Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA

MASYARAKAT TRANSKULTURAL & MULTIKULTURAL

Disusun oleh:
(Kelompok 14)

1. Novia Mirandica Ratu Putri (1515371024)


2. Nuning Via Andini (1515371025)

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG


PRODI D.IV KEBIDANAN METRO
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah penulis
yang berjudul MASYARAKAT TRANSKULTURAL & MULTIKULTURA .

Tentunya penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kata
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari para
pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Metro, februari 2016

Penulis
A. PENGERTIAN MASYARAKAT TRANSKULTURAL &
MULTIKULTURAL

Dalam suatu masyarakat pasti akan menemukan banyak kelompok masyarakat yang
memiliki karakteristik berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan karakteristik itu berkenaan
dengan tingkat diferensiasi dan stratifikasi sosial. Masyarakat seperti ini disebut sebagai
masyarakat multikultural.
Masyarakat Multikultural disusun atas tiga kata, yaitu Masyarakat, Multi, dan Kultural.
Masyarakat artinya adalah sebagai satu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus menerus dan terikat oleh rasa toleransi
bersama, Multi berarti banyak atau beranekaragam, dan Kultural berarti Budaya. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri atas
banyak struktur kebudayaan. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya suku bangsa yang
memilik struktur budaya sendiri yang berbeda dengan budaya suku bangsa yang lainnya.
Multikultural juga dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan
sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki
kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-
masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Berikut ini pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian masyarakat multikultural ;
J.S. Furnivall Menyatakan bahwa masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat
yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri, tanpa ada pembauran satu
sama lain di dalam satu kesatuan politik.
Clifford Geertz menyatakan bawah masyarakat multikultural merupakan masyarakat
yang terbagi ke dalam subsistem yang lebih kurang berdiri dan masing-masing subsistem
terikat oleh ikatan primordial.
J.Nasikun menyatakan bahwa suatu masyarakat multikultural bersifat majemuk sejauh
masyarakat tersebut secara struktural memiliki subkebudayaan yg bersifat deverse yang di
tandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota
masyarakat dan juga sistem nilai dari kesatuan sosial, serta sering munculnya konflik sosial.
Adapun ciri-ciri dari masyarakat multikultural adalah sebagai berikut.
1. Memiliki lebih dari subkebudayaan.
2. Membentuk sebuah struktur sosial.
3. Membagi masyarakat menjadi dua pihak, yaitu pihak yang mendominasi dan yang
terdominasi.
4. Rentan terhadap konflik sosial.
Dalam multikultural akan dijumpai perbedaan-perbedaan yang merupakan bentuk
keanegaragaman seperti budaya, ras suku, agama. Dalam masyarakat multikultural tidak
mengenal perbedaan hak dan kewajiban antara kelompok minoritas dengan mayoritas baik
secara hukum maupun sosial.
Transkultural dan multikultural tidak dapat dipisahkan secara tegas. Trans sendiri
diartikan sebagai keadaan seseorang yang terputus hubungannya dengan sekelilingnya.
Sehingga transkultural berarti perpindahan kebudayaan seseorang. Meskipun hal-hal yang
umum dari ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan ke dalam beragam kultur; bisa saja terjadi
bahwa ia merupakan formulasi sebuah kultur tertentu yang kemudian dapat diterangkan
dengan berbagai cara yang berbeda. Multikulturalisme hadir dengan sendirinya, ketika yang
menjadi masalah tidak menyangkut sebuah proposisi mengenai dunia objektif yang dapat
diterjemahkan, melainkan menyangkut proposisi, objek-objek dan praktik-praktik yang mana
secara struktural dapat ditransformasikan dari kultur yang satu ke kultur yang lain, tetapi
dalam banyak kasus, menjadi kultur spesifik yang hanya dapat diapresiasi oleh mereka yang
diasumsikan memiliki horizon yang mampu menjangkaunya, sedangkan yang tidak
memilikinya malah menjadi sulit berbicara mengenai multikulturalisme. Contoh, seorang
yang punya keyakinan religious yang condong pada totalitas akan kesulitan untuk menarik
konsepsi mengenai ilmu pengetahuan keluar dari keyakinan religiusnya, dan menilai ilmu
pengetahuan hanya dari sudut pandangnya yang fundamental, yang bila mengeras menjadi
sikap politis, merupakan latar belakang sikap identitas: ilmu pengetahuan harus diukur
dengan doktrin-doktrin religiusnya.
Berhadapan dengan situasi demikian, yang dibutuhkan dari seorang individu adalah
kemampuan dan kemauan untuk memerluas horizon atau cakrawala berpikir sebagai satu
syarat penting berkembangnya identitas multikultural. Dalam perluasan cakrawala itu, bisa
saja terjadi konflik dalam diri mengenai pengetahuan baru yang ada, ini disebabkan karena
kultur yang berbeda-beda selalu mengandung ketidakbersepadanan (incommensurable).
Namun ketidakbersepadanan ini tidak menjadi alasan gerakan multikultural dibelokkan
menjadi proyek monokultural. Sebaliknya bila dalam situasi demikian, perbedaan kultur
mesti dihadapi dengan sebuah sikap surprise dan apresiasi yang tinggi, yang akan mendorong
kita masuk dalam kehidupan kultur tersebut, dan pada gilirannya kultur menjadi jalan untuk
memahami diri dari sudut pandang yang baru, yang akan menyumbang sesuatu yang baru
dalam pembentukan identitas kita. Di sini saya teringat akan Gus Dur. Ia berani berhubungan
dengan orang lain yang berbeda keyakinan dengan dirinya tanpa takut kehilangan ke-Islam-
annya sekaligus ia membentuk identitasnya sebagai seorang pluralis.
Dengan demikian, di bawah sikap multikultur, setiap kultur yang berbeda dapat terus ada
dalam bentuknya sebagaimana adanya. Di sini, seorang akan bebas dari ikatan fanatisme
kultural bila ia mau melampaui cara berpikir yang dibentuk oleh lingkungannya sendiri.
Transkultural menjadi aspek penting yang harus diperhitungkan dalam upaya menumbuhkan
sikap multikultur. Dan sikap yang kelihatan ideal ini menjadi tantangan nyata untuk
kurikulum yang cenderung menciptakan gaya berpikir monokultur.
Melampaui satu-satunya kultur kita tidak berarti menjalani suatu gaya yang bersifat
pankulturalisme. Kita hidup dalam sebuah dunia plural yang tak mungkin diubah lagi
(irreversibility), tetapi ada satu dasar bagi sebuah kehadiran bersama yang harmonis
(harmonious coexistence), yakni dalam sharing timbal-balik dari aspek-aspek kultur yang
dapat dipertemukan, dan respek timbal-balik terhadap aspek-aspek yang berbeda-beda dari
masing-masing kultur. Namun, relasi timbal-balik yang saling menguntungkan ini merupakan
sesuatu yang ideal, disebabkan hubungan antarkultur selalu bersifat asimetris, selain karena
selalu ada sikap ketidakmauan untuk terbuka terhadap sesuatu yang berbeda.

B. FAKTOR PENYEBAB KERAGAMAN BUDAYA TRANSKULTURAL DAN


MULTIKULTURAL

1. Faktor Kondisi Geografis


Tentunya kamu telah mengetahui bahwa negara kita berbentuk kepulauan bukan? Dalam
kenyataannya memang negara kita sangat luas yang terdiri dari puluhan ribu pulau yang
masing-masing dipisahkan oleh lautan. Di samping itu, fenomena alam pada masing-masing
pulau seperti curah hujan, suhu, keadaan kelembaban udara, dan reliefnya juga tidak sama.

Perbedaan-perbedaan yang menyangkut keadaan alam di negara kita ini disadari atau tidak
telah memengaruhi keanekaragaman masyarakatnya. Masyarakat yang tinggal di lereng
pegunungan memiliki upaya sendiri untuk mempertahankan hidupnya, dengan lebih memilih
mata pencaharian yang berkaitan dengan relief alam pegunungan, dan akhirnya mereka
melahirkan kebudayaan sendiri. Begitu pula dengan orang-orang di tepi pantai, mereka tidak
mungkin akan sama usahanya dengan orang-orang yang tinggal di lereng pegunungan.
Mereka lebih memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya atau untuk menggali
sumber pendapatan mereka, yaitu dengan menjadi nelayan.

Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang hidup di kota? Tentunya orang-orang yang tinggal
di kota dengan relief yang berbeda dengan yang telah disebutkan di atas, tidak akan menjadi
nelayan, penebang hutan atau petani, karena mereka telah dikondisikan oleh keadaan
geografis mereka untuk tidak bekerja seperti itu, melainkan dengan membuka usaha, bekerja
di kantor, mengajar, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, keadaan alam atau geografis suatu wilayah tidak menentukan kebudayaan
suatu masyarakat, melainkan hanya pada corak kebudayaannya. Corak kebudayaan tersebut
muncul dari kepribadian orang-orang yang hidup di sekitarnya. Misalnya, seorang nelayan
memiliki corak kebudayaan yang ditandai dengan kepribadian yang keras, karena
kehidupannya selalu dekat dengan ombak yang menderu, angin yang kencang, dan lain
sebagainya.

2. Pengaruh Kebudayaan Asing

Letak negara kita secara geografis memang sangat strategis. Bagaimana tidak? Kalau kita
coba mengingat sejarah, Indonesia merupakan jalur perdagangan internasional yang
menghubungkan antara Eropa dengan Cina dan Jepang. Selain itu, letak negara kita yang
berada di antara dua samudra besar, yaitu samudra Hindia dan Pasifik, serta dua benua besar,
yaitu Benua

Asia dan Australia merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa asing untuk singgah, bahkan
menetap di sini. Posisi demikian ini sangat memengaruhi masuknya budaya asing ke negara
kita. Melalui para pedagang asing, pengaruh kebudayaan dan agama masuk ke negarakita.
Masih ingatkah kamu bagaimana Islam masuk ke Indonesia? Islam pertama kali masuk ke
Indonesia melalui jalur perdagangan yang memanfaatkan kondisi geografis Indonesia. Pada
saat itu banyak para pedagang dari Gujarat yang singgah di pelabuhan-pelabuhan besar di
Indonesia. Sambil berdagang mereka menyebarkan ajaran agama Islam kepada penduduk di
sekitar pelabuhan untuk kemudian disebarluaskan ke seluruh penjuru pulau tersebut.

Namun bukan hanya itu saja yang dapat mempermudah


masuknya budaya asing ke negara kita. Keterbukaan masyarakat kita dalam menerima
budaya asing juga dapat memengaruhi terjadinya masyarakat multikultural. Dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, pengaruh
kebudayaan asing dapat dengan mudah masuk ke negara lain. Saat ini, budaya asing terutama
teknologi yang bersifat praktis masuk dengan mudahnya ke negara kita. Hal ini karena
masyarakat kita begitu terbuka dan merasa terbuai dengan kemudahan-kemudahan teknologi
untuk membantu kehidupan mereka.

Budaya asing terutama teknologi sebenarnya memberikan kemudahan-kemudahan bagi


manusia. Misalnya pemanfaatan internet sebagai media pendidikan. Tanpa kita sadari,
internet seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Misalnya mengakses situs porno, pembajakan kartu
kredit, atau transaksi ilegal. Dengan demikian selain

3. Iklim yang Berbeda

Iklim yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain akan menimbulkan
kondisi alam yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan ini, maka secara langsung
maupun tidak akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia dalam menyesuaikan
diri dengan iklim tersebut. Hal ini terutama berhubungan dengan pemanfaatan iklim untuk
menentukan sistem mata pencaharian hidup mereka, pakaian, makanan pokok dan lain-lain.
Tahukah kamu apakah akibat? Tentunya akan terbentuk masyarakat yang multikultural
berdasarkan iklim dan cuaca yang ada di wilayah tersebut.

Perbedaan iklim di dunia akan menyebabkan masyarakat yang berada di tempat dengan iklim
tertentu akan berusaha menyesuaikan diri. Terutama dalam hal mata pencaharian hidup dan
pola hidup sehari-hari, tentunya kebudayaan masyarakat juga akan menyesuaikan. Misalnya
masayarakat yang hidup di daerah dengan iklim tropis mempunyai mata pencaharian di
bidang agraris, pakaian yang dikenakan tidak terlalu tebal. Berikut ini adalah peta pembagian
iklim di dunia. Simaklah baik-baik pembagiannya

Anda mungkin juga menyukai