Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

I. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus (Suzanne C. Smeltzer,
2002).
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa
akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau tidak
ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15
mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all, 2000).
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan
baik (Prawirohardjo, 2005).
B. ETIOLOGI
Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu:

1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan


darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).

1
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga icterus hemolitik.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau
infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, shypilis.
C. ANATOMI FISIOLOGI HEPAR

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga perut
dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal.
Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus

2
kanan yang lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus
kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005).
Hati disuplai oleh pembuluh darah,yaitu:
1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrient seperti
asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.
2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Fungsi hati, yaitu:
1. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa
dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya.
2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
3. Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.
4. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo endulium
dialirkan ke empedu.
5. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan
dalam tubuh (seperti peptisida).
6. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
7. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi ureum,
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
8. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar,
gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi
akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan mengakibatkan
peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan warna kuning
pucat pada kulit (Haws Paulette S, 2007).
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim
glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi
bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan
mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini
tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian

3
terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati
dan peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan
ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).
Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan
memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus menerus
melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut akan
menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi
dengan adanya peningkatan bilirubin didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya
hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi
suatu keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat
mengakibatkan kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia
Anderson, 2006).
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah,
hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991).

4
E. PATHWAY

Peningkatan Gangguan Gangguan Gangguan Peningkatan


produksi fungsi hati transportasi ekskresi sirkulasi
bilirubin enterohepatik

HIPERBILIRUBIN

Bilirubin Indirek Fototerapi Peningkatan


pemecahan bilirubin

Toksik bagi Perubahan Pemisahan bayi Pengeluaran cairan


jaringan suhu dg orang tua empedu di usus
lingkungan

MK: KERUSAKAN
Peristaltic usus
INTEGRITAS KULIT
Saraf Aferen Gangguan
peran orang tua

Diare
Hipotalamus
MK:
PERUBAHAN
PERAN ORANG
vasokonstriksi TUA Pengeluaran volume
cairan dan intake

Penguapan
MK: RESIKO
KEKURANGAN VOLUME
CAIRAN
MK:
HIPERTERMI

5
F. KLASIFIKASI
1. Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut
menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
2. Ikterus Patologik
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. Karakteristik Hiperbilirubinemia sebagai berikut
Menurut (Surasmi, 2003) :
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan.
d. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis).

6
e. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan
nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup
bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik
berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis
berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.
G. MANIFESTASI KLINIS
Menurut AH Markum (2002):
1. Kulit jaundice (kuning)
2. Sklera ikterik
3. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan
15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
4. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya
intake kalori.
5. Asfiksia
6. Hipoksia
7. Sindrom gangguan nafas
8. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
9. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya
kejang
10. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung.
11. Terjadi pembesaran hati
12. Tidak mau minum ASI
13. Letargi
H. PENATALAKSANAAN

7
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian
ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak
begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi
foto pada billirubin dari billiverdin.

7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
8. Terapi Obat-obatan

8
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang
tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.
4. Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.
J. KOMPLIKASI
Menurut (Suriadi & Rita Yuliani, 2006)
1. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
2. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh.
Reflek hisap menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi
bayi mengalami penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan
warna pada feses dan urine (Cecely Lynn Betz, 2009).
b. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang
mengalami neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis

9
(Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang
menderita penyakit hemolitik bawaan atau icterus (Haws Paulettet, 2007).
3. Riwayat kehamilan
a. Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan merupakan
predisposisi terjadinya infeksi.
b. Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia), asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.
c. Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia),
asodosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin
d. Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar. (Haws
Paulette , 2007)
4. Pemeriksaan Fisik
a. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma
b. TTV; TD : - N : biasanya 120-160x/s R : biasanya 40x/I S : biasanya 36,5 – 37
ºC
c. Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.
d. Kepala, mata dan leher: Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan
seperti : vakum atau terdapat caput. Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan
selaput mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi icterus dengan melakukan
tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning)
(Haws, Paulette S. Hasws, 2007).
e. Hidung : biasanya tampak bersih
f. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009).
Pada kasus mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).
g. Telinga : biasanya tidak terdapat serumen.
h. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan
peningkatan frekuensi nafas. Biasanya status kardiologi menunjukan adanya
tachycardia, khususnya icterus disebabkan oleh adanya infeksi.
i. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan
metabolism bilirubin enterohepatik.

10
j. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat
gangguan hepar atau atresia saluran empedu.
k. Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.
l. Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan
jelek, elastisitas menurun.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterik neonatus
2. Hipertermi
3. Kerusakan integritas kulit
4. Risiko kekurangan voleme cairan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa NIC
no NOC
keperawatan

NO. Dx. Keperawatan NOC NIC

1. Hipertermia b/d paparan Thermoregulasi - Monitor suhu minimal tiap 2


lingkungan jam.
- Suhu tubuh dalam rentang
panas(fototerapi).
normal - Recanakan monitoring suhu
secara kontinui
- nadi , RR dalam rentang
normal - Monitor warna dan suhu kulit

- Tidak ada perubahan warna - Monitor tanda-tanda


kulit. hipertermia & hipotermi.

- Monitor pola pernafasan


abnormal.

- Berikan anti piretik

11
- tingkatkan sirkulasi udara

- monitor sianosis perifer

Defisit volume cairan b/d Fluid balance - Timbang popok jika


kehilangan aktif volume cairan diperlukan
Hydrarin
(evaporasi).
- Pertahankn cacatan intake
Nutritional status : food and
& output yang akurat.
fluid intake.
- Monitor status hidrasi
- Mempertahankan urine
(kelembaban membrane mukosa
output sesuai dengan BB, BJ
,nadi adekuat)
urine normal, HT normal.
- Monitor vital sign

3. Resiko kerusakan integritas Tissue integrity : skin and - hindari kerutan pada
kulit b/d pigmentasi (jaundice) Mucous membrance tempat tidur.
hipertermi, perubahan turgor
- Suhu tubuh dalam - jaga kebersihan kulit agar
kulit, eritemia.
rentang normal 36º C - 37º C. tetap bersih dan kering.

- Hidrasi dalam batas - Mobilisasi klien setiap 2


normal jam sekali.

- Keutuhan kulit - Monitor adanya


kemerahan.
- Pigmentasi dalam batas
normal. - Oleskan lotin/baby oil pada
daerah yang tertekan.

- Mandikan dengan air


hangat.

4. Resiko terjadi cedera b/d Risk control - Letakkan bayi dekat


fototerapi atau peningkatan cahaya.
- Tidak ada iritas mata
kadar bilirubin.
- Tutup mata dengan kain
- Tidak ada tanda-tanda
yang dapat menyerap cahaya
dehidrasi
- Matikan lampu dan buka
- Suhu stabil
penutup mata bayi setiap 8 jam,
- Tidak terjadi kerusakan lakukan inspeksi warna sclera.
kulit.
- Buk penutup matawaktu
memberi makanan.

12
- Ajak bayi bicara selama
perawatan.

13

Anda mungkin juga menyukai