Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Talipes ekuinovarus (club foot), atau kaki pekuk, adalah kelainan
kongenital yang umum ditemukan. Perkiraan insiden dari kelainan ini adalah
satu kasus per seribu kelahiran hidup. Pria terkena lebih banyak
dibandingkan dengan wanita, dengan rasio 2:1. Meskipun etiologinya tidak
diketahui, tetapi deformitas ini sering berhubungan dengan kondisi
neurologi, seperti artrogiposis dan mielodisplasia. Pola keturunannya adalah
multifaktorial, mengindikasikan kompleks genetik dan interaksi lingkungan.
(Sabiston DC.,1994)
Berdasarkan artikel Bayu Chandra Cahyono (2012) yang berjudul
CTEV, Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai
‘club foot’ adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang
sering ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam
terminologi “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan
gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV
dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan sering
disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai
gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifida maupun atrofi
muskular spinal. Bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV idiopatik;
pada bentuk ini, ekstremitas superior dalam keadaan normal. Club foot
ditemukan pada hieroglif Mesir dan perawatannya dijelaskan oleh
Hipokrates pada 400 SM dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut
untuk kemudian dipasangi perban. Sampai saat ini, perawatan modern juga
masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan
immobilisasi serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips
adalah metode perawatan modern non-operatif. Cara imobilisasi yang saat
ini mungkin paling efektif adalah metode Ponseti; metode ini dapat
mengurangi perlunya operasi. Walaupun demikian, masih banyak kasus
yang membutuhkan terapi operatif.

1
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
Menurut Dr Aryadi Kurniawan, MD., ahli bedah tulang dan
konsultan ortopedi anak (2013), insiden clubfoot adalah 1 dalam 1000
kelahiran hidup, dengan angka kelahiran hidup di Indonesia sekitar 4 juta
setahun maka didapatkan 4000 bayi dengan clubfoot setiap tahunnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sheikh dkk, prosedur
minimal invasif sebaiknya diutamakan dibanding prosedur bedah lainnya
karena hasil yang lebih baik dan kerusakan jaringan yang lebih sedikit. Oleh
karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai definisi talipes
ekuinovarus, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis, diagnosis, terapi, dan
prognosisnya. (Sheikh SI, Khan A., Iqbal J., 2011)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)?
2. Apa etiologi dari Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)?
3. Apa saja manifestasi dari Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)?
4. Bagaimana patofisiologi dari Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)?
5. Bagaimana WOC dari Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)?
6. Apa saja bentuk pemerikaan diagnostik dari Congenital Talipes
Equinovarus (CTEV)?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan medis pada pasien dengan Congenital
Talipes Equinovarus (CTEV)?
8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari Congenital Talipes Equinovarus
(CTEV)?
9. Bagaimana prognosis dari Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Congenital Talipes
Equinovarus (CTEV)?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan
pada klien dengan CTEV (Congenital Talipes Equino Varus).
1.3.2 Tujuan Khusus

2
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
Mahasiswa mampu memperoleh gambaran tentang :
1. Definisi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
2. Klasifikasi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
3. Etiologi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
4. Patofisiologi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
5. Manifestasi klinis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
6. Pencegahan CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
7. Pemeriksaan penunjang pada CTEV (Congenital Talipes Equino
Varus)
8. Penatalaksanaan medis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
9. Prognosis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
10. Komplikasi dari CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
11. Asuhan keperawatan pada CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep klien dengan CTEV (Congenital
Talipes Equino Varus) sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
keperawatan muskuloskeletal.
2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar sebagai
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

3
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Menurut Suratun, dkk (2008), sistem muskuloskeletal terdiri dari
tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung lainnya (tendon, ligamen, fasia,
dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini terjadi selama
masa kanak-kanak dan remaja.

2.1.1 Struktur Tulang


Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat
badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. (Suratun, dkk, 2008)
Pembagian skeletal yaitu :
1. Axial skeleton, terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher,
tengkorak, kolumna vertebrae, tulang iga, tulang hioid sternum
2. Apendikular skeleton, terdiri dari
a. Kerangka tulang lengan dan kaki
b. Ekstremitas atas (skapula, klavikula, humerus, ulna, radial) dan
tangan (karpal, metakarpal, falang)
c. Ekstremitas bawah (tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula) dan
kaki (tarsal, metatarsal, falang)
2.1.2 Anatomi Kaki
Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26
buah tulang yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri
dan mampu memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Ke-
26 tulang itu terdiri dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat
dibagi menjadi 3 segmen fungsional
a. Hindfoot (segmen posterior)
Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai
penyangganya. Terdiri dari:
 Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari
sendi pergelangan kaki

4
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
 Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan
tanah
b. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:
 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral
 Cuboid
 Navikulare ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat
ireguler dengan dasar medial dan apeks lateral. 3 cuneiforme
dan bagian anterior cuboid serta naviculare dan bagian
belakangtulang cuboid membentuk suatu garis.
c. Forefoot (segmen anterior)
Bagian ini terdiri dari:
 5 metatarsal: I, II, III, IV, V
 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan
setiap jari lainnya 3 falang

Gambar 1. Anatomi kaki

Struktur Persendian dan Ligamen tulang-tulang tersebut diatas membentuk


persendian-persendian sebagai berikut:
a. Artikulatio talocrurali

5
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus. Sendi ini
distabilkan oleh ligamen-ligamen:
 Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:
Lig. Tibionavikularis, Lig. Calcaneotibialis, Lig. talotibialis
anterior dan posterior
 Sisi Lateral:
Lig. talofibularis anterior dan posterior, Lig. Calcaneofibularis
Gerak sendi ini:
Plantar fleksi, dorsofleksi, sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki
b. Artikulatio talotarsalis
Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi
keduanya merupakan 1kesatuan, yaitu:
- Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar. Ligamen yang
memperkuat adalah: Lig. Talocalcanearis anterior, posterior,
medial dan lateral
- Bagian depan: artikulatio talocalcaneonaviculari.
Ligamen yang memperkuat adalah: Lig. Tibionavikularis, Lig.
Calcaneonaviculare plantaris, Lig. bifurcatum: pars
calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid (lateral)
berbentuk huruf V
Gerak sendi ini:
Inversi pergelangan kaki, eversi pergelangan kaki
c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)
Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’
yang sering menjadi tempat amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi,
yaitu:
- Articulatio talonavicularis
- Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
Gerak sendi ini:

6
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
Rotasi kaki sekeliling aksis, memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis
d.Artikulatio tarsometatarsal (Lisfranc)
Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan
permukaan sendi distal pada oscuneiformis I-III. Rongga sendi ada 3
buah, yaitu:
 Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I
 Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
 Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah:
Lig. Tarsi plantaris, Lig. Tarsi dorsalis, Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea
dan plantaris
e.Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
Gerak sendi ini:
Fleksi-ekstensi sendi metacarpal, abduksi-adduksi sendi metacarpal
f.Artculatio interfalangea
Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis
Gerak sendi ini:
Fleksi-ekstensi interfalang, abduksi-adduksi interfalang

Gambar 2. Lateral kaki kanan

7
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
2.2 Definisi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau club foot berasal
dari bahasa latin “talipes” yaitu tulang talus, dan “pes” yaitu kaki, serta
equinovarus yang berarti fleksi dan inversi. Kelainan ini dapat terjadi pada
satu atau kedua kaki, ditandai dengan fleksi plantar/equinus pada angkle
(pergelangan kaki), inversi/ varus pada sendi subtalar (tungkai) dan adduksi
pada kaki depan (Koswal & Natarajam, 2005). Sedangkan menurut Cahyono
(2008), CTEV adalah kelainan kongenital tulang sehingga terjadi fiksasi
kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular
dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi
adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang
metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar.
Dari pengertian-pengertin di atas dapat kita simpukan bahwa
CTEV adalah kelainan kongenital tulang yang ditandai dengan fleksi pada
tulang talus, sehingga tumit menjadi lebih tinggi dan terjadi deviasi ke arah
medial. Kelainan ini mengakibatkan pasien tidak dapat berdiri dengan
telapak kaki yang rata menapak tanah, tumit terbalik, dan kaki depan
bengkok.

Gambar 4. TulangGambar 3. Clubfoot


pedis normal dan clubfoot
Sumber:http://s63.photobucket.com/
Sumber: http://clubfoot_help.tripod.com/

8
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
Gambar 5. Perbandingan kaki normal dan clubfoot
Sumber: Abnormal Skeletal Phenotypes: From Simple Signs to Complex Diagnoses

2.3 Klasifikasi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


CTEV dibagi menjadi dua, yaitu:
1. CTEV postural atau posisional
Bukan CTEV sebenarnya sebab bisa terkoreksi sendiri seiring masa
tumbuh kembang bayi.
2. CTEV rigid atau fixed, dibagi menjadi:
a. CTEV rigid fleksibel. Jenis ini mudah atau dapat dikoreksi secara
non- operasional
b. CTEV rigid resisten. Jenis ini seringkali memerlukan tindakan
operasi.

Dilihat dari tempat bengkoknya tulang, talipes terbagi menjadi


beberapa jenis seperti talipes equinus, kalkaneus, valgus, varus, dan kavus.
Deformitas clubfoot disebabkan karena disrotasi posisi kaki. Dua
tipe yang paling umum adalah equinus dan kalkaneus. Equinus berarti
seperti kuda dengan ujung kaki ke bawah dan telapak kakinya fleksi.
Kalkaneus berarti tumit menonjol dengan ujung kaki ke atas dan kaki dalam
posisi plantar. Setiap tipe mungkin varus (bengkok ke dalam) atau valgus
(bengkok ke luar). Jumlah tapiles equinavarus sekitar 95% dari semua

9
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
kelainan clubfoot. Talipes kalkaneus adalah tipe yang lebih umum. (Persis
Mary Hamilton, 1995)

Gambar 6. Talipes; A. Equinus; B. Kalkaneus; C. Valgus;


D. Varus; E. Kavus

2.4 Etiologi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Deformitas talipes (clubfoot) adalah deformitas kongenital
ortopedik paling sering dari ekstremitas bawah, terjadi dengan frekuensi
paling besar pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1 dengan anak
perempuan. Talipes dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Umumnya, titik talus turun dan telapak kaki teraduksi. (Jan Tambayong,
2000)
Menurut Persis Mary Hamilton (1995), Penyebab yang pasti dari
clubfoot tidak diketahui. Sebagian orang berkeyakinan bahwa hal tersebut
diakibatkan karena gangguan perkembangan atau posisi abnormal dalam
uterus. Karena beberapa keluarga memiliki kecenderungan lebih tinggi dari
keluarga yang lain, hereditas merupakan salah satu faktornya.
Faktor resiko terjadinya CTEV adalah faktor mekanis dalam
uterus (misalnya adanya tekanan dari luar akibat trauma atau akibat tekanan
dari dalam seperti pada kehamilan kembar, oligohidramnion), gangguan
neuromuskular, kelainan genetik, pengaruh di sekitar rahim, faktor herediter,

10
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
kombinasi antara faktor herediter dan lingkungan

2.5 Patofisiologi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Penyebab pasti dari CTEV sampai sekarang belum diketahui
tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa kelainan ini timbul karena:
1. Kondisi janin saat dalam kandungan, meliputi posisi abnormal seperti
posisi sungsang atau lintang, atau pergerakan janin yang terbatas misalnya
akibat Oligohydroamnion, yaitu kondisi jumlah cairan ketuban di dalam
rahim sangat rendah (Amniotic Fluid Index: <5), yang mengakibatkan
posisi abnormal pada kaki janin sehingga menimbulkan kontraktur dan
deformitas tulang.
2. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular. Fase fibular terjadi
pada bulan ke-7 kehamilan, yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi
dan eversi. Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan
menimbulkan deformitas yang dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine.
Normalnya kaki akan mengalami koreksi pada fase berikutnya.
3. Peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen, Zimny dkk
mengemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban kontraktur
medial (Cahyo, 2008)
4. Abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus, terjadi
pengecilan otot-otot betis dan peroneus sehingga kaki tidak dapat
digerakkan secara pasif pada batas eversi dan dorsofleksi normal
(Muttaqin, 2008).

2.6 Manifestasi klinis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


1. Pergelangan kaki jinjit, telapak kaki dan bagian depan kaki menghadap
ke arah dalam.
2. Tumit kecil, teraba kosong dan lunak.
3. Colum tulang talus mudah diraba.
4. Mata kaki bagian dalam sulit diraba.
5. Bagian pangkal kaki berputar ke dalam, lengkung kaki tinggi (cavus).

11
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
6. Tulang kering seringkali mengalami perputaran kearah dalam.
Derajat keparahan ditentukan oleh derajat displacement tulang-
tulang kaki, sedangkan resistensi terhadap koreksi ditentukan oleh rigiditas
dari kontraktur jaringan lunak.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


1. Foto polos
Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto
polos. Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat karena stress
yang terlibat dapat terjadi berulang-ulang. Pada infant, tumpuan berat dapat
disimulasikan dengan pemberian stress dorsal flexy. Gambaran standar yang
digunakan adalah gambaran dorsoplantar (DP) dan lateral. Untuk gambaran
dorsoplantar, sinar diarahkan dengan sudut 15o terhadap tumit untuk
mencegah overlap dengan struktur tungkai bawah. Gambaran lateral harus
mencakup pergelangan kaki, dan bukan kaki, untuk penggambaran yang
lebih tepat dari talus.
Foto polos mempunyai kerugian yaitu tereksposnya pasien
terhadap radiasi. Ditambah lagi, pengaturan posisi yang tepat juga akan sulit
dilakukan. Pemosisian yang tidak tepat dapat menghasilkan gambaran
seperti deformitas sehingga ada kemungkinan adanya kesalahan diagnosa.
Lebih jauh lagi, karena CTEV adalah kondisi kongenital, kurangnya
osifikasi pada beberapa tulang yang terlibat merupakan salah satu
keterbatasan lainnya. Pada neonates, hanya talus dan calcaneus yang
terosifikasi. Navikular tidak terosifikasi sampai anak berusia 2-3 tahun.
Posisi oblique tumit pada gambaran dorsoplantar (DP) dapat
menstimulasikan varus kaki belakang. Bila gambaran lateral hanya meliputi
salah satu kaki dan tidak termasuk pergelangan kaki, maka akan terlihat
gambaran palsu dari lengkungan talus yang mendatar.
Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus
anterior (mirip kuku kuda) dimana sudut antara axis panjang tibia dan axis
panjang calcaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih besar dari 90o.
Pada varus kaki belakang, talus diperkirakan terfiksasi secara

12
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
relatif terhadap tibia. Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus
(ke arah garis tengah). Pada gambaran lateral, sudut antara axis panjang talus
dan axis panjang calcaneus (sudut talocalcaneal) kurang dari 25 o, dan kedua
tulang tersebut lebih paralel dibandingkan kondisi normal.
Pada gambaran DP, sudut talocalcaneus kurang dari 15 derajat,
dan dua tulang terlihat lebih tumpang tindih daripada pada kaki normal.
Selain itu, aksis longitudinal yang melalui pertengahan talus (garis midtalar)
melintas secara lateral ke arah dasar metatarsal pertama, karena garis depan
terdeviasi secara medial.
Varus kaki depan dan supinasi meningkatkan konvergensi dari
basis metatarsal pada gambaran DP, jika dibandingkan dengan sedikit
konvergensi pada kaki normal
2. CT-Scan
Pada penelitian pendahuluan mengenai CT dengan rekonstruksi 3
dimensi, johnston et al menunjukkan bahwa kerangka kawat luar yang dapat
memantau tulang pada CTEV bisa diterapkan dan aksis inersia dapat
ditentukan di sekitar pusat massa dengan 3 bidang perpendikuler untuk
setiap tulang yng terlibat.
Kawat ini dapat dirotasi secara manual untuk mengurai deformitas
dan kelainan susunan tulang yang tidak jelas karena overlapping pada foto
polos. Hubungan antara tulang kaki belakang dan pergelangan kaki dapat
dinilai dengan cara ini. Begitu pula dengan aksis vertical dari talus dan
lubang kalkaneus dapat dibandingkan dengan acuan perpendicular terhadap
dasar pada rekostruksi koronal dari tumit.
Analisis tersebut menunjukkan bahwa pada kaki normal, baik
talus maupun kalkaneus relatif terotasi secara medial terhadap garis
perpendicular pada lubang di bidang transversal, namun rotasi di kalkaneus
sangat kecil. Perbedaan ini merupakan divergensi normal dari aksis panjang
2 tulang. Pada CTEV, talus terotasi secara lateral dan kalkaneus terotasi
lebih medial daripada kaki normal.
Pemakaian CT Scan juga memiliki bebrapa kerugian, yaitu risiko
ionisasi, kurangnya osifikasi pada tulang tarsal, suseptibilitas dari artifak

13
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
gambar dan gerakan, dan membutuhkan peralatan mahal dan aplikasi
software untuk rekonstruksi multiplanar.
3. MRI
Saat ini MRI tidak banyak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi
CTEV karena berbagai kerugiannya, diantaranya dibutuhkan alat khusus
dan sedasi pasien, besarnya pengeluaran untuk software yang digunakan,
hilangnya sinyal yang disebabkan oleh efek feromagnetik dari alat fiksasi,
dan waktu tambahan yang dibutuhkan untuk transfer data dan
postprocessing. Namun, di sisi lain, keuntungan penggunaan MRI jika
dibandingkan dengan foto polos dan CT scan adalah kapabilitas imaging
multiplanar dan penggambaran yang sangat baik untuk nucleus osifikasi,
kartilago anlage (primordium) serta struktur jaringan lunak disekitarnya.
Dengan menggunakan resonansi magnetic rekonstruksi
multiplanar menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk
menjelaskan patoanatomi kompleks pada kelainan ini. Gambaran
intermediate dan gambaran T2-weighted spin-echo dapat menggambarkan
secara jelas anlage (primordium) kartilago dan permukaan articular secara
berurutan. Ketika akusisi gradient-echo 3 dimensi digunakan untuk
membentuk rekonstruksi multiplanar, pusat dari massa dan axis utama dari
inersia tiap tulang atau struktur kartilago dapat ditentukan. Axis ini dapat
dibandingkan satu sama lain atau dapat dirumuskan standar referensi
mengenai pengukuran objektif dari deformitas ini yang dapat digunakan
secara menyeluruh
4. Ultrasonografi (USG)
Penelitian menunjukkan bahwa gambarn reproducible dan
penilaian objektif dari beberapa hubungan antartulang (interosseous) pada
kaki normal dan pada CTEV dapat dilakukan dengan USG. Untuk
selanjutnya, USG mungkin dapat digunakan dalam operasi tertuntun dan
terapi konservatif untuk CETV dalam menilai hasilnya.
Gambaran dinamis/dynamic imaging yang bisa dilakukan dengan
USG dapat melengkapi pemeriksaan fisik untuk menilai rigiditas dari kaki.
Sehingga, USG ini dapat membantu memilah pasien yang harus dilakukan

14
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
operasi dan tidak bisa dengan terapi konservatif saja.
Kekurangan dari USG adalah ketidakmampuan gelombang suara
untuk menembus seluruh tulang, terutama jika terdapat bekas luka post
operasi. Keuntungan ultrasonografi termasuk tidak ada/kurangnya radiasi
pengion, tidak membutuhkan obat sedative, kemampuannya untuk
menggambarkan bagian tulang yang tidak terosifikasi, dan kapasitasnya
dalam hal imaging dynamics.
5. Angiografi
Angiogram dapat menunjukkan abnormalitas ukuran dan
distribusi pembuluh darah kecil pada CTEV, namun temuan ini masih
terbatas dalam kegunaan secara klinis.

2.8 Penatalaksanaan CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


1. Terapi
Terapi Medis
Tujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang ada dan
mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya
pertumbuhan tulang.
Saat ini terdapat suatu sistem penilaian yang dirancang oleh prof. dr. Shafiq
Pirani, seorang ahli ortopaedist di Inggris. Sistem ini dinamakan The Pirani
Scoring System. Dengan menggunakan sistem ini, kita dapat
mengidentifikasi tingkat keparahan dan memonitor perkembangan suatu
kasus CTEV selama koreksi dilakukan. Sistem ini terdiri dari 6 kategori,
masing-masing 3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori
terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC), kekosongan
tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat dorsofleksi yang
terjadi/degree of dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk kategori midfoot,
terbagi menjadi kelengkungan batas lateral/curvature of the lateral border
(CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease (MC) dan tereksposnya kepala
lateral talus/uncovering of the lateral head of the talus.
Penatalaksanaan non operatif
Dengan penatalaksanaan tradisional non operatif, maka pemasangan splint

15
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan dari koreksi yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Adduksi dari forefoot
2. Supinasi forefoot
3. Equinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi equinus di awal masa
koreksi dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya
rockerbottom foot. Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan
koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan,
kemudian pertahankan posisi ini dengan cara menggunakan “strapping”
yang diganti tiap beberapa hari sekali, atau dipertahankan menggunakan
gips yang diganti beberapa minggu sekali. Hal ini dilanjutkan hingga dapat
diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi
selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan
selama beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera
mungkin saat nampak adanya kegagalan terapi konservatif, yang antara lain
ditandai dengan deformitas yang menetap, deformitas berupa rockerbottom
foot atau kembalinya deformitas segera setelah koreksi dihentikan. Setelah
pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui jenis deformitas
CTEV, apakah termasuk yang mudah dikoreksi atau tipe yang resisten. Hal
ini dikonfirmasi dengan menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan
penghitungan orientasi tulang. Dari laporan didapatkan bahwa tingkat
kesuksesan dengan menggunakan metode ini adalah sebesar 11-58%.
a. Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa.
Langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi
tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki
berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada
sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi
abduksi dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal

16
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
pada kasus CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas
dirotasikan kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal
dari persendian subtalus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
meletakkan jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk
menstabilkan kaki dan kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di
bagian lateral dari kepala talus, sementara kita melakukan gerakan
abduksi pada forefoot dengan arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila forefoot berada dalam posisi pronasi.
Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi
kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut,
untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot
dapat diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.
3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat
menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini
terjadi, maka tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada
posisi varus. Seperti tertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat.
Hal ini dapat menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir
langkah pertama, maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal
tetapi tidak pernah pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long leg cast
untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus
dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat.
Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki
untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih
untuk memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral
kaki, agar aman saat melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips
yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau
mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90°
selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips
ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih
melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi

17
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
(berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian
disatukan kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan
abduksi forefoot, selanjutnya hal ini dapat digunakan untuk mengetahui
dorsofleksi serta megetahui koreksi yang telah dicapai oleh kaki
ekuinus.
5. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan
tendon Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan
berakhir dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot.
Kelengkungan kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara
terpisah, seperti yang digambarkan pada langkah kedua, sedangkan
posisi ekuinusnya harus dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya
midfoot..
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi
yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat
dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus
membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles.
Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan
kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal
menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan
menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian
ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat
diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki yang berada
pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga
2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu
yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah
diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70°. with the unaffected foot
set at 45° of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari
selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3

18
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
tahun.
7. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat
berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini
membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi
metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-
2.5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi
tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.
d. Terapi Operatif
1. Insisi
Beberapa pilihan untuk insisi, antara lain :
- Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi
anteromedial (persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi
anterolateral (bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian
belakang pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
- Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini dapat
menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial
kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa
jalan, antara lain :
Tiga insisi terpisah - insisi posterior arah vertikal, medial, dan
lateral
Dua insisi terpisah - Curvilinear medial dan posterolateral
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi operatif
di semua kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil, antara lain :
Plantar : Plantar fascia, abductor hallucis, flexor digitorum brevis, ligamen
plantaris panjang dan pendek
Medial : struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan
talonavicular dan subtalar, tibialis posterior, FHL, dan pemanjangan FDL
Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan
ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligamen
kalkaneofibular
Lateral : struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian
kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar

19
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
Pendekatan manapun yang dilakukan harus bisa menghasilkan paparan
yang adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan
adalah sebagai berikut :
1. Tendon Achilles
2. Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.
3. Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid.
4. Ligamen tibiofibular inferior
5. Ligamen fibulocalcaneal
6. Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.
7. Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik
Aksis longitudinal dari talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20°
dari proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan
dengan pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular
atau keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka
paska operasi yang terjadi tidak boleh ditutup dengan paksa. Luka tersebut
dapat dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau bahkan
nantinya dapat dilakukan cangkok kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari
pasien :
a. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya
melalui prosedur jaringan lunak.
b. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan
pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari
persendian kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi
tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).
c. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan
tarsektomi lateralis atau arthrodesis.).
Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit
paska operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan
terbuka agar dapat terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan
terjadinya penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan
pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka paska operasi. Perban

20
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler.

2.9 Prognosis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Prognosis bergantung pada waktu pengobatan dan keparahan
penyakit. Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar
dapat diperbaiki. Namun walaupun demikian, keadaan ini sering tidak
sembuh secara sempurna dan sering kambuh kembali, terutama pada bayi
dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler.
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa
tindakan operatif. Teknik Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles)
dilaporkan memiliki tingkat kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain
melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar
kasus melaporkan tingkat kepuasan 75-90%, baik dari segi penampilan
maupun fungsi kaki. Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif
terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lainnya menunjukkan
respon yang lama atau tidak berespon sama sekali terhadap treatment.
Orang tua harus diberikan informasi bahwa hasil dari treatment tidak selalu
dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformatis,
umur anak saat treatment, perkembangan tulang, otot dan syaraf

2.10 Komplikasi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Komplikasi penanganan non-operatif CTEV dapat terjadi di
setiap tahap. Di tahap manipulasi dengan peregangan dapat timbul nyeri
pada kaki bayi karena manipulasi secara force-full, tidak gentle. Di tahap
serial casting bisa terjadi ulkus tekan, kemerahan, pembengkakan jari-jari
kaki dan gangguan neurovaskular. Komplikasi pada kulit berupa iritasi,
lepuh atau lecet karena pemakaian strapping adhesive atau splinting.

21
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
1. Data Demografi Klien :
Berupa nama, usia, jenis kelamin, suku / bangsa, alamat, agama,
tanggal MRS, jam MRS, diagnosa. CTEV pada umumnya sering
terjadi pada bayi dengan jenis kelamin perempuan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dikeluhkan oleh sebagian besar klien adalah
bentuk kaki bayi terlihat tidak normal
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu :
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit
klien saat ini.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan.
6. Riwayat Imunisasi
Meliputi imunisasi: BCG, DPT, Hepatitis, Polio
7. Riwayat Kehamilan
Meliputi prenatal, natal dan postnatal yang berkaitan dengan faktor
resiko penyebab CTEV

22
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi Umum : menjelaskan mengenai keadaan yang ada sekarang
serta pemeriksaan tanda-tanda vital.
2. Menghitung Pirani's Score
a. CLB (Curvature of the lateral border of the foot)
b. MC (Medial crease of the foot)
c. PC (Posterior crease of the ankle)
d. LHT (Lateral part of the head of the Talus)

3.1.3 Pemeriksaan Head to Toe


Kepala dan leher : tidak ditemukan adanya masalah
Thorax : tidak ditemukan adanya masalah
Abdomen : tidak ditemukan adanya masalah
Ekstremitas atas : tidak ditemukan adanya masalah
Ekstremitas bawah : Adanya keterbatasan aktivitas karena bentuk kaki
yang abnormal, adanya keterlambatan atau kesulitan
berjalan. Biasanya timbul tanda iritasi kulit, seperti
kemerahan apabila kaki terpasanga gips dan jarang
diganti.

3.2 Diagnosa Keperawatan Umum


1. Resiko gangguan pertumbuhan b/d kelainan kongenital
muskuloskeletal: CTEV ditandai dengan deformitas kaki
2. Kurang pengetahuan tentang proses pengobatan b/d kurang
informasi
3. Nyeri akut b/d luka post operasi
4. Resiko infeksi b/d tindakan invasif, insisi post pembedahan
5. Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik pemasangan gips
6. Ansietas b/d ancaman integritas biologis aktual atau yang dirasa
sekunder akibat prosedur invasif yang akan dijalani
7. Hambatan mobilitas fisik b/d kekuatan dan ketahanan sekunder
akibat kerusakan muskuloskeletal: CTEV dan alat eksternal

23
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
berupa gips
8. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder
akibat kehilangan fungsi tubuh
9. Risiko jatuh b/d gips dan perubahan mobilitas sekunder akibat
tidak dapat berdiri dengan telapak kaki rata diatas tanah

3.3 Rencana Keperawatan


1. Risiko gangguan perkembangan b/d kelainan kongenital
muskuloskeletal: CTEV ditandai dengan deformitas kaki
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 4x24 jam, klien
terhindar dari risiko gangguan perkembangan
NOC
Anak akan mencapai penanda perkembangan yaitu tidak mengalami
keterlambatan 25% atau lebih pada salah satu atau lebih area sosial atau
perilaku pengaturan diri atau keterampilan kognitif, bahasa, motorik kasar,
atau motorik halus misal klien yang berumur 3 bulan bisa berguling,
mengenggam, mengangkat, memasukkan sesuatu ke mulut.
NIC
a. Lakukan pengkajian kesehatan yang seksama (misal riwayat anak,
lingkungan keluarga, riwayat pranatal dan pascanatal, skrining
perkembangan)
b. Identifikasi harapan orangtua kepada anak di masa depan
c. Bantu keluarga untuk menemukan sumber-sumber dan dukung usaha
koping
d. Bantu klien untuk mencapai tingkat perkembangan selanjutnya
melalui penugasan tugas-tugas spesifik yang sesuai dengan tingkatnya
e. Bina hubungan terapeutik dan saling percaya dengan pengasuh anak
f. Berikan aktivitas bermain yang sesuai, dukung aktivitas dengan anak
lain
g. Ajarkan pada keluarga tentang penanda perkembangan yang normal
dan perilaku yang sesuai dengan usia anak
h. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan orthopedik

24
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
2. Kurang pengetahuan tentang proses pengobatan b/d kurang informasi
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam,
klien mengetahui tentang proses penyakit
NIC
a. klien dapat mendeskripsikan perjalanan penyakit
b. klien dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan
progresifitas penyakit
NOC
a. Gambarkan proses penyakit
b. Sediakan informasi tentang kondisi pasien
c. Diskusikan pilihan terapi
d. Gambarkan rasional rekomendasi manajemen terapi
e. Eksplorasi kemungkinan sumber dukungan

3. Nyeri akut b/d luka post operasi


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
pasien dapat mengontrol nyeri
NOC
a. Klien dapat mengenali faktor penyebabnya
b. Klien dapat menggunakan metode pencegahan
c. Klien melaporkan nyeri berkurang atau sudah terkontrol
NIC
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Ajarkan tentang teknik non farmakologis, misalnya teknik distraksi
c. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri bila diperlukan
d. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

4. Resiko infeksi b/d tindakan invasif, insisi post pembedahan


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
pasien mengetahui cara-cara mengontrol infeksi dan terhindar dari

25
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
infeksi
NOC
a. Klien dapat mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi
b. Klien dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat untuk mencegah
terjadinya infeksi
c. Tidak terjadi infeksi pada klien
NIC
a. Pertahankan teknik isolasi
b. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan selama
kontak dengan kulit yang tidak utuh
c. Kaji warna kulit, turgor, dan tekstur. Cuci kulit dengan hati-hati
d. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
e. Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi. Apabila terjadi
diharap melapor pada perawat
f. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi

5. Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik pemasangan gips


Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan integritas kulit klien intake dan terhindar dari kerusakan
NOC
a. Menunjukkan integritas jaringan kulit yang dibuktikan oleh
indikator:
1) Suhu hangat, kulit elastis, kelembapan terjaga, dapat
merasakan sensasi
2) Perfusi jaringan dalam kondis baik
3) Keutuhan kulit terjaga
b. Keluarga menunjukkan rutinitas perawatan area yang di gips
yang optimal
c. Eritema kulit dan eritema di sekitar area yang di gips minimal
NIC
a. Observasi adanya kemerahan, pembengkakan, atau tanda-tanda
dehisensi atau eviserasi pada area yang di gips dan sekitarnya

26
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
b. Skin care: graft site
1) Pastikan bahwa semua tepi gips halus dan bebas dari
proyeksi pengiritasi
2) Jangan membiarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam
gips
3) Waspadai anak yang lebih besar untuk tudak memasukkan
benda-benda kedalam gips, jelaskan mengapa ini penting
4) Jaga agar kulit yang terpajan tetap bersih dan bebas dari
iritan
5) Lindungi gips selama mandi, kecuali jika gips sintetik tahan
terhadap air
6) Selama gips dilepas, rendam dan basuh kulit dengan
perlahan
c. Swallonging therapy
1) Dorong untuk ambulasi sesegera mungkin
2) Ajarkan penggunaan alat mobilisasi seperti kurk untuk kaki
yang di gips
3) Dorong anak dengan alat ambulasi untuk berambulasi segera
setelah kondisi umumnya memungkinkan
4) Dorong aktivitas bermain dan pengalihan
5) Dorong anak untuk menggunakan sendi-sendi di atas dan di
bawah gips
d. Ajarkan keluarga tentang perawatan area yang di gips, termasuk
tanda dan gejala abnormal, serta menghindari penekanan pada area
tersebut.
e. Pressure management
1) Tinggikan ekstremitas yang di gips
2) Kaji bagian gips yang terpajan untuk mengetahui adanya
nyeri, , nyeri bengkak, perubahan warna (sianosis atau
pucat), pulsasi, hangat, dan kemampuan untuk bergerak
3) Rawat gips basah dengan telapak tangan, hindari penekanan
gips dengan ujung jari (gips plester)

27
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
4) Tutupi tepi gips yang kasar dengan ” petal” adesif
5) Jangan menutupi gips yang masih basah
6) Jangan mengeringkan gips dengan kipas pemanas atau
pengering
7) Gunakan kipas biasa di lingkungan dengan kelembaban
tinggi
8) Bersihkan area yang kotor dari gips dengan kain basah dan
sedikit pembersih putih yang rendah abrasive

6. Ansietas b/d ancaman integritas biologis aktual atau yang dirasa


sekunder akibat prosedur invasif yang akan dijalani
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam,
tingkat ansietas klien menurun atau ansietas menghilang
NOC
a. Klien mengatakan sudah siap menghadapi operasi demi
kesembuhannya
b. Klien tidak menangis dan tidak lagi mengeluarkan keringat dingin
c. Klien terlihat tenang
NIC:
a. Mengkaji tingkat kecemasan termasuk aktifitas fisik setiap 4 jam
sekali
b. Gali bersama klien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas di masa lalu
c. Dampingi klien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan serta
rasa nyaman
d. Dorong klien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan
perasaan untuk mengeksternalisasi ansietas
e. Jelaskan pada klien bahwa apa yang akan dihadapinya untuk kebaian
dan kesembuhannya
f. Ajarkan teknik imajinasi terbimbing dan relaksasi progresif
g. Berikan reinforcement positif ketika klien mampu mengatasi ansietas
h. Berikan permainan yang disukai klien

28
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
i. Meminta keluarga untuk memberi support dan memenuhi kebutuhan
klien

7. Hambatan mobilitas fisik b/d kekuatan dan ketahanan sekunder akibat


kerusakan muskuloskeletal: CTEV dan alat eksternal berupa gips
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5x24 jam, klien siap
dan mampu berimobilisasi
NOC
a. Klien mampu berimobilisasi tanpa menggunakan perantara atau alat
bantu
b. Kaki klien normal (tidak bengkok)
c. Klien dapat berdiri dengan telapak kaki rata diatas tanah
NIC
a. Lakukan ROM aktif untuk mencegah kontraktur terutama ekstremitas
bawah
b. Siapkan kondisi fisik dan emosi anak akan dilakukannya tindakan
operasi
c. Kolaborasi dengan dokter terkait pelaksanaan tindakan operasi kaki
klien
d. Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri pasca
tindakan operasi
e. Dorong untuk ambulasi sesegera mungkin setelah kondisi umumnya
memungkinkan
f. Bantu anak untuk belajar berjalan dengan posisi yang benar mulai dari
mengelilingi kamar sampai berhasil berjalan di lingkungan luar
g. Dorong aktivitas bermain dan pengalihan
h. Beritahu keluarga untuk mencegah aktifitas yang berat selama proses
penyembuhan agar tidak terjadi dislokasi

buh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat kehilangan


Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam, klien
mengungkapkan penerimaan terhadap penampilan yang baru

29
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
NOC
a. Mendemonstrasikan keinginan dan kemampuan untuk mengambil
perawatan diri/ tanggung jawab peran
b. Memantapkan kembali sistem pendukung yang ada
NIC
a. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai
penampilan dirinya
b. Gunakan bermain peran untuk membantu pengungkapan
c. Fokuskan anak pada perubahan tubuh
d. Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional.
Dukung keluarga dalam upaya beradaptasi
e. Dorong kunjungan dari teman sebaya dan keluarga (surat, telepon)
f. Beri kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami
pengalaman yang sama
g. Bantu resolusi melalui pembedahan yang membuat perubahan citra
tubuh

9. Risiko jatuh b/d gips dan perubahan mobilitas sekunder akibat tidak
dapat berdiri dengan telapak kaki rata diatas tanah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam klien
terhindar dari risiko jatuh
NOC
a. Bentuk kaki klien normal
b. Klien dapat menapakkkan telapak kakinya diatas tanah dan
berdiri serta berjalan tanpa alat bantu
c. Lingkungan terhindar dari faktor-faktor yang meningkatkan
risiko jatuh
NIC
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
misalnya defisit sensorik dan motorik (berjalan dan keseimbangan)
b. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko
terjatuh (misal lantai licin, karpet sobek, anak tangga tanpa pagar

30
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

2
pengamanan)
c. Berikan edukasi pada orang tua berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah kemungkinan jatuh
d. Meminta keluarga untuk membantu klien terhadap aktifitas yang
dirasa berat dilakukannya sendiri
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan lingkungan yang aman

31
Asuhan Keperawatan pada Klien CTEV

Anda mungkin juga menyukai