Anda di halaman 1dari 6

MEMILIH JUDUL SKRIPSI BERDASARKAN FENOMENA

Oleh :

Elias Johan
22020115183007
B.15

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA


FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
JUDUL SKRIPSI

PEMINATAN : GERONTIK

HUBUNGAN
DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA
DALAM
PEMENUHAN AKTIFITAS SEHARI-HARI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Jenis penelitian : Analitik ( Non- Eksperimental )


Metode Penelitian : Survei analitik yaitu suatu metode penelitian yang
melakukan analisis dinamika antara hubungan ( korelasi )
dukungan keluarga dengan kemandirian pada lansia
Independen : Dukungan Keluarga
Dependen : Kemandirian Lansia
Tempat` : Puskesmas
Fenomena : Komunitas
PENDAHULUAN

Latar Belakang ( FENOMENA )


Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 Tahun 1998 kesejahteraan lanjut usia pada
pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua
bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian ( Padilla, 2013 ).
Hatta ( 2006 ) menyatakan, Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk
terpadat ke 4 di dunia. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta jiwa pada tahun 2000,
7,5% atau 15 juta jiwa adalah penduduk lansia. Berdasarkan proyeksi Biro Pusat Statistik ( BPS )
pada tahun 2005- 2010 jumlah penduduk lanjut usia akan sama dengan jumlah balita yaitu 8,5%
dari jumlah penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Menurut ramalan WHO penduduk lansia di
Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta
orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia.
Melihat tingkat kesehatan dan kesejahteraan kian membaik maka angka harapan hidup penduduk
Indonesia juga kian meningkat ( Kresnawati Indah, 2012 )
Jumlah penduduk lansia meningkat secara tajam sejak tahun 1900. Penduduk lansia saat ini
berjumlah 12 % dari penduduk dunia. Lansia menderita penyakit kronik dan membutuhkan
perawatan jangka lama, perawatan di rumah dan layanan komunitas. Kantor Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat ( KESRA ) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (
UHH ) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang ( 5,45% ) maka pada tahun 2006 jumlah
lansia menjadi 19 juta orang ( 8,90% ) dan UHH juga meningkat ( 66,2 tahun ). Pada tahun 2010
perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar
67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di
Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
Beberapa wilyah di Indonesia akan mengalami ledakan jumlah penduduk lansia pada tahun
2010 hingga tahun 2020. Jumlah lansia diperkirakan naik 11,34% dari jumlah penduduk
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ( BPS ) tahun 2007, jumlah lansia di Indonesia
mencapai 18,96 juta jiwa. Dari jumlah tersebut 14% diantaranya berada di Daerah Istimewa
Yogyakarta atau yang tertinggi di Indonesia disusul Jawa Tengah ( 11,16% ), Jawa Timur (
11,14% ), dan Bali ( 11,01% ) ( Media Indonesia Nasional, 2009 dalam Kresnawati Indah, 2012
).
Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya,
pasti akan dialami oleh seseorang apabila dia panjang umur. Di Indonesia istilah untuk kelompok
usia ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan usia
lanjut ada pula yang menggunakan lanjut usia, atau jompo dengan pedanaan kata dalam bahasa
Inggris biasa disebut the aged, the elders, older adult, atau senior citizen ( Tamher S dan
Noorkasiani, 2009 ).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh instansi pemerintah, para profesional kesehatan, serta
bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan (
morbiditas ) dan kematian ( mortalitas ) lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, dan ketenagakerjaan,
dan lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat individu lansia,
kelompok lansia, keluarga. Panti Sosial Tresna Werda ( PSTW ), SaranaTresna Werda ( STW ),
Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dasar ( primer ), Saran Pelayanan Kesehatan Rujukan
Tingkat Pertama ( sekunder ), dan Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan ( tersier ) untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia ( Maryam Siti dkk, 2009 ).
Kondisi umum lansia yang tinggal bersama keluarga menunjukkan keluarga memegang
peranan penting pada kehidupan orang lanjut usia, apalagi bila orang lanjut usia tersebut
mengalami berbagai gangguan fungsi fisik dan mental. Berdasarkan fenomena diatas peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul hubungan dukungan keluarga dengan
kemandirian lansia dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
JUDUL SKRIPSI
PEMINATAN MEDIKAL BEDAH

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS


FUNGSIONAL PASKA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION ( ORIF )
FRAKTUR EKSTREMITAS
DIRUANG BEDAH

JENIS PENELITIAN : KUANTITATIF


METODE PENELITIAN : CROSS-SECTIONAL.
VARIABEL INDEPENDEN : USIA, LAMA HARI RAWAT, JENIS
FRAKTUR, NYERI, KELELAHAN,
MOTIVASI, FALL-EFFICACY, DAN
DUKUNGAN KELUARGA
VARIABEL DEPENDEN : STATUS FUNGSIONAL
TEMPAT : RSUD ORTHOPEDI KAB. BAYUMAS
FENOMENA : PASKA OPEN REDUCTION INTERNAL
FIXATION ( ORIF )
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238
juta, merupakan terbesar di Asia Tenggara ( Wrongdignosis, 2011 ). Manajemen fraktur
memiliki tujuan
reduksi, imobilisasi, dan pemulihan fungsi, normal ( Halstead, 2004 ). Reposisi, reduksi, dan
retaining merupakan suatu rangkaian tindakan yang tidak dapat dipisahkan.
ORIF merupakan metode penatalaksanaan bedah patah tulang yang paling banyak
keunggulannya ( Price & Wilson, 2003 ). Permasalahan paska pembedahan ortopedi berkaitan
dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas fisik, dan konsep diri ( Bare &
Smeltzer, 2006 ).
Permasalahan yang terjadi secara keseluruhan mengakibatkan perubahan status fungsional.
Perubahan status fungsional selalu terjadi sebagai tanda pertama dari penyakit atau kelanjutan
dari kondisi kronis ( Saltzman, 2011 ). Fase rehabilitasi paska bedah ortopedi status fungsional
berada dibawah level minimal dan merupakan fase dimana kemampuan fungsional berada pada
tahap paling rendah dibandingkan prehabilitasi dan paska rehabilitasi dimana status fungsional
berada di bawah level minimal ( Ditmyer et al ( 2002 ); dikutip dari Topp et al, 2002 ).
Perubahan status fungsional selalu terjadi sebagai tanda pertama dari penyakit atau kelanjutan
dari kondisi kronis
( Saltzman, 2011 ). Fase restoratif ( fase rehabilitasi ) mendukung pasien dengan gangguan
sebagai dampak suatu penyakit untuk meningkatkan kemampuan melakukan perawatan diri
sampai mampu berfungsi dalam level maksimal yang memungkinkan ( DeLaune & Ladner, 2002
). Tujuan utama pasien yang menjalani prosedur paska bedah ortopedi adalah memfasilitasi
untuk kembali berfungsi secara mandiri yang merupakan fokus sentral program rehabilitasi
ortopedi.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan status fungsional perlu diidentifikasi sebagai
dasar melakukan asuhan keperawatan pada fase restoratif. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan status fungsional paska ORIF ekstremitas.

Anda mungkin juga menyukai