebut besaran molal nyata yang ditentukan sebagai: . Sifat
termodinamika molal parsial yang jika salah satu sifat (misalnya volume molal parsial)
komposisinya diubah, maka akan berpengaruh pada harga volume molal itu sendiri.
Misalnya, harga konsentrasi diubah, maka volume molalnya juga akan berubah dari
keadaan awal. Akan tetapi, jika salah satu sifatnya yang diubah, misalnya entalpi molal
parsialnya, maka hal tersebut tidak akan mempengaruhi harga sifat molal parsialnya,
karena yang dihitung perubahannya hanyalah jumlah molnya bukan sifat-sifat
termodinamika molal parsialnya.
Percobaan kali ini menggunakan variasi konsentrasi dari larutan NaCl. NaCl
digunakan sebagai bahan zat terlarut dikarenakan NaCl merupakan eletrolit kuat yang
dapat terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan mampu menyerap air tanpa adanya
penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan volume molal parsial semu.
Begitu pula pada NH4Cl yang juga merupakan elektrolit kuat. Bahkan pada beberapa
penelitian NH4Cl memiliki daya hantar listrik yang lebih besar dibndingkan NaCl. Hal ini
disebabkan karena NH4+ merupakan senyawa yang memiliki ukuran lebih bear
dibandingkan Na+. Reaksi yang terjadi pada langkah ini adalah:
NaCl(aq) Na+ (aq) + Cl- (aq)
NH4Cl(aq) NH4+ (aq) + Cl- (aq)
Variasi konsentrasi yang digunakan adalah 0,375 M; 0,500 M; 0,750 M dan 1,500
M. Variasi konsentrasi ini dapat diperoleh dengan cara mengencerkan larutan NaCl 3,0 M.
Larutan NH4Cl juga dienceerkan Pengenceran dapat didapatkan dengan persamaan berikut:
M1V1 = M2V2
Penentuan volum molal larutan NaCl dapat diketahui dengan mengukur berat jenis
dari larutan NaCl. Pengukuran masa jenis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
konsentrasi dengan volum molal parsial. Pada percobaan ini, temperatur dari setiap larutan
NaCl diukur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui d0 (berat jenis air pada berbagai
temperatur). Pada setiap temperatur yang berbeda maka nilai dari d0 berbeda. Berdasarkan
data yang telah diperoleh diketahui bahwa semakin besar konsentrasi NaCl dalam larutan
maka densitas dari larutan tersebut juga semakin besar. Perolehan data tersebut sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa semakin besar konsentrasi maka masa jenisnya
juga akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan masa jenis NaCl lebih besar
dibandingkan air (masa jenis NaCl = 58,5 g/dm3, masa jenis air = 1,00 g/dm3) sehingga
apabila komponen NaCl dalam larutan semakin banyak, masa jenis dari larutan tersebut
juga akan semakin banyak pula.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang piknometer kosong dan
dicatat sebagai We, penimbangan dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Selanjutnya
piknometer diisi dengan air sampai penuh dan ditimbang dengan 3 kali pengulangan,
kemudian diambil rata-ratanya dan dicatat sebagai W0. Selama penimbangan piknometer,
suhu juga dicatat untuk mengamati perubahan-perubahan suhu yang terjadi, karena suhu
juga dapat memengaruhi hasil. Semakin tinggi konsentrasi harusnya semakin tinggi suhu
yang terjadi. Pertambahan molekul, menyebabkan pertambahan kemungkinan terjadinya
tumbukan. Ketika tumbukan terjadi, maka hal tersebut menghasilkan energi panas.
Sehingga, suhu larutan dapat meningkat seiring pertambahan konsentrasi.
Selanjutnya dilakukan pengenceran larutan NaCl 3,0 M dan NH4Cl 1,0 M. Larutan
NH4Cl 1,0 M diencerkan , , 1/6 dan 1/8 dengan konsentrasi menjadi 0,125 M; 0,160 M;
0,250 M; dan 0,500 M. Larutan NaCl 3,0 M juga diencerkan dari sampai 1/8 sehingga
konsentrasinya menjadi 0,375 M; 0,500 M; 0,750 M; dan 1,500 M. Masing-masing larutan
yang sudah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang secara
triplo. Penimbangan larutan dilakukan dari konsentrasi terendah. Hal ini dilakukan agar
tidak mempengaruhi hasil pada pengukuran selanjutnya dan mempermudah pencucian
piknometer. Massa hasil penimbangan masing-masing konsentrasi seperti dapat dilihat
dalam table hasil menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya konsentrasi.
Massa hasil penimbangan piknometer dengan larutan selanjutnya disebut sebagai
W. Langkah berikutnya yang dilakukan dari nilai W tersebut adalah melakukan
pengukuran berat jenis larutan NaCl dan NH4Cl untuk masing-masing variasi konsentrasi.
Pengukuran berat jenis larutan ini menggunakan piknometer. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung berat jenis larutan ini adalah:
0 ( )
d=
(0 )

d adalah berat jenis larutan, W adalah berat piknometer dipenuhi larutan, We


merupakan berat piknometer kosong, d0 merupakan berat jenis pada temperatur tertentu
sesuai literatur dan W0 merupakan piknometer yang diisi air. Volum larutan merupakan
fungsi temperatur, tekanan dan jumlah mol komponen. Artinya volum larutan dipengaruhi
oleh temperatur, tekanan dan jumlah mol komponen. Berat jenis larutan yang diperoleh
dari hasil percobaan untuk masing-masing konsentrasi untuk NaCl dari konsentrasi
terendah antara lain, 1,001; 1,008; 1,016; dan 1,043 g/mL. Berat jenis untuk NH4Cl yang
didapat diantaranya 0,990; 0,991; 0,992; dan 0,995 g/mL. Hasil ini menujukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi larutan maka densitasnya juga semakin besar. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, menunjukkan jumlah partikel
dalam larutan tersebut semakin banyak.
Hasil dari densitas yang telah ditentukan maka dapat dicari molal masing-masing
konsentrasi larutan tersebut dengan menggunakan rumus berikut :
1
m=
2
1000
Hasil yang didapat pada tabel menunjukkan bahwa molalitas (m) sebanding dengan
konsentrasi (M) dimana semakin besar konsentrasi (M) maka semakin besar pula molalitas
(m) larutannya. Setelah didapat hasilnya, maka dikonversikan kedalam rumus untuk
mencari harga volume molal parsial semu () dengan menggunakan rumus berikut :
1000 0
2 (2 )( )
0
=

Setelah didapat harga , kemudian dibuat grafik antara dengan akar dari
konsentrasi untuk memperoleh nilai slopenya. Kemudian dari nilai slope tersebut dapat
digunakan untuk menghitung nilai volume molal parsial 1 dan 2. Selanjutnya, satuan
volume molal parsial yang diperoleh dari perhitungan tersebut yakni cm3/mol, artinya
dalam 1 liter larutan jumlah molnya adalah 1. Berikut grafik yang diperoleh untuk volume
molar semu NaCl.

Grafik m terhadap pada NaCl


96
94 y = -12.525x + 101.3
R = 0.9791
92
90


88
Linear ()
86
84
0 0.5 1 1.5

m
Seperti terlihat pada grafik di atas, nilai semakin kecil dengan bertambahnya
konsentrasi. Hasil ini menunjukkan bahwa volume molal semu berbanding terbalik dengan
konsentrasi. Hal ini disebabkan karena zat terlarutnya semakin banyak sehingga volume
yang diperlukan untuk membentuk konsentrasi tertentu semakin kecil sehingga didapatkan
nilai volume molal semu yang kecil.
Grafik m terhadap
70
69.5
69
y = -7.4113x + 71.742
68.5
R = 0.9604
68
67.5
67 Linear ()
66.5
66
0 0.2 0.4 0.6 0.8

m
Grafik di atas merupakan grafik NH4Cl. Grafik ini juga menunjukkan semakin
besar konsentrasi maka volume molar semu akan menurun. Dari grafik diatas juga dapat
dinyatakan bahwa harga volume molal dipengaruhi oleh molalitas dan densitas larutan,
dimana pertambahan molalitas menyebabkan berkurang volume molal nyata larutan gula
(). Jika harga molalitas dinaikkan dalam jumlah tertentu dan densitas larutan juga
dinaikkan dalam jumlah tertentu maka volume molal nyata larutan gula () akan turun.
Volume molal parsial larutan tidak dapat ditentukan secara langsung tetapi hampir
setara dengan volume molar parsial larutan, karena volume molar lebih mudah ditentukan
sehingga yang dihitung adalah volume molar larutannya. Volume molar pelarut ini
dihitung dengan persamaan:

V1= + ( 2
) ( )
3
V2= + ( 2 ) ( )

Berdasarkan kedua persamaan tersebut, volume molar komponen larutan dihitung


sehingga volume molal komponen larutan secara tidak langsung juga dapat diketahui.
Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi berbanding terbalik dengan volume molar
parsial. Hal in disebabkan oleh komponen dari volume molal parsial itu sendiri, yang
didefinisikan sebagai :
Vi = (dV/dn)T,P,nj=i
Konsentrasi berhubungan dengan n (jumlah mol). Sehingga, pertambahan
konsentrasi akan memperkecil volume molal parsial. Grafik yang diperoleh dengan
mengeplotkan volume molar pelarut dengan molalitas. V1 sebagai volume molal parsial
pelarut sedangkan V2 adalah volume molal parsial zat terlarut. Berikut adalah grafik V1 vs
m pada NaCl.
grafik V1 terhadap m
1.8 y = -0.0632x + 6.2002
1.6 R = 0.9965
1.4
1.2
1
V1

0.8 m
0.6
Linear (m)
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100
m

Grafik menunjukkan semakin besar konsentrasi maka V1 akan semakin kecil.


Konsentrasi berhubungan dengan n (jumlah mol). Sehingga, pertambahan konsentrasi akan
memperkecil volume molal parsial. Penurunan yang terjadi dapat dikatan sudah cukup
linear dengan didapatnya R2 yang mencapai 0,996 yang berarti sudah cukup baik.

Grafik V2 terhadap m
y = -0.0603x + 5.2836
1.8 R = 0.9834
1.6
1.4
1.2
1
V2

0.8 M
0.6
Linear (M)
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100
m

Hal yang serupa juga terjadi pada grafik V2 vs m. Grafik volume molal parsial zat
terlarut juga menurun secara linear dengan penambahan konsentrasi. Grafik V1 yang
diukur di atas memiliki slope yang lebih besar dengan nilai R2 yang lebih besar daripada
nilai V2.
Grafik V1 terhadap m
0.6 y = -0.0989x + 6.942
R = 0.9732
0.5

0.4
V1

0.3
M
0.2
Linear (M)
0.1

0
64 65 66 67 68 69 70
m

Grafik diatas merupakan grafik volume molal parsial pelarut pada NH4Cl. Volume
molal parsial pelarut disini akuades yang dijadikan sebgai pelarut sedangkan sebagai zat
terlarut adalah NH4Cl yang mana grafiknya terdapat di bawahnya. Volume molal parsial
pelarut pada NH4Cl ini juga menunjukkan nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya
konsentrasi.

Grafik V2 terhadap m
0.6 y = -0.1353x + 9.4575
R = 0.9412
0.5

0.4
V2

0.3
m
0.2
Linear (m)
0.1

0
66 67 68 69 70
m
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Volume molal parsial penambahan volume yang terjadi bila satu mol komponen
ditambahkan pada larutan. Volume molal parsial dapat ditentukan dengan menggunakan
metode penimbangan menggunakan pinkometer untuk menentukan berat jenis yang
kemudian digunakan untuk mendapatkan molal larutan. Dari praktikum ini dapat dilihat
bahwa semakin besar konsentrasi maka volume molal parsial akan semakin kecil. Hal
tersebut terjadi karena Konsentrasi berhubungan dengan n (jumlah mol). Sehingga,
pertambahan konsentrasi akan memperkecil volume molal parsial.
5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk para praktikan adalah agar hati-hati dalam
melakukan praktikum ini agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kerusakan alat
dan lain-lainnya. Praktikan juga dianjurkan agar teliti dalam menimbang bahan dan alat
yang ada agar hasil yang diperoleh akan baik dan sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. MSDS Akuades. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927165. Diakses tanggal 20
September 2015.

Anonim. 2015. MSDS NaCl. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9337896. Diakses tanggal 20
September 2015.

Anonim. 2015. MSDS NH4Cl. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924521. Diakses tanggal 20
September 2015.

Alberty, A Robert. 1992. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga.


Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga.
Castellan, Gilbert W. 1983. Physical Chemistry 3rdedition . Canada : Addison-Wesley
Publishing Company, Inc.
Dogra, S. K. 1990. Kimia Fisik dan soal soal. Jakarta : Universitas Indonesia.
Hiskia, Achmad. 1990. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Rao, RR dan Fasad, KR. 2003. Effects of Volume and Partial Molar Volume Variation.
India : Journal Bearings.

Tim Kimia Fisika. 2014. Penuntun Praktikum Kesetimbangan Kimia. Jember : FMIPA
UNEJ.
LAMPIRAN

A. Larutan NaCl 3,0 M

1. Pengenceran
a. Konsentrasi 1,5

M1 x V1 = M2 x V2
1,5 M x 50 mL = 3 M x V2
75
V2 = 3
= 25
b. Konsentrasi 0,75
M1 x V1 = M2 x V2
0,75 M x 50 mL = 3 M x V2
37,5
V2 = 3
= 12,5
c. Konsentrasi 0,50

M1 x V1 = M2 x V2

0,50 M x 50 mL = 3 M x V

25
V2 = 3
= 8,3

d. Konsentrasi 0,375
M1 x V1 = M2 x V2
0,375 M x 50 mL = 3 M x V2
18,75
V2 = 3
= 6,25

1. Berat jenis larutan


a. Konsentrasi 1,5

0 ( ) 0,99 ( 42,07131,0873 )
d= (0 )
= (41,5126 31,0873 )
= 1,043

b. Konsentrasi 0,75

0 ( ) 0,99 ( 41,792 31,0873 )
d= (0 )
= (41,5126 31,0873)
= 1,016

c. Konsentrasi 0,50

0 ( ) 0,99 ( 41,699 31,0873 )
d= (0 )
= (41,5126 31,0873)
= 1,008
d. Konsentrasi 0,375

0 ( ) 0,99 ( 41,632 31,0873)
d= (0 )
= (41,5126 31,0873)
= 1,001

2. Molalitas larutan
a. Konsentrasi 1,5
1 1
m= = 1,043 = 1,570 molal
2
1000
58,5

1,5 1000

b. Konsentrasi 0,75
1 1
m= = 1,016 = 0,772 molal
2
1000
58,5

0,75 1000

c. Konsentrasi 0,50
1 1
m= = 1,008 = 0,511 molal
2
1000
58,5

0,50 1000

d. Konsentrasi 0,375
1 1
m= = 1,001 = 0,383 molal
2
1000
58,5

0,375 1000

3. Volume molal semu zat terlarut


a. Konsentrasi 1,5
1000 1000 (42,07141,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 1,570 )(( 41,5126 31,0873 ))
=
0
= = 89,45
1,043

b. Konsentrasi 0,75
1000 1000 ( 41,792 41,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 0,772 )( (41,5126 31,0873) )
=
0
= = 90,21
1,016

c. Konsentrasi 0,50
1000 1000 ( 41,699 41,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 0,511 )((41,5126 31,0873))
=
0
= = 91,71
1,008

d. Konsentrasi 0,375
1000 1000 ( 41,632 41,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 0,383 )((41,5126 31,0873))
=
0
= = 94,14
1,001

5. Grafik vs


1,253 85,74
0,878 90,21
0,715 91,71
0,619 94,14
Grafik m terhadap

96
y = -12.525x + 101.3
94 R = 0.9791
92
m

90

88
Linear ()
86
84
0 0.5 1 1.5

6. Mencari nilai V1


V1= + ( 2
) ( )

a. Konsentrasi 1,5

V1= + ( 2
) ( )
1,570
V1 = 85,74 + ( 2
1,253) (-12,52)
V1 = 73,42
b. Konsentrasi 0,75

V1= + ( 2
) ( )
0,772
V1 = 90,21+ ( 2
0,878) (-12,52)
V1 = 85,96
c. Konsentrasi 0,5

V1= + ( 2
) ( )
0,511
V1 = 91,71+ ( 2
0,715) (-12,52)
V1 =89,42
d. Konsentrasi 0,375

V1= + ( 2
) ( )
0,383
V1 = 94,14+ ( 2
0,619) (-12,52)
V1 = 92,65
4. Grafik V1vs m
V1 m
73,42 1,57
85,96 0,772
89,42 0,511
92,65 0,383

grafik V1 terhadap m
1.8 y = -0.0632x + 6.2002
1.6 R = 0.9965
1.4
1.2
1
V1

0.8 m
0.6
Linear (m)
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100
m

3
5. Mencari nilai V2= + ( 2 ) ( )

a. Konsentrasi 1,5
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 85,74+ ( 2 1,253 ) (-12,52)
V2 =62,20
b. Konsentrasi 0,75
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 90,21+ ( 2 0,878) (-12,52)
V2 =73,72
c. Konsentrasi 0,50
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 91,71+ ( 2 0,715) (-12,52)
V2 =78,28
d. Konsentrasi 0,375
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 94,14+ ( 2 0,619) (-12,52)
V2 =82,51
6. Grafik V2 vs m
v2 M
62,20 1,570
73,72 0,772
78,28 0,511
82,51 0,383

grafik V2 terhadap m
y = -0.0603x + 5.2836
1.8 R = 0.9834
1.6
1.4
1.2
1
V2

0.8 M
0.6
Linear (M)
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100
m

B. Larutan NH4Cl 1,0 M

1. Pengenceran

a. Konsentrasi 0,5

M1 x V1 = M2 x V2
0,5 M x 50 mL = 1 M x V2
25
V2 = 1
= 25
b. Konsentrasi 0,25
M1 x V1 = M2 x V2
0,25 M x 50 mL = 1 M x V2
12,5
V2 = 1
= 12,5

c. Konsentrasi 0,16
M1 x V1 = M2 x V2

0,16 M x 50 mL = 1 M x V

8
V2 = 1
= 8

d. Konsentrasi 0,125
M1 x V1 = M2 x V2
0,125 M x 50 mL = 1 M x V2
6,25
V2 = 1
= 6,25
2. Berat jenis larutan

a. a Konsentrasi 0,5

0 ( ) 0,99 ( 41,57531,0873 )
d= (0 )
= (41,5126 31,0873 )
= 0,995

b. Konsentrasi 0,25

0 ( ) 0,99 ( 41,537 31,0873 )
d= (0 )
= (41,5126 31,0873)
= 0,992

c. Konsentrasi 0,16

0 ( ) 0,99 ( 41,531 31,0873 )
d= (0 )
= (41,5126 31,0873)
= 0,991

d. Konsentrasi 0,125

0 ( ) 0,99 ( 41,514 31,0873)
d= (0 )
= (41,5126 31,0873)
= 0,990

3. Molalitas larutan

a. Konsentrasi 0,5

1 1
m= = 0,995 = 0,516 molal
2
1000
53,5

0,5 1000

b. Konsentrasi 0,25
1 1
m= = 0,992 = 0,255 molal
2
1000
53,5

0,25 1000

c. Konsentrasi 0,16
1 1
m= = 0,991 = 0,162 molal
2
1000
53,5

0,16 1000

d. Konsentrasi 0,125
1 1
m= = 0,990 = 0,127 molal
2
1000
53,5

0,125 1000

4. Volume molal semu zat terlarut


a. = Konsentrasi 0,5
1000 1000 (41,57541,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 0,516 )(( 41,5126 31,0873 ))
=
0
= = 66,5
0,995

b. Konsentrasi 0,25
1000 1000 ( 41,537 41,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 0,255 )( (41,5126 31,0873) )
=
0
= = 67,9
0,992

c. Konsentrasi 0,16
1000 1000 ( 41,531 41,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 0,162 )((41,5126 31,0873))
=
0
= = 68,5
0,991

d. Konsentrasi 0,125
1000 1000 ( 41,514 41,5126 )
2 (2 )( 0 ) 58,5(58,5 0,127 )((41,5126 31,0873))
=
0
= = 69,4
0,990

5. Grafik vs


0,718 66,5
0,503 67,9
0,402 68,5
0,356 69,4
Grafik m terhadap
70
69.5
69
y = -7.4113x + 71.742
68.5
R = 0.9604
68
67.5
67 Linear ()
66.5
66
0 0.2 0.4 0.6 0.8

6. Mencari nilai V1


V1= + ( 2
) ( )

a. Konsentrasi 0,5

V1= + ( 2
) ( )
0,516
V1 = 66,5+ ( 2
0,718) (-7,411)
V1 =65,12
b. Konsentrasi 0,25

V1= + ( 2
) ( )
0,255
V1 = 67,9+ ( 2
0,503) (-7,411)
V1 =67,42
c. Konsentrasi 0,16

V1= + ( 2
) ( )
0,162
V1 = 68,5+ ( 2
0,402) (-7,411)
V1 =68,25
d. Konsentrasi 0,125

V1= + ( 2
) ( )
0,127
V1 = 69,4+ ( 2
0,356) (-7,411)
V1 =69,23
7. Grafik V1vs m
V1 M
65,12 0,516
67,42 0,255
68,25 0,162
69,23 0,127

Grafik V1 terhadap m
0.6 y = -0.0989x + 6.942
R = 0.9732
0.5

0.4
V1

0.3
M
0.2
Linear (M)
0.1

0
64 65 66 67 68 69 70
m

3
8. Mencari nilai V2= + ( 2 ) ( )

a. Konsentrasi 0,5
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 66,5+ ( 2 0,718 ) (-0,098)
V2 =66,3
b. Konsentrasi 0,25
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 67,9+ ( 2 0,504) (-0,098)
V2 =67,8
c. Konsentrasi 0,16
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 68,5+ ( 2 0,402) (-0,098)
V2 =68,4
d. Konsentrasi 0,125
3
V2= + ( 2 ) ( )
3
V2 = 69,4+ ( 2 0,356) (-0,098)
V2 =69,3

9. Grafik V2 vs m
v2 m
66,3 0,516
67,8 0,255
68,4 0,162
69,3 0,127

Grafik V2 terhadap m
0.6 y = -0.1353x + 9.4575
R = 0.9412
0.5

0.4
V2

0.3
m
0.2
Linear (m)
0.1

0
66 67 68 69 70
m

Anda mungkin juga menyukai