Anda di halaman 1dari 12

SUPRAGLOTTOPLASTY SEBAGAI PENGOBATAN

OBSTRUKSI LARINGEAL AKIBAT OLAHRAGA

Camilla Slot Mehlum, Emil Schwarz Walsted, Christian Godballe,Vibeke Backer

ABSTRAK
Kesulitan bernapas saat beraktivitas mungkin disebabkan oleh obstruksi laringeal
akibat olahraga (EILO). Diagnosis tergantung pada visualisasi laring saat
berolahraga, yaitu dengan uji continuous laryngoscopic exercise (CLE). Dalam
kasus kolaps supraglotis yang parah dan gejala yang nyata selama olahraga berat,
tindakan bedah (supraglottoplasty) telah disarankan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi luaran dan kepuasan pasien setelah supraglottoplasty
untuk EILO dan untuk membandingkan hasil kami dengan data yang dilaporkan
sebelumnya. Selama periode Desember 2010 sampai Oktober 2013, 17 pasien
yang didiagnosis dengan EILO supraglotis sedang sampai parah diobati dengan
supraglottoplasty dengan teknik laser microlaryngoscopic di institusi kami.
Tingkat keparahan gejala pasien (skor VAS) dan skor CLE dievaluasi sebelum
dan sesudah operasi. Kami menemukan penurunan gejala pasien dari median 80
poin skor VAS sebelum operasi menjadi 20 poin pasca operasi (p <0,001) dan
penurunan nilai CLE sum dari median 4,0 poin menjadi 2,5 poin (p <0,05).
Beberapa penelitian sebelumnya telah merekomendasikan operasi untuk pasien
terpilih dengan keterlibatan supraglotis, namun ini terutama didasarkan pada
laporan kasus atau pada sedikit pasien. Penelitian ini merupakan studi skala besar
kedua yang mendokumentasikan efek positif supraglottoplasty sebagai
pengobatan EILO dalam hal gejala pernafasan yang berkurang dan penurunan
obstruksi laring yang dinilai dengan uji CLE pasca operasi. Kami menyarankan
bahwa operasi adalah pilihan pengobatan yang baik dan efektif untuk pasien EILO
terpilih dengan obstruksi supraglotis sedang sampai berat selama latihan dan
aktivitas fisik tingkat tinggi.
Kata kunci : Obstruksi laringeal akibat olahraga, Pembedahan, Pengobatan,
Supraglottoplasty
PENDAHULUAN
Obstruksi laringeal akibat olahraga (EILO) dapat diduga sebagai penyebab
kesulitan bernapas saat beraktivitas, ketika asma atau kondisi medis lain yang
sesuai dikesampingkan atau ditangani dengan benar [1]. Gejala akibat EILO tidak
spesifik [2] termasuk masalah kesulitan bernapas, dada atau tenggorokan terasa
sesak, batuk, mengi, dan perubahan suara umumnya hanya terjadi saat olahraga
berat. Gejala pernafasan sering hilang setelah istirahat singkat, tapi kambuh pada
tingkat yang sama jika aktivitas tetap dilanjutkan. Pasien sering salah didiagnosis
menderita asma akibat olahraga [3-5]. Prevalensi EILO diperkirakan 6-8% pada
populasi remaja umum [2, 6] dan setinggi 35% di antara atlit dengan masalah
pernafasan yang tidak dapat dijelaskan [1]. Diagnosis tidak didasarkan pada
riwayat pasien saja tapi tergantung pada visualisasi laring selama gejala [5, 7-12].
Uji continuous laryngoscopy exercise (CLE) dikembangkan dan divalidasi untuk
tujuan ini [8, 9]. Pada laring normal, lumen meluas selama olahraga untuk
memungkinkan aliran udara meningkat [13]. Pada pasien dengan EILO, laring
tampak normal saat istirahat tapi selama latihan berat, obstruksi yang tidak tepat
terjadi karena kolapsnya supraglotis saat inspirasi, adduksi glotis atau kombinasi
keduanya [7,8]. Dalam kasus EILO supraglotis yang hebat, supraglottoplasty
laser, serupa dengan yang digunakan untuk laringomalasia pediatri, merupakan
pengobatan opsional [14-18].
Pemeriksaan dengan uji CLE seperti yang dikembangkan dan dijelaskan
oleh Heimdahl dkk. [8] telah dilakukan secara teratur di institusi kami selama
beberapa tahun terakhir. Secara keseluruhan, kami telah melakukan lebih dari
seribu uji CLE. Dalam kasus kolaps supraglotis berat dan gejala yang nyata,
pasien dengan motivasi tinggi telah ditawarkan pengobatan bedah oleh
supraglottoplasty (Gambar 1), seperti yang dijelaskan oleh Maat et al. [16]. Kami
bertujuan untuk mengevaluasi luaran dan kepuasan pasien setelah
supraglottoplasty untuk EILO dan untuk membandingkan hasil kami dengan data
yang dilaporkan sebelumnya. Luaran utama penelitian ini adalah pengamatan
obstruksi laring (skor CLE sum) dan tingkat beratnya keluhan pernafasan yang
dilaporkan-sendiri selama latihan (skor VAS). Titik akhir sekunder adalah tingkat
aktivitas fisik yang dilaporkan sendiri, pernapasan saat berolahraga,
ketidaknyamanan pasca operasi dan kepuasan keseluruhan dengan operasi.

