Anda di halaman 1dari 20

I.

Pendahuluan
IAS 2 mendiskripsikan bahwa basis utama akuntansi persediaan adalah kas, dan
kas didefinisikan sebagai jumlah kas pembelian atau kas konversi, termasuk kas lain untuk
membuat persediaan ada di lokasi perusahaan dan dalam kondisi seperti pada saat
pelaporan persediaan. Dikatakan bahwa kas atas pembelian persediaan mencakup harga
beli, biaya angkut, asuransi, dan biaya penanganan persediaan (handling costs). Potongan
tunai, rabat, dan jenis-jenis potongan pembelian lain jika ada harus dikurangkan ke kos
persediaan. Dapat disimpulkan bahwa sampai dengan titik ini, tidak ada perbedaan
kententuan pengukuran kas persediaan antara IFRS dengan US GAAP, keduanya membuat
aturan yang boleh dikatakan sama persis, karena memang untuk kasus kas perolehan
persediaan tidak ada ruang untuk penerapan konsep principles-based, sehingga mau tidak
mau harus menggunakan konsep rules-based.
Untuk kasus persediaan yang memerlukan proses produksi cukup lama, IAS 23
mengatur bahwa bagian dari biaya pendanaan (borrowing costs) harus diperlakukan
sebagai bagian dari kos persediaan. Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa IFRS justru
sangat mengatur tentang bagaimana biaya pendanaan harus diperlakukan, atau justru
menggunakan rules-based dan bukannya menggunakan principles-based. Semestinya jika
konsisten menggunakan principles-based, financing costs untuk keperluan proses produksi
yang panjang semacam ini tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukannya
diperlakukan sebagai production costs, karena jika manajemen memutuskan untuk tidak
menggunakan dana luar dalam proses produksinya, maka financing costs tidak akan pernah
terjadi.
Tujuan dari standar IAS 2 adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan.
Permasalahan pokok dalam akuntansi persediaan adalah penentuan jumlah biaya yang
diakui sebagai aset dan perlakuan akuntansi selanjutnya atas aset tersebut sampai
pendapatan terkait diakui.

Menurut IAS No.2 inventory atau persediaan adalah:

1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal


2. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali termasuk, sebagai
contoh, barang dagangan yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan
tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga meliputi barang jadi yang
diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi, oleh entitas serta
termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Bagi
perusahaan jasa, persediaan meliputi biaya jasa, dimana entitas belum mengakui pendapatan
yang terkait.
Di perusahaan manufaktur, beberapa persediaan tidak mungkin siap untuk dijual.
Sebagai hasil, produsen melakukan persyaratan klassifikasi sepenuhnya ke tiga kategori :
a) barang jadi
b) barang dalam proses
c) bahan baku
Persediaan barang jadi adalah barang pabrikan yang telah selesai dan siap untuk
dijual. Barang dalam proses adalah bagian dari persediaan manufaktur yang telah
dimasukkan ke dalam proses produksi namun belum selesai. Bahan baku adalalah barang
dasar yang akan digunakan dalam produksi namun belum dimasukkan ke dalam produksi.
Sebelum tahun 2005 IAS 2 membolehkan penggunaan tiga alternatif pengukuran
kas persediaan, yaitu metode FIFO dan rata-rata tertimbang yang oleh IAS 2 disebut
sebagai benchmark treatments, serta satu lagi metode yang oleh IAS 2 disebut sebagai
allowed alternative treatments yaitu metode LIFO. Namun efektif mulai 1 Januari 2005
IFRS tidak membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga saat ini metode pengukuran
kas yang berlaku adalah metode FIFO dan metode Rata-rata Tertimbang. Pembatasan
penggunakan metode akuntansi semacam ini merupakan indikasi bahwa IFRS pada
dasarnya tidak sepenuhnya menggunakan principles-based, bahkan dalam kasus akuntansi
persediaan menjadi lebih rules-based dibanding US GAAP.

II. Ruang Lingkup


Standar IAS 2 berlaku untuk semua persediaan, kecuali:
a) Pekerjaan yang sedang berjalan yang timbul berdasarkan kontrak konstruksi,
termasuk layanan langsung kontrak (lihat IAS 11 Kontrak konstruksi);
b) Instrumen keuangan (lihat IAS 32 Instrumen Keuangan: Presentasi dan IFRS 9
Financial Instrumen);
c) Persediaan yang terkait dengan real estat ; dan
d) Aset biologis yang terkait dengan kegiatan pertanian dan hasil pertanian pada titik
panen (lihat IAS 41 Pertanian).

Persediaan sebagaimana dimaksud pada diatas diukur pada nilai realisasi bersih
pada tahap tertentu produksi. Hal ini terjadi, misalnya, ketika tanaman pertanian telah
dipanen atau mineral telah ada diekstraksi dan dijual terjamin berdasarkan kontrak forward
atau garansi pemerintah, atau saat pasar aktif dan ada risiko diabaikan untuk menjual.
Persediaan ini dikecualikan dari hanya persyaratan pengukuran Standar ini.

Pedagang pialang adalah mereka yang membeli atau menjual komoditas untuk
orang lain atau atas nama mereka sendiri. Persediaan sebagaimana dimaksud pada di atas
pada prinsipnya diperoleh dengan tujuan menjual dalam waktu dekat dan menghasilkan
keuntungan dari fluktuasi harga atau margin pedagang perantara. Bila persediaan ini diukur
pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan, maka persediaan tersebut dikecualikan dari
hanya persyaratan pengukuran Standar ini
Dasar Penilaian
a) Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi
estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat
penjualan. Nilai realisasi neto mengacu kepada jumlah neto yang entitas berharap
untuk direalisasi dari penjualan persediaan dalam kegiatan usaha biasa. Nilai wajar
mencerminkan suatu jumlah di mana persediaan yang sama dapat dipertukarkan
antara pembeli dan penjual yang berpengetahuan dan berkeinginan di pasar. Nilai
realisasi neto adalah nilai khusus entitas sedangkan nilai wajar tidak tergantung
pada nilai khusus entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan bisa tidak sama
dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.
IAS 2 menyatakan bahwa estimasi net realizable value harus diterapan
untuk setiap jenis persediaan atau item demi item, kecuali terdapat sekelompok
persediaan yang sejenis dan dapat dinilai secara tepat per kelompok jenis
persediaan. Sebagai pedoman umum, penilaian harus dilakukan untuk setiap jenis
persediaan untuk mencegah kemungikan terjadinya kompensasi unrealized gain
dengan unrealized loss kelompok persediaan lain, sehingga menurunkan jumlah
rugi yang harus diakui, hal ini penting untuk diperhatikan mengingat IFRS
melarang pengakuan unrealized gain pada laporan rugi-laba. Dikatakan bahwa
evaluasi penurunan nilai persediaan yang dilakukan atas sekelompok persediaan,
tidak atas item per item persediaan, adalah merupakan mekanisme tidak langsung
atau?backdoor mechanism? untuk mengakuiunrealized gain yang seharusnya tidak
diakui, sehingga perlu ditegaskan bahwa tuntutan dasar evaluasi penurunan nilai
persediaan adalah diterapkan atas item demi item persediaan. Paparan dalam dua
paragraf di atas menegaskan bahwa IAS 2 sangat mengatur penerapan net realizable
value, yaitu harus diterapkan item demi item demi untuk mencegah potensi
pengakuan unrealized gain secara tidak langsung, di sisi lain US GAAP tidak
mengatur hingga sedetil ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa IFRS ternyata
justru lebih condong ke rules-based dan bukannya berbasis pada konsep principles-
based.
b) Nilai wajar (fair value)
Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi.
Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban
antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar (arm
length transaction).
c) Komoditi
Komoditi adalah barang dagangan yang menjadi subjek kontrak berjangka
yang diperdagangkan di bursa berjangka
d) Nilai khusus entitas
Nilai khusus entitas adalah nilai kini dari arus kas yang diharapkan oleh
suatu entitas yang timbul dari penggunaan aset berkelanjutan dan dari pelepasannya
pada akhir umur manfaat atau yang diharapkan terjadi ketika penyelesaian
kewajiban.

Metode Penilaian Persediaan


Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:235), ada tiga metode yang dapat
digunakan untuk menilai persediaan, yaitu:
1. First-in, first out (FIFO).
2. Last-in,first-out(LIFO).
3. Average cost.
Seperti yang sudah dibahas diawal, bahwa pada tanggal 1 Januari 2005 IAS 2 sudah
tidak membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga metode pengukuran kas yang
berlaku saat ini adalah metode FIFO dan metode Rata-rata Tertimbang.
1. Metode First-in, First Out (FIFO)
Dengan menggunakan metode FIFO, perusahaan akan menghasilkan laba
yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode LIFO maupun
metode rata-rata karena biaya unit yang lebih rendah dari pembelian persediaan
pertama kali. Tetapi,dengan laba yang besar, maka perusahaan juga akan membayar
pajak yang lebih besar sehingga tidak dapat dilakukan penghematan pajak jika
menggunakan metode FIFO. Manajemen perusahaan akan lebih memilih untuk
menggunakan metode FIFO karena dengan nilai laba perusahaan
yangbesarakanmenunjukkanbahwakinerja manajemen perusahaan tersebut bagus
dan manajemen akan mendapatkan kompensasi berupa bonus yang cukup besar
dari perusahaan. Perusahaan yang menggunakan metode FIFO pada saat terjadi
inflasi akan menghasilkan laba yang besar sedangkan pada saat terjadi deflasi,
perusahaan yang menggunakan metode FIFO akan menghasilkan laba yang kecil.
Contoh
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa PT QAZ menggunakan sistem persediaan
periodik. Biaya persediaan akhir dihitung dengan mengambil biaya dari pembelian
paling terakhir dan dikerjakan kembali sampai semua unit dalam persediaan
diperhitungkan.
Penentuan persediaan akhir dan harga pokok penjualan ditunjukkan dalam ilustrasi
tersebut:
Jika yang digunakan adalah sistem persediaan perpetual baik dalam
kuantitas ataupun nilai dolar, maka angka biaya dikaitkan dengan setiap penarikan
barang. Kemudian biaya dari 4.000 unit yang dikeluarkan pada tanggal 19 Maret
akan terdiri dari item-item yang dibeli tanggal 2 Maret dan 15 Maret. Nilai
persediaan akhir menurut metode FIFO dalam sistem persediaan perpetual untuk
PT. GSX adalah Nilai persediaan dalam kasus ini adalah Rp 27.100 dan harga
pokok penjualan adalah Rp 16.800 ((2000 @ Rp 4) + (2000 @ Rp 4,4)).
Dalam semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan
sama pada akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan
perpetual dan periodik. Mengapa? Hal ini disebabkan karena yang akan menjadi
bagian dari harga pokok penjualan adalah barang barang yang dibeli terlebih
dahulu, dan karenanya dikeluarkan lebih dulu, terlepas dari apakah harga pokok
penjualan dihitung seiring dengan barang dijual sepanjang periode akuntansi
(sistem perpetual) atau sebagai residu pada akhir periode akuntansi (sistem
periodik).
Salah satu tujuan dari FIFO adalah menyamai arus fisik barang, Jika arus
fisik barang secara aktual adalah yang pertama masuk, yang pertama keluar, maka
metode FIFO menyerupai metode identifikasi khusus. Pada saat yang sama, metode
FIFO tidak memungkinkan perusahaan memanipulasi laba karena perusahaan tidak
bebas memilih item-item biaya tertentu untuk dimasukkan ke beban.

2. Metode Rata-Rata Tertimbang – AVERAGE


Menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2005:238) perhitungan unit cost
berdasarkan formula rata-rata tertimbang adalah sebagai berikut:“Under this
method, the cost of goods available for sale is allocated on the basis of the weighted-
average unit cost”.
Berikut adalah formula perhitungan unit costberdasarkan metode rata-rata
tertimbang (weighted-average method) :

Setelahdilakukannyaperhitungan unit cost,selanjutny amenurut Weygandt, Kieso,


dan Kimmel (2005:238) untuk mengetahui nilai biaya dari persediaan akhir adalah
sebagai berikut:“The weighted-average unit cost is then applied to the units on
hand. This computation determines the cost of the ending inventory”.
Pada sistem periodik, metode rata-rata disebut metode rata-rata tertimbang
(weighted average method)dan pada system perpetual disebutdengan metode rata-
rata bergerak (moving average method) (Abdullah dan Djalil, 2004) dalam
Metallia(2007), menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode rata-
rata,perusahaan akan dapat melakukan penghematan pajak (tax saving)
dikarenakan laba yang di dapat perusahaan dengan menggunakan metode tersebut
akan lebih kecil. Tetapi, pada saat menggunakan metode rata-rata akan dapat
menghasilkan nilai akhir persediaan di antara FIFO dan LIFO.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa PT Agro Plaza menggunakan metode
persediaan periodik, dimana persediaan akhir dan harga pokok penjualan akan
dihitung sebagai berikut :

Jika PT Agro Plaza memiliki persediaan awal, maka persediaan awal ini
dimasukkan dalam total unit yang tersedia dan total biaya barang yang tersedia
untuk dijual ketika menghitung biaya rata-rata per unit. Metode biaya rata-rata yang
lain adalah metode rata-rata bergerak, yang digunakan dalam sistem persediaan
perpetual. Aplikasi metode biaya rata-rata untuk catatan persediaan perpetual
ditunjukkan dalam ilustrasi dibawah ini :

Dalam metode ini, biaya rata-rata per unit yang baru akan dihitung setiap
kali pembelian dilakukan. Sebagai contoh, pada tanggal 15 Maret, setelah 6.000
unit dibeli dengan harga Rp 26.400 PT Agro Plaza memiliki 8.000 unit persediaan
berharga pokok Rp 34.400 (Rp 8.000 + Rp 26.400). Dengan demikian, biaya rata-
rata per unit adalah Rp 34.400 dibagi 8.000, atau Rp 4,3. Biaya per unit ini
digunakan dalam kalkulasi biaya penarikan sampai pembelian berikutnya
dilakukan, ketika biaya rata-rata per unit yang baru dihitung. Oleh karena itu, biaya
dari 4.000 unit yang dikeluarkan pada tanggal 19 Maret adalah Rp 4.3 atau total
harga pokok penjualan sebesar Rp 17.200. pada tanggal 30 Maret, menyusul
pembelian 2.000 unit seharga Rp 9.500, biaya per unit yang baru sebesar Rp 4.45
ditetapkan untuk persediaan akhir sebesar Rp 26.700.

Pemakaian metode rata-rata biasanya dapat dibenarkan dari sisi praktis,


bukan karena alasan konseptual. Metode ini mudah diterapkan, objektif, dan tidak
dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi laba seperti halnya beberapa metode
penentuan harga persediaan lainnya.
Menentukan kuantiti inventori

Tidak masalah apakah mereka menggunakan sistem persediaan periodik atau


perpetual, semua perusahaan perlu menentukan jumlah persediaan pada akhir periode
akuntansi. Jika menggunakan sistem perpetual, perusahaan mengambil persediaan fisik
karena dua alasan :

 Untuk memeriksa keakuratan catatan persediaan perpetual mereka.


 Menentukan jumlah persediaan yang hilang akibat terbuangnya bahan baku
pengutilan, atau pencurian pegawai.

Perusahaan yang menggunakan sistem persediaan periodik mengambil persediaan


fisik untuk menentukan persediaan yang ada pada tanggal posisi keuangan, dan untuk
menentukan jumlah barang yang terjual untuk periode tersebut. Menentukan jumlah
persediaan melibatkan dua tahap: (1) mengambil inventaris fisik barang di tangan dan 2)
menentukan kepemilikan barang

Menentukan Kepemilikan Barang

Satu tantangan dalam menghitung jumlah persediaan adalah menentukan inventaris apa
yang dimiliki perusahaan. Untuk menentukan kepemilikan barang, dua pertanyaan harus
dijawab: apakah semua barang yang termasuk dalam hitungan milik perusahaan? Apakah
perusahaan memiliki barang yang tidak termasuk dalam hitungan?

1. Barang dalam perjalanan


Komplikasi dalam menentukan kepemilikan barang barang dalam
perjalanan (dalam truk, kereta, kapal laut dan pesawat) pada akhir periode.
Perusahaan mungkin telah membeli barang yang belum diterima, atau mungkin
telah menjual barang yang belum dikirim. Untuk sampai pada hitungan yang akurat,
perusahaan harus menentukan kepemilikan barang tersebut. barang dalam
perjalanan harus dimasukkan dalam inventarisasi perusahaan yang memiliki hak
legal atas barang. Judul hukum ditentukan oleh persyaratan penjualan, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar dan dijelaskan di bawah ini.

 FOB Shipping Point mensyaratkan bahwa ongkos kirim barang dari penjual
ke pembeli ditanggung oleh pembeli, sehingga kepemilikan barang tersebut
telah berpindah dari penjual ke pembeli di tempat penjual. Sehingga apabila
terjadi pembelian barang dari penjual dengan FOB Shipping Point dan
barang tersebut masih dalam perjalanan ke tempat pembeli, barang dalam
perjalanan tersebut adalah barang milik pembeli meskipun pada saat tutup
buku barang tersebut belum diterima. Konsekuensinya, nilai barang tersebut
harus dimasukkan sebagai persediaan pada neraca akhir tahun tersebut pada
perusahaan pembeli. Tanggung jawab penjual terhadap barang yang ia jual
akan selesai di tempat penjualan berlangsung (biasanya toko atau gudang
penjual), sehingga segala urusan dan biaya yang melekat setelahnya
menjadi urusan pembeli. Oleh karena itu, setelah proses pembelian selesai
di tempat penjual, barang yang dibeli sudah bisa diakui sebagai milik
perusahaan dan nilainya sudah bisa dicantumkan dalam neraca.
ilustrasi:
Beberapa dari kita tentu saja sering belanja di supermarket. Anggaplah
dalam kunjungan ke supermarket kali ini kita membeli dua jenis barang;
yaitu barang kebutuhan sehari-hari dan barang elektronik berupa kulkas.
Setelah dibayar dikasir, barang kebutuhan sehari-hari langsung dibawa
pulang sedangkan kulkas diantar oleh petugas supermarket ke rumah
sebagai bentuk layanan dari mereka. Jika dalam perjalanan pulang kita
harus berhenti membeli bensin untuk kendaraan atau membayar orang
untuk mengangkat barang atau ada yang rusak pada barang kebutuhan
sehari-hari yang kita beli seperti telur yang pecah atau kemasan yang rusak
pada barang lain, maka itu akan menjadi urusan pembeli bukan lagi urusan
penjual karena barang sudah berpindah kepemilikannya setelah transaksi
tadi selesai dikasir.Proses pembelian barang kebutuhan sehari-hari tadi
merupakan contoh dari FOB shipping point.
Contoh :
PT. GSX membali barang dagangan Rp. 2.000.000 secara kredit, beban
pengangkutan Rp. 200.000 dengan syarat (FOB Shipping Point). Maka
Jurnalnya :
(D) Pembelian (barang dagang) 2.000.000
(D) Beban Pengangkutan 200.000
(K) Utang Dagang 2.200.000

 FOB Destination mensyaratkan bahwa ongkos kirim barang dari penjual ke


pembeli ditanggung oleh penjual, sehingga kepemilikan barang tersebut
akan berpindah dari penjual ke pembeli di tempat pembeli. Sehingga apabila
terjadi pembelian barang dari penjual dengan FOB Destination dan barang
tersebut masih dalam perjalanan ke tempat pembeli, barang dalam
perjalanan tersebut adalah barang milik penjual. Pada akhir tahun buku
barang tersebut belum diterima, maka konsekuensinya nilai barang tersebut
tidak boleh dimasukkan sebagai persediaan pada neraca akhir tahun tersebut
perusahaan pembeli.

Tabel 1. FOB Shipping Point VS Destination Point


Syarat Jual Beli FOB Shipping Point FOB Destination Point
Tempat terjadinya penyerahan Di gudang atau toko
Di gudang/ toko penjual
barang pembeli
Yang menanggung biaya (ongkos
angkut, asuransi, dll) atas barang Pembeli Penjual
yang dibeli
Status kepemilikan jika barang
Milik pembeli Milik penjual
masih dalam perjalanan

Jika barang dalam transit pada tanggal pernyataan diabaikan, jumlah persediaan
mungkin salah alamatnya. Anggaplah, untuk contoh, bahwa Perusahaan Hargrove
memiliki persediaan 20.000 unit oh tangan pada tanggal 31 desember. Barang tersebut juga
memiliki barang berikut dalam perjalanan:
1. Penjualan 1.500 unit dikirim 31 desember menggunakan FOB destination
2. Pembelian 2.500 unit dikirim menggunakan FOB Shipping point oleh penjual
pada 31 desember

Hargrove memiliki hak legal untuk kedua unit 1.500 yang terjual dan 2.500 unit
yang dibeli. Jika perusahaan mengabaikan unit dalam perjalanan, maka akan mengecilkan
jumlah persediaan sebesar 4.000 unit (1.500 + 2.500). Seperti yang akan kita lihat nanti di
bab ini, jumlah persediaan yang tidak akurat tidak hanya mempengaruhi jumlah persediaan
yang ditunjukkan pada laporan posisi keuangan tetapi juga perhitungan harga pokok
penjualan pada laporan laba rugi.

Sistem Pencatatan Persediaan

1. Sistem Perpetual
Dalam sistem persediaan perpetual, perusahaan menyimpan catatan rinci
tentang biaya setiap pembelian dan penjualan inventaris. catatan-catatan ini secara
continue - terus-menerus - tunjukkan persediaan yang harus ada untuk setiap
barang. Sebagai contoh, dealer toyota memiliki catatan persediaan terpisah untuk
setiap mobil, truk, dan van di lantai lot dan showroom-nya. Demikian pula, toko
kelontong morrisons menggunakan kode bar dan pemindai optik untuk menyimpan
catatan harian setiap kotak sereal dan setiap jar jelly yang dibeli dan dijual. Di
bawah sistem persediaan perpetual, perusahaan menentukan biaya barang yang
terjual setiap kali terjadi penjualan
2. Sistem periodik
Dalam sistem persediaan periodik, perusahaan tidak menyimpan catatan
inventaris rinci barang yang ada selama periode tersebut. Sebagai gantinya, mereka
menentukan biaya barang yang terjual hanya pada akhir periode akuntansi - yaitu,
secara berkala. Pada titik ini, perusahaan menghitung jumlah persediaan fisik untuk
menentukan biaya barang yang ada. untuk menentukan harga pokok penjualan
berdasarkan sistem persediaan periodik, langkah berikut diperlukan:
 Tentukan biaya barang yang ada di awal periode akuntansi
 Tambahkan ke dalamnya harga pokok barang yang dibeli
 Kurangi biaya barang di tangan pada akhir periode akuntansi

Pembelian inventory

Perusahaan melakukan pembelian inventory menggunakan cash atau kredit. Normalnya


pencatatan pembelian ketika perusahaan menerima barang dari penjual. Contohnya, CV.
Permata Hijau bergerak dalam bidang jual beli jam tangan, pada tanggal 24 Oktober
membeli 20 buah jam tangan merek Tag Heur @ Rp. 300.000,- secara kredit.
(D) Inventory 6.000.000

(K) Accounts Payable 6.000.000

Retur Pembelian

Contoh 4: RETUR PEMBELIAN (PURCHASE RETURN)

Pada tanggal 2 Desember CV Permata Hijau mengembalikan sebanyak 20 buah jam tangan
anak merek Looney Tunes karena warna tidak sesuai dengan pesanan.

Jurnal Retur Pembelian (Pencatatan Sistem Periodik)

(D) Accounts Payable 10.000.000

(K) Purchase returns and allowance 10.000.000

Jurnal Retur Pembelian (Pencatatan Sistem Perpectual)

(D) Accounts Payable 10.000.000

(K) Inventory 10.000.000

Diskon Pembelian

Contoh :

PT GSX membayar hutang sebesar Rp 10.000.000 dikurangi diskon pembelian sebesar Rp


500.000

Jurnal Diskon Pembelian (Pencatatan Sistem Periodik)

(D) Accounts Payable 10.000.000

(K) Cash 9.500.000

(K) Purchase discount 500.000

Jurnal Diskon Pembelian (Pencatatan Sistem Prepetual)

(D) Accounts Payable 10.000.000

(K) Cash 9.500.000

(K) Inventory 500.000


Penjualan Persediaan

Contoh :

PT GSX menjual inventory secara kredit ke PT DFG sebesar Rp 5.000.000 dengan biaya
harga pokok penjualan sebesar Rp 4.000.000

Jurnal Penjualan Inventory (Pencatatan Sistem Periodik)

(D) Account Receivable 5.000.000

(K) Sales Revenue 5.000.000

Jurnal Penjualan Inventory (Pencatatan Sistem Prepetual)

(D) Account Receivable 5.000.000

(K) Sales Revenue 5.000.000

(D) Cost of Good Sold 4.000.000

(K) Inventory 4.000.000

Return penjualan Inventory

Contoh :

PT DFG mengembalikan inventory karena barang rusak ke PT GSX sebesar Rp 1.000.000


dengan harga pokok penjualan

Jurnal Retur Penjualan Inventory (Pencatatan Sistem Periodik)

(D) Sales return and allowance 1.000.000

(K) Accounts Receivable 1.000.000

Jurnal Retur Penjualan Inventory (Pencatatan Sistem Perpetual)

(D) Sales return and allowance 1.000.000

(K) Accounts Receivable 1.000.000

(D) Inventory 700.000

(K) Cost of good sold 700.000

Diskon Penjualan

Contoh :
PT DFG membayar hutang sebesar Rp 10.000.000 ke PT GSX dikurangi diskon penjualan
sebesar Rp 500.000

Jurnal Diskon Penjualan Inventory (Pencatatan Sistem Periodik)

(D) Cash 9.500.000

(D) Sales discount 500.000

(K) Accounts Receivable 10.000.000

III. Pengukuran Biaya Perolehan


Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih
rendah, Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya
lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
a) Biaya Pembelian
Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya
(kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak),
biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung
dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang,
rabat dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian
b) Biaya Konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait
dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga kerja langsung. Termasuk juga
alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam
mengonversi bahan menjadi barang jadi. Overhead produksi tetap adalah biaya
produksi tidak langsung yang relatif konstan, tanpa memerhatikan volume produksi
yang dihasilkan, seperti penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan peralatan
pabrik, dan biaya manajemen dan administrasi pabrik. Overhead produksi variabel
adalah biaya produksi tidak langsung yang berubah secara langsung, atau hampir
secara langsung, mengikuti perubahan volume produksi, seperti bahan tidak
langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
c) Biaya standar
Biaya standar memperhitungkan tingkat normal penggunaan bahan dan
perlengkapan, tenaga kerja, efisiensi dan utilisasi kapasitas. Biaya standar di-
review secara reguler dan, jika diperlukan, direvisi sesuai dengan kondisi terakhir
d) Biaya-biaya Lain
Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang
biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Misalnya, dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukkan overhead
nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan tertentu sebagai
biaya persediaan
e) Fluktuasi kurs mata uang asing aatas persediaan yang dibeli dalam mata uang asing
tidak termasuk dalam biaya perolehan atas pembelian persediaan.
f) Selisih antara biaya perolehan atas pembelian persediaan menurut ketentuan kredit
normal dan jumlah terutang menurut ketentuan penyelesaian yang ditangguhkan
tidak termasuk sebagai biaya perolehan (cost).

IV. Nilai Realisasi Neto


Nilai Realisasi Neto yaitu :
a) Biaya persediaan mungkin tidak akan diperoleh kembali jika persediaan rusak, seluruh
atau sebagian persediaan telah usang, atau harga jualnya telah menurun
b) Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali jika estimasi biaya penyelesaian
atau estimasi biaya untuk membuat penjualan telah meningkat
c) Praktek penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto konsisten
dengan pandangan bahwa aset seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah
yang dapat direalisasi dari penjualan atau penggunaannya
d) Estimasi nilai realisasi neto didasarkan pada bukti paling andal yang tersedia pada saat
estimasi dilakukan terhadap jumlah persediaan yang diharapkan dapat direalisasi. Estimasi
ini memertimbangkan fluktuasi harga atau biaya yang langsung terkait dengan peristiwa
yang terjadi setelah akhir periode sepanjang peristiwa tersebut menegaskan kondisi yang
ada pada akhir periode.
e) Estimasi nilai realisasi neto juga mempertimbangkan tujuan pengadaan persediaan yang
dimiliki. Misalnya, nilai realisasi neto dari jumlah persediaan yang dimiliki untuk
memenuhi kontrak penjualan atau jasa yang bersifat pasti didasarkan pada harga kontrak.
Jika kontrak penjualan lebih sedikit daripada jumlah persediaan yang dimiliki, maka nilai
realisasi neto untuk kelebihannya didasarkan pada harga jual umum. Penyisihan dapat
timbul dari kontrak penjualan yang bersifat pasti yang melebihi jumlah persediaan yang
dimiliki atau dari kontrak pembelian yang bersifat pasti. Penyisihan tersebut diperlakukan
sesuai dengan PSAK 57: Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi dan Aset
Kontinjensi

V. Pengakuan Beban
1. Lower-of-Cost-or-Net Realizable Value (LCNRV) / Biaya Terendah atau Nilai
Realisasi Bersih
Pencatatan persediaan dicatat berdasarkan biaya yang digunakan untuk persediaan
tersebut. Akan tetapi, biasanya persediaan mengalami penurunan nilai karena
kerusakan, keusangan, penurunan harga, dan lain-lain yang menyebabkan nilai
persediaan juga diturunkan. Oleh karena itu, persediaan dilaporkan pada biaya/nilai
terendah atau nilai realisasi bersih.
 Net Realizable Value (Nilai Realisasi Bersih)
Net realizable value (nilai realisasi bersih) adalah estimasi harga jual dalam
keadaan bisnis normal dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya
untuk penjualan.
Contoh :

Ilustrasi Lower-of-Cost-or-Net Realizable Value (LCNRV) / Biaya Terendah atau Nilai


Realisasi Bersih

Nilai Realisasi Nilai Persediaan


Makanan Biaya
Bersih Akhir
Bayam $80.000 $100.000 $80.000
Wortel $100.000 $110.000 $100.000
Buncis $50.000 $40.000 $40.000
kacang
polong $90.000 $72.000 $72.000
sayur campuran $95.000 $92.000 $92.000
 Bayam : biaya ($80.000) dipilih karena lebih rendah dari nilai realisasi bersih.
 Wortel : biaya ($100.000) dipilih karena lebih rendah dari nilai realisasi bersih.
 Buncis : nilai realisasi bersih ($40.000) dipilih karena lebih rendah dari biayanya
 Kacang polong : nilai realisasi bersih ($72.000) dipilih karena lebih rendah dari
biayanya.
 Sayuran campuran : nilai realisasi bersih ($92.000) dipilih karena lebih rendah dari
biayanya.
 Methods of Applying LCNRV / Metode Pengaplikasian LCNRV
Pada contoh sebelumnya di atas, LCNRV diaplikasikan pada setiap jenis
makanan. Akan tetapi, LCNRV juga bisa diaplikasikan pada setiap barang,
setiap kategori atau total persediaan.
Pada umumnya, LCNRV diaplikasikan atas dasar barang per barang. Itu
dikarenakan aturan pajak banyak Negara mewajibkan penilaian persediaan
barang per barang yang digunakan. Selain itu, pendekatan tiap item
memberikan nilai terendah pada penyajian neraca. Akan tetapi apapun yang
digunakan perusahaan, metode tersebut harus diaplikasikan secara konsisten
dari satu periode ke periode lainnya.
 Recording Net Realizable Value Instead of Cost/Pencatatan Nilai Realisasi
Bersih Termasuk Biaya
Ada dua metode yang biasanya digunakan untuk mencatat efek pendapatan dari
penilaian pada nilai realisasi bersih. Metode pertama yaitu metode harga pokok
penjualan (COGS Method), dimana HPP didebitkan untuk penghapusan
persediaan. Metode kedua, yaitu metode kerugian (Loss Method), dimana
kerugian didebitkan untuk menghapus persediaan.
Contoh :
HPP (sebelum penyesuaian ke NRV) $ 108,000
Ending inventory (cost) 82,000
Ending inventory (at NRV) 70,000

COGS Method
(D) Cost of good sold 12.000
(K) Inventory 12.000

Loss Method
(D) Kerugian akibat penurunan NRV 12.000
(K) Inventory 12.000
 Use of an Allowance/Menggunakan Cadangan
Pada umumnya perusahaan menggunakan akun Allowance (cadangan) untuk
menyesuaikan nilai realisasi bersih persediaan.
Contoh Jurnal
(D) Kerugian akibat penurunan persediaan ke NRV 12.000
(K) Allowance pengurangan persediaan ke NRV 12.000
 Recovery of Inventory Loss
Ilustrasi, Jerry Co mengsumsikan NRV meningkat $5.000 dari $80.0000. Jerry
Co. membuat jurnal menggunakan Loss Method :
(D) Allowance pengurangan persediaan ke NRV 5.000
(K) Recovery dari kerugian persediaan 5.000
 Evaluation of LCNRV Rule/Evaluasi dari Aturan LCNRV
Perusahaan mengakui penurunan nilai aktiva dan dibebankan sebagai beban
pada periode ketika kerugian manfaat terjadi, bukan pada periode terjadinya
penjualan. Pada sisi lain, kenaikan nilai aktiva hanya diakui pada saat penjualan
terjadi. Apabila pencatatan tidak dilakukan secara konsisten maka akan
menyebabkan data terdistorsi.
Pengaplikasian aturan LCNRV menghasilan inkonsistensi karena perusahaan
mungkin menilai persediaan menurut biaya dalam satu tahun dan menurut nilai
realisasi bersih pada tahun berikutnya.
LCNRV menilai persediaan dalam neraca secara konservatif, tetapi efeknya
terhadap laporan laba-rugi mungkin saja atau bahkan tidak bersifat konservatif.
Laba bersih tahun berjalan ketika kerugian diakui jelas lebih rendah, tetapi laba
bersih tahun berikutnya mungkin lebih tinggi dari normal jika penurunan yang
diterapkan atas harga jual tidak material.
2. Valuation Bases/Dasar Penilaian
 Special Valuation Situations/Penilaian Situasi Spesial(khusus)
Berdasarkan aturan LCNRV dapat dibenarkan dalam situasi ketika biaya sulit
untuk ditentukan, item dapat segera dipasarkan dengan harga pasar yang
berlaku, dan unit produk yang dipertukarkan. Terdapat dua situasi umum di
mana Nilai realisasi bersih adalah aturan umum:
- Aset pertanian
- Komoditas yang dilakukan oleh broker-pedagang.
 Valuation Using Relative Sales Value/ Penilaian Menggunakan Nilai Relatif
Penjualan
Biasanya perusahaan membeli sekelompok unit yang berbeda dangan satu
harga yang seharusnya harganya juga berbeda-beda. Ketika menghadapi situasi
semacam itu, praktek yang paling umum dan paling logis adalah
mengalokasikan total biaya di antara berbagai unit atas dasar nilai relative
penjualan.
 Purchase Commitments/Komitmen Pembelian
Dalam banyak bisnis, kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada
tersedianya persediaan barang dagangan. Akibatnya, sangat wajar bagi
perusahaan untuk membuat komitmen pembeliaan. Umumnya jika harga
kontrak lebih besar dari harga pasar, dan kerugian diperkirakan akan muncul
pada saat pembeliaan dilaksanakan,maka kerugian harus diakui dalam periode
terjadinya penurunan harga.
3. Gross Profit Method of Estimating Inventory/ Metode Laba Kotor Untuk
Mengestimasi Persediaan
Metode laba kotor adalah metode yang digunakan untuk mengestimasi persediaan
karena kadang-kadang perhitungan fisik tidak praktis dilakukan. Metode Laba
Kotor didasarkan pada tiga asumsi :
- Persediaan Awal + Pembeliaan = Total barang yang diperhitungkan
- Barang yang belum terjual harus berada ditangan
- Jika penjualan – biaya – jumlah persediaan yang + pembeliaan, =
persediaan akhir
 Gross profit percentage/Perhitungan Persentase Laba Kotor
Persentase laba kotor adalah persentase dari harga jual. Laba kotor atas harga
jual adalah metode yang umum untuk menghitung laba karena sebagian besar
barang dijual atas dasar eceran, laba yang dihitung atas harga jual lebih rendah
daripadalaba yang didasarkan pada biaya, dan persentase yang lebih rendah
disukai pelanggan, laba kotor yang didasarkan harga jual tidak pernah melebihi
100%.
 Evaluation of Gross Profit Method/Evaluasi Metode Laba kotor
Metode laba kotor memiliki beberapa kekurangan, yaitu :
1) Memberikan estimasi persediaan akhir.
2) Menggunakan persentase masa lalu dalam perhitungan.
3) Tingkat laba kotor mungkin tidak representatif.
4) Biasanya tidak dapat diterima untuk tujuan pelaporan keuangan. IFRS
memerlukan persediaan fisik sebagai verifikasi tambahan.
4. Retail Inventory Method/Metode Persediaan Eceran
Retail Inventory Method adalah sebuah metode yang digunakan oleh pengecer,
untuk persediaan nilai tanpa perhitungan fisik, dengan mengkonversi harga
eceran biaya. Pencatatan metode persediaan eceran dilakukan atas : total biaya
dan nilai eceran dari barang yang dibeli, jumlah biaya dan nilai eceran dari
barang yang tersedia untuk dijual, dan penjualan untuk periode.
 Konsep Metode Eceran
Perusahaan eceran menggunakan konsep markup dan markdown. Markup
adalah tambahan atas harga eceran awal. Pembatalan markup adalah penurunan
harga barang dagang yang sebelumnya telah di-markup di atas harga eceran
awal. Markdown adalah penurunan harga jual awal. Pembatalan markdown
adalah apabila markdown kemudian dioffset oleh kenaikan harga barang yang
sebelumnya telah di markdown.
 Conventional method/Metode Konvensional
Metode persediaan eceran konvensional dirancang untuk memperkirakan nilai
terendah antara biaya rata-rata dan harga pasar.
 Special items/Item khusus
- Biaya pengangkutan adalah bagian dari pembeliaan.
- Retur pembeliaan adalah pengurangan biaya maupun harga eceran.
- Diskon pembeliaan adalah pengurang pembeliaan.
- Transfer-in dari department lain dilaporkan dengan cara yang sama
seperti pada pembeliaan dari perusahaan lain.
 Evaluation Retail Inventory Method/Evaluasi Metode Persediaan Eceran
Ada beberapa alas an digunakan metode ini, yaitu :
- Laba bersih dapat dihitung tanpa menghitung secara fisik dari
persediaan
- Mengontrol kekurangan persediaan
- Mengatur kuantitas persediaan di tangan
- Untuk informasi akuntansi

5. Presentation and Analysis/Penyajian dan Analisis


 Presentation Inventoy/Penyajian Persediaan
Standart akuntansi mengharuskan persediaan, pembiayaannya dan metode
kalkulasi biayanya diungkapkan di laporan keuangan. Dasar penilaian seperti
FIFO, LIFO, Rata-rata, dll yang dipakai perhitungan juga harus dilaporkan.
Pengaplikasiaannya juga harus dilakukan secara konsisten. Jika metode
diubah, maka perubahannya juga harus dilaporkan.
 Analysis Inventory/Analisis Persediaan
Rasio-rasio digunakan oleh manajemen untuk menganalis persediaan. Rasio-
rasio yang umum digunakan adalah Rasio Perputaran Persediaan (inventory
turnover) dan Jumlah hari rata-rata untuk menjual persediaan(average days to
sell the inventory).
VI. Pengendalian
Informasi tentang jumlah tercatat yang disajikan dalam berbagai klasifikasi persediaan dan
tingkat perubahannya masing-masing berguna bagi pemakai laporan keuangan. Klasifikasi
persediaan yang biasa digunakan adalah barang dagangan, perlengkapan produksi, bahan,
barang dalam penyelesaian, dan barang jadi. Persediaan dalam pemberi jasa biasanya
disebut pekerjaan dalam penyelesaian
Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode, seringkali disebut sebagai
beban pokok penjualan, meliputi biaya-biaya yang sebelumnya diperhitungkan dalam
pengukuran persediaan yang saat ini telah dijual, overhead produksi yang tidak teralokasi,
dan jumlah biaya produksi persediaan yang tidak normal. Kondisi tertentu dari entitas juga
memungkinkan untuk memasukkan biaya lainnya, seperti biaya distribusi.
Beberapa entitas mengadopsi suatu format laporan laba rugi yang mengakibatkan jumlah
yang diungkapkan adalah selain biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama
periode yang bersangkutan. Dalam format ini, entitas menyajikan analisa beban
menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat dari beban. Dalam kasus ini, entitas
mengungkapkan biaya yang diakui sebagai beban untuk bahan baku dan bahan habis pakai,
biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya bersama-sama dengan jumlah perubahan neto
persediaan pada periode tersebut.

VII. Pengungkapan
Laporan keuangan harus mengungkapkan:
 Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam mengukur persediaan, termasuk
rumus biaya yang digunakan;
 Jumlah tercatat persediaan dan nilai tercatat dalam klasifikasi sesuai dengan
entitas;
 Nilai tercatat persediaan dinyatakan sebesar nilai wajar dikurangi biaya
penjualan;
 Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan;
 Jumlah penurunan persediaan yang diakui sebagai biaya pada periode sesuai
dengan paragraf 34;
 Jumlah pembalikan dari setiap penurunan yang diakui sebagai pengurangan
jumlah persediaan yang diakui sebagai beban pada periode sesuai dengan
paragraf 34;
 K eadaan atau kejadian yang menyebabkan pembalikan penurunan persediaan
sesuai dengan paragraf 34; dan
 Jumlah tercatat persediaan yang dijaminkan sebagai kewajiban.
Informasi tentang jumlah tercatat yang dimiliki dalam klasifikasi persediaan yang
berbeda dan luasnya Perubahan aset tersebut berguna bagi pengguna laporan keuangan.
Klasifikasi persediaan yang umum adalah barang dagangan, persediaan produksi, bahan,
barang dalam proses dan barang jadi. Persediaan dari penyedia layanan dapat digambarkan
sebagai pekerjaan yang sedang berjalan.
Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan, yang sering
disebut biaya perolehan, terdiri dari biaya - biaya yang sebelumnya termasuk dalam
pengukuran persediaan yang saat ini telah dijual dan tidak dapat dialokasikan biaya
overhead produksi dan jumlah tidak normal biaya produksi persediaan . Keadaan entitas
mungkin juga menjamin masuknya jumlah lainnya, seperti biaya distribusi.
Beberapa entitas mengadopsi format untuk keuntungan atau kerugian yang
menghasilkan jumlah yang diungkapkan selain biaya persediaan yang diakui sebagai biaya
selama periode tersebut. Dengan format ini, entitas menyajikan analisis biaya dengan
menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat biaya. Dalam hal ini, entitas mengungkapkan
biaya yang diakui sebagai biaya untuk bahan baku dan bahan habis pakai, biaya tenaga
kerja dan biaya lainnya bersamaan dengan jumlah perubahan bersih persediaan untuk
periode tersebut.

Anda mungkin juga menyukai