Penasehat :
Dekan FK UKI Dr. Angkasa Sebayang MPH
Dekan FK UKRIDA DR. Dr. Mardi Santoso, DTM&H, SpPD-
KEMD
Dekan FK UPH Dr. Eka Julianta Wahjoepramono Sp.BS
Ketua IDI Jak – Bar Dr. Tony S. Natakarman
Panitia Pengarah :
Ketua Dr. W.M. Roan DPM, Sp.KJ (K)
Wakil Ketua Dr. Dan Hidayat Sp.KJ (K)
Sekretaris Dr. Evalina Hutagalung Sp.KJ
Anggota Semua Pembicara
Panitia Pelaksana :
Penanggung Jawab Dr. Saiful Jazan, MSc
Ketua Pelaksana Dr. Laymena Yusak
Wakil Ketua Dr. Eveline Margo
Sekretaris I Dr. Kevin Gunawan
Sekretaris II Dr. Joyce Tjakraatmadja, MSc
Bendahara I Dr. Retno Praptijani
Bendahara II Dr. Trifena Ekowati
Seksi Ilmiah Dr. Sutopo Widjaja, MS
Dr. Raditya Wratsangka Sp.OG
Dr. Oktavianus Ch. Salim, MS
Seksi Dana Dr. Dan Hidayat Sp.KJ (K)
Dr. Cecilia R. Padang, Ph.D, FACR
Seksi Konsumsi Dr. Magdalena Linaria Junitawati, MS
Dr. Evi Narulita
Dr. Zamni Abbas
Seksi Publikasi & Dokumentasi Dr. Chairudin
Dr. Enrico
Dr. Lianawati
Dr. Evi Untoro
Dr. Indriani Kurniadi
Seksi Perlengkapan Dr. Rusddy
Dr. Minamand Rapa, MM
Pembantu Umum Dr. Robert Imam Soetedja
Dr. Arry F. Ramba
Dr. Darwisyh Harahap
Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat mengucapkan terima kasih kepada
perusahaan – perusahaan yang telah berpartisipasi sebagai sponsor pada acara
Simposium Sehari Kesehatan Jiwa dengan tema ―Deteksi Dini Dan Penatalaksanaan
Terapi Gangguan Jiwa Dalam Praktek Umum‖ di Hotel Redtop Jakarta pada tanggal
27 Oktober 2007.
PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
PT. Otsuka Indonesia
PT. Ethica Industri Farmasi
PT. Servier Indonesia
PT. Mersi Farma
PT. Wyeth Indonesia
PT. Pfizer Indonesia
PT. Interbat
Lundbeck Indonesia
Novartis
PT. Pharos Indonesia
Laboratorium Klinik Prodia
PT. Indocore Perkasa
PT. Schering Plough Indonesia
PT. Dyasa Satria Mandiri
DELIRIUM DAN DEMENSIA
Makalah yang disajikan pada seminar sehari dalam rangka memperingati
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (10 Oktober 2007)
dilaksanakan di Jakarta, 27 Oktober 2007.
Oleh: Dr. Witjaksana Roan, DPM(Lond.), SpKJ(K)
Psikiater RS St. Carolus, RS Siloam West Jakarta dan Siloam Karawaci
DELIRIUM
Delirium juga disebut Kondisi bingung akut (Acute Confusional State) dan demensia merupakan
penyebab yang paling sering dan gangguan atau hendaya kognitif, walaupun gangguan afektif
(seperti depresi) juga bisa mengganggu kognisi. Delirium dan demensia merupakan dua
gangguan yang berbeda, namun sering sukar dibedakan. Pada keduanya, fungsi kognitif
terganggu, namun demensia biasanya memori yang terganggu, sedangkan delirium daya
perhatiannya yang terganggu.
Beberapa ciri khas membedakan kedua gangguan tersebut (lihat tabel I). Delirium biasanya
disebabkan oleh penyakit akut atau keracunan obat (kadang mengancam jiwa orang) dan sering
reversibel, sedangkan demensia secara khas disebabkan oleh perubahan anatomik dalam otak,
berawal lambat dan biasanya tidak reversibel. Delirium bisa timbul pada pasien dengan demensia
juga.
Tabel I. Perbedaan klinis delirium dan Demensia
Diagnosis
Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi kognitif perlu dilakukan
pemeriksaan kondisi mental formal.
Kemampuan atensi bisa diperiksa dengan:
Pengulangan sebutan 3 benda
Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)
Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur)
Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR
Confusion Assessment Method (CAM)
Wawancarai anggota keluarga
Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.
Prognosis
Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium
dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit.
Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas
obat, gangguan keseimbangan elektrolit. Biasanya cepat membaik dengan pengobatan.
Beberapa pada lanjut usia susah untuk diobati dan bisa melanjutjadi kronik
Terapi
Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor yang
memberatkan seperti:
Menghentikan penggunaan obat
Obati infeksi
Suport pada pasien dan keluanga
Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien
Cukupi cairan dan nutrisi
Vitamin yang dibutuhkan
Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah membaik, alat infuse
sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman.
Obat:
Haloperidoi dosis rendah dulu 0,5 1 mg per os, IV atau IV
Risperidone0,5 3mg perostiap l2jam
Olanzapine 2,5 15 mg per os 1 x sehari
Lorazepam 0,5 1mg per Os atau parenteral (tak tersedia di Indonesia), Perlu diingat obat
benzodiazepine mi bisa memperburuk delirium karena efek sedasinya.
DEMENSIA
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai
pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti
keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif
seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini
tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis,
laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan (imaging), dimaksudkan untuk mencari penyebab yang
bisa diobati. Pengobatan biasanya hanya suportif. Zat penghambat kolines terasa (Cholinesterase
inhibitors) bisa memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat
antipsikotika lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja.
Demensia bisa terjadi pada setiap umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia (l.k 5% untuk
rentang umur 65-74 tahun dan 40% bagi yang berumur >85 tahun). Kebanyakan mereka dirawat
dalam panti dan menempati sejumlah 50% tempat tidur.
Terapi
Pertama perlu diperhatikan keselamatan pasien, lingkungan dibuat senyaman mungkin, dan
bantuan pengasuh perlu.
Koridor tempat jalan, tangga, meja kursi tempat barang keperkuannya
Tidak diperbolehkan memindahkan mobil dsb.
Diberi keperluan yang mudah dilihat, penerangan lampu terang, jam dinding besar, tanggalan
yang angkanya besar
Obat:
Nootropika:
Pyritinol (Encephabol) 1 x 100 – 3 x 200 mg
Piracetam (Nootropil) 1 x 400 – 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine(Nimotop 1- 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 – 2 x 100 – 300 mg i.v./i.m.
Cinnanzine (Stugeron) 1 – 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 – 3 x 400 mg (oral), 200 – 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacnne 10 mg dinaikkan lambatlaun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x /hari
Galantamine (Riminil) 1 – 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 mg 10 mg
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)
BPSD perlu dibahas di sini karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh dan
membuat payah bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu:
Behavioural
Gangguan perilaku
agitasi
hiperaktif
Keluyuran
Perilaku yang tak adekuat
Abulia kognitif
Agresi
verbal, teriak
fisik
Gangguan nafsu makan
Gangguan ritme diurnal
Tidur/bangun
Perilaku tak sopan (social)
Perilaku sexual tak sopan
Deviasi sexual
Piromania
Psychological
Gangguan afektif
Anxietas
lritabilitas
Gejala depresif.
Depresi berat
Labilitas emosional
Apati
Sindrom waham & salah-identifikasi
Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya
paranoid, curiga
Rumah lama dianggap bukan rumahnya
Pasangan / pengasuh
Palsu
Tak setia
Menelantarkan pasien
Cemburu patologik
Keluarga/kenalan yang mati masih hidup
Halusinasi
Visual
Auditorik
Olfaktoriik
Raba (haptik)
Terapi farmakologik
Antipsikotika tipik: Haldol 0,25 – 0,5 atau 1 – 2 mg
Antipsikotika atipik:
Clozaril 1 x 12.5 – 25 mg
Risperidone 0,25 – 0,5 mg atau 0,75 – 1,75
Olanzapine 2,5 – 5,0 mg atau 5 – 10 mg
Quetiapine 100 – 200 mg atau 400 – 600 mg
Abilify 1 x 10 – 15 mg
Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 – 1.0 mg atau 1,5 – 2 mg
Bromazepam 1,5 mg – 6 mg
Buspirone HCI 10 – 30 mg
Trazodone 25 – 10 mg atau 50 – 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg – 2mg)
Antidepresiva
Amitriptyline 25 – 50 mg
Tofranil 25 – 30 mg
Asendin 1 x 25 – 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1×20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1 x 10 –
20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg – 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
Carbamazepine 100 – 200 mg atau 400 – 600 mg
Divalproex 125 – 250 mg atau 500 – 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg – 3 x mg
Neurontin 1 x 100 – 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 – 3 x 400 mg
Obat anti-demensia
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna lagi,
namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD:
Nootropika:
Pyritinol (Encephabol) 1 x100 – 3 x 200 mg
Piracetam(Nootropil) 1 x 400 – 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 – 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 – 2 x 100 – 300 mg i.v / i.m.
Cinnarizine(Stugeron) 1 – 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 – 3 x 400 mg (oral), 200 – 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 – 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 – 10 mg
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
dr. Dharmady Agus, SpKJ
(021) 54373510 HP. 0816713026
Tamat Spesialis llmu Kedokteran Jiwa di FKUI tahun 2001
Ka.SMF Ilmu Kedokteran Jiwa dan Periilaku RS Atma Jaya tahun 2005- sekarang
Koordinator Academic Venture FKUAJ tahun 2006 – sekarang
Koordinator Tim PBL PSSK FKUAJ tahun 2007 – sekarang
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Psikiatni FK-UPH di Sanatorium Dharmawangsa tahun
2006 – sekarang
1. Pendahuluan
Dalam PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III),
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif dikelompokkan dalam F1.
Kelompok ini berisi gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dan intoksikasi
tanpa atau dengan komplikasi, penggunaan yang merugikan, sindrom ketergantungan, keadaan
putus zat, sampai gangguan psikotik yang jelas dan demensia), dan semua itu diakibatkan oleh
karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau tanpa resep dokter).
Zat psikoaktif yang digunakan dinyatakan oleh karakter ketiga (yaitu dua digit pertama setelah
huruf F), sedangkan karakter keempat dan kelima khusus untuk keadaan klinis. Untuk
praktisnya, semua zat psikoaktif disebutkan lebih dahulu, baru diikuti oleh karakter keempat dan
kelima, namun dengan catatan tidak semua kode pada karakter keempat dan kelima dapat
digunakan untuk semua jenis zat.
Adapun ikhtisar dari F1 ini adalah sebagai berikut:
Pada kesempatan kali ini, pembahasan hanya akan dititik beratkan pada F11 dan F15 karena
kedua zat psikoaktif ini yang paling banyak disalahgunakan. Pembahasan pun hanya terbatas
pada klasifikasi dan cara kerja opioida dan amfetamin, gambaran klinis penting perihal
intoksikasi, overdosis, dan putus zat, dan penatalaksanaannya secara umum.
Pendahuluan.
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek tentang
skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai suatu
sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan
aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain.
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi
yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom gangguan
skizofrenia, yaitu : fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil akhir yang
ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang
pekerjaan, sosial dan keluarga.
Skizofrenla
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya
berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta
emosi
Epidemioiogi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1
sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya
terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25
tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki
dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita
penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum
kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba
bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko
bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid
yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai
50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian
menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena
penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang
biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali
populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok
membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan
metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa laporan
mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak
menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan
proteksi terhadap Skizofrenia.
Etiologi
Model diatesis -stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial
dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan
(diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.
Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap
skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan
pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi
virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi
skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat
reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik
maka gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan
bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem
dopaminergik.5‘7
Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis
reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang
normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka
karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai
afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan
reseptordopamin D2.57
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang
normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area
terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis
dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul
pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma
otak setelah lahir.81°
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat
pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia.
Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek /
nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar
identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar
dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu
orang tua 12%.
Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non
spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum
onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan,
fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan
perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman,
mereka akan mengatakan ―orang ini tidak seperti yang dulu‖. Semakin lama fase
prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif / psikotik
menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai
gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat
mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase
residualdimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif /
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase
diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial)
Diagnosis:
Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
1. – “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau
– “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan
– “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
2. – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
– “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‖dirinya‖ = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus);
– “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau
mukjizat;
1. Halusinasi auditorik:
1. suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
2. mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
3. jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
2. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
0. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
1. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
2. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
3. gejala-gejala ―negative‖, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial.
Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang
mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25%
individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami
perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang
akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial
/ pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga
gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan memberikan
prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak
jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga
skizofrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak
remisi dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis
yang buruk.
Terapi / Tatalaksana
I. Psikofarmaka
Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer
(efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder
( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.
Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu
tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka
waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan
golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat
penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek
sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat
antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan
gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek
samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang
beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik
generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I
bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal
dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi
pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan
ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan
menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala
negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping
antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan
hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang
digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine,
fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi
sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham
dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah
Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala
dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai
serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui
interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang
menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif
mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine,
olanzapine, quetiapine dan rispendon.
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak
mengganggu kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau
haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien
yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda),
dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian
dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu (dosis
maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday
1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4ininggu) lalu stop.
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan
paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5
kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali.
Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi
dengan pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg
IM, tablet trhexyphenidyl 3×2 mg/hari.
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)
Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinik atau gejala yang paling
mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem
waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat
khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat
Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap I ―full-
blown‖, mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham
tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak
Tidak boleh ada halusinasi auditonk atau hanya kadang-kadang saja ada dan
bersifat sementara
Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran,
penumpulan afek, dsb)
Gangguan Skizoafektif
Pedoman Diagnostik :
DAFTAR PUSTAKA
EPISODE DEPRESI
ETIOLOGI
Faktor psikososial : ada teori yang menjelaskan bahwa situasi stres akan
menyebabkan perubahan pada beberapa jenis neurotransmitter dan pemindaian
intraneuronal di otak, yang selanjutnya menyebabkan kehilangan fungsi neuron
tertentu dan hambatan yang berlebihan pada hubungan dalam synaps.
Menurut catatan yang ada di USA, peristiwa kehidupan yang paling banyak
menyebabkan depresi adalah kehilangan orang tua sebelum berusia 11 tahun,
kemudian kehilangan pasangan hidup, dan kehilangan pekerjaan.
GAMBARAN KLINIK
Episode depresi dapat terjadi pada gangguan depresi dan gangguan mania. Hanya
dengan memperhatikan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat keluarga, maka kita
baru dapat membedakannya dengan jelas.
Gejala pokok dan depresi adalah perasaan yang sedih dan kehilangan interes
terhadap segala sesuatu. Pasien dapat mengungkapkan bahwa mereka merasa
murung, tidak ada harapan, terbuang dan tidak berharga. Pasien sering mengaku
bahwa perasaannya sakit sekali, dan kadang-kadang sampai tidak bisa menangis.
Hampir 2/3 pasien depresi memikirkan untuk bunuh diri dan hanya 10-15 % yang
melakukan percobaan bunuh diri. Mereka yang dibawah ke rumah sakit karena
percobaan bunuh diri akan lebih berhasil bunuh diri daripada mereka yang belum
pernah dirawat di rumah sakit. Beberapa pasien yang tidak menyadari bahwa
mereka menderita depresi, namun terlihat bahwa mereka menjauh dari keluarga,
temanteman dan aktivitas yang mereka sukai. Hampir semua pasien (97%)
mengeluh bahwa mereka kekurangan energi, sukar menyelesaikan tugas mereka,
prestasi belajar menurun, prestasi pekerjaan menurun, kurang motivasi untuk
menerima tugas atau proyek baru. Sekitar 80% pasien depresi mengeluh tentang
kesulitan tidur,
terutama suka terbangun diri hari atau sering terbangun di malam hari, ketika
mereka sedang merenungkan tentang masalah mereka. Banyak pasien depresi
kehilangan nafsu makan dan kehilangan berat badan, tetapi ada juga yang
mengalami penambahan nafsu makan dan kenaikan berat badan, juga tidur lebih
lama dari biasanya.
Cemas adalah gejala yang juga dialami oleh 90% pasien depresi. Perubahan dari
pola makan dan pola istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakti lain seperti
diabetes, hipertensi, gangguan sesak napas kronik dan gangguan jantung. Ada juga
yang mengalami gangguan haid dan penurunan gairah seksual. Masalah seksual
kadang-kadang pasien dirujuk secara keliru kepada penasehat perkawinan dan
terapi seksual, oleh karena dokter yang merujuk gagal mengenali gangguan depresi
yang menjadi landasan dari gangguan seksual tersebut. Dalam beberapa studi
ditemukan bahwa terdapat 84% pasien depresi mengalami gangguan untuk
berkonsentrasi dan 67% mengalami gangguan dalam berpikir.
Fobia sekolah, kemelekatan pada orang tua boleh jadi merupakan gejala depresi
pada anak. Prestasi akademis yang buruk, penyalahgunaan zat, tingkah laku
antisosial, seks bebas, bolos sekolah dan kabur dari rumah mungkin merupakan
gejala depresi pada remaja.
Depresi lebih sering dialami oleh orang tua, terutama yang berhubungan dengan
tingkat sosial ekonomi yang rendah, kehilangan pasangan hidup, penyakit fisik
yang tidak ada harapan untuk sembuh dan isolasi sosial. Pada umumnya gangguan
depresi pada orang tua tidak terdiagnosis dan tidak diterapi secara adekuat.
STATUS MENTAL
Tampilan umum:
o Retardasi psikomotor
o Agitasi psikomotor
Tangan seperti meremas-remas
Mencabuti rambut
o Tubuh membungkuk
o Gerak gerik lamban
o Menghindari kontak mata
Alam perasaan:
o Murung/sedih
o Menarik diri
o Segala aktivitas berkurang
Gangguan persepsi:
o Waham
Dosa, tidak benharga, kejar (serasi afek)
o Halusinasi
Akustik (yang menyalahkan atau menuduh)
Gangguan pikiran:
o Berpikir negatif tentang kehilangan, rasa bersalah, bunuh diri dan mati
o Bisa terhambat
o Miskin (tidak produktif)
Gangguan orientasi:
o Pada umumnya tidak terganggu
Gangguan daya ingat:
o 50-75% sulit konsentrasi dan pelupa
Gangguan pengendalian diri:
o 10-15% melakukan percobaan bunuh diri (suicide)
o Ingin bunuh orang (homicide)
o Kurang motivasi dan kurang energi untuk melakukan tindakan impulsif
o Hati-hati dengan paradoxical suicide
Tambahan:
o Melebih-lebihkan keburukan atau kegagalan diri sendiri Mengurangi kebaikan
atau keberhasilan diri sendiri (perlu cross check dari keluarga dekat/kerabat
dekat/pendamping.
PERJALANAN PENYAKIT
Penyakit gangguan depresi yang tidak diobati bisa benlangsung sampai 6-13 bulan
lamanya; apabila diobati bisa berlangsung sampai 3 bulan. Setelah obat antidepresi
dihentikan, tidak sampai 3 bulan biasanya bisa kumat lagi.
PROGNOSIS
Pada umumnya gangguan depresi cenderung menjadi gangguan yang menahun,
kumat-kumatan. Rata-rata 25 % pasien kumat dalam waktu 6 bulan setelah keluar
dan perawatan di rumah sakit jiwa. Yang tidak sembuh-sembuh biasanya berlanjut
menjadi pasien dengan gangguan disthymic.
TERAPI
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan
Terapi psikososial:
o Terapi kognitif
o Terapi interpersonal
o Terapi tingkah laku
o PsikoTerapi
o Terapi keluarga
Terapi obat:
o Antidepresi (trisiklik, tetnasiklik, MAO-A inhibitor, SSRI dll)
o Lithium carbonate
o Boleh ditambahkan obat anticemas apabila diperlukan
o Boleh diberikan obat antipsikosis apabila ada gejala psikotik
ECT:
Alasan:
o obat-obatan kurang efektif
o pasien tidak bisa menenima obat-obatan
o kesembuhan segena dengan alasan klinis
EPISODE MANIA
Biasanya paling sedikit belangsung selama satu minggu, afeknya meningkat, lebih
gembira, mudah tersinggung atau membumbung tinggi. Ditambah dengan :
Pasien mania yang tidak dirawat seringkali minum alkohol secara berlebihan,
pasien sukar dicegah untuk menggunakan telepon secara berlebihan (interiokal di
pagi hari). Mereka juga suka berjudi secara patologik, buka baju di tempat umum,
mengenakan baju atau perhiasan yang warnanya sangat mencolok, juga suka
mengabaikan hal-hal kecil seperti tidak meletakkan gagang telepon secara benar
ditempatnya. Pasien suka terlibat secara berlebihan dengan masalah keagamaan,
politik, keuangan, seksual dan ide pengejaran yang berkembang dalam sistem
waham yang kompleks. Terkadang mereka juga bisa regresi seperti bermain
dengan urine dan feces sendiri.
GAMBARAN KLINIK
Tampilan umum :
bersemangat, banyak bicara, melawak, hiperaktif. Ada kalanya mereka
memperlihatkan gejala psikotik dan bingung sehingga perlu difiksasi dan diberikan
suntikan antipsikotik.
Alam perasaan, emosi :
perasaannya hiperthym, mudah tersinggung, tidak mudah frustrasi, mudah marah
dan menyerang. Emosinya tidak stabil, bisa cepat berubah dan gembira ke depresi
dalam beberapa menit saja.
Cara bicara:
bicaranya sukar dipotong, bombastis, volumenya keras, bermain dengan kata-kata,
bercanda, berpantun, dan tidak relevan. Selanjutnya bisa terjadi loncat gagasan,
asosiasi menjadi longgar, konsentrasi berkurang, bisa inkoheren dan neologisme
sehingga sukar dibedakan dengan pasien skizofrenia.
Gangguan persepsi:
75 % pasien mania mengalami waham, yang biasanya berhubungan dengan
kekayaan, kemampuan yang luar biasa, kekuatan atau kehebatan yang luar biasa.
Kadang-kadang ada waham dan halusinasi yang kacau dan tidak serasi.
Gangguan pikiran:
Pikiran pasien terisi dengan rasa percaya diri yang berlebihan, merasa hebat.
Mereka mudah teralihkan perhatiannya, sangat produktif dan tidak terkendalikan.
Gangguan sensorium dan fungsi kognitif:
Ada sedikit gangguan pada fungsi sensonum dan kognitif, terkadang jawaban tidak
sesuai dengan pertanyaan meskipun tidak ada gangguan orientasi dan daya ingat.
Gangguan pengendalian diri:
Sekitar 75 % pasien mania suka mengancam dan menyerang. Ada juga yang
melakukan homicide dan suicide. Mereka sukar menahan diri yang tidak
melakukan hal-hal yang merugikan kalau sedang tersinggung atau marah.
Tilikan:
Pada umumnya pasien mania mengalami gangguan tilikan. Mereka mudah
melanggar hukum, pelanggaran dibidang seksual dan keuangan, kadang-kadang
mereka menyebabkan kebangkrutan ekonomi keluarga.
Reliabilitas:
Pasien mania sering berbohong ketika memberikan informasi, karena berdusta dan
menipu adalah biasa untuk mereka.
DIAGNOSIS
Biasanya telah berlangsung menahun, afek yang hiperthym, banyak bicara
(logorhoe), gerak gerik motorik yang aktif, flight of ideas, kurang tidur, agresif dan
boros.
PERJALANAN PENYAKIT
Biasanya berlangsung menahun, kumat-kumatan. Pasien biasanya kumat oleh
karena hal-hal yang tidak berarti yang menyinggung hatinya. Sekitar 30 %
mengalami kemerosotan fungsinya sebagai manusia.
TERAPI
Bahan bacaan:
Kaplan & Saddock: Concise textbook of Clinical Psychiatry, second edition,
Lippincott William & Wilkins, 2004.
TATALAKSANA DIAGNOSIS DAN TERAPI GANGGUAN ANXIETAS
Dr. Evalina Asnawi Hutagalung, Sp.KJ
(021) 7328321, HP.: 08128378757
Sensasi anxietas / cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai
oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik,
seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu
yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.
Dalam praktek sehari-hani anxietas sering dikenal dengan istilah perasaan cemas, perasaan
bingung, was-was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah tersebut lebih merujuk pada kondisi
normal. Sedangkan gangguan anxietas merujuk pada kondisi patologik.
Anxietas sendiri mempunyai rentang yang luas dan normal sampai level yang moderat misalnya
pertandingan sepak bola, ujian, wawancara untuk masuk kerja mempunyai tingkat anxietas yang
berbeda.
Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat sebagai
sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal.
Anxietas normal sebenarnya sesuatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang
keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat
bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka
ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang.
Anxietas dapat bersifat akut atau kronik. Pada anxietas akut serangan datang mendadak dan
cepat menghilang. Anxietas kronik biasanya berlalu untuk jangka waktu lama walaupun tidak
seintensif anxietas akut, pengalaman penderitaan dari gejala cemas ini oleh pasien biasanya
dirasakan cukup gawat untuk mempenganuhi prestasi kerjanya.
Bila dilihat dan segi jumlah, maka orang yang menderita anxietas kronik jauh lebih banyak
daripada anxietas akut.
DIFINISI ANXIETAS
―Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu
dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa
reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini
dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit
kepala atau rasa mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin
bergerak dan gelisah. ― ( Harold I. LIEF)
―Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya
atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau
kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya.‖ ( J.J GROEN)
GEJALA UMUM ANXIETAS
Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ‖gila‖, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.
Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot,
mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa
sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan
dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki
dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa
lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi
keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini
tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang
dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman
penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup
gawat.
GANGGUAN ANXIETAS
Beberapa teori tentang gangguan anxietas:
1. TEORI PSIKOLOGIS
1. Teori Psikoanalitik
2. Teori perilaku
3. Teori Eksistensial
2. TEORI BIOLOGIS
0. Susunan Saraf Otonom
1. Neurotransmiten
2. Penelitian genetika
3. Penelitian Pencitraan Otak
Teori psikoanalitik:
Freud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri. misal dengan
menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan keseimbangan
psikologis tanpa adanya gejala anxietas. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu
pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain misalnya konvensi, regresi,
ini menimbulkan gejala.
Teori perilaku:
teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan
terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang dapat belajar untuk memiliki
respon kecemasan internal dengan meniru respon kecemasan orang tuanya.
Teori eksistensial:
Konsep dan teori ini adalah, bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan
yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan
tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang tidak dapat dihindari.
Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut.
Neurotransmiter:
Tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian
pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu : norepinefrin, serotonin dan gamma-
aminobutyric acid.
Penelitian genetika:
Penelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan gangguan panik
memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga menderita gangguan.
Gangguan Panik
Gangguan Fobik
Gangguan Obsesif-kompulsif
Gangguan Stres Pasca Trauma
Gangguan stres Akut
Gangguan Anxietas Menyeluruh.
GANGGUAN PANIK
Ada dua kriterla Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan gangguan
panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.
GAMBARAN KLINIS
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun
serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik,
aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap
kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai
dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental
utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien
biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa
kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah
takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk
mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit.
Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit
mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap
kali mereka keluar rumah.
GEJALA PENYERTA
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada beberapa
pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.
Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan
gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.
DIAGNOSA BANDING
Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb.
Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru.
Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb.
Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramestruasi,
gangguan menopause, dsb.
lntoksikasi obat, putus obat.
Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia dsb
Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit
meloloskan diri
Situasi dihindari, misal jarang bepergian
Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal fobia
sosial
TERAPI
Konseling dan medikasi.
Konseling: ajari pasien untuk diam ditempat sampai serangan panik berlalu,
konsentrasikan diri untuk mengatasi anxietas bukan pada gejala fisik, rileks, latihan
pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara menghadapi rasa
takut saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu.
Medikasi : banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan medikasi.
Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan depresi beri
antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg malam selama
2 minggu ). Bila serangan jarang dan terbatas beri anti anxietas, jangka pendek
(lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian jangka
panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.
GANGGUAN FOBIK
Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5 10 persen populasi menderita
gangguan ini. FOBIA adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan
penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb
Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti
berbicara di depan umum, dsb
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek /situasi)
Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan
Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan
Situasi fobik dihindari
TERAPI
Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat
daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut
tersebut. Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada depresi
bisa diberi antidepresan lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada anxietas beri antianxietas
dalam waktu singkat, karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta blokerdapat
mengurangi gejala fisik. Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap
GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan
adalah 2-3 persen.
OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak
dikehendaki.
KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak
dikehendaki.
PEDOMAN DIAGNOSIS
= Pikiran, impuls, yang berulang
= Perilaku yang berulang
= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
DIAGNISIS BANDING
Kondisi fisik
– Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)
Kondisi psikiatrik
– Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.
TERAPI
Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang
dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif.
Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi situasi,
kenali dari perkuat hal yang berhasil mengatasi situasi. Bila diperlukan bisa diberi
Klomipramin 100 – 150 mg, atau golongan Selected Serotonin Reuptake Inhibitors.
Konsultasi spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stresor luar
biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera
setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat gambaran gejala campuran yang
biasanya berubah-ubah; selain gejala permulaan berupa keadaan ― terpaku‖ , semua
gejala berikut mungkin tampak: depresif, anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif
dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi
gambaran klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan
stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam
hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah
24 – 48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Pasien harus menunjukan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari
selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini
biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik,
overaktivitas otonomik
TERAPI
Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya
mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak
stres merupakan pertolongan yang paling efektif. Mengenali, menghadapi dan menantang
kekhawatiran yang berlebihan dapat mengurangi gejala anxietas. Kenali kekhawatiran
yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong.
Medikasi merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala
menetap. Medikasi anxietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih dari 2
minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik, antidepresan bila ada
depresi. Konsultasi spesialistik bila anxietas berat dan berlangsung lebih dan 3 bulan.
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai
contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang
adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan
emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di
dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan
penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan,
dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari
atau gangguan buatan.
Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.
Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien
bahwa ia menderita penyakit tertentu.
Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan
bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor
psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform:
Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan salah
satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
1. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
2. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang
waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau
fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum,
selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri
(misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi
terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri
(misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur,
perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan
pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan
koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan
di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan
ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran
selain pingsan).
3. Salah satu (1)atau (2):
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, atau temuan laboratorium.
4. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).
1. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik
yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
2. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau
eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
3. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).
4. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman
yang diterima secara kultural.
5. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
6. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-
mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh
gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran
1. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.
2. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.
3. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe
somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan
dismorfik tubuh).
4. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
5. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
6. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan
somatoform lain.
Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak
menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak
beralasan.
1. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.
2. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
3. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
1. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup
parah untuk memerlukan perhatian klinis.
2. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
3. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau
bertahannnya nyeri.
4. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).
5. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan
psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umum
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk
mempermudah diagnosis banding.
1. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
2. Salah satu (1)atau (2)
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis
umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi,
obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
3. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
5. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan
somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau
gangguan psikotik).
6. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau berpura-pura)
GANGGUAN PSIKOSOMATIK
Penggunaan kata ―psikosomatik ―baru digunakan pada awal tahun 1980-an. Istilah tersebut dapat
ditemukan pada abad ke-19 pada penulisan oleh seorang psikiater Jerman Johann Christian
Heinroth dan psikiater lnggns John Charles Bucknill.
Pilihlah nama bendasarkan sifat faktor psikologis (bila terdapat lebih dan satu faktor, nyatakan
yang paling menonjol)
Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (seperti gangguan depresif berat
memperiambat pemulihan dan infark miokardium)
Gejala psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresif memperlambat
pemulihan dan pembedahan; kecemasan mengeksaserbasi asthma)
Sifat kepribadlan atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis(misalnya
penyangkaian psikologis terhadap pembedahan pada seorang pasien kanker, perilaku bermusuhan
dan tertekan menyebabkan penyakit kandiovaskular).
Perilaku kesehatan maladaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak olahraga, seks
yang tidak aman, makan benlebihan).
Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis
umum (misalnya eksaserbasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau tension headache yang berhubungan
dengan stres).
Faktor psikologis lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis (misalnya faktor
interpersonal, kultural, atau religius)
I. Gangguan Gastrointestinal
1. Ulkus Peptikum
Merupakan ulserasi pada membran mukosa lambung atau duodenum, berbatas jelas, menemus ke
mukosa muskularis dan terjadi di daerah yang terkena asam lambung dan pepsin.
Etiologi
Teori spesifik
Alexander menghipotesiskan bahwa frustasi kronis dari kebutuhan ketergantungan yang kuat
menyebabkan konflik bawah sadar yang spesifik.
Konflik bawah sadar tersebut menyinggung ketergantungan kuat akan keinginan reseptif-oral
untuk disayangi dan dicintai, menyebabkan rasa lapar dan kemarahan bawah sadar yang regresif
dan kronis.
Reaksi dimanifestasikan secara psikologis oleh hiperaktivitas vagal persisten yang menyebabkan
hipersekresi asam lambung, yang terutama jelas pada orang yang memiliki predisposisi genetik.
Pembentukan ulkus dapat terjadi.
Faktor genetik dan kerusakan atau penyakit organ yang telah ada sebelumnya (contohnya
gastritis)adalah penyebab yang penting.
Terapi
Psikoterapi diarahkan pada konflik ketergantungan pasien.
Biofeedback dan terapi relaksasi berguna.
Terapi medis dengan cimetidine (Tagamet), ranitidine (Zantac), sucralfate (Carafate), atau
famotidine (Pepcid), serta pengendalian diet diindikasikan dalam penatalaksanaan ulkus. Obat
antimikrobial pada ulkus akibat H. Pylon.
2. Kolitis Ulseratif
Penyakit ulseratif inflamatoris kronis pada kolon, biasanya disertai diare berdarah. Insidensi
familial dan faktor genetik penting.
Tipe kepribadian: sifat kepribadian kompulsif yang menonjol. Pasien adalah seorang yang
pembersih, tertib, rapi, tepat waktu, hiperintelektual, malumalu, dan terinhibisi dalam
mengungkapkan kemarahan.
Etiologi
Teori spesifik:
Alexander menggambarkan kumpulan konflik spesifik pada kolitis ulseratif yaitu
ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban (biasanya tidak patuh) sampai kepada inti
ketergantungan. Ketergantungan yang mengalami frustasi menstimulasi perasaan agresif-oral,
menyebabkan rasa bersalah dan kecemasan. Menghasilkan pemulihan melalui diare.
Terapi
Psikoterapi yang tidak konfrontatif dan suportif diindikasikan pada kolitis ulseratif.
Terapi medis seperti obat antikolinergik dan antidiare.
3. Obesitas
Akumulasi lemak berlebihan; berat badan melebihi 20 % berat badan seharusnya.
Pertimbangan psikosomatik
Terdapat predisposisi genetik dan faktor perkembangan awal ditemukan pada obesitas masa anak-
anak.
Faktor psikologis penting pada obesitas hiperfagik (makan berlebihan), khususnya pada makan
pesta pora.
Faktor psikodinamika yang diajukan antara lain fiksasi oral, regresi oral, dan penilaian berlebihan
terhadap makanan.
Pasien memiliki riwayat penghindaran terhadap citra tubuh dan kebiasaan awal yang buruk dalam
asupan makanan.
Terapi
Dikendalikan melalui pembatasan diet dan penurunan asupan kalori.
Dukungan emosional dan modifikasi perilaku membantu mengatasi kecemasan dan depresi yang
berhubungan dengan makan berlebihan dan diet.
4. Anoreksia Nervosa
Perilaku yang diarahkan untuk:
Menghilangkan berat badan.
Pola aneh dalam menangani makanan.
Penurunan berat badan.
Rasa takut yang kuat terhadap kenaikan berat badan.
Gangguan citra tubuh.
Amenore pada wanita.
II. Gangguan Kardlovaskular
Asma Bronkialis
Penyakit obstruktif rekuren pada jalan napas bronkial, cenderung berespon terhadap berbagai
stimuli dengan konstriksi bronkial, edema, dan sekresi yang berlebihan.
Faktor genetika, alergik, infeksi, dan stres akut dan kronis berkombinasi untuk menimbulkan
penyakit.
Faktor psikologis: tidak ada tipe kepribadian spesifik yang telah diidentifikasi. Alexander
mengajukan faktor konfliktual psikodinamika, karena ia menemukan pada banyak pasien asma
adanya harapan yang tidak disadari akan perlindungan dan untuk diselubungi oleh ibu atau
pengganti ibu. Tokoh ibu cenderung bersikap melindungi adan cemas secara berlebihan,
perfeksionis, berkuaasa, dan menolong. Jika proteksi tersebut tidak didapatkan, serangan asthma
terjadi, karena ia menemukan pada banyak pasien asma adanya harapan yang tidak disadari akan
perlindungan dan untuk diselubungi oleh ibu atau pengganti ibu. Tokoh ibu cenderung bersikap
melindungi adan cemas secara berlebihan, perfeksionis, berkuaasa, dan menolong. Jika proteksi
tersebut tidak didapàtkan, serangan asma terjadi.
Terapi: beberapa pasien asma membaik dengan dipisahkan dan ibu (disebut parentektomi). Semua
psikoterapi standar digunakan: individual, kelompok, perilaku(desensitisasi sistematik), dan
hipnotik.6,8,9
Hay Fever
Faktor psikologis yang kuatberkombinasi dengan elemen alengi.
Terapi: faktor psikiatrik, medis, dan alergik harus dipertimbangkan.
1.
2.
3. Sindroma Hiperventilasi
Pasien hiperventilasi bennapas cepat dan dalam selama beberapa menit, merasa ningan, dan
selanjutnya pingsan karena vasokonstriksi serebral dan alkalosis respiratonik.
Differential diagnosis pada psikiatrik adalah serangan kecemasan, panik, skizofnenia, gangguan
kepribadian histnionik, dan keluhan fobik atau obsesif
Terapi: harus diberikan instruksi atau latihan ulang benhubungan dengan gejala tertentu dan
bagaimana gejala tersebut ditimbulkan oleh hiperventilasi, sehingga pasien secana sadar
menghindani pencetus gejala. Bemafas ke dalam sebuah kantong dapat menghentikan serangan.
Psikoterapi suportif juga diindikasikan.
Tuberkulosis
Onset dan perburukan tubenkulosis seringkali berhubungan dengan stres akutdan kronis.
Faktor psikologis mempenganuhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi dayatahan pasien
terhadap penyakit.
Penanan stres pada insidensi tuberkulosis belum dipelajari secara menyeluruh, tetapi sebagian
besan pasien AIDS memiliki komplikasi psikiatrik dan neunologis dan besar kemungkinannya
mengalami stres.
Psikoterapi suportif berguna karena adanya peranan stres dan situasi psikososial yang rumit.
1. Hipertiroidisme
Suatu sindroma yang ditandai oieh perubahan biokimiawi danpalkologis yang terjadi sebagai
akibat dan kelebihan hormon_tiroid~eñdogen atau eksogen yang kronis.
Pertimbangan psikosomatik
Pada orang yang terpredisposisi secara genetik, stres seringkali disentai dengan onset
hipertiroidisme.
Menurut teori psikoanalitik, selama masa anak-anak, pasien hipertiroid memiliki penlekatan yang
tidak lazim dan ketergantungan pada onangtua, biasanya kepada ibu. Mereka menjadi tidak tahan
terhadap ancaman penolakan dani ibu. Sebagai anak-anak, pasien tersebut seringkali memiliki
dukungan yang tidak adekuat karena stres ekonomi, perceraian, kematian, atau banyak saudara
kandung. Keadaan ml menyebabkan stres awal dan pemakaian benlebihan sistem endoknin dan
frustrasi lebih lanjut.
Dukungan yang tidak adekuat karena stres ekonomi, perceraian, kematian, atau banyak saudara
kandung. Keadaan ml menyebabkan stnes awal dan pemakaian benlebihan sistem endoknin dan
frustrasi lebih lanjut.
Terapi: medikasi antitiroid, tranquilizer, dan psikotenapi suportif.
2. Diabetes Melitus
Gangguan metabolisme dan sistem vaskular dimanifestasikan gangguan pengaturan giukosa,
lemak, dan protein tubuh
Onset yang mendadak seringkali berhubungan dengan stres emosional, yang mengganggu
keseimbangan homeostatik pada pasien yang terpredisposisi.
Faktor psikologis yang tampaknya penting adalah faktor yang mencetuskan perasaan fnustnasi,
kesepian, dan kesedihan.
Pasien diabetik biasanya mempertahankan kontnol diabetiknya. Jika mengalami depresi atau
merasa sedih, mereka seringkaii makan atau ininum benlebihan yang merusak diri sendini,
sehingga diabetes menjadi tidak terkendali.
Terapi: psikotenapi suportif dipenlukan untuk mencapai kerjasama dalam penatalaksanaan medis
dani penyakit kompleks. Terapi harus mendorong pasien diabetik untuk menjalani kehidupan
senonmal mungkin, dengan menyadari bahwa mereka memiliki penyakit kronis yang dapat
ditangani.
3. Gangguan Endokrin Wanita
Sindroma pramenstruasi (Premenstrual Syndrome! PMS)
Merupakan gangguan disforik pramenstruasi, ditandai oleh perubahan subjektmfsikiis dalam
mood dan rasa kesehatan fisik dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi.
Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat secana bertahap, dan mencapai
intensitas maksimum kira-kira lima han sebelum menstruasi dimulai.
Faktor psikologis, sosial, dan biologis telah terlibat di dalam patogenesis gangguan.
Perubahan kadar estrogen, progesteron, androgen, dan proiaktin telah dihipotesiskan berperan
penting dalam penyebab.
Peningkatan prostaglandin tenlibat dalam rasa nyerii yang benhubungan dengan gangguan.
Gangguan disfonik paramenstruasi juga terjadi pada wanita setelah menopause dan setelah
histerektomi.
Penderltaan Menopause (Menopause Distress)
Peristiwa fisiologis alami, terjadi setelah tidak ada peniode menstnuasi selama satu tahun. Juga
teijadi segera setelah pengangkatan ovarium.
Gejala psikologis tenmasuk kelelahan, kecemasan, ketegangan, labilitas emosional, initabilitas
(mudah marah), depresi, dan insomnia.
Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka merah, rasa panas (hot flushes)
Faktor psikologis dan psikososial
Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis, seperti harga diri yang rendah dan
kepuasan hidup rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama menopause.
Respon seorang wanita terhadap menopause telah ditemukan sejalan dengan responnya dengan
peristiwa kehidupan panting di dalam hidupnya, seperti pubertas dan kehamilan.
Wanita yang tenikat pada banyak melahirkan anak dan aktivitas mengasuh anak paling rentan
untuk mendenita selama tahun-tahun menopause.
Permasalahan tentang ketuaan, kehilangan kemampuan metahinkan anak, dan perubahan
penampilan dipusatkan pada kepentingan sosial dan simbolik yang melekat pada perubahan fisik
menopause.
Penelitian epidemiologis tidak menunjukkan peningkatan gejala gangguan mental atau depresi
selama tahun-tahun menopause, dan penelitian tentang keluhan psikologis tidak menemukan
adanya frekuensi yang lebih besar pada wanita menopause.
Terapi: gangguan psikologis harus dipeniksa dan diobati tenutama oleh tindakan psikotenapetik
dan sosioterapettik yang sesuai. Psikoterapi harus tenmasuk penggalian stadium kehidupan dan
anti ketuaan dan reproduksi bagi pasien. Pasien harus didorong untuk menenima menopause
sebagai penistiwa kehidupan alami dan untuk mengembangkan aktivitas, ininat, dan kepuasaan
baru. Psikoterapi juga harus memperhatikan dinamika keluarga. Sistem pendukung keluarga dan
sosial Iainnya jika diperlukan.
Amenore Idiopatik
Hilangnya siklus menstruasi normal pada wanita yang tidak hamil dan pramenopause tanpa
adanya kelainan stuktural otak, hipofisis, atau ovarium.
Amenore dapat teijadi sebagai salah satu cmi sindroma psikiatrik klinis yang kompleks, seperti
anoneksia nervosa dan pseudokiesis.
Fungsi menstruasi yang terganggu (menstruasi yang lebih cepat atau lambat) adalah respons
seorang wanita sehat terhadap stres. Stres ringan seperti meninggalkan numah untuk masuk ke
perguruan tinggi atau stres berat dapat berpenganuh.
Sebagian besar wanita, siklus menstruasi kembali normal tanpa adanya intervensi medis,
walaupun kondisi stres terus berjalan.
Psikoterapi dilakukan untuk alasan psikologis, bukan hanya sebagai nespon terhadap gejala
amenone. Jika amenore sukar diobati, psikoterapi dapat membantu memulihkan menstruasi yang
teratur.
V. GANGGUAN KULIT
Pruritus menyeluruh
lstilah ―pruritus psikogenik menyeluruh‖ (generalized psychogenic pruritis) menyatakan bahwa
tidak ada penyebab organik.
Konflikemosional tampaknya menyebabkan terjadinya gangguan.
Emosi yang paling sering menyebabkan pruritus psikogenik menyeluruh adalah kemarahan dan
kecemasan yang terepresi. Kebutuhan akan perhatian merupakan karakteristik umum pada pasien.
Menggaruk kulit memberikan kepuasaan pengganti utnuk kebutuhan yang mengalami frustrasi,
dan menggaruk mencerminkan agresi yang dibalikkan kepada diri sendiri
Pruritus setempat
Pruritus ani. Penelitian menunjukkan riwayat iritasi lokal atau faktor sisemik umum. Keadaan ini
merupakan keluhan yang mengganggu pekerjaan dan aktivitas sosial. Penelitian terhadap
sejumlah besar pasien mengungkapkan bahwa penyimpangan kepribadian seringkali mendahului
kondisi dan gangguan emosional seringkali mencetuskan gejala ini.
Pruritus vulva. Pada beberap pasien, kesenangan yang didapat dani menggosok dan menggaruk
adalah disadani. Mereka menyadari bahwa ml adalah simbolik dan masturbasi. Tetapi elemen
kesenangan dinepresi. Sebagian besar pasien yang diteliti memberikan riwayat panjang frustrasi
seksual, seringkali diperkuat pada saat onset pruritus.
1. Hiperhidrosis
Keadaan takut, marah, dan tegang dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat.
Benkeringat pada manusia memiliki dua bentuk berbeda: termal dan emosional.
Berkeringat emosional terutama pada telapak tangan, telapak kaki, dan aksiia.Berkeringat termal
paling jelas pada dahi, leher, batang tubuh, punggung tangan, dan lengan bawah.
Kepekaan nespon berkeringat emosional merupakan dasan untuk pengukunan keringat melalui
respon kulit galvanik (alat penting dalam penelitian psikosomatik), biofeedback, dan poligrafi
(tes detektor kebohongan.
Di bawah keadaan stres emosional, hipenhidnosis menyebabkan perubahan kulitsekunder, warn
kulit, lepuh, dan infeksi.
Hiperhidrosis dapat dipandang sebagal fenomena kecemasan yang diperantarai oleh sistern
sanafotonom.
Artrltls Rematold
Ditandai oleh nyeri muskuloskeletal kronis yang disebabkan oleh penyakit peradangan pada
sendi.
Memiliki faktor penyebab herediter, alergik, mmunologi, dan psikologi yang penting.
Stres psikologis mempredisposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakitautoimun lain
melalui supresi kekebalan.
Pasien merasa tenkekang, terikat, dan terbatas. Mereka seringkali memiliki rasa marah yang
terepresi karena terbatasnya fungsi otot-otot mereka, sehingga memperberatkekakuan dan
imobilitas mereka.
Terapi: psikoterapi suportif selama serangan kronis. Istirahat dan latihan harus terstnuktur, dan
pasien harus didorong untuk tidak menjadi tenikat pada tempat tidur dan kembali ke aktivitas
mereka sebelumnya.
LowBackPain
Nyeri punggung bawah seringkali dilaponkan pasien bahwa nyerinya dimulai pada saat trauma
psikologis atau stres.
Reaksi pasien terhadap nyeri tidak sebandmng secara emosional, dengan kecemasan dan depresi
yang berlebihan.
Terapi berupa psikotenapi suportif tentang trauma emosional pencetus, terapi relaksasi, dan
biofeedback. Pasien harus didorong kembali ke aktivitas mereka segera mungkin.
VII .PSIKO-ONKOLOGI
Karena kemajuan pengobatan telah mengubah bahwa kanker dari tidak dapat disembuhkan
menjadi penyakit yang seringkali kronis dan sering dapat diobati, aspek psikiatrik dan kanker
(reaksi terhadap diagnosis dan terapi) semakin penting.
Masalah Paslen
Jika pasien mengetahui bahwa mereka menderita kanken, reaksi psikologis mereka adalah rasa
takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa takut ditelantarkan dan kehilangan
kemandirian, rasa takut diputuskan dan hubungan, fungsi peran, dan finansial; dan penyangkalan,
kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah. Kira-kira separuh pasien kanken menderita gangguan
mental. Di antaranya gangguan penyesuaian (68%). Dengan gangguan depresif berat (13%) dan
delirium (8%) merupakan diagnosis selanjutnya yang tersering. Walaupun pikiran dan keinginan
bunuh diri sering ditemukan pada pasien kanker, insidensi bunuh din sebenarnya hanya 1.4
sampai 1.9 kali dari yang ditemukan pada populasi umum
KESIMPULAN
Gangguan psikosomatis merupakan gangguan yang melibatkan antara pikiran dan tubuh. Hal ini
berarti bahwa adanya faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.
Komponen emosional memainkan penanan penting pada gangguan psikosomatis.
Manifestasi penyakit fisik juga sering diturunkan dan kepnibadian seseorang.
Gangguan psikosomatis dapat rnelibatkan berbagai sistem organ di dalam tubuh sehingga
memerlukan penanganan secara terintegrasi dari ahli medis dan ahli psikiatri.
Pengobatan gangguan psikosomatik dani sudut pandang psikiatrik adalah tugas yang sulit.
Tujuan terapi haruslah mengerti motivasi dan mekanisme gangguan fungsi dan untuk membantu
pasien mengerti sifat penyakitnya.
Tilikan tersebut harus menghasilkan pola perilaku yang berubah dan lebih sehat.
Terapi kombinasi sangat bermanfaat untuk mencapai resolusi gangguan struktural dan
reorganisasi gangguan kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 6th edition.
USA: Williams and Wilikins Baltimore.
2. Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta: BinanupaAksara.
3. ―Psychosomatic Medicine: The Puzzling Leap‖. Diakses dan:
http://www.nlm.nih.gov/hmd/emotions/images/2b25b.jpg pada tanggal 20 Agustus 2007 pukul
17.00 WIB.
4. ―Physiology of Stress I Psychosomatic Medicine.‖ Diakses dan:
http://home.earthlink.netl—gniesinger/nillness.htm pada tanggal 20 Agustus 2007 pukul 17.10
WIB.
5. KoIb, Lawrence. 1968. Noyes‘ Modern Clinical Psychiatry 7th edition Asman edition.
Philadelpia : W.B Saunders Company.
6. ―Psychosomatic Disorders.‖ Diakses dan:
http://www.surgerydoor.co.uk/medical_conditions/lndiceslP/psychosomatic_disordens.htm pad
a tanggal 21 Agustus 2007 pukul 20.05 WIB.
7. ―Psychosomatic Disoders.‖ Diakses dan:
http:llwww.patient.co.uk/showdoc/27000225/ pada tanggal 21 Agustus 2007 pukul 19.50 WIB
8. ―Psychosomatic Disorders.‖ Diakses dani:
http://en.wikipedia.org/wiki/Medically_unexplained_physical_symptoms pada tanggal
2oAgustus 2007 pukul I 8.45 WIB.
9. Indonesia, Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Ill cetakan pertama. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
10. Wittkower, Enic.D dan Hector Wannes (editor). 1977. Psychosomatic Medicine Its Clinical
Applications. USA: Hanperand Row Publishers, Inc.
GEJALA, LATAR BELAKANG PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN ANAK
DENGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTVITAS
(GPPH) DAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTISTIK
Dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K)
Psikiater Anak dan Remaja
Pendahuluan
GPPH dan gangguan spektrum autistik merupakan dua buah kasus yang cukup sering
ditemukan dalam praktik sehari-hari. Walaupun berbeda dalam gejala dan perjalanan
penyakitnya, namun ke dua gangguan ini termasuk dalam gangguan perkembangan.
Sejak bayi dilahirkan, ia sudah berhadapan dengan proses belajar yang sangat tergantung pada
tingkat perkembangan yang telah dicapainya, yang akan menentukan kemampuan yang ada
dalam dirinya. Hal ini akan berjalan terus sampai anak masuk sekolah dan mengikuti proses
pembelajaran formal yang ada. Saat inilah, anak akan dirangsang untuk mengembangkan rasa
cinta akan belajar, kebiasaankebiasaan belajar yang baik dan rasa percaya diri sebagai pelajar
yang sukses. Namun tidak semua hal di atas selalu berjalan dengan lancar dan mulus, apalagi
pada anak dengan GPPH dan gangguan spektrum autistik yang mengalami berbagai
permasalahan dalam mengontrol perilaku dan emosinya.
Impulsivitas
1.2. Permasalahan
Anak dengan GPPH seringkali mengalami kesulitan dalam memenuhi berbagai tugas dan
tanggung jawabnya oleh karena adanya disfungsi pada aspek monitoring, persepsi, memon
dan kontrol motonknya. Banyak teon yang berusaha untuk menjelaskan hal mi dengan
berbagai kelemahan dan kekuatannya, namun hampir semuanya setuju bahwa fokus kelainan
pada GPPH adalah bersumber pada kompleksitas dan dimensi fungsi kognitif anak, sehingga
dapat dikatakan sebagai gangguan dengan adanya defisit dalam fungsi metakognisi anak.
Dengan demikian, anak dengan GPPH seringkali menunjukkan adanya defisit dalam proses
perencanaan, monitor dan regulasi perilaku. Oleh karena itu, led Virginia Douglas
menyatakan bahwa GPPH merupakan gangguan negulasi din dengan dampak yang pervasif
pada fungsi anak sehari-hari.
Dan sudut pandang lain dikatakan bahwa, anak dengan GPPH menunjukkan adanya defisit
dan responsterhadap kontrol motorik, defisit pada pemenuhan gerakan motorik halus, dan
defisit dalam proses inhibisi terhadap pola respons perilaku yang sedang dilakukan. Hal ini
dikaitkan dengan adanya inhibisi perilaku yang kurang aktif dan gangguan pada proses sistim
pengembalian perilaku (behavioraireward system) pada anak dengan GPPH. Dengan
demikian, anak dengan GPPH senngkali menunjukkan masalah dalam berbagai tugas yang
memerlukan konsentrasi yang optimal dan akurasi serta aturan-aturan tententu. Hal ini
tentunya juga akan berkaitan dengan sikap motivasi yang rendah serta masalah dalam sistim
regulasi diri.
Akibat yang terjadi adalah anak dengan GPPH seringkali mengalami kesulitan dalam
berbagai aspek kehidupannya seperti kesulitan belajar, kesulitan berinteraksi dengan teman
sebaya serta lingkungannya. Semua ini tentunya akan menurunkan kualitas hidup anak baik
saat ini maupun di kemudian hari
1.3. Tatalaksana
National Intistute of Mental Heaflh, dan juga organisasi professional lainnya di dunia seperti
AACAP (American Academy of Child and Adolescent Psychiatry) sepakat bahwa
penatalaksanaan anak dengan GPPH membutuhkan pendekatan yang multimodal, yang
mencakup pemberian obat-obatan, terapi perilaku, serta pemberian edukasi pada orang tua dan
guru. Berdasarkan pengalaman, hal di atas tampaknya sesuai dengan kenyataan yang ditemui
dalam praktik sehari-hari. Walaupun sudah tersedia beberapa obat pilihan untuk anak dengan
GPPH yang cukup baik seperti metilfenidat dengan mekanisme kerja jangka panjang maupun
OROS (Osmotic Release Oral System) yang mempunyai efektivitas sekitar 12 jam. Namun
orang tua, guru maupun anak dengan GPPH ternyata juga memerlukan beberapa pendekatan
penatalaksanaan lainnya.
Angka kejadian;
Victor Lotter (1966), prevalensi diperkirakan sekitar 0.2-0.4 per mil. Namun saat ini
prevalensi diperkirakan sekitar 1.5-2.0 per mil.
Ratio antara anak alaki-laki dan perempuan sekitar 2.6-4: 1
Tidak ada perbedaan yang jelas dan antara ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan
dalam terjadinya Gangguan Spektrum Autistik.
Size of target Prevalence Rate
Study, Year Country Criteria
Population (Per 10.000)
Lotter, 1966 UK 78 ribu Kanner 4.5
Wing et al, 1976 UK 25 ribu Kanner 4.8
Hoshino et al, 1984 Japan 610 ribu Kanner 2.3
Gillberg et al, 1984 Sweden 128 ribu DSM II 4
Bryson et al, 1988 Canada 20 ribu DSM III R 10.1
Sugiyama, Abe, ‘89 Japan 12 ribu DSM III 13
Gillberg et al, 1991 Sweden 78 ribu DSM III R 9.5
Fombonne et al, ‘97 France 32 ribu ICD X 5.3
2.1. Kriteria Diagnostik
2.2. Permasalahan
Anak dengan gangguan spektrum autistik mempunyai gambaran yang unik mengenai diri dan
lingkunganya. Hal ini merupakan satu permasalahan yang serius dan memerlukan penanganan
yang serius oleh karena akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak
selanjutnya. Beberapa kecenderungan yang dapat diamati seperti;
1. Selektif berlebihan terhadap rangsang yang datang dan sekitarnya sehingga anak
mengalami kemampuan yang terbatas dalam menangkap stimulus tersebut.
2. Kurangnya motivasi, hal ini tidak hanya disebabkan oleh karena mereka mengisolasikan
dirinya serta asyik dengan dunianya sendiri, tetapi merekajuga cenderung tidak mempunyai
motivasi untuk mengenal dunia di luar dirinya sendiri. Kondisi ini membuat anak dengan
gangguan spektrum autistik tidak mapu atau kurang mau menjelajahi lingkungan baru.
3. Adanya perilaku stimulasi diri yang merupakan suatu perilaku yang tidak produktif dan akan
mengganggu interaksi sosial, juga mengganggu proses belajar
4. Respons terhadap imbalan yang unik dan bersifat individualistik dan seringkali sulit
diidentifikasi
5. Adanya perilaku yang berlebihan seperti tantrum dan perilaku stimulasi diri, agresivitas, serta
melukai diri sendiri,
6. Adanya perilaku berkekurangan seperti tidak mau berbicara, tidak mau berinteraksi
sosial dengan lingkungan sosialnya, defisit dan sistem indera, fungsi keterampilan motonk yang
buruk
2.3. Tatalaksana
Bersifat komprehensif dan harus dilakukan sediri mungkin segera setelah diagnosis ditegakkan.
Keberhasilan tatalaksana tergantung dari;
Terapi medikamentosa
Terapi wicara (Speech-language Therapy)
Terapi perilaku
Terapi okupasi
Terapi integrasi sensorik
Terapi Orthopaedagogik
Auditory integration training (AlT)
Terapi kelompok
Diet CFGF
dll
Rujukan
KEDARURATAN PSIKIATRI
Adalah tiap gangguan pada pikiran, perasaan dan tindakan seseorang yang memerlukan
intervensi terapeutik segera.
Diantara berbagai macam gangguan tersebut yang paling sering adalah SUICIDE (BUNUH
DIRI) dan VIOLENCE AND ASSAULTIVE BEHAWOR (PERILAKU KEKERASAN DAN
MENYERANG).
BUNUH DIRI
Di Amerika tiap tahun kasus bunuh diri yang berhasil mencapai 30.000 orang per tahun. Angka
ini menunujukkan jumlah orang yang mencoba bunuh diri jauh lebih besar lagi, diperkirakan 8
sampai 10 kali lebih besar dan jumlah tersebut. Di Indonesia belum ada data mengenai hal ini.
Dan data yang ada, 95% kasus bunuh diri berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa diantaranya
80% mengalami Depresi, 10% Skizofrenia dan 5% Dementia/Delirium. Sedangkan sekitar 25%
lainnya mempunyai diagnosa ganda yang berkaitan dengan Ketergantungan Alkohol.
Menurut Adam.K mereka yang mempunyai resikotinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah
pria, usia diatas 45 tahun, tidak bekerja, bercerai atau ditinggal mati pasangan hidupnya,
mempunyai nwayat keluarga yang bermasalah, mempunyai penyakit fisik kronis, mempunyai
gangguan kesehatn jiwa, tidak mempunyai hubungan keluarga yang baik, miskin dalam
hubungan sosial atau cenderung mengisolasi diri
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menduga adanya resiko bunuh diri:
Diagnosis
Beratnya Depresi
Kuatnya ide bunuh diri
Kemampuan pasien dan keluarga mengatasi masalahnya
Keadaan kehidupan pasien
Tersedianya support sosial bagi pasien
Ada tidaknya faktor resiko bunuh diri pada saat kejadian
Yang bisa dilakukan DOKTER KELUARGA /UMUM jika menjumpai pasien dengan
percobaan bunuh diri sebaiknya lakukan pertolongan pertama jika diperlukan, rujuk pasien ke
rumah sakit terdekat sambil membenkan penjelasan ke keluarganya bahwa kondisi pasien perlu
evaluasi dan pertolongan lebih jauh baik fisik maupun mentalnya (tergantung kondisi pasien).
Gambaran diatas tidak selalu mudah untuk bisa langsung diidentifikasi karena bisa terjadi
overlaping gejala satu dengan yang lainnya.
Tanda-tanda adanya penilaku kekerasan yang mengancam:
Untuk menduga kemungkinan terjadinya perilaku kekerasan pada seorang pasien tidak mudah.
Namun ada beberapa hal yang bisa menjadi petunjuk untuk diperhatikan, misalnya:
Yang bisa dilakukan DOKTER KELUARGA UMUM dalam menghadapai kasus perilaku
kekerasan dan menyerang seperti ini adalah rujuk ke Rumah Sakit Jiwa terdekat jika sudah bisa
dipastikan bukan disebabkan masalah fisik. Seandainya masih meragukan antara masalah fisik
dan mental rujuk ke Rumah Sakit Umum terdekat yang lengkap fasilitasnya. Jika kondisi
pasien tidak terlalu berat, masih bisa dilakukan pemeriksaan dengan cukup terang dan cukup
kooperatif serta kondisi gangguan flsik bisa disingkirkan , bisa diberikan:
Hal lain yang sangat penting diingat adalah merupakan kontra indikasi memberikan obat
antipsikotik pada pasien dengan trauma kepala walaupun menunjukkan gejala gaduh gelisah.
Pada keadaan seperti ini secepatnya dinujuk ke Rumah Sakit Umum terdekat yang lengkap
fasilitasnya.
Pendahuluan
Prinsip pelayanan kesehatan jiwa dapat dibagi dalam tiga jenis pelayanan:
Pada kali ini akan dibahas khusus pelayanan kesehatan jiwa integratif, yaitu pelayanan
kesehatan jiwa yang dilakukan oleh dokter umum dalam praktik sehariharinya.
Menurut The World Health Report 2001 dikatakan bahwa prevalensi gangguan mental dan
perilaku adalah:
25 % dari seluruh penduduk pada suatu masa dari kehidupannya pernah mengalami gangguan
jiwa
40 % diantaranya didiagnosis secara tidak tepat, sehingga menghabiskan biaya untuk
pemeriksaan laboratonium dan pengobatan yang tidak tepat
10 % populasi dewasa pada suatu ketika dalam kehidupannya mengalami gangguan jiwa
24% pasien pada pelayanan kesehatan dasar
Sedangkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) pada tahun 1995 oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI dengan
menggunakan rancangan sampel dan Sensus Nasional (Susenas) Biro Pusat Statistik (BPS)
terhadap 65.664 rumah tangga, didapatkan prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota
keluarga yaitu pada usia 5-14 tahun 104 orang, pada usia diatas 15 th 140 /1000. Sedangkan
prevalensi diatas 100 /1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian (priority public health problem). Dengan demikian
gangguan jiwa sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat
perhatian.
Sesungguhnya gangguan fisik dan gangguan mental tidak bisa dipisah-pisahkan, upaya
memisahkan fisik dan mental merupakan upaya dikotomis dan hal ini tidak tepat dalam
pendekatan eklektik-holistik; dan semua gangguan itu sesungguhnya dapat dilakukan dengan
pendekatan psikosomatik. Gangguan fungsional mempunyai komponen organik, misalnya
perasaan sedih dapat mengeluarkan air mata; gangguan fisik pun mempunyai komponen
psikologik, misalnya karena adanya virus HIV dalam darah sudah dapat menimbulkan depresi
(somatopsikis), walaupun virus HIV belum menyerang otaknya.Pembagian organik dan
fungsional dalam praktik umum, hanya untuk kemudahan pemeriksaan saja, sedangkan
pendekatannya tetap secara ekietik holistik.
Pengertian dasar
Untuk dapat melakukan deteksi dini gangguan mental, diperlukan beberapa pengertian dasar
seperti berikut : yang dimaksud dengan gangguan organik atau penyakit fisik adalah gangguan
mengenai organ tubuh, ada gejala dan tanda-tanda obyektif, ada gangguan faali atau kerusakan
jaringan atau struktural pada organ tubuh, dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fisik,
laboratonium, radiologi, EEG, CT scan, USG, MRI, PET-scan dan sebagainya.
Sedangkan gangguan psikologik atau gangguan mental adalah gangguan pada fungsi
mental(jiwa) yaitu fungsi yang berkaitan dengan emosi (perasaan), kognisi (pikiran), konasi
(perilaku); juga ada gejala dan tanda-tanda obyektif (psikopatologi yang nyata secara klinis),
bisa disertai dengan/tanpa kerusakan struktur/jaringan susunan saraf pusat; juga ada keluhan
atau penderitaan (distres) dan pasien dan/atau keluanganya; biasanya disertai disabilitas atau
disfungsi yaitu ganguan pada fungsi pekerjaan, fungsi sosial, dan fungsi sehari-hari.
Etiologinya multi faktorial yaitu secara organobiologik, psikologik, pendidikan, dan sosial-
budaya.
Etiologi Organobiologik
Penyakit Otak (Intraserebral) seperti gangguan degeneratif, infeksi pada otak, ganguan
cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsi, neoplasma, toksik (NAPZA), dan herediter.
Etiologi Psikologik
Seperi krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin; tekanan
khususnya dan dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustrasi, suatu kegagalan
dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti salah asih, salah asah,
salah asuh; dan takterpenuhinya kebutuhan psikologik seperti: rasa aman, nyaman, perhatian,
kasih-sayang.
Etiologl Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi,
akses ke pelayanan kesehatan, problem hukum / kriminal dan problem psikososial lainnya.
Tanda/gejala organik
Faktor organik spesifik yang diduga ada kaitannya dengan gangguan kejiwaan seperti
penyakit/gangguan sistemik atau otak yaitu yang berkaitan dengan etiologi organobiologik.
Tanda dan gejalanya adalah penurunan kesadaran patologik dan delinum, apathia, somnolen,
sopor, sampai koma; adanya gangguan fungsi intelektual atau fungsi kognitif, seperti gangguan
daya ingat, daya pikir, daya belajar, gangguan perhatian yaitu berkurangnya kemampuan
mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian; ada gangguan
orientasi tempat, waktu dan perorangan; bisa disertai gangguan persepsi seperti halusinasi
visual.
Tanda/Gejala Penggunaan NAPZA
Keparahannya dan intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yamg merugikan, sampai
gangguan psikotik dan demensia. Ada riwayat penggunaan zat psikoaktif secara patologik
artinya setiap hari harus menggunakan zat psikoaktif agar dapat berfungsi secara
adekuat/memadai minimal satu bulan.
Intoksikasi adalah suatu gangguan mental dimana terdapat tingkah laku maladaptive akibat
penggunaan zat psikoaktif.
Penyalahgunaan zat tanpa ketergantungan: pola penggunaan zat psikoaktif secara patologik
disertai hendaya dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan telah berlangsung paling kurang satu
bulan.
Ketergantungan bila ada ketergantungan fisiologik yang dibuktikan dengan adanya toleransi
dan sindrom putus zat dan hampir selalu disertai penggunaan patologik yang mengakibatkan
hendaya dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
Toleransi berarti untuk mendapatkan efek yang sama dan zat tersebut, diperlukan peningkatan
dosis.
Sindrom putus zat (withdrawal) terjadi bila ada pengurangan yang cukup banyak dan zat yang
rutin digunakan atau mendadak menghentikan penggunaan zat tersebut.
Gejala-gejala Psikotik
Waham: keyakinan menetap yang tak sesuai dengan kenyataan dan selalu dipertahankan
Halusinasi: persepsi pancaindera tanpa sumber rangsangan sensorik eksternal
Inkoherensi: pembicaraan/tulisan yang tidak dapat dimengerti
Katatonla: gangguan psikomotor seperti mematung, fleksibilitas lilin, stupor, furor
(kegelisahan yang muncul secara mendadak), gerakan stereotipik
Perilaku kacau: telanjang, gelisah, mengamuk, menarik diri, perilaku aneh
Gejala negatif (kehilangan kemampuan yang biasanya ada pada orang yang tidak sakit) pada
skizofrenia kronis seperti inatensi, afek mendatar, abulia, alogia, avoliition, asosialiitas, tak
merawat diri, apatis terhadap lingkungan.
Gejala Afektif
Afek/mood adalah suasana perasaan internal yang berkepanjangan dan meresap, yang sering
mempengaruhi perilaku dan persepsi individu akan dunia luar seperti anxietas (cemas
patologik), depresi dan mania
Anxietas : rasa khawatir yang berlebihan, disertai dengan ketegangan motorik dan
hiperaktivitas otonom seperti berdebar-debar, keringat dingin, dan tensi naik.
Fobia : ketakutan irasional yang menetap terhadap suatu obyek atau situasi
o fobia sosial : takut diperhatikan, salah tindak dan sebagainya
o agorafobia : fobia terhadap keramaian dan kesendirian
o klaustrofobia : fobia terhadap ruang tertutup, seperti dalam lift
o akrofobia : fobia terhadap ketinggian
Panik : kecemasan yang memuncak dan sesaat saja, pada situasi yang tak berbahaya
Obsesif-kompulsif : pikiran dan perbuatan berulang yang tak bisa dihindarkan
Depresi: rasa sedih yang berlebihan dan berkepanjangan, kehilangan minat dan kegembiraan,
dan berkurangnya enersi, sehingga mudah lelah, aktivitas berkurang. Gejala-gejala depresif :
o rasa sedih, murung, putus asa, rendah diri
o kehilangan gairah kerja, gairah belajar, gairah seks, lesu, aktivitas berkurang
o gangguan makan dan gangguan tidur, keluhan fisik lainnya
o menyendiri, tak suka bergaul, kurang komunikasi
o ingin mati, rasa bersalah, tak ada semangat
Mania: suasana perasaan yang meningkat, disertai peningkatan daham jumlah dan kecepatan
aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan, gejalanya:
o Rasa senang yang berlebih
o Enersi yang bertambah, timbul hiperaktif, kebutuhan tidur berkurang
o Psikomotilitas meningkat: banyak bicara, ide kebesaran, sangat optimistik
Keluhan fisik yaitu keluhan fisik tanpa jelas ada faktor mental emosional. Seperti: kurus,
kurang gizi; penglihatan kabur, katarak; bisul, koreng, demam, muntaber; varices, wasir,
perdarahan; patah tulang, cedera kepala; kencing manis; benjolan di buah dada; keracunan
singkong beracun; kelainan bawaan, thalasemia. Pada keluhan fisik, bilajelas tak ada masalah
mental emosional dibalik keluhan fisiknya, langsung diterapi sesuai dengan diagnosis flsik.
Keluhan psikosomatik yaitu keluhan fisik yang berlatar belakang faktor mental emosional.
Keluhan Psikosomatik berkaitan dengan sistem organ:
o Kardio-vaskuler: keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah
o Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis
o Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma
o Dermatologi: keluhan gatal, eksim
o Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang
o Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea
o Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks
o Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsi
Pada keluhan psikosomatik, biasanya dibalik keuhan flsiknya ada masalah kejiwaannya;
masalah kejiwaan yang paling sering menyertai keluhan psikosomatik ini adalah gejala
anxietas, dan gejala depresi.
Keluhan mental emosional yaitu keluhan yang berkaitan dengan fungsi mental seperti emosi,
kognisi dan konasi. Keluhan mental emosional dapat berupa:
o Gejala psikotik: halusinasi, waham, inkoherensi, katatonia, perilaku kacau, gejala negatif
o Gejala anxletas: cemas, khawatir, berdebar, keringat dingin
o Gejala depresif: murung, tak bergairah, putus asa, menyendiri, pasif, tak banyak bicara
o Gejala manik: gembira, banyak bicara, aktif sekali
o Retardasi mental: bodoh, tak bisa mengikuti pelajaran, sukar mengadakan adaptasi, sejak
usia dibawah 18 tahun
o Pemakaian NAPZA: teler, sakau, curiga (‗parno‘), takut
o Anak dan remaja: kesulitan belajar, gangguan perkembangan, gangguan makan, gangguan
perilaku, masih mengompol pada anak diatas 5 tahun, gangguan interaksi, komunikasi,
gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas
Pada pasien yang datang dengan keluhan psikosomatik dan keluhan mental emosional maka
yang perlu dilakukan oleh dokter adalah menetapkan:
Gejala kejiwaan yang disertai dengan distres/penderitaan dan/atau gangguan fungsi disebut
Gangguan Mental
Gangguan Mental yang disebabkan stresor organobiologik disebut Gangguan Mental
Organik(GMO)
Gangguan Mental yang disebabkan stresor psikososial disebut Gangguan Mental Non
Organik (GMNO)
Pembuatan diagnosis (kode diagnosis lCD 10)secara cepat dan petunjuk terapi:
1. Kalau pasien hanjut usia (diatas 65 th) datang dengan keluhan utama: gangguan daya ingat,
tanpa penurunan kesadaran secara patologik => Demensia (F00#)
Pedoman praktis terapi demensia, prinsip umumnya adalah:
Identifikasi dan obati kondisi medik umum seperti tiroid, B12, HIV; pasien kontrol satu kali
setiap minggu, kemudian satu kahi setiap bulan; evaluasi potensi bunuh diro dan cedera diri;
dilarang mengemudikan kendaran bermotor; jangan biarkan pergi sendirian sertakan identitas
diri yang melekat pada tubuhnya seperti gelang dengan nomor telepon dan alamat; beritahu
keluarga tentang penyakitnya, keputusan keuangan, surat wasiat, kelompok pendukung,
organisasi masyarakat. Obat yang bisa diberikan adalah vitamin E, neurotropik, nootropik,
ginkobiloba, ergot mesylate (hidergine), tacrine, donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon),
galantamine (Reminyl)
2. Kalau pasien datang dengan kesadaran berkabut (penurungan kesadaran secara patologik, dan
kesadaran berkabut sampai koma), berkurangnya kemampuan mengarahkan, memusatkan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian, bisa disertai halusinasi, waham, berlangsung
kurang dari 6 bulan => Delirium (F05) Terapi delirium adalah terapi kausal. Perlu dukungan
fisik agar tidak timbul kecelakaan, dukungan sensor agar tidak terlalu dirangsang atau terialu
kurang dirangsang, dan dukungan lingkungan yaitu perlu pendamping atau pengasuh biasa.
Bila disertai gejala psikotik rujuk saja ke RS Jiwa. Gejala insomnia dapat diterapi dengan
benzodiazepin kerja singkat (lorazepam) atau hidroxyzine (lterax/bestalin). Pada delirium
karena putus alkohol dapat diberikan benzodiazepin kerja panjang (diazepam).
3. Kalau pasien datang dengan nwayat penggunaan zat psikoaktif sampai saat ini => Gangguan
Penggunaan Zat Psikoaktif (F10 alkohol, F11 opioida, F12 ganja, F13 hipnotika, F15
stimulansia); kemudian tentukan kondisi pada saat datang apakah dalam keadaan intoksikasi
akut, penggunaan yang merugikan, sindrom ketergantungan, keadaan putus zat dengan /
tanpa delirium, gangguan psikotik, atau sindrom amnesik.
Terapi intoksikasi alkohol: muntahkan bila belum lama, berikan kopi kental, aktivitas fisik
atau mandi air dingin-hangat. Bila berat seperti intoksikasi alkohol idiosinkratik dan stupor
alkoholik sebaiknya dirujuk ke RS Ketergantungan Obat atau RS Jiwa. lntoksikasi opioida
diterapi dengan Naloxone HCI di rumah sakit
Intoksikasi ganja, lntoksikasi kokain atau amfetamin atau stimulansia diterapi dengan
diazepam 10-30 mg im/ oral; clobazam 3 x 10 mg , bila palpitasi beri propanolol 3 dd 10-40
mg; bila disertai gejala psikotik berikan antipsikotik.
Terapi terhadap kondisi kelebihan dosis pada dasarya simtomatik; masalah yang
membahayakan kehidupan pasien rujuk ke unit gawat darurat dengan memperhatikan kondisi
A (irways) B(reathing) C (irculation)
Terapi terhadap gejala putus zat bisa dilakukan secara simtomatik, kalau tidak berhasil
dirujunk ke rumah sakit jiwa atau rumah sakit ketergantungan obat
4. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala psikotik yang berlangsung lebih
dan satu bulan => Skizofrenia (F20#)
Terapi: obat antipsikotik seperti haloperidol 3 dd 5 mg; bila dalam keadaan gaduh gelisah
diberikan suntikan haloperidol im 5 mg setiap jam bersama dengan diazepam 10 mg im (di
RS Jiwa). Bila psikosis kronik dapat diberikan antipsikosis long acting seperti fluphenasin
decanoas (Modecate) 25 mg im setiap 4 minggu atau Haldol decanoas 50 mg im setiap 4
minggu. Untuk gejala negatif dan skizofrenia dapat diberikan obat antipsikotik atipikal
seperti risperidon (Risperdal), quetiapine (Seroqueh), olanzepin (Zyprexa), aripiprazole
(Abilify), zotepine (Lodopin), clozapine (Clozani). Antipsikosis atipikal juga dapat untuk
gejala positif seperti waham, halusinasi, inhoherensi, perihaku kacau.
5. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala psikotik yang berlangsung kurang
dari satu bulan => Gangguan Psikotik Akut(F23)
Terapi: lihat terapi pada skizofrenia
6. Kahau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala manik yang berlangsung lebih dari
satu minggu => Mania (Gangguan Bipolar) (F31)
Terapi: berikan mood stabilizers seperti lithium karbonat, karbamazepin, vaiproat; bila
disertai gejala psikotik dapat berikan obat antipsikotik
7. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala depresi yang berlangsung lebih
dari dua minggu =>Gangguan Depresif (F32#), Terapi: obat antidepresan, bila berat disertai
dengan tentamen suicidum rujuk ke RS Jiwa untuk mendapat terapi kejang listrik.
Antidepressant Drugs menurut cara bekerjanya dapat digolongkan dalam:
1. NA & 5-HT re-uptake inhibitors (imipramine-Tofranil, amytriptyline-Laroxyl)
2. NA-RI (mianserine-Tolvon, maprotiline-Ludiomil)
3. NA-RI: Dibenzoxazepine (amoxapin-Asendin)
4. 5-HT RI/receptor blockers (trazodone-Trazone, clomipramine-Anafranil)
5. SSRI : Selective 5-HT RI (fluoxetine-Prozac, sertraline-Zoloft, paroxetineSeroxat,
fluvoxamine-Luvox, citalopram-Cipram, escitalopram-Cipralex)
6. SNRI: 5-HT-NARI (venlafaxine-Effexor, duloxetine-Cymbalta)
7. RIMA : Reversible inhibition of MAO-A (moclobemide -Aurorix)
8. NaSSA : NA and Specific Serotonergic Antidepressant (Mirtazapine – Remeron)
9. SRE: Serotonin re-uptake enhancer (tianeptine – Stablon)
10. SDRI: Selective DA RI (bupropion-Wellbutrin)
Keterangan: NA, N (Noradrenergik, Norepinephrine); 5-HT (Serotonin); RI
(ReuptakeInhibitor); DA(Dopamin)
8. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala fobik (takut terhadap sesuatu
obyek atau situasi tertentu) => Gangguan Fobik(F40)
Terapi: obat golongan benzodiazepin, antidepresan, SSRI, venlafaxine, dulocetine disertai
dengan terapi psikologik(terapi perilaku)
9. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala panik (gejala cemas yang
memuncak dan berlangsung sesaat saja) => Gangguan Panik (F41.0) Terapi: alprazolam 3 dd
0,5 mg atau antidepresan golongan SSRI, atau imipramine, dan terapi psikologik
10. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas (cemas disertai gejala
debar-debar, keringat dingin, tegang) => Gangguan Anxietas (F41.1)
Terapi: Benzodiazepin seperti chlordiazepoxide, diazepam, clobazam, bromazepam,
alprazolam, lorazepam; non-benzodiazepin seperti buspirone, hydroxyzine (Iterax)
11. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala obsesif kompulsif (pikiran dan/atau
perilaku yang berulang, disertai kecemasan, dan tak bisa dihindarkan) => Gangguan Obsesif
Kompulsif (F42)
Terapi: SSRI, clomipramin (Anafranil), clonazepam; kadang-kadang perlu obat antipsikotik
seperti haloperidol.
12. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas atau gejala depresi yang
timbul segera setelah suatu kejadian/stresor berat => Reaksi Stres Akut(F43.0)
Terapi: obat antianxietas dan/atau antidepresan dan terapi psikologik
13. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas atau gejala depresi yang
timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah suatu kejadian traumatik/stresor/berat =>
Gangguan Stres Pasca Trauma (F43.1) Terapi: obat antianxietas dan/atau antidepresan dan
terapi psikologik
14. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas ataugejala depresi yang
timbul karena perubahan situasi atau lingkungan => Gangguan Penyesuaian dengan gejala
anxietas/depresif(F43.2)
Terapi: obat antianxietas dan/atau antidepresan dan terapi psikologik
15. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala fisik tanpa kelainan
struktural/organ yang dilatarbelakangi oleh gejala anxietas atau depresi => Gangguan
Somatoform (F45)
Terapi: obatantianxietas dan/atau antidepresan danterapi psikologik
16. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala fisik dengan penyakit fisik yang
dihatarbelakangi oleh gejala anxietas atau depresi => Gangguan Psikosomatik, Gangguan
Makan, Gangguan Tidur, Disfungsi Seksual(F50#) Terapi: obat antianxietas dan/atau
antidepresan dan terapi psikologik; juga gangguan fisiknya
17. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala perilaku yang cenderung menetap
dan merupakan pola hidup yang khas dalam hubungan dengan diri sendiri maupun pada
orang lain, sehingga mengganggu norma sosial, penaturan, etika, kewajiban => Gangguan
kepribadian (F60#) Terapi: gejala periakunya dengan obat antipsikotik dan terapi perilaku
18. Kalau pasien datang dengan keluhan kecerdasan yang kurang, disertai kemampuan adaptasi
yang kurang, sejak sebelum usia 18 tahun => Retardasi Mental (F70#)
Terapi: sekolah Iuarbiasa. Bila ada gangguan perilaku diterapi simtomatik
19. Kalau pasien anak datang dengan keluhan gangguan perkembangan khas berbicara,
berbahasa, mengeja, membaca, berhitung, motorik => Gangguan Perkembangan Psikologis
(F80#)
Terapi: Pendidikan khusus (remedial teaching)
20. Kalau pasien anak datang dengan keluhan adanya gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan
perilaku yang terbatas dan berulang, sejak sebelum usia 3 tahun=> Autisme Masa
Kanak(F84.O)
Terapi: pendidikan keluarga, terapi perilaku, terapi pendidikan khusus untuk bahasa.
21. Kalau pasien anak datang dengan keluhan adanya gejala berkurangnya kemampuan
memusatkan perhatian, disertai dengan hiperaktivitas > Gangguan Hiperkinetik(F90) atau
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Terapi: Methylphenidate
22. Kalau pasien anak datang dengan keluhan adanya kenakalan pada anak dan remaja =>
Gangguan tingkah laku pada anak dan remaja(F91)
Terapi: pendidikan keluarga dan terapi perilaku
23. Kahau pasien anak datang dengan keluhan adanya gejaha mengompol pada anak diatas
5tahun => Enuresis Non-organik(F98.0)
Terapi: Imipramine I dd 25 mg sebelum tidur dan terapi perilaku
24. Kalau pasien datang dengan keluhan kejang / tanpa kejang, sadar/tak sadar, berulang =>
Epilepsi (G40#)
Terapi: Antiepileptikum