Gambar 1. Supraglottoplasti laser: foto mikroskopis perioperatif yang


menunjukkan reseksi mukosa pada kartilago arytenoid kanan (panah tebal) dan
insisi laser pada lipatan aryepiglotis (panah tipis). Tanda bintang menandai bagian
belakang dari plika vokalis kanan

BAHAN DAN METODE


Selama periode Desember 2010 sampai Oktober 2013, 17 pasien yang didiagnosis
dengan uji CLE dengan EILO supraglotis sedang sampai berat diobati dengan
supraglottoplasty dengan teknik laser di Departemen ORL, Bedah Kepala dan
Leher, Rumah Sakit Universitas Odense, Denmark. Spesialis respirasi dan
spesialis laringologi mengevaluasi semua pasien sebelum pengujian CLE.
Evaluasi menyeluruh terhadap fungsi paru dilakukan, termasuk uji spirometri dan
olahraga lengkap, dan jika terjadi asma, pengobatan yang tepat telah dimulai dan
pengaruhnya dikonfirmasi sebelum penyelidikan lebih lanjut. Pengujian CLE
dilakukan sesuai dengan prinsip yang dijelaskan pertama kali oleh Heimdal et al.
[8] dengan pengecualian bahwa tes paru dilakukan sebelum pengujian, bukan
secara simultan. Laringoskop serat optik yang fleksibel (KarlStorzTM, Jerman atau
OlympusTM, Jepang), yang terpasang pada kamera video dan berada pada posisi
yang benar oleh helm yang dirancang khusus dan sumbatan hidung, digunakan
untuk perekaman video laring secaran terus-menerus, sementara pasien tersebut
berlari sampai kelelahan di atas treadmill dengan kemiringan yang meningkat
secara bertahap. Uji CLE berlangsung baik di Departemen Respirasi, Rumah Sakit
Universitas Bispebjerg, Kopenhagen, Denmark atau di Departemen ORL, Bedah
Kepala dan Leher, Rumah Sakit Universitas Odense, Denmark. Perekaman video
secara acak dan tidak dapat diidentifikasi dinilai sesuai dengan metode skor CLE
yang sebelumnya divalidasi oleh Maat et al. [9]. Obstruksi yang diamati dinilai
secara terpisah dengan cara Likert-like untuk komponen glotis dan supraglotis (0
= tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat) dan ditambahkan ke jumlah skor.
Semua pasien dengan skor CLE minimal 3 dan skor supraglotis lebih besar dari
skor glotis [17] dievaluasi untuk operasi. Kriteria inklusi untuk pembedahan
adalah, terlepas dari cut-off ini, tingkat aktivitas fisik yang tinggi dan motivasi
pengobatan yang tinggi. Kriteria eksklusi adalah asma yang tidak diobati atau
gangguan kardiopulmoner lainnya dan anak-anak yang masih dalam tahap
pertumbuhan yang cepat. Gambaran skematis dari proses seleksi pasien diberikan
pada Gambar 2. Selanjutnya, pasien yang dialokasikan untuk operasi diundang
untuk mengisi kuesioner mengenai keluhan sebelum dan sesudah operasi, tingkat
aktivitas fisik sebelum dan sesudah operasi, serta skala analog visual (VAS) untuk
menilai tingkat keparahan gejala (VAS 0: tidak masalah, VAS 100: kemungkinan
terburuk). Kuesioner yang digunakan dirangkum dalam Tabel 1.
Supraglottoplasty dilakukan dengan suspensi mikrolaringoskopi dan
anestesi umum. Laser CO2 digunakan untuk membuat insisi pada lipatan
aryepiglotis dan membuang mukosa di sekitar bagian atas dan lateral ke kartilago
arytenoid, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1. Pengujian CLE diulang
setidaknya 3 bulan setelah operasi dan dinilai lagi seperti yang dijelaskan di atas.
Tabel 1. Ringkasan kuesioner tentang keluhan pra dan pasca operasi
Kuesioner pra-operasi
Kesehatan umum Nama, jenis kelamin, ID pribadi, tinggi dan berat badan
Masuk rumah sakit sebelumnya
Pengobatan saat ini
Dokter mendiagnosis asma dan/atau alergi tetap
Pengobatan asma sebelumnya
Status merokok
Aktivitas fisik Olahraga macam apa yang Anda praktikkan? Level
apa?
Kesulitan bernafas saat Kapankah kesulitan bernapas Anda mulai?
berolahraga
Seberapa sering Anda mengalami kesulitan bernapas
saat berolahraga?
Apakah gejala Anda muncul saat berolahraga atau
setelahnya?
Berapa lama gejala terakhir (detik/menit/jam) ?
Skor VAS: seberapa parah kesulitan bernafas Anda saat
ini, saat berolahraga (0 = tidak masalah, 100 =
kemungkinan terburuk)?
Kuesioner post-operasi
Aktivitas fisik Harap pilih pernyataan yang paling menggambarkan
tingkat aktivitas fisik Anda sekarang, dibandingkan
sebelum operasi
Kesulitan bernafas saat Pilihlah pernyataan yang paling tepat menggambarkan
berolahraga pernapasan Anda (saat berolahraga) sekarang,
dibandingkan sebelum operasi
Bagaimana Anda menggambarkan efek pembedahan
pada kesulitan bernafas Anda?
Apakah efeknya berubah sejak saat itu?
Skor VAS: seberapa parah kesulitan bernafas Anda saat
ini, selama berolahraga (0 = tidak masalah, 100 =
kemungkinan terburuk)?
Lain-lain Untuk berapa lama Anda merasa tidak nyaman setelah
operasi?
Jika Anda bisa berubah pikiran, apakah Anda kemudian
memilih operasi lagi ('' kepuasan keseluruhan '')?
Pendaftaran Dinilai untuk memenuhi
syarat (n = 31)

Diekslusi (n = 13)

Tidak memenuhi kriteria


inklusi CLE (n = 4)
Tidak termotivasi untuk
pengobatan apapun (n = 4)
Memilih perawatan
konservatif, dan
menanggapi dengan baik (n
= 5)

Alokasi Dialokasikan ke intervensi (n = 18)

Menerima intervensi yang dialokasikan


(n = 17)
Tidak menerima intervensi yang
dialokasikan (pasien membatalkan
operasi) (n = 1)

Hilang untuk di follow-up :


Follow up
Tidak pernah kembali untuk mengisi
Kuesioner (n = 2)
Menolak uji CLE pasca operasi (n = 6)

Analisis Analisis kuesioner (n = 15)


Analisis uji CLE (n = 11)
Diekslusi dari analisis (n = 0)

Gambar 2. CONSORT 2010 flow diagram (dimodifikasi). Gambaran skematik


kriteria inkusi dan eksklusi pasien
ANALISIS STATISTIK
Data diolah dan perhitungan dilakukan dalam sistem pengelolaan dan pengolahan
data Medlog. Usia, jenis kelamin dan tingkat respons dianalisis dengan statistik
deskriptif. Uji statistik non-parametrik (misalnya uji Wilcoxon) digunakan untuk
menganalisis signifikansi statistik jumlah skor CLE dan skor VAS. nilai p<0,05
dianggap signifikan. Pengujian dilakukan dua sisi.

HASIL
Tujuh belas pasien menjalani operasi, 3 laki-laki (18%) dan 14 perempuan
(82%), rata-rata berusia 17 tahun (kisaran 13-62 tahun), lihat Tabel 2. Tingkat
tanggapan kuesioner adalah 15/17 (88%). Tujuh belas pasien menjalani uji CLE
pre operatif dan 11 pasien (65%) menjalani uji CLE pasca operasi. Kami
menemukan efek pembedahan yang signifikansinya baik dalam hal gejala pasien
(n = 15, skor rata-rata VAS sebelum operasi 80 poin dan pasca operasi 20 poin, p
<0,001) dan skor CLE sum (n = 11, skor median CLE sum preoperatif 4.0 poin
dan pasca operasi 2.5 poin, p <0,05) (Gambar 3).
Tabel 2. Ringkasan karakteristik subjek
Jenis kelamin (pria/wanita) 3/14
Usia median pada saat operasi dalam tahun (IQR) 17 (12)
Indeks massa tubuh median dalam kg/ m3 (IQR) 21.5 (23)
Asma (ya/tidak) 4/13

Dua pasien (13%) secara retrospektif tidak akan memilih operasi, karena
mereka merasa tidak ada efek operasi. Salah satu dari pasien tersebut melaporkan
disfagia selama lebih dari 3 minggu setelah operasi. Ketidaknyamanan
pascaoperasi (sakit tenggorokan atau disfagia) dilaporkan dari '' kurang dari 2
hari sampai lebih dari 3 minggu, dengan median 1-2 minggu. Selain itu,
tidak ada komplikasi. Tidak ada pasien yang melaporkan masalah dengan aspirasi
dan semua pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit sehari setelah operasi. Kami
tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam hal usia (p = 0,65), jenis
kelamin (p = 0,46) atau nilai CLE sum preoperatif (p = 0,08) antara kelompok
pasien yang menyelesaikan uji CLE postoperatif dan yang keluar. Semua dari
enam pasien yang keluar hanya menolak untuk mengulangi uji CLE pasca operasi
- empat di antaranya karena ketidaknyamanan pada uji CLE pra-operasi, satu
karena masalah keuangan, mengenai biaya perjalanan ke rumah sakit dan yang
terakhir tidak dapat dipulihkan.

Gambar 3. Perubahan obstruksi laring yang teramati (skor CLE sum) dan tingkat
keparahan keluhan pernapasan yang dilaporkan sendiri selama latihan (skor
VAS). Subjek, yang tidak diuji CLE saat follow up, ditandai dengan titik merah
dan garis putus-putus

DISKUSI
Obstruksi laringeal akibat olahraga adalah diagnosis diferensial yang tenar
untuk asma pada kasus dispnea saat beraktivitas [1, 3-6, 19, 20]. Visualisasi laring
selama latihan memberikan informasi penting tentang tingkat dan derajat
obstruksi, yang penting untuk diagnosis yang tepat dan perencanaan pengobatan
selanjutnya. Menurut rekomendasi terbaru mengenai terminologi dari satuan tugas
internasional (mewakili European Laryngological Society, European Respiratory
Society and the American College of Chest Physicians), obstruksi laring yang
dapat diinduksi (ILO) disubkategorikan berdasarkan induser spesifik, misal
exercise-ILO (EILO) dan lokasi penyumbatan seperti glotis, supraglotis atau
keduanya glotis dan supraglotis [21]. Resolusi spontan EILO telah disarankan
karena adanya penurunan gejala seiring bertambahnya usia. Namun, ini telah
ditantang oleh studi oleh Maat et al. [17] yang melaporkan bahwa hanya sebagian
kecil dari mereka yang secara konservatif diobati dapat mencapai fungsi laring
yang normal selama uji CLE pada follow-up setelah 2-5 tahun, meskipun ada
penurunan gejala. Penjelasan untuk ini diyakini sebagai kecenderungan aktivitas
fisik yang berkurang seiring bertambahnya usia. Di antara pasien dalam penelitian
ini, kami juga melihat adanya kecenderungan aktivitas fisik yang berkurang
dengan waktu karena penyebab non-respirasi (Gambar 4).

7% lebih rendah (untuk


alasan lain)

tidak ada perubahan


40%
33%
lebih tinggi

20% lebih rendah (karena


masalah pernafasan)

Gambar 4. Distribusi jawaban atas pertanyaan: '' Tolong pilih pernyataan yang
paling menggambarkan tingkat aktivitas fisik Anda sekarang, dibandingkan
sebelum operasi ''

Strategi pengobatan yang berbeda telah disarankan selama beberapa


dekade terakhir. Sebuah tinjauan baru-baru ini oleh Olin et al. [21]
menggambarkan sejumlah teknik perilaku berdasarkan asumsi bahwa pasien dapat
belajar mengelola dan membalikkan gejala melalui pendidikan. Kajian ini tidak
membedakan pasien dengan obstruksi glotis dari mereka yang mengalami
obstruksi supraglotis. Modalitas pengobatan lainnya, seperti hipnosis dan
psikoterapi, telah dipertimbangkan, terutama untuk pasien dengan komorbiditas
psikologis [21]. Beberapa penulis telah mengevaluasi pembedahan untuk pasien
dengan keterlibatan supraglotis (Tabel 3), namun terutama berdasarkan laporan
kasus atau pada rangkaian pasien tetapi sangat kecil [14, 15, 18, 22, 23]. Seri
terbesar yang up to date, dari 23 pasien, dilaporkan oleh Maat dan rekan-rekannya
di Norwegia pada tahun 2011. Mereka menemukan penurunan skor VAS yang
signifikan dan CLE sum pada 19 pasien yang menyelesaikan follow-up setelah
operasi. Sebuah studi terbaru terhadap 15 pasien EILO yang diobati dengan
supraglottoplasty juga melaporkan efek positif dari perawatan bedah berdasarkan
gejala yang dilaporkan pasien [24]. Namun, penelitian ini adalah studi skala besar
pertama yang memvalidasi hasil yang dipublikasikan oleh kelompok Norwegia,
dengan analisis hasil uji CLE pasca operasi.
Semua pasien kami menerima informasi menyeluruh tentang kondisinya,
dan ulasan rekaman video tes CLE mereka beserta saran mengenai teknik
pernapasan dan latihan fisik. Dalam kasus keterlibatan glotis dalam obstruksi
laryngeal, masalah suara atau preferensi pasien, terapi wicara dipertimbangkan
sebelum operasi. Semua pasien dijadwalkan untuk diadakan pertemuan kedua
sebelum operasi untuk memastikan waktu yang tepat untuk dipertimbangkan dan
evaluasi efek dari informasi yang tercantum di atas. Semua pasien yang secara
fisik aktif dan termotivasi untuk dilakukan operasi karena keterbatasan dalam
kehidupan sehari-hari oleh karena EILO.
Dua belas (79%) dari 15 pasien yang kembali untuk mengisi kuesioner
melaporkan peningkatan pernapasan selama latihan setelah operasi dan tidak ada
yang dilaporkan memburuk (Gambar 5). Skor VAS ekuivalen mengkonfirmasi
pengurangan gejala yang sangat signifikan. Selanjutnya, kami menemukan
penurunan yang signifikan dalam jumlah CLE sum post-operatif.

kesulitan bernapas
berkurang
21%

43% tidak ada kesulitan


bernapas

36%
tidak ada perubahan

Gambar 5. Distribusi jawaban atas pertanyaan: '' Silakan pilih pernyataan yang
paling tepat menggambarkan pernapasan Anda (saat berolahraga) sekarang,
dibandingkan sebelum operasi ''
Selama masa inklusi, lebih dari seribu pasien menjalani tes CLE di
institusi kami dan proporsi yang signifikan didiagnosis dengan EILO. Namun,
hanya subkelompok dari pasien EILO yang diseleksi secara ketat yang menjadi
kandidat pembedahan. Jumlah pasien dalam penelitian kami adalah terbatas dan
juga fakta bahwa pemilihan pasien untuk pembedahan didasarkan pada gambaran
klinis dan bukan pemilihan acak. Fakta bahwa 6 dari 17 (35%) tidak mengikuti
uji CLE pasca operasi mungkin akan menuntun pada bias seleksi. Kelompok drop
out (enam pasien) dibandingkan dengan kelompok dengan uji CLE pra dan pasca
operasi dan tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada skor CLE sum
usia, jenis kelamin atau pra operasi. Mungkin ada risiko bahwa analisis yang tidak
signifikan ini mungkin disebabkan oleh kesalahan tipe 1. Karena ukuran sampel
yang rendah dan normalitas yang hilang dalam distribusi, kami menggunakan
statistik non-parametrik. Meskipun demikian, kami dapat mendeteksi peningkatan
yang signifikan setelah operasi di kedua titik akhir subjektif (skor VAS) dan
objektif (skor CLE sum).
Dalam kuesioner yang diterapkan dalam penelitian kami, skala Likert-like
digunakan. Metode ini telah dikritik, karena selisih antara nilai tidak dapat
dianggap sama [25]. Namun demikian, metode ini yang sangat dikenal untuk
mengevaluasi hasil operasi yang dilaporkan pasien [26-29] dan juga digunakan
sebagai bagian dari penelitian yang telah disebutkan sebelumnya oleh Maat et al.
[17]. Uji statistik non-parametrik yang valid (misalnya uji Wilcoxon) digunakan
untuk menganalisis data ordinal yang berasal dari kuesioner. Meski ukurannya
kecil, studi ini tetap termasuk yang terbesar dari jenisnya. Kami percaya bahwa
pendekatan diagnostik interdisipliner kami di tingkat spesialis menjamin tingkat
akurasi diagnostik tertinggi dan karena itulah seleksi pasien dengan benar. Hasil
kami mendukung bahwa pembedahan adalah modalitas pengobatan yang efisien
untuk kelompok pasien EILO terpilih.
Tabel 3. Laporan sebelumnya tentang EILO yang diobati dengan operasi
Penulis Tahun Jumlah Metode yang digunakan untuk evaluasi
pasien postoperatif
Smith et al. [22] 1995 1 Laringoskopi serat optik yang fleksibel saat
berolahraga
Bent et al. [18] 1996 2 Uji coba endoskopi untuk berolahraga yang
fleksibel (1 dari 2 pasien)
Bjrnsdottir et al. 2000 2 Laringoskopi serat optik yang fleksibel saat
[23] berolahraga
Chemery et al. [15] 2002 1 Rhinolaringoscopi serat optik yang fleksibel
setelah berolahraga
Richter et al. [14] 2008 3 Riwayat
Maat et al. [17] 2011 23 Uji CLE (19 dari 23 pasien) dan riwayat
Norlander et al. [24] 2015 15 Riwayat (14 dari 15 pasien)
Mehlum et al. 2015 17 Uji CLE (11 dari 17 pasien) dan riwayat
(Present
study)

SIMPULAN
Pembedahan adalah pilihan pengobatan yang dapat ditoleransi dengan baik dan
efektif untuk pasien EILO dengan obstruksi supraglotis moderat sampai berat
selama latihan dan aktivitas fisik tingkat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai