CTEV3
CTEV3
PENDAHULUAN
1
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
Menurut Dr Aryadi Kurniawan, MD., ahli bedah tulang dan
konsultan ortopedi anak (2013), insiden clubfoot adalah 1 dalam 1000
kelahiran hidup, dengan angka kelahiran hidup di Indonesia sekitar 4 juta
setahun maka didapatkan 4000 bayi dengan clubfoot setiap tahunnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sheikh dkk, prosedur
minimal invasif sebaiknya diutamakan dibanding prosedur bedah lainnya
karena hasil yang lebih baik dan kerusakan jaringan yang lebih sedikit. Oleh
karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai definisi talipes
ekuinovarus, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis, diagnosis, terapi, dan
prognosisnya. (Sheikh SI, Khan A., Iqbal J., 2011)
2
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
Mahasiswa mampu memperoleh gambaran tentang :
1. Definisi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
2. Klasifikasi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
3. Etiologi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
4. Patofisiologi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
5. Manifestasi klinis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
6. Pencegahan CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
7. Pemeriksaan penunjang pada CTEV (Congenital Talipes Equino
Varus)
8. Penatalaksanaan medis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
9. Prognosis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
10. Komplikasi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
11. Asuhan keperawatan pada CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep klien dengan CTEV (Congenital
Talipes Equino Varus) sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
keperawatan muskuloskeletal.
2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar sebagai
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
3
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan
tanah
b. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:
3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral
Cuboid
Navikulare ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat
ireguler dengan dasar medial dan apeks lateral. 3 cuneiforme
dan bagian anterior cuboid serta naviculare dan bagian
belakangtulang cuboid membentuk suatu garis.
c. Forefoot (segmen anterior)
Bagian ini terdiri dari:
5 metatarsal: I, II, III, IV, V
14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan
setiap jari lainnya 3 falang
5
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus. Sendi ini
distabilkan oleh ligamen-ligamen:
Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:
Lig. Tibionavikularis, Lig. Calcaneotibialis, Lig. talotibialis
anterior dan posterior
Sisi Lateral:
Lig. talofibularis anterior dan posterior, Lig. Calcaneofibularis
Gerak sendi ini:
Plantar fleksi, dorsofleksi, sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki
b. Artikulatio talotarsalis
Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi
keduanya merupakan 1kesatuan, yaitu:
- Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar. Ligamen yang
memperkuat adalah: Lig. Talocalcanearis anterior, posterior,
medial dan lateral
- Bagian depan: artikulatio talocalcaneonaviculari.
Ligamen yang memperkuat adalah: Lig. Tibionavikularis, Lig.
Calcaneonaviculare plantaris, Lig. bifurcatum: pars
calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid (lateral)
berbentuk huruf V
Gerak sendi ini:
Inversi pergelangan kaki, eversi pergelangan kaki
c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)
Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’
yang sering menjadi tempat amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi,
yaitu:
- Articulatio talonavicularis
- Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
Gerak sendi ini:
6
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
Rotasi kaki sekeliling aksis, memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis
d.Artikulatio tarsometatarsal (Lisfranc)
Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan
permukaan sendi distal pada oscuneiformis I-III. Rongga sendi ada 3
buah, yaitu:
Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I
Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah:
Lig. Tarsi plantaris, Lig. Tarsi dorsalis, Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea
dan plantaris
e.Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
Gerak sendi ini:
Fleksi-ekstensi sendi metacarpal, abduksi-adduksi sendi metacarpal
f.Artculatio interfalangea
Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis
Gerak sendi ini:
Fleksi-ekstensi interfalang, abduksi-adduksi interfalang
7
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
2.2 Definisi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau club foot berasal
dari bahasa latin “talipes” yaitu tulang talus, dan “pes” yaitu kaki, serta
equinovarus yang berarti fleksi dan inversi. Kelainan ini dapat terjadi pada
satu atau kedua kaki, ditandai dengan fleksi plantar/equinus pada angkle
(pergelangan kaki), inversi/ varus pada sendi subtalar (tungkai) dan adduksi
pada kaki depan (Koswal & Natarajam, 2005). Sedangkan menurut Cahyono
(2008), CTEV adalah kelainan kongenital tulang sehingga terjadi fiksasi
kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular
dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi
adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang
metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar.
Dari pengertian-pengertin di atas dapat kita simpukan bahwa
CTEV adalah kelainan kongenital tulang yang ditandai dengan fleksi pada
tulang talus, sehingga tumit menjadi lebih tinggi dan terjadi deviasi ke arah
medial. Kelainan ini mengakibatkan pasien tidak dapat berdiri dengan
telapak kaki yang rata menapak tanah, tumit terbalik, dan kaki depan
bengkok.
8
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
Gambar 5. Perbandingan kaki normal dan clubfoot
Sumber: Abnormal Skeletal Phenotypes: From Simple Signs to Complex Diagnoses
9
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
kelainan clubfoot. Talipes kalkaneus adalah tipe yang lebih umum. (Persis
Mary Hamilton, 1995)
10
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
kombinasi antara faktor herediter dan lingkungan
11
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
6. Tulang kering seringkali mengalami perputaran kearah dalam.
Derajat keparahan ditentukan oleh derajat displacement tulang-
tulang kaki, sedangkan resistensi terhadap koreksi ditentukan oleh rigiditas
dari kontraktur jaringan lunak.
12
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
relatif terhadap tibia. Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus
(ke arah garis tengah). Pada gambaran lateral, sudut antara axis panjang talus
dan axis panjang calcaneus (sudut talocalcaneal) kurang dari 25 o, dan kedua
tulang tersebut lebih paralel dibandingkan kondisi normal.
Pada gambaran DP, sudut talocalcaneus kurang dari 15 derajat,
dan dua tulang terlihat lebih tumpang tindih daripada pada kaki normal.
Selain itu, aksis longitudinal yang melalui pertengahan talus (garis midtalar)
melintas secara lateral ke arah dasar metatarsal pertama, karena garis depan
terdeviasi secara medial.
Varus kaki depan dan supinasi meningkatkan konvergensi dari
basis metatarsal pada gambaran DP, jika dibandingkan dengan sedikit
konvergensi pada kaki normal
2. CT-Scan
Pada penelitian pendahuluan mengenai CT dengan rekonstruksi 3
dimensi, johnston et al menunjukkan bahwa kerangka kawat luar yang dapat
memantau tulang pada CTEV bisa diterapkan dan aksis inersia dapat
ditentukan di sekitar pusat massa dengan 3 bidang perpendikuler untuk
setiap tulang yng terlibat.
Kawat ini dapat dirotasi secara manual untuk mengurai deformitas
dan kelainan susunan tulang yang tidak jelas karena overlapping pada foto
polos. Hubungan antara tulang kaki belakang dan pergelangan kaki dapat
dinilai dengan cara ini. Begitu pula dengan aksis vertical dari talus dan
lubang kalkaneus dapat dibandingkan dengan acuan perpendicular terhadap
dasar pada rekostruksi koronal dari tumit.
Analisis tersebut menunjukkan bahwa pada kaki normal, baik
talus maupun kalkaneus relatif terotasi secara medial terhadap garis
perpendicular pada lubang di bidang transversal, namun rotasi di kalkaneus
sangat kecil. Perbedaan ini merupakan divergensi normal dari aksis panjang
2 tulang. Pada CTEV, talus terotasi secara lateral dan kalkaneus terotasi
lebih medial daripada kaki normal.
Pemakaian CT Scan juga memiliki bebrapa kerugian, yaitu risiko
ionisasi, kurangnya osifikasi pada tulang tarsal, suseptibilitas dari artifak
13
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
gambar dan gerakan, dan membutuhkan peralatan mahal dan aplikasi
software untuk rekonstruksi multiplanar.
3. MRI
Saat ini MRI tidak banyak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi
CTEV karena berbagai kerugiannya, diantaranya dibutuhkan alat khusus
dan sedasi pasien, besarnya pengeluaran untuk software yang digunakan,
hilangnya sinyal yang disebabkan oleh efek feromagnetik dari alat fiksasi,
dan waktu tambahan yang dibutuhkan untuk transfer data dan
postprocessing. Namun, di sisi lain, keuntungan penggunaan MRI jika
dibandingkan dengan foto polos dan CT scan adalah kapabilitas imaging
multiplanar dan penggambaran yang sangat baik untuk nucleus osifikasi,
kartilago anlage (primordium) serta struktur jaringan lunak disekitarnya.
Dengan menggunakan resonansi magnetic rekonstruksi
multiplanar menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk
menjelaskan patoanatomi kompleks pada kelainan ini. Gambaran
intermediate dan gambaran T2-weighted spin-echo dapat menggambarkan
secara jelas anlage (primordium) kartilago dan permukaan articular secara
berurutan. Ketika akusisi gradient-echo 3 dimensi digunakan untuk
membentuk rekonstruksi multiplanar, pusat dari massa dan axis utama dari
inersia tiap tulang atau struktur kartilago dapat ditentukan. Axis ini dapat
dibandingkan satu sama lain atau dapat dirumuskan standar referensi
mengenai pengukuran objektif dari deformitas ini yang dapat digunakan
secara menyeluruh
4. Ultrasonografi (USG)
Penelitian menunjukkan bahwa gambarn reproducible dan
penilaian objektif dari beberapa hubungan antartulang (interosseous) pada
kaki normal dan pada CTEV dapat dilakukan dengan USG. Untuk
selanjutnya, USG mungkin dapat digunakan dalam operasi tertuntun dan
terapi konservatif untuk CETV dalam menilai hasilnya.
Gambaran dinamis/dynamic imaging yang bisa dilakukan dengan
USG dapat melengkapi pemeriksaan fisik untuk menilai rigiditas dari kaki.
Sehingga, USG ini dapat membantu memilah pasien yang harus dilakukan
14
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
operasi dan tidak bisa dengan terapi konservatif saja.
Kekurangan dari USG adalah ketidakmampuan gelombang suara
untuk menembus seluruh tulang, terutama jika terdapat bekas luka post
operasi. Keuntungan ultrasonografi termasuk tidak ada/kurangnya radiasi
pengion, tidak membutuhkan obat sedative, kemampuannya untuk
menggambarkan bagian tulang yang tidak terosifikasi, dan kapasitasnya
dalam hal imaging dynamics.
5. Angiografi
Angiogram dapat menunjukkan abnormalitas ukuran dan
distribusi pembuluh darah kecil pada CTEV, namun temuan ini masih
terbatas dalam kegunaan secara klinis.
15
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan dari koreksi yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Adduksi dari forefoot
2. Supinasi forefoot
3. Equinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi equinus di awal masa
koreksi dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya
rockerbottom foot. Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan
koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan,
kemudian pertahankan posisi ini dengan cara menggunakan “strapping”
yang diganti tiap beberapa hari sekali, atau dipertahankan menggunakan
gips yang diganti beberapa minggu sekali. Hal ini dilanjutkan hingga dapat
diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi
selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan
selama beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera
mungkin saat nampak adanya kegagalan terapi konservatif, yang antara lain
ditandai dengan deformitas yang menetap, deformitas berupa rockerbottom
foot atau kembalinya deformitas segera setelah koreksi dihentikan. Setelah
pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui jenis deformitas
CTEV, apakah termasuk yang mudah dikoreksi atau tipe yang resisten. Hal
ini dikonfirmasi dengan menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan
penghitungan orientasi tulang. Dari laporan didapatkan bahwa tingkat
kesuksesan dengan menggunakan metode ini adalah sebesar 11-58%.
a. Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa.
Langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi
tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki
berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada
sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi
abduksi dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal
16
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
pada kasus CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas
dirotasikan kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal
dari persendian subtalus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
meletakkan jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk
menstabilkan kaki dan kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di
bagian lateral dari kepala talus, sementara kita melakukan gerakan
abduksi pada forefoot dengan arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila forefoot berada dalam posisi pronasi.
Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi
kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut,
untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot
dapat diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.
3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat
menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini
terjadi, maka tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada
posisi varus. Seperti tertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat.
Hal ini dapat menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir
langkah pertama, maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal
tetapi tidak pernah pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long leg cast
untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus
dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat.
Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki
untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih
untuk memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral
kaki, agar aman saat melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips
yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau
mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90°
selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips
ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih
melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi
17
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
(berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian
disatukan kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan
abduksi forefoot, selanjutnya hal ini dapat digunakan untuk mengetahui
dorsofleksi serta megetahui koreksi yang telah dicapai oleh kaki
ekuinus.
5. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan
tendon Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan
berakhir dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot.
Kelengkungan kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara
terpisah, seperti yang digambarkan pada langkah kedua, sedangkan
posisi ekuinusnya harus dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya
midfoot..
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi
yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat
dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus
membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles.
Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan
kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal
menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan
menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian
ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat
diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki yang berada
pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga
2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu
yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah
diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70°. with the unaffected foot
set at 45° of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari
selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3
18
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
tahun.
7. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat
berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini
membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi
metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-
2.5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi
tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.
d. Terapi Operatif
1. Insisi
Beberapa pilihan untuk insisi, antara lain :
- Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi
anteromedial (persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi
anterolateral (bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian
belakang pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
- Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini dapat
menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial
kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa
jalan, antara lain :
Tiga insisi terpisah - insisi posterior arah vertikal, medial, dan
lateral
Dua insisi terpisah - Curvilinear medial dan posterolateral
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi operatif
di semua kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil, antara lain :
Plantar : Plantar fascia, abductor hallucis, flexor digitorum brevis, ligamen
plantaris panjang dan pendek
Medial : struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan
talonavicular dan subtalar, tibialis posterior, FHL, dan pemanjangan FDL
Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan
ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligamen
kalkaneofibular
Lateral : struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian
kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar
19
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
Pendekatan manapun yang dilakukan harus bisa menghasilkan paparan
yang adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan
adalah sebagai berikut :
1. Tendon Achilles
2. Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.
3. Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid.
4. Ligamen tibiofibular inferior
5. Ligamen fibulocalcaneal
6. Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.
7. Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik
Aksis longitudinal dari talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20°
dari proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan
dengan pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular
atau keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka
paska operasi yang terjadi tidak boleh ditutup dengan paksa. Luka tersebut
dapat dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau bahkan
nantinya dapat dilakukan cangkok kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari
pasien :
a. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya
melalui prosedur jaringan lunak.
b. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan
pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari
persendian kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi
tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).
c. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan
tarsektomi lateralis atau arthrodesis.).
Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit
paska operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan
terbuka agar dapat terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan
terjadinya penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan
pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka paska operasi. Perban
20
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler.
21
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
1. Data Demografi Klien :
Berupa nama, usia, jenis kelamin, suku / bangsa, alamat, agama,
tanggal MRS, jam MRS, diagnosa. CTEV pada umumnya sering
terjadi pada bayi dengan jenis kelamin perempuan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dikeluhkan oleh sebagian besar klien adalah
bentuk kaki bayi terlihat tidak normal
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu :
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit
klien saat ini.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan.
6. Riwayat Imunisasi
Meliputi imunisasi: BCG, DPT, Hepatitis, Polio
7. Riwayat Kehamilan
Meliputi prenatal, natal dan postnatal yang berkaitan dengan faktor
resiko penyebab CTEV
22
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi Umum : menjelaskan mengenai keadaan yang ada sekarang
serta pemeriksaan tanda-tanda vital.
2. Menghitung Pirani's Score
a. CLB (Curvature of the lateral border of the foot)
b. MC (Medial crease of the foot)
c. PC (Posterior crease of the ankle)
d. LHT (Lateral part of the head of the Talus)
23
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
berupa gips
8. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder
akibat kehilangan fungsi tubuh
9. Risiko jatuh b/d gips dan perubahan mobilitas sekunder akibat
tidak dapat berdiri dengan telapak kaki rata diatas tanah
24
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
2. Kurang pengetahuan tentang proses pengobatan b/d kurang informasi
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam,
klien mengetahui tentang proses penyakit
NIC
a. klien dapat mendeskripsikan perjalanan penyakit
b. klien dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan
progresifitas penyakit
NOC
a. Gambarkan proses penyakit
b. Sediakan informasi tentang kondisi pasien
c. Diskusikan pilihan terapi
d. Gambarkan rasional rekomendasi manajemen terapi
e. Eksplorasi kemungkinan sumber dukungan
25
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
infeksi
NOC
a. Klien dapat mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi
b. Klien dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat untuk mencegah
terjadinya infeksi
c. Tidak terjadi infeksi pada klien
NIC
a. Pertahankan teknik isolasi
b. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan selama
kontak dengan kulit yang tidak utuh
c. Kaji warna kulit, turgor, dan tekstur. Cuci kulit dengan hati-hati
d. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
e. Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi. Apabila terjadi
diharap melapor pada perawat
f. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi
26
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
b. Skin care: graft site
1) Pastikan bahwa semua tepi gips halus dan bebas dari
proyeksi pengiritasi
2) Jangan membiarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam
gips
3) Waspadai anak yang lebih besar untuk tudak memasukkan
benda-benda kedalam gips, jelaskan mengapa ini penting
4) Jaga agar kulit yang terpajan tetap bersih dan bebas dari
iritan
5) Lindungi gips selama mandi, kecuali jika gips sintetik tahan
terhadap air
6) Selama gips dilepas, rendam dan basuh kulit dengan
perlahan
c. Swallonging therapy
1) Dorong untuk ambulasi sesegera mungkin
2) Ajarkan penggunaan alat mobilisasi seperti kurk untuk kaki
yang di gips
3) Dorong anak dengan alat ambulasi untuk berambulasi segera
setelah kondisi umumnya memungkinkan
4) Dorong aktivitas bermain dan pengalihan
5) Dorong anak untuk menggunakan sendi-sendi di atas dan di
bawah gips
d. Ajarkan keluarga tentang perawatan area yang di gips, termasuk
tanda dan gejala abnormal, serta menghindari penekanan pada area
tersebut.
e. Pressure management
1) Tinggikan ekstremitas yang di gips
2) Kaji bagian gips yang terpajan untuk mengetahui adanya
nyeri, , nyeri bengkak, perubahan warna (sianosis atau
pucat), pulsasi, hangat, dan kemampuan untuk bergerak
3) Rawat gips basah dengan telapak tangan, hindari penekanan
gips dengan ujung jari (gips plester)
27
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
4) Tutupi tepi gips yang kasar dengan ” petal” adesif
5) Jangan menutupi gips yang masih basah
6) Jangan mengeringkan gips dengan kipas pemanas atau
pengering
7) Gunakan kipas biasa di lingkungan dengan kelembaban
tinggi
8) Bersihkan area yang kotor dari gips dengan kain basah dan
sedikit pembersih putih yang rendah abrasive
28
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
i. Meminta keluarga untuk memberi support dan memenuhi kebutuhan
klien
29
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
NOC
a. Mendemonstrasikan keinginan dan kemampuan untuk mengambil
perawatan diri/ tanggung jawab peran
b. Memantapkan kembali sistem pendukung yang ada
NIC
a. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai
penampilan dirinya
b. Gunakan bermain peran untuk membantu pengungkapan
c. Fokuskan anak pada perubahan tubuh
d. Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional.
Dukung keluarga dalam upaya beradaptasi
e. Dorong kunjungan dari teman sebaya dan keluarga (surat, telepon)
f. Beri kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami
pengalaman yang sama
g. Bantu resolusi melalui pembedahan yang membuat perubahan citra
tubuh
9. Risiko jatuh b/d gips dan perubahan mobilitas sekunder akibat tidak
dapat berdiri dengan telapak kaki rata diatas tanah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam klien
terhindar dari risiko jatuh
NOC
a. Bentuk kaki klien normal
b. Klien dapat menapakkkan telapak kakinya diatas tanah dan
berdiri serta berjalan tanpa alat bantu
c. Lingkungan terhindar dari faktor-faktor yang meningkatkan
risiko jatuh
NIC
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
misalnya defisit sensorik dan motorik (berjalan dan keseimbangan)
b. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko
terjatuh (misal lantai licin, karpet sobek, anak tangga tanpa pagar
30
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV
2
pengamanan)
c. Berikan edukasi pada orang tua berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah kemungkinan jatuh
d. Meminta keluarga untuk membantu klien terhadap aktifitas yang
dirasa berat dilakukannya sendiri
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan lingkungan yang aman
31
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV