*Struktur fonemis adalah susunan fonem-fonem terutama fonem vokal dan fonem
konsonan yang membentuk ucapan dari suku kata.
Vokal /u/ bahasa Jepang memang pada umumnya adalah vokal takbundar, dimana
mulut tidak dikerucutkan, sehingga akan berucapan [ʉ], misalnya :
Kata ushi dengan fonemis /usi/ akan diucapkan [ʉʃi]
Kata kaku dengan fonemis /kaku/ akan diucapkan [k’ak’ʉ]
Kata haabu dengan fonemis /ha:bu/ akan diucapkan [ha:bʉ]
Namun, ada kalanya juga terdengar sebagai vokal bundar [u], terutama bila berada
dalam lingkungan fonetis vokal bundar /o/, misalnya :
Keberadaan fonem vokal /ə/ bahasa Indonesia dapat dilihat dari pasangan
minimal berikut ini :
1. Contoh pasangan minimal dari vokal /ə/ dan /e/ bahasa Indonesia :
Kata Struktur Fonemis Ucapan Arti
sepak /sepak/ [sepak’] tendang dengan telapak kaki
sepak /səpak/ [səpak’] satu bungkus
pentil /pentil/ [pentil] katup angin untuk kendaraan
pentil /pəntil/ [pəntil] kepala benda yang menjendul kecil
memerah /memerah/ [memerah] menjadi warna merah
memerah /məmərah/ [məmərah] memencet susu sapi keluar
2. Contoh pasangan minimal dari vokal /ə/ dan /u/ bahasa Indonesia :
Pada contoh di atas, ada dua versi pengucapan, yaitu diftong dan rentetan
vokal. Misalnya, pengucapan kata hai sebagai diftong, dimana vokal [a] terdengar
bersuara besar-jelas, dan vokal [î] terdengar bersuara kecil karena menempel pada
vokal [a]. Sedangkan, pengucapan kata hai sebagai rentetan vokal, dimana baik vokal
[a] maupun vokal [i] keduanya terdengar besar-jelas.
3. Contoh kata dengan rentetan vokal yang dihadiri semi vokal sebagai bunyi sisipan :
家 Ie /ie/ [iʸe] rumah
4. Contoh kata dengan rentetan vokal yang dihadiri jeda sebagai bunyi sisipan :
多い Ooi /o:i/ [oʔoi] banyak
Selain itu, diftong dan rentetan vokal juga ditemukan dalam bahasa Indonesia.
Contoh diftong dalam bahasa Indonesia dapat dilihat pada pasangan minimal berikut
ini :
Diftong bahasa Indonesia [aî] banyak menjadi [e], seperti pada kata ‘satai’
menjadi ‘sate’, dan ‘cabai’ menjadi ‘cabe’, tetapi pada pasangan minimal di atas
terlihat jelas eksistensi fonem diftong /aî/ tersebut. Demikian pula dengan diftong [aû]
banyak menjadi [o], seperti pada kata ‘pulau’ menjadi ‘pulo’, dan ‘kerbau’ menjadi
‘kerbo’, tetapi pada pasangan minimal di atas juga terlihat jelas eksistensi fonem
diftong /aû/ tersebut. Fonem diftong bahasa Indonesia juga terlihat kontras pada
contoh pasangan minimal kata ‘gulai’ yang bermakna nama masakan dengan kata
‘gulai’ yang bermakna beri gula.
Sama dengan bahasa Jepang, bahasa Indonesia pun juga ditemukan sejumlah
rentetan vokal yang dihadiri semi vokal maupun jeda.
Kata Struktur Fonemis Ucapan Arti Keterangan
bau /bau/ [bau] tidak enak di rentetan vokal
hidung taksama tanpa
mau /mau/ [mau] ingin; akan bunyi sisipan
kuil /kuil/ [kuʷil] tempat ibadah rentetan vokal
agama Budha taksama
membaui /məmbaui/ [məmbauʸi] mencium dengan bunyi
sesuatu sisipan lemah
dia /dia/ [diʸa] pronomina rentetan vokal
orang ketiga taksama
tunggal dengan bunyi
kue /kue/ [kuʷe] makanan kecil sisipan jelas
uang /uaŋ/ [uʷaŋ] alat pembayaran
saat /saat/ [saʔat] ketika rentetan vokal
maaf /maaf/ [maʔaf] kata sapaan sama dengan
koordinator /koordinator/ [koʔordinator] jeda
Keterangan :
Alofon [i] dan [u] adalah vokal takbersuara.
Alofon [o] adalah vokal belakang-tinggisedang-bundar, dan alofon [ɔ] adalah
vokal belakang-rendahsedang-bundar. Menurut nilai fonetisnya, alofon [ɔ]
sama dengan vokal /o/ bahasa Indonesia.
Alofon [u] adalah vokal belakang-tinggi-bundar. Alofon [ʉ] adalah vokal
belakang-tinggi-takbundar. Alofon [u] adalah vokal tengah-tinggi-takbundar.
Alofon [ʉ] adalah vokal tengah-tinggi-takbundar-takbersuara. Alofon [u]
secara fonetis sama dengan vokal /u/ bahasa Indonesia.
Alofon [ʉ] bahasa Jepang diucapkan dengan mengangkat lidah ke atas
mendekati langit-langit dan menjulurkan lidah depan ke depan mulut sehingga
terbentuk ruang resonansi yang sempit oleh lidah tengah dan palatum dalam
posisi bentuk mulut yang memipih (takbundar). Warna suara vokal [ʉ] berada
di antara [i] dan [ʉ] bahasa Jepang, jauh dari vokal [ə] dan vokal [u] bahasa
Indonesia.
Fonem /i/ bahasa Jepang memiliki dua alofon yaitu [i] dan [i] dalam distribusi
bervariasi bebas. Vokal takbersuara [i] merupakan varian bebas dari [i]. Posisi
bervariasi bebas itu hanya ditemukan di belakang konsonan frikatif takbersuara /s/.
Misalnya pada kata interjeksi “moshimoshi” dengan fonem /mosimosi/ sering
diucapkan menjadi [mo∫imo∫i] yang secara akustis terdengar [mo∫mo∫] karena vokal
[i] takbersuara. Contoh alofon [i] :
木 Ki /ki/ [ki] pohon
Fonem /e/ hanya memiliki satu alofon [e]. Warna suara alofon ini mendekati
vocal [e] dari vokal kardinal, berarti pembukaan mulut pada dasarnya lebih sempit
daripada vokal /e/ bahasa Indonesia yang lebih dekat pada vokal [ε]. Contoh alofon
[e] :
絵 E /e/ [e] lukisan
Fonem vokal /a/ hanya memiliki satu alofon [a]. Contoh alofon [a] :
傘 Kasa /kasa/ [kasa] paying
Fonem vokal /o/ memiliki dua alofon [o] dan [ɔ]. Kedua alofon ini berada
dalam distribusi bervariasi bebas. Kedua alofon bernilai mendekati vokal [o] dan [ɔ]
dari vokal kardinal. Tetapi, distribusi kedua alofon tersebut lebih banyak didominasi
oleh vokal [o] dalam masyarakat Jepang, sehingga secara keseluruhan fonem /o/
bahasa Jepang sedikit lebih sempit daripada fonem vokal /o/ bahasa Indonesia, karena
alofon bahasa Indonesia pada umumnya adalah vokal [ɔ]. Contoh alofon [o] :
糸 Ito /ito/ [ito] benang
音 Oto /oto/ [oto] suara
Contoh kata bahasa Indonesia yang memiliki bunyi [ɔ], antara lain :
besok /besok/ [besɔk’]
tolong /toloŋ/ [tɔlɔŋ]
kokoh /kokoh/ [kɔkɔh]
Fonem vokal /u/ memiliki empat alofon, yaitu [u], [ʉ], [ʉ], dan [ʉ]. Keempat
alofon itu berada dalam distribusi komplementer tetapi ada juga yang bervariasi bebas.
a. Pada distribusi komplementer, alofon [ʉ] selalu muncul di belakang fonem
konsonan frikatif alveolar bersuara /z/, berarti posisi di belakang /z/ itu adalah
kehadiran tetap alofon [ʉ]. Misalnya :
合図 aizu /aizu/ [aizu] isyarat
b. Alofon [ʉ] dan [ʉ] bervariasi bebas di belakang fonem konsonan frikatif
takbersuara /s/ dan fonem afrikat alveolar takbersuara /c/, berarti posisi di
belakang /s/ dan /c/ adalah posisi kehadiran tetap dari kedua alofon itu dan pada
posisi ini kedua alofon bervariasi bebas. Misalnya :
いつ Itsu /icu/ [itsu] kapan
c. Alofon [u] dan [ʉ] bervariasi bebas pada posisi selain yang ditempati oleh alofon
[u] dan [u]. Posisi itu adalah :
Fonem /u/ hadir sendiri membentuk suku kata, berarti tidak ada konsonan
yang hadir bersamanya. Misalnya :
鵜 u /u / [u] sejenis belibis
Fonem /ʉ/ hadir di belakang fonem konsonan /s/, /z/, /c/. Misalnya :
盗む nusumu /nusumu/ [nusumu] mencuri
Fonem vokal /e:/ memiliki dua alofon, yaitu [e:] dan [ei]. Pada dasarnya
alofon dari fonem /e:/ adalah vokal panjang [e:] juga. Tetapi, ada kalanya diftong [ei]
muncul sebagai alofon yang bervariasi bebas dengan vokal panjang [e:], misalnya
pada kata 英 語 eigo berucapan [e:go] atau [eigo], sehingga ucapan diftong [ei]
diinterpretasikan sebagai salah satu varian dari fonem vokal panjang /e:/.
a. Distribusi komplementer
Alofon [ʉ:] selalu hadir pada posisi fonem /u:/ berada di belakang fonem konsonan /s/,
/z/, dan /c/.
数詞 suushi /su:syi/ [su:∫i] Numeralia
b. Bervariasi bebas
Alofon [ʉ:] dan [u:] hadir pada posisi fonem /u:/ berada pada tempat selain ditempati
oleh alofon [ʉ:], yakni pada posisi selain di belakang fonem konsonan /s/, /z/, dan /c/.
Kedua alofon tersebut berada dalam keadaan bervariasi bebas. Yang dominan adalah
alofon takbundar [ʉ:], karena fonem /u:/ pada dasarnya adalah vokal takbundar
九 kyuu /kyu:/ [kyu:] Sembilan