Anda di halaman 1dari 9

VII.

LAJU RESPIRASI HEWAN

I. Tujuan Praktikum
a. Memahami metode pengukuran laju respirasi hewan melalui
penghitungan konsumsi oksigen.
b. Melihat perbedaan laju respirasi pada berbagai spesies hewan dan
hubungannya dengan perbedaan temperatur lingkungan.

II. Landasan Teori


Respirasi secara sederhana didefinisikan sebagai proses pertukaran
gas berupa oksigen dan karbondioksida antara jaringan tubuh hewan
dengan lingkungan tempat hidupnya. Respirasi bertujuan untuk
menghasilkan energi. Energi hasil respirasi tersebut sangat diperlukan
untuk aktivitas hidup, seperti mengatur suhu tubuh, pergerakan,
pertumbuhan dan reproduksi. Jadi kegiatan pernafasan dan respirasi
tersebut saling berhubungan karena pada proses pernafasan dimasukkan
udara dari luar (oksigen) dan oksigen tersebut digunakan untuk proses
respirasi guna memperoleh energi dan selanjutnya sisa respirasi berupa gas
karbon dioksida (CO2) dikeluarkan melalui proses pernafasan. Karena
hewan-hewan tingkat rendah dan tumbuhan tidak memiliki alat pernafasan
khusus sehingga oksigen dapat langsung masuk dengan cara difusi, maka
sering kali istilah pernafasan disamakan dengan istilah respirasi. Bernapas
berarti memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan
mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan luar. Sedangkan
respirasi berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik
bahan makanan di dalam sel untuk memperoleh energi (George, 2005).
Proses respirasi tersebut dikenal dengan proses bernafas atau
respirasi eksternal. Pada dasarnya peristiwa respirasi melibatkan
mekanisme produksi energi (ATP) yang merupakan manifestasi proses
yang terjadi pada level intraseluler (sitoplasama dan mitokondria) atau
lebih dikenal dengan respirasi seluler. Alat respirasi adalah alat atau
bagian tubuh tempat O2 dapat berdifusi masuk dan sebaliknya CO2 dapat
berdifusi keluar. Alat respirasi pada hewan bervariasi antara hewan yang
satu dengan hewan yang lain, ada yang berupa paru-paru, insang, kulit,
trakea, dan paru-paru buku,bahkan ada beberapa organisme yang belum
mempunyai alat khusus sehingga oksigen berdifusi langsung dari
lingkungan ke dalam tubuh, contohnya pada hewan berselsatu, porifera,
dan coelenterata (Arif, 2008). Laju respirasi juga dipengaruhi oleh suhu,
semakin tinggi suhu bahan semakin tinggi laju respirasinya.

III. Alat dan Bahan


Praktikum 1. Menghitung Laju Respirasi Invertebrata
Alat:
1. Respirometer lengkap dengan perangkatnya
2. Timbangan
3. Kantung plastic
4. Beaker glass
5. Termometer
6. Jarum suntik
7. Pemanas air
Bahan:
1. Kapas
2. Vaselin
3. Eosin
4. KOH 4%
5. Jangkrik (Gryllus asimilis)
Praktikum 2. Menghitung Laju Respirasi Vertebrata
Alat:
1. Respirometer lengkap dengan perangkatnya
2. Timbangan
3. Kantung plastic
4. Beaker glass
5. Termometer
6. Jarum suntik
7. Pemanas air
Bahan:
1. Kapas
2. Vaselin
3. Eosin
4. KOH 4%
5. Cicak (Cosymbotus platyurus)

IV. Prosedur Kerja


Praktikum 1. Menghitung Laju Respirasi Invertebrata
1. Melakukan penimbangan hewan percobaan terlebih dahulu satu per
satu (untuk tiap praktikum digunakan minimal 3 spesies yang
berbeda).
2. Menyusun respirometer sebagai mana mestinya dengan
menginjeksikan eosin pada pipa respirometer (manometer) hingga
skala 12 dan usahakan tidak adanya gelembung udara.
3. Memasukkan kapas dan KOH 4% pada tabung sampel yang
kosong dan masukkan hewan percobaan pada tabung yang lainnya.
4. Mengisolasi sistem dengan mengoleskan vaselin sehingga tidak
terjadi kebocoran gas oksigen atau karbondioksida.
5. Meletakkan perangkat percobaan pada posisi yang ideal dan
biarkan selama 5 menit lalu hitung perubahan skala yang
ditunjukkan oleh eosin pada manometer.
6. Melakukan percobaan pertama pada suhu ruangan, percobaan
kedua pada suhu lebih rendah (dengan meletakkan tabung hewan
pada gelas berisi es), dan percobaan ketiga dengan suhu lebih
tinggi (dengan meletakkan tabung hewan percobaan pada gelas
berisi air panas).
7. Mengukur suhu air pada gelas dengan menggunakan termometer.
8. Menghitung laju respirasi dengan rumus sbb:
Vr = (Sf –Ss) /Wb/T
Keterangan :
Vr : laju respirasi (ml/g/s)
Ss : skala awal manometer
Sf : Skala akhir manometer
T : Waktu (sekon)
Praktikum 2. Menghitung Laju Respirasi Vertebrata
1. Menimbang hewan percobaan terlebih dahulu, selanjutnya
memasukkan ke dalam tabung sampel hewan pada respirometer
dan mengukur laju respirasinya seperti pada prosedur pengukuran
respirasi hewan invertebrata (termasuk perlakuan suhu dan analisis
datanya).
2. Menyajikan data hasil penghitungan juga dalam grafik hubungan
laju respirasi dengan suhu lingkungan dan dibandingkan dengan
spesies invertebrata yang telah diukur sebelumnya.

V. Hasil Praktikum
Praktikum 1. Menghitung laju respirasi hewan invertebrata
(Jangkrik)
Tabel 1. Hasil Pengamatan Laju Respirasi Jangkrik (Gryllus
asimilis) pada Temperatur yang Berbeda

No Parameter Laju respirasi

1 Suhu dingin (4ͦ C) 0,004 ml/g/s

2 Suhu ruangan (30ͦ C) 0,0031 ml/g/s

3 Suhu panas (62ͦ C) 0,001 ml/g/s


Rumus:
1. Sampel I. jangkrik yang diberikan suhu dingin
(𝑆𝑡−𝑆𝑠)/𝑊𝑏 (0,54−0,6)/0,4 0,48/0,4 1,2
EM Sampel 1 = = = = =0,004ml/g/s
𝑇 300 300 300
2. Sampel II. jangkrik yang diberikan suhu ruangan
(𝑆𝑡−𝑆𝑠)/𝑊𝑏 (0,57−0)/0,6 0,57/0,6 0,95
EM Sampel 1 = = = = =0,0031 ml/g/s
𝑇 300 300 300
3. Sampel III. jangkrik yang diberikan suhu panas
(𝑆𝑡−𝑆𝑠)/𝑊𝑏 (0,19−0)/0,6 0,19/0,6 0,317
EM Sampel 1 = = = = =0,001 ml/g/s
𝑇 300 300 300

Grafik 1. Laju Respirasi pada Jangkrik (Gryllus asimilis)

Laju respirasi
0.0045
0.004
0.0035
0.003
0.0025
0.002 Laju respirasi

0.0015
0.001
0.0005
0
suhu dingin suhu ruangan suhu panas

Praktikum 2. Menghitung laju respirasi hewan vertebrata (Cicak)


Tabel 2. Hasil Pengamatan Laju Respirasi Cicak (Cosymbotus
platyurus) pada Temperatur yang Berbeda
No Parameter Laju respirasi

1 Suhu dingin (4ͦ C) 0,00053 ml/g/s

2 Suhu ruangan (30ͦ C) 0,00034 ml/g/s

3 Suhu panas (62ͦ C) -


Rumus:
1. Sampel I. cicak yang diberikan suhu dingin
(𝑆𝑡−𝑆𝑠)/𝑊𝑏 (0,57−0)/3,1 0,51/31 0,16
EM Sampel 1 = = = = =0,00053
𝑇 300 300 300
ml/g/s
2. Sampel II. cicak yang diberikan suhu ruangan
(𝑆𝑡−𝑆𝑠)/𝑊𝑏 (0,32−0)/3,1 0,32/3,1 0,103
EM Sampel 1 = = = = = 0,00034
𝑇 300 300 300
ml/g/s

Grafik 2. Laju Respirasi pada Cicak (Cosymbotus platyurus)

Laju Respirasi Cicak


0.0006

0.0005

0.0004

0.0003
Laju Respirasi Cicak
0.0002

0.0001

0
Suhu Suhu
dingin ruangan
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini mengamati laju respirasi hewan
invertebrata dan vertebrata. Hewan invertebrata yang digunakan adalah
jangkrik. Sedangkan hewan vertebrata yang digunakan adalah cicak.
Proses pengamatan laju respirasi menggunakan respirometer sederhana
yang hanya mampu menampung hewan yang berukuran kecil. Penunjang
untuk mengamati laju respirasi hewan ialah larutan eosin, vaselin, dan
kristal KOH. Larutan eosin berfungsi untuk mengetahui seberapa cepat
penyerapan oksigen oleh hewan uji, vaselin berfungsi untuk mengeratkan
tempat sampel dan pipa berskala agar tidak terjadi kebocoran gas serta
kristal KOH berfungsi untuk mengikat CO2 sehingga pergerakan dari
larutan eosin benar-benar hanya disebabkan oleh penyerapan oksigen
hewan uji.
Hasil yang diperoleh pada jangkrik yang berada pada suhu dingin
yaitu 0,004 ml/g/s, pada suhu ruangan yaitu 0,0031 ml/g/s, dan pada suhu
panas yaitu 0,001 ml/g/s. Hal ini berarti kecepatan laju respirasi lebih
lambat pada lingkungan suhu panas dan lebih cepat pada lingkungan suhu
dingin.
Sedangkan pada hasil pegamatan cicak diperoleh hasil pada suhu
ruangan yaitu 0,00034 ml/g/s, pada suhu dingin yaitu 0,00053 ml/g/s dan
pada suhu panas tidak ada laju respirasinya dikarenakan udara pada alat
respirometor itu memuai sehingga mendorong eosin keluar dari alat
tersebut dan akhirnya tidak terjadi laju respirasi. Hal ini terjadi karena
kebutuhan oksigen akan meningkat apabila tidak berada pada suhu
ruangan.
Perbandingan laju respirasi hewan vertebrata dan hewan
invertebrata lebih cepat pada hewan invertebrata karena hewan
invertebrata memiliki efisiensi laju respirasi lebih tinggi dibanding hewan
vertebrata.
VII. Simpulan
 Laju respirasi pada jangkrik lebih lambat pada lingkungan suhu
panas dan lebih cepat pada lingkungan suhu dingin.
 Laju respirasi pada cicak pada suhu panas tidak ada laju
respirasinya dikarenakan udara pada alat respirometor itu memuai
sehingga mendorong eosin keluar dari alat tersebut dan akhirnya
tidak terjadi laju respirasi.
 Perbandingan laju respirasi hewan vertebrata dan hewan
invertebrata lebih cepat pada hewan invertebrata karena hewan
invertebrata memiliki efisiensi laju respirasi lebih tinggi dibanding
hewan vertebrata.

VIII. Jawaban Pertanyaan


1) Apakah laju respirasi yang terjadi pada satu spesies dengan ukuran
berat dan dimensi relative sama? Jelaskan.
Jawaban:
Laju Respirasi hewan dengan berat berbeda dan dimensi berbeda
namun masih dalam satu spesies cenderung relatif sama, karena
perbedaan laju respirasi yang diakibatkan oleh faktor suhu ataupun
berat tersebut pada satu spesies tidak meningkat atau menurun
secara tajam, perubahan pasti ada namun nilai laju repirasinya
tidak berpaut jauh, namun jika spesies berbeda tentu laju
repirasinya akan berbeda karena berdasarkan hasil praktikum,
semakin berat tubuh hewan semakin besar kebutuhan oksigennya,
semakin besar kebutuhan oksigennya maka semakin cepat pula
proses respirasinya. Begitupun sebaliknya semakin ringan berat
tubuh suatu hewan, semakin kecil kebutuhan oksigennya. Semakin
kecil kebutuhan oksigennya maka semakin lambat pula proses
respirasinya.
2) Bagaimana pengaruh suhu terhadap laju respirasi suatu organisme
?
Jawaban:
Semakin meningkat suhu dari lingkungan, maka laju respirasi dari
suatu hewan tersebut akan meningkat pula karena meningkatnya
jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan
mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan
oksigen serta laju respirasi juga akan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mulyana. 2008. Sistem Respirasi. Surakarta: Fakultas MIPA, Universitas


Sultan Ageng Tirtayasa.
Campbell, Neil. A., Jane B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Steven A.
Wesserman, Peter V. Minorsky. Dan Robert B. Jackson. 2010.
Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Djambur, Winatasasmita. 1985. Materi Pokok Fisiologi Hewan dan Tumbuhan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan UT.
Riawan, Oka, dkk. 2016. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha.
Syamsuri, Istamar, dkk. 2007. Biologi untuk SMA Kelas XI Semester 2. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai