UNIVERSITAS HASANUDDIN
HIPERTENSI
OLEH:
Muh. Naufal Zuhdi C11112006
Muh. Aprizal Azhar C11112101
Pembimbing
dr. Utami Murti Pratiwi, M.kes
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, 09 Desember 2017
Dokter Pembimbing,
2
LAPORAN KASUS
KEDOKTERAN KELUARGA
(HIPERTENSI)
I. Identitas pasien :
Nama : Tn. A
Umur : 55 tahun
3
III. Psikologis keluarga
c. Luas rumah : 20 x 15 m2
d. Penerangan : Cukup
e. Kebersihan : Baik
f. Ventilasi : Baik
g. Dapur : Ada
4
V. Spiritual keluarga
VIII. Anamnesis
b. Keluhan tambahan : -
c. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke klinik HNC dengan keluhan nyeri pada
tengkuk yang sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul
dan nyeri dirasakan memberat setelah pasien mengonsumsi makanan yang asin dan
juga setelah beraktivitas berat dan nyeri dapat hilang kembali setelah pasien
beristirahat. Pasien juga mengeluh terkadang merasa pusing namun tidak berputar dan
tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Keluhan demam tidak ada . Keluhan batuk
dan sesak tidak ada. Keluhan mual dan muntah tidak ada. BAB biasa dan BAK
kuning lancar. Diketahui pasien merokok sebanyak 1 bungkus dalam sehari, diketahui
pasien belum pernah berobat sebelumnya, diketahui ada keluarga dengan keluhan
yang sama yakni ibu pasien dan telah mendapatkan terapi obat anti hipertensi,
diketahui pasien tidak mengonsumsi alkohol, diketahui pasien sering makan makanan
5
asin dan berlemak, diketahui pasien jarang berolahraga. Riwayat penyakit HT, DM
dan Penyakit jantung disangkal.
f. Suhu : 36,5’C
X. Status generalis
Kepala- Leher
Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut
Mata : ODS : bentuk normal , konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, palpebral
superior et iinferior tidak edema, puil bulat dengan diameter kurang lebih 2,5mm, reflek
cahaya (+) , mata cekung (-).
Telinga : bentuk normal, liang lapang, tidak ada secret , tidak ada serumen.
6
Hidung : bentuk normal ,tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada secret.
Mulut : bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir normal, lidah kotor (+), arkus faring
simetris letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak
ada kelainan.
Toraks
Inspeksi
Bentuk dan ukuran : bentuk dada kiri dan kanann simetris , barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris
Permukaan dada : papula (-), purpura (-), ekimosis (-), vena kolateral (-), massa (-)
Palpasi
Trakea : tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal
sinistra
Perkusi
Batas paru-jantung :
Auskultasi
Pulmo
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : simetris
Permukaan kulit : tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider navi (-)
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
8
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
akral hangat
Pemeriksaan kadar kolesterol total, Trigliserida, HDL & LDL ( dirujuk ke rumah sakit
UNHAS )
XII. Diagnosa
Hipertensi
*pasien akan dirujuk ke RSUH untuk pemeriksaan laboratorium lengkap dan pemberian
terapi yang lebih tepat.
XIII. Terapi
Medikamentosa :
Amlodipin 5mg 1 dd 1
Vit B 6 1 dd 1
Non medikamentosa :
9
Bedrest
Mengurangi konsumsi makanan asin dan berlemak (Diet rendah garam dan rendah
lemak)
Berolahraga teratur
XIV. Edukasi
Kontrol penyakit ke dokter minimal tiap 1 bulan sekali untuk melihat perjalanan
penyakit terhadap terapi yang diberikan.
XV. Prognosis
ad vitam : dubia
ad sanationam : dubia
ad fungsionam : dubia
Pembahasan
Pasien laki-laki umur 55 tahun pasien datang ke klinik HNC dengan keluhan nyeri
pada tengkuk yang sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul dan
nyeri dirasakan memberat setelah pasien mengonsumsi makanan yang asin dan juga setelah
10
beraktivitas berat dan nyeri dapat hilang kembali setelah pasien beristirahat. Pasien juga
mengeluh terkadang merasa pusing namun tidak berputar dan tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Keluhan demam tidak ada . Keluhan batuk dan sesak tidak ada. Keluhan
mual dan muntah tidak ada. BAB biasa dan BAK kuning lancar. Diketahui pasien merokok
sebanyak 1 bungkus dalam sehari, diketahui pasien belum pernah berobat sebelumnya,
diketahui ada keluarga dengan keluhan yang sama yakni ibu pasien dan telah mendapatkan
terapi obat anti hipertensi, diketahui pasien tidak mengonsumsi alkohol, diketahui pasien
sering makan makanan asin dan berlemak, diketahui pasien jarang berolahraga. Riwayat
penyakit HT, DM dan Penyakit jantung disangkal.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan status generalisata sakit sedang , gizi overweight,
sadar. Dari tanda vital didapatkan tekanan darah yaitu 150/90 mmHg, Frekuensi nadi 94
x/menit , laju pernapasan 18 x/menit , suhu aksila 36.5’C.
Hipertensi adalah suatu penyakit yang berlangsung dengan jangka waktu yang lama
dengan penyebab yang kompleks. Penyakit ini dapat dipicu dengan pola diet yang tidak
teratur, kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan yang buruk yakni merokok dan juga meminum
alkohol dan juga apabila memilki keluarga dengan hipertensi maka adanya kemungkinan
yang lebih besar untuk menderita hipertensi namun hal ini tentunya dapat dihindari jika
dengan diet dan aktivitas fisik yang teratur serta pola hidup sehat dan menjauhi faktor resiko
lainnya seperti berat badan yang berlebihan. Penyakit hipertensi ini jikalau sudah terdiagnosa
maka harus cepat diberikan terapi baik dengan medikamentosa ataupun non-medikamentosa
karena semakin lama berlangsungnya penyakit ini maka akan banyak juga komplikasi yang
dapat timbul yang dapat menjadikan perlangsungan penyakit ini menjadi lebih kompleks dan
juga mengancam nyawa pasien. Jadi pasien ini di konsul ke Rumah Sakit Unhas untuk
pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan kadar gula darah serta kadar kolesterol untuk
mengetahui perlangsungan penyakit pasien dan apabila terdapat adanya peningkatan kadar
kolesterol atapun gula darah maka harus ditangani dengan cepat karena sangat berpengaruh
dengan perlangsungan penyakit pasien. Pada pasien ini diterapi dengan Amlodipin 5mg tab
1x1 dan Vit B6 1x1 serta mendapat edukasi untuk lebih banyak beristirehat , diet rendah
garam dan juga rendah lemak, edukasi berhenti merokok. Pasien juga disarankan untuk rutin
berobat dan patuh terhadap pengobatan yang sedang dilakukan.
11
BAB 1
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit kronik yang sangat umum terjadi di seluruh dunia.
Statistik menunjukkan bahwa terdapat 7,6 juta kematian dan 92 juta disabilitas di seluruh
12
dunia sebagai akibat dari hipertensi. Di Amerika Serikat, hipertensi merupakan penyakit
kronik terbanyak, alasan nomor satu pasien mengunjungi dokter, dan paling banyak
diresepkan obat. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko mayor dari penyakit jantung
dan stroke dan berkontribusi pada banyak sekali kematian di seluruh dunia. 1,2
Hipertensi juga dikenal sebagai “silent killer”. Penyakit ini berlangsung kronis dan
sering kali asimptomatis, namun diam-diam merusak banyak organ tubuh, mulai dari jantung,
otak, ginjal, hingga mata. 3
Meskipun statistik menunjukkan jumlah penderita yang begitu besar, hipertensi masih
sering kali terabaikan. Penyakit ini dianggap tidak memerlukan penanganan dari spesialis dan
hanya sepertiga pasien di Amerika Serikat yang mencapai target terapi. Hal ini menunjukkan
masih banyak hipertensi yang tidak terdeteksi dan tidak tertangani dengan baik. 1,2
Prevalensi hipertensi akan terus meningkat jika tidak ada pencegahan dan
penanganan yang baik. 4 Untuk itu, sangat penting bagi seorang klinisi untuk memahami
hipertensi. Pada makalah ini akan dibahas pengertian, patogenesis, diagnosis hingga
tatalaksana dari hipertensi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
13
Menurut JNC 7 (Joint National Committee 7), definisi dari hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg. Penentuan ini berdasarkan rata-rata dua kali pengukuran tekanan darah
pada posisi duduk. JNC 7 mengklasifikasikan hipertensi menjadi 2 grade dan terdapat
kategori prehipertensi. Adanya kategori prehipertensi ke dalam klasifikasi bertujuan untuk
meningkatkan kewaspadaan, karena orang pada kategori tersebut beresiko dua kali lipat lebih
besar untuk menjadi hipertensi. Klasifikasi ini hanya untuk orang dewasa diatas 18 tahun.
Berikut ini adalah klasifikasi hipertensi dari JNC 7. 5
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7
•
White coat hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah selama menjalankan
aktivitas harian berada dalam batas normal, namun jika diperiksa di klinik
termasuk hipertensi. 1,2,3,4
•
Persistent / sustained hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah
meningkat baik diukur di klinik maupun di rumah, selama menjalankan aktivitas. 4
•
Isolated systolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Prevalensinya meningkat
berdasarkan usia, dan mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami serangan
jantung dan stroke. 1,2,3,4
•
Isolated diastolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah sistolik <140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. 1,2,3
•
Masked hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah selama menjalankan
aktivitas harian meningkat, jika diperiksa di klinik termasuk normal. 1,2,3
14
•
Pseudohypertension: pada pasien usia lanjut, biasanya pasien disertai dengan arteri
perifer yang kaku atau mengalami kalsifikasi. Konsekuensinya, jika diukur dengan
manset, tekanan darah akan meningkat. 1,2,3
2.2. Klasifikasi
2.3. Epidemiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit global dengan prevalensi yang tinggi. Sekitar 65
juta penduduk dewasa AS atau sekitar sepertiga penduduk dewasa mengalami hipertensi dan
di seluruh dunia bisa mencapai 1 milyar penduduk. Terlebih lagi, seperempat populasi
15
dewasa di AS tergolong prehipertensi. Prevalensinya juga meningkat pada usia tua. Lebih
dari setengah populasi di atas 65 tahun di AS mengalami hipertensi. 6
Tidak ada prevalensi tepat secara nasional di Indonesia, hanya didapatkan variasi
prevalensi berkisar antara 11-43%. 4
Tekanan darah merupakan hasil perkalian dari curah jantung (cardiac output) dengan
resistensi perifer total. Sehingga, hipertensi merupakan akibat dari peningkatan curah jantung
dan atau resistensi perifer total. 7
16
Gambar 2.1. Prinsip terjadinya hipertensi 7
Pada hipertensi sekunder, penyebab dari hipertensi dapat diketahui. Hipertensi renalis
merupakan salah satu bentuk yang sering terjadi. Setiap iskemia ginjal, misalnya karena
koarktasio aorta atau stenosis arteri renalis dan penyempitan arteriol dan kapiler ginjal, akan
menyebabkan pelepasan renin dari ginjal. Renin akan mengubah angiotensinogen di dalam
plasma menjadi angiotensin I. Angiotensin I akan diubah oleh ACE (angiotensin converting
enzyme) menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini bersifat vasokonstriktor kuat dan juga
merangsang pelepasan aldosterone dari korteks adrenal, yang nantinya akan menyebabkan
retensi natrium dan peningkatan curah jantung. Kedua aksi inilah yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Hipertensi renalis juga dapat disebabkan karena penyakit ginjal
seperti glomerulonefritis yang mengurangi massa ginjal fungsional, serta tumor pensekresi
renin. 7
17
Hipertensi karena hormonal dapat disebabkan karena beberapa penyebab. Misalnya
pada sindroma Cushing, di mana terdapat peningkatan konsentrasi glukokortikoid pada
plasma. Glukokortikoid akan meningkatkan sensitisasi terhadap katekolamin yang akan
meningkatkan resistensi perifer dan curah jantung, sehingga menyebabkan hipertensi.
Hiperaldosteronisme primer (Sindroma Conn) karena tumor di korteks adrenal yang
mensekresi aldosterone, berefek pada retensi natrium yang akan meningkatkan curah jantung.
7
18
Gambar 2.2. Penyebab hipertensi 7
Akibat dari hipertensi yang paling penting adalah akibat dari aterosklerosis pada
pembuluh darah arteri. Resistensi vaskuler akhirnya menyebabkan iskemia di berbagai organ
dan jaringan. Di otak, hipertensi dapat menyebabkan perdarahan otak, di arteri besar dapat
menyebabkan aneurisma yang akhirnya dapat menjadi ruptur. Iskemia ginjal akan
19
menyebabkan lingkaran setan, di mana iskemia ginjal akan menyebabkan pelepasan renin
yang nantinya akan memperparah hipertensi. 7
2.5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih dahulu. Tujuan dari
evaluasi pasien adalah:
•
Mengetahui ada tidaknya target organ damage yang berkaitan dengan hipertensi yang
bisa mempengaruhi pilihan terapi
•
Mengetahui life style serta faktor-faktor resiko cvs lainnya/kelainan-kelainan yang
menyertai
•
Menemukan penyebab sekunder dari hipertensi yang bisa diidentifikasi 4
Pada anamnesa, dapat ditanyakan keluhan yang dialami penderita, meskipun banyak
penderita yang tidak memiliki keluhan apapun. Keluhan yang dapat muncul antara lain
hypertensive headache (nyeri kepala biasanya di pagi hari dan terlokalisir di regio occipital),
keluhan sistem kardiovaskuler seperti berdebar dan rasa sesak saat melakukan aktivitas dan
keluhan tidak spesifik seperti mudah lelah dan impotensi. 1
• Hipertensi
• Merokok
• Obesitas (IMT ≥ 30)
• Inaktivitas fisik
• Dislipidemia
• Diabetes mellitus
• Mikroalbuminemia atau perkiraan GFR < 60 ml/menit
• Umur (> 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)
• Riwayat keluarga dengan penyakit jantung cardiovascular yang prematur (< 55
tahun untuk laki-laki, < 65 tahun untuk wanita)
Untuk pemeriksaan fisik, tentunya adalah dengan pemeriksaan tekanan darah.
Persiapan untuk pemeriksaan tekanan darah meliputi persiapan alat, yaitu manometer merkuri
(gold standart) dengan manset yang sesuai (panjang ± 80% lingkar lengan, lebar ± 40%
lingkar lengan) dan stetoskop. Manometer aneroid dan elektronik cenderung kurang akurat.
Untuk persiapan pasien, maka pasien harus diistirahatkan ± 5 menit, posisi duduk di kursi,
kaki di atas lantai, pakaian ketat dilepas, lengan disangga sehingga posisinya setinggi jantung
dan hindari percakapan selama pemeriksaan. 1,4,6
21
Gambar 2.4. Pemeriksaan tekanan darah 6
• Pasang manset pada lengan atas dengan pusat inflatable bag di atas A.brakhialis (sisi
dalam lengan atas) dan sisi bawah manset ± 2,5 cm di atas fossa antecubitii
• Cari A.brakhialis, biasanya sedikit medial dari tendon biceps
• Lakukan pemeriksaan palpatori tekanan darah sistolik: ibu jari atau jari lain diletakkan
di atas A.brakhialis, manset dipompa sampai sekitar 30 mmHg di atas tingkat pulsasi
mulai tidak teraba, kemudian manset dikendurkan pelan-pelan dan akan didapatkan
tekanan darah sistolik saat pulsasi mulai teraba kembali
• Letakkan stetoskop di atas A.brakhialis, manset dipompa hingga 20-30 mmHg diatas
tekanan sistolik palpasi, dikendurkan pelan (2-3 mmHg/detik), tentukan tekanan darah
sistolik (Korotkoff 1-mulai terdengar suara) dan tekanan darah diastolik (Korotkoff 5-
suara mulai hilang)
• Bandingkan kanan kiri (normalnya beda 5-10 mmHg)
JNC 7 merekomendasikan pengulangan pemeriksaan tekanan darah sekitar 5 menit
setelah pemeriksaan pertama. 5 Sedangkan menurut American society of hypertension,
diagnosis hipertensi dikonfirmasi setelah kunjungan berikutnya (1-4 minggu setelah
22
pengukuran pertama), dengan kedua pengukuran tersebut harus tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg untuk menegakkan diagnosis. 8
Tabel 2.3. Temuan klinis yang penting untuk mencari kemungkinan penyebab sekunder dan
kerusakan organ target dari hipertensi 1
23
Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium, masih terdapat silang pendapat diantara
para ahli mengenai seberapa jauh pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan. Tidak
disarankan melakukan berbagai macam pemeriksaan lain kecuali jika tekanan darah tidak
dapat dikontrol. Secara umum, sebelum memulai terapi perlu dilakukan pemeriksaan dasar
meliputi: 4
• UL
• DL
• Serum elektrolit
• Profil lipid
• Gula darah
• EKG
• BUN & kreatinin
• Foto thorax
2.6. Manajemen
Manajemen dari hipertensi meliputi intervensi gaya hidup dan terapi farmakologi.
Intervensi gaya hidup sangat direkomendasikan baik pada pasien prehipertensi hingga
hipertensi grade II. Berikut ini adalah intervensi gaya hidup dari pasien hipertensi:
24
Sedangkan untuk terapi farmakologis, terdapat banyak kelas dari pilihan obat pada
hipertensi. Berikut ini adalah site of action dari berbagai kelas obat anti hipertensi.
25
Gambar 2.5. Site of action dari berbagai obat anti hipertensi 9
Untuk pedoman tatalaksana dari hipertensi, terdapat beberapa pedoman. Berikut ini
adalah pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 7:
26
Tabel 2.5. Pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 7 5
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tatalaksana dari hipertensi didasarkan
pada grade-nya. Pada tahun 2014, tim panelis yang bertugas menyusun JNC 8, merilis
pedoman tatalaksana 2014 berdasarkan evidence base. Berikut ini adalah pedoman
tatalaksana hipertensi tahun 2014 menurut tim panelis JNC 8:
27
28
Gambar 2.6. Alur tatalaksana 2014 oleh anggota panel JNC 8 10
Sedangkan untuk dosis awal dan dosis terapi dari hipertensi, dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 2.6. Dosis dari obat-obatan anti hipertensi (rekomendasi dari anggota panel JNC /
guideline 2014) 10
29
2.7. Hipertensi pada Kehamilan
• Hipertensi kronis: hipertensi yang terjadi sebelum 20 minggu gestasi atau persisten
hingga > 12 minggu post partum
• Gestational hypertension: peningkatan tekanan darah pertama kali dideteksi pada
minggu 20 gestasi tanpa proteinuria
• Preeclampsia-eclampsia: onset baru hipertensi setelah 20 minggu gestasi pada wanita
normotensi dengan disertai > 300 mg proteinuria dalam waktu 24 jam
• Preeclampsia superimposed on underlying hypertension
Untuk pengobatan dari hipertensi pada kehamilan, obat pilihan utamanya adalah
methyldopa, karena tingkat keamanannya baik. Obat pilihan lain yang juga aman antara lain
clonidine dan hydralazine. Sedangkan obat-obatan beta bloker sebaiknya digunakan dengan
hati-hati, karena dapat memperlambat pertumbuhan janin. Obat anti hipertensi yang harus
dihindari adalah golongan diuretik karena menurunkan cairan tubuh serta golongan ACE
inhibitor dan Angiotensin receptor blocker karena memperlambat pertumbuhan janin dan
menyebabkan gagal ginjal pada fetus. 1
30
2.8. Hypertensive Crisis
Hypertensive crisis merupakan kondisi peningkatan tekanan darah dalam waktu relatif
singkat yang disertai kerusakan atau mengancam kerusakan organ dan memerlukan
penanganan segera untuk mencegah kerusakan dan keparahan kerusakan. Ada 2 macam:
•
Hypertensive emergency: kondisi peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan
kerusakan target organ secara akut
•
Hypertensive urgency: mengancam kerusakan target organ tapi belum didapatkan
tanda-tanda kerusakan target organ 1,2
Tidak ada tekanan darah tertentu yang digolongkan sebagai krisis, namun kebanyakan
pada tekanan darah 220/120, mulai muncul kerusakan organ. Diagnosis dari hypertensive
crisis dapat berdasarkan anamnesa keluhan hipertensi maligna, misalnya pada jantung
terdapat angina pectoris, sesak nafas. Pada ginjal didapatkan oliguria dan pada sistem saraf
pusat dapat ditemukan sakit kepala, gangguan kesadaran dan penglihatan. Pada pemeriksaan
fisik, dipusatkan pada organ-organ target. Pada jantung dapat ditemukan tanda-tanda payah
jantung seperti takikardia, gallop, dan ronki pada paru. Sedangkan pada sistem saraf pusat
dapat ditemukan gejala gangguan kesadaran dan penglihatan. Pada pemeriksaan retina, dapat
ditemukan papiledema dan perdarahan. Pemeriksaan laboratorium yang penting antara lain:
BUN, kreatinin, dipstick urinalysis untuk mendeteksi hematuria/ proteinuria, EKG, dan foto
thorax. 1,2
Tabel 2.7. Pilihan obat anti hipertensi parenteral untuk hypertensive crisis 2
31
Tabel 2.8. Dosis dan cara pemberian obat parenteral untuk hypertensive crisis 2
Hipertensi resisten adalah kegagalan mencapai target tekanan darah pada pasien yang
telah meminum dosis maksimal dari 3 regimen meliputi diuretik. Harus disingkirkan
kemungkinan adanya white coat hypertension dan pseudohypertension. Kemungkinan
lainnya adalah kurang patuhnya pengobatan, beban volume karena penyakit ginjal, serta
32
konsumsi garam atau alkohol berlebihan. Karena banyak pasien mengalami overload cairan,
maka dapat dilakukan peningkatan atau penambahan terapi diuretik. Sekitar 60% pasien
merespons dengan cara ini. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart 12th Edition.
New York: Mc Graw Hill; 2012.
33
2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 18th edition. New York: Mc Graw Hill; 2012.
3. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine 8th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. National Heart, Lung, and Blood Institute
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure; National High Blood Pressure Education Program Coordinating
Committee. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report.
JAMA. 2003; 289(19):2560-2572.
6. Pickering TG, Hall JE, Appel LJ, Falkner BE, Graves J, Hill MN, Jones DW et al.
Recommendation for Blood Pressure Measurement in Humans and Experimental
Animals. Hypertension. 2005; 45: 142-161.
7. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Georg Thieme Verlag;
2000. p. 208-213.
8. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, Flack JM
et al. Clinical Practice Guidelines