OLEH:
KELOMPOK SGD 2
2. Carilah kasus mengenai gambaran pasien di ICU dan analisis aspek bio, psiko, sosial,
spiritual yang terkandung di dalam kasus tersebut! (kasus dapat diambil dari case report,
laporan profesi, dengan tambahan data seperlunya).
Kasus diambil berdasarkan laporan asuhan keperawatan profesi mahasiswa PSIK UNUD :
Ibu D seorang wanita berusia 45 tahun dibawa ke IRD RSUD.X oleh keluarganya karena
mengalami sesak nafas dan dadanya berdebar. Suami Ibu D mengatakan bahwa Ibu D
memiliki penyakit gagal jantung. Selanjutnya Ibu D dirawat diruang interna, namun dua hari
kemudian Ibu D mengalami henti nafas lalu dilakukan tindakan resusitasi dan intubasi
setelah itu pasien dibawa ke ICU. Untuk bantuan pernapasan, perawat memasangkan
ventilator pada klien. Ronchi (+), terjadi produksi secret yang meningkat dan sudah
dilakukan suction. Karena klien dalam kondisi tidak sadar, maka perawat memasang siderail
pada bed klien. Suami dan keluarga klien sangat khawatir dan takut dengan kondisi klien
sehingga perawat memberi penjelasan yang lengkap mengenai kondisi klien agar keluarga
klien merasa lebih tenang. Selain itu, tim medis juga mengajak keluarga klien untuk ikut
membahas dan menentukan keputusan tindakan apa yang dibutuhkan klien. Selain itu,
perawat juga sering mengajak keluarga klien berdoa untuk klien dan keluarga klien untuk
mendoakan kesembuhan klien. Setiap peningkatan kesembuhan yang dialami klien, perawat
selalu memberi penghargaan pada klien agar tetap semangat menjalani pengobatan.
Analisis aspek bio, psiko, social dan spiritual yang terkandung didalam kasus :
a. Aspek Biologis/Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang perlu dan penting untuk bertahan hidup. Pada
kasus diatas disebutkan antara lain:
1) Memenuhi kebutuhan oksigen
Perawat memberikan bantuan napas dengan melakukan pemasangan ventilator karena klien
mengalami gangguan dalam bernafas atau gagal nafas.
2) Membersihkan jalan napas
Perawat melakukan suction pada klien saat mengalami peningkatan produksi sekret pada
mulut klien.
b. Aspek Psikologis
1) Rasa Aman
Memenuhi kebutuhan keselamatan dan keamanan klien seperti perawat sudah memasang
siderail untuk menghindari kemungkinan klien terjatuh.
2) Rasa Tenang
Suami dan keluarga klien sangat khawatir dan takut dengan kondisi klien sehingga perawat
memberi penjelasan yang lengkap mengenai kondisi klien agar keluarga klien merasa lebih
tenang
3) Aktualisasi Diri
Setiap peningkatan kesembuhan yang dialami klien, perawat selalu memberi penghargaan
pada klien agar tetap semangat menjalani pengobatan.
c. Aspek Sosial
Lingkungan social merupakan tempat dimana setiap orang dapat berinteraksi dengan orang
lain sehingga saat klien tidak mampu berinteraksi karena dalam keadaan tidak sadar, saat
keluarga menemukan sesuatu terkait kondisi klien, keluarga secara langsung
menyampaikannya kepada perawat.
d. Aspek Spiritual
Keyakinan agama dan supranatural merupakan kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama sehingga perawat di ICU sering
mengajak keluarga berdoa bersama untuk kesembuhan klien.
3. Jelaskan peran perawat ICU dalam mengatasi masalah multi aspek (bio-psiko-sosial-
spiritual) pada soal no. 2!
Peran perawat dalam mengatasi masalah multi aspek berdasarkan kasus diatas :
a. Care giver/pemberi asuhan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan
secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan
informasi yang benar, menegakan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan
membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan respons klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat, dengan
memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistic dan unik.
Pelayanan oleh perawat yang diberikan pada Ibu D antara lain pemberian makanan lewat
NGT, pasang kateter urine, memonitor kondisi pasien, dan suction.
b. Pembuat Keputusan Klinis
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan. Untuk memberikan
perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis melalui proses
keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi
klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan
dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi klien. Perawat membuat keputusan sendiri atau
berkolaborasi dengan klien dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja
sama, dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan professional lainnya.
c. Client advocate
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim
kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan
membantu memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim
kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advokasi sekaligus
megharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap
pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Disini
perawat menjelaskan tindakan apa saja yang dilakukan untuk Ibu D pada keluarganya dan
meminta persetujuan keluarga pasien untuk melakukan tindakan.
d. Educator
Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui
pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima
sehingga klien dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahui. Selain itu
perawat juga bisa memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang
diderita pasien. Perawat memberikan pengertian kepada keluarga Ibu D apa yang sedang
dialami Ibu D, penyakit ibu dan tindakan yang dilakukan agar keluarga Ibu D dapat
memahami penyakit Ibu D dan tidak khawatir lagi.
e. Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana
maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memnuhi kebutuhan kesehatan klien.
Perawat mentukan rencana yang akan di delegasikan untuk Ibu D bersama tim Medis
laiinya.
f. Coordinator
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun
kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan
maupun tumpang tindih. Dalam menjalankan peran sebagai coordinator perawat dapa
melakukan hal-hal berikut :
1) Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
2) Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
3) Mengembangkan system pelayanan keperawatan
4) Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan pada
sarana kesehatan.
g. Konsultan (Kusnanto,2004)
Perawat memberikan konsultasi pada keluarga Ibu D atas tindakan keperawatan yang tepat
untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien tehadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
4. Sebutkan dan jelaskan komplikasi fisik yang sering terjadi pada klien di ICU!
a. Dekubitus
Pada beberapa rumah sakit dapat dilihat bahwa mobilisasi pada pasien yang dirawat di ICU
jarang dilakukan. Kendala untuk melakukan mobilisasi pada pasien di ICU sangat beragam.
Faktor-faktor yang berperan meliputi keamanan dari selang dan pipa, ketidakstabilan
hemodinamik, sumber daya manusia dan peralatan, pemberian penenang, berat badan
pasien, nyeri dan ketidaknyamanan pasien, waktu, dan prioritas dari tindakan. Dimana
pasien yang dirawat di ruang ICU dapat mengalami kelembaban kulit yang berasal dari
drainase luka (jika terdapat luka), keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan
oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia, hal itu menyebabkan perlunakan pada
kulit (maserasi), sehingga lebih rentan terhadap kerusakan akibat tekanan dan mengalami
dekubitus. Lingkungan yang lembab meningkatkan risiko dekubitus lima kali lipat (NPUAP,
2007).
Tanda-tanda luka dekubitus terjadi akibat posisi pasien yang tidak berubah/ imobilisasi
dalam jangka waktu lebih dari 6 jam. Dekubitus terjadi mulai pada lapisan kulit paling atas
atau epidermis jika aliran darah, nutrisi dan oksigen terhambat lebih dari 2-3 jam. Iskemik
primer terjadi pada otot dan kerusakan jaringan kulit sesuai dengan kenaikan besar dan
lamanya tekanan. Tekanan daerah kapiler berkisar antara 16 mmHg – 33 mmHg. Bila
tekanan masih berkisar pada batas – batas tersebut sirkulasi darah terjaga dan kulit akan
tetap utuh. Pasien yang tidak mampu melakukan mobilisasi maka tekanan daerah sakrum
akan mencapai 60 – 70 mmHg dan di daerah tumit mencapai 30 – 45mmHg. Keadaan ini
akan menimbulkan perubahan degeneratif secara mikrosopik pada semua lapisan jaringan
mulai dari kulit sampai tulang. Mula – mula kulit tampak kemerahan yang tidak hilang
setelah tekanan dihilangkan. Pada tahap dini ini, nekrosis sudah terjadi hanya batas kulit
pada waktu itu belum jelas. Baru setelah beberapa hari terlihat kulit kemerahan dan
mengelupas sedikit, kemudian terlihat suatu defek kulit. Setelah 1 minggu atau 10 hari
terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan nekrosis yang mencapai
tulang atau fasia di dasarnya (Kaplan & Hentz, 1992).
5. Pilih salah satu tindakan keperawatan yang sering dilakukan di ICU, uraikan :
Topik yang diambil kelompok adalah tindakan keperawatan Central Venous Pressure
(CVP)
a. Pengertian
CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga ujungnya berada di
dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis
(KVS). Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan.
Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel
kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral
adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP
adalah 4 – 10 mmHg. Perawat harus memperhatikan perihal : mengadakan persiapan alat –
alat, pemasangan manometer pada standard infus, menentukan titik nol, memasang cairan
infus, fiksasi, fisioterapi dan mobilisasi.
b. Tujuan
Tujuan dipasang CVP adalah untuk mengetahui tekanan vena sentralis (TVS), untuk
memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori tinggi secara intravena, untuk
mengambil darah vena, untuk memberikan obat – obatan secara intra vena, memberikan
cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat, dilakukan pada penderita gawat
yang membutuhkan erawatan yang cukup lama. CVP bukan merupakan suatu parameter
klinis yang berdiri sendiri, harus dinilai dengan parameter yang lainnya seperti : denyut nadi,
tekanan darah, volume darah, dan CVP mencerminkan jumlah volume darah yang beredar
dalam tubuh penderita, yang ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal : syock
hipovolemik –> CVP rendah.
c. Indikasi pemasangan CVP
Central Venous Pressure ( CVP ) diindikasikan untuk ;
1) Pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan.
2) Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi.
3) Mengkaji efek pemberian obat diuretik pada kasus-kasus overload cairan.
4) Sebagai pilihan yang baik pada kasus penggantian cairan dalam volume yang banyak.
5) Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
6) Pengukuran oksigenasi vena sentral.
7) Nutrisi parenteral dan pemberian cairan hipertonik atau cairan yang mengiritasi yang perlu
pengenceran segera dalam sistem sirkulasi.
8) Sebagai jalan masuk vena bila semua tempat IV lainnya telah lemah.
9) Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat
menimbulkan syok.
10) Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart, trepanasi.
11) Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).
12) Pasien dengan gagal jantung.
13) Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi masif).
14) Acuan untuk pemberian cairan, diuretic dan obat – obat vasoaktif jika alat monitor invasif
lain tidak ada.
15) Pemberian obat yang cenderung menyebabkan phlebitis dalam vena perifer (caustic),
seperti: calcium chloride, chemotherapy ,hypertonic saline, potassium chloride, amiodarone
(Thelan, 2004).
d. Kontraindikasi pemasangan CVP
1) Peningkatan CVP menunjukkan peningkatan cardiac output, infark / gagal vntrikel kanan,
meningkatnya volume vaskular, perikarditis, konstriktif dan hipertensi pulmonal. Hasil
pengukuran CVP, menunjukkan peningkatan false (salah) jika pada kondisi COPD, tension
pneumothoraks, ventilasi tekanan positif.
2) Dislokasi ujung kateter jalur vena cava superior mengakibatkan hasil tidak akurat.
3) Penurunan CVP dapat terjadi akibat hipovolemia, vasodilatasi akibat obat dan syok dari
berbagai penyebab.
e. Teknik pemasangan CVP
1) Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang tujuan pemasangan, daerah
pemasangan, dan prosedur yang akan dikerjakan.
2) Persiapan alat
a) Kateter CVP
b) Set CVP
c) Spuit 2,5 cc
d) Antiseptik
e) Obat anaestesi local
f) Sarung tangan steril
g) Bengkok
h) Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
i) Plester
3) Cara Kerja
Daerah yang Dipasang :
- Vena femoralis
- Vena cephalika
- Vena basalika
- Vena subclavia
- Vena jugularis eksterna
- Vena jugularis interna
Cara Pemasangan :
a) Pasien diberikan posisi tidur terlentang (trendelenberg)
b) Bahu kiri diberi bantal
c) Pakai sarung tangan
d) Desinfeksi daearah CVP
e) Pasang doek lobang
f) Tentukan tempat tusukan
g) Beri anestesi lokal
h) Ukur berapa jauh kateter dimasukkan
i) Ujung kateter sambungkan dengan spuit 20 cc yang diisi NaCl 0,9% 2-5 cc
j) Jarum ditusukkan kira – kira 1 jari kedepan medial, ke arah telinga sisi yang berlawanan
k) Darah dihisap dengan spuit tadi
l) Kateter terus dimasukkan ke dalam jarum, terus didorong sampai dengan vena cava
superior atau atrium kanan
m) Mandrin dicabut kemudian disambung infus -> manometer dengan three way stopcock
n) Kateter fiksasi pada kulit
o) Beri betadhin 10%
p) Tutup kasa steril dan diplester.
Keuntungan Pemasangan di Daerah Vena Sublavia yaitu mudah dilaksanakan (diameter 1,5
cm – 2,5 cm), fiksasi mudah, tidak mengganggu perawatan rutin dapat dipertahankan sampai
1 minggu.
CVP Manometer
Pasien diberikan posisi tidur terlentang mendatar
Dengan menggunakan slang air tang berisi air ± setengahnya -> membentuk lingkaran
dengan batas air yang terpisah
Titik nol penderita dihubungkan dengan batas air pada sisi slang yang satu. Sisi yang lain
ditempatkan pada manometer.
Titik nol manometer dapat ditentukan
Titik nol manometer adalah titik yang sama tingginya dengan titik aliran V.cava superior,
atrium kanan dan V.cava inferior bertemu menjadi satu.
Posisi pasien saat pengukuran CVP
5) Penilaian CVP
a) Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock kemudian amati aliran infus
lancar atau tidak
b) Pasien diberikan posisi tidur terlentang
c) Cairan infus dinaikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi kemudian
jaga jangan sampai cairan keluar
d) Cairan infus ditutup, dengan memutar stopcock hubungkan manometer akan masuk ke
tubuh penderita
e) Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai irama nafas, turun
(inspirasi), naik (ekspirasi)
f) Undulasi berhenti perhatiakn batas disitu batas terakhir dan nilai CVP
g) Nilai pada angka 7 mengindikasikan nilai CVP 7 cmH2O
h) Infus dialirkan kembali setelah nilai CVP diketahui.
Nilai CVP
Nilai rendah : < 4 cmH2O
Nilai normal : 4 – 10 cmH2O
Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O
Nilai tinggi : > 15 cmH2O
DAFTAR PUSTAKA
Dorland WAN. Alih bahasa: Setiawan A dkk. (2002). Kamus Kedokteran Dorland, ed.29.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 723 – 724 7.
Hudak & Gallo. ( 1997 ). Keperawatan Kritis : Suatu Pendekatan Holistic. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2001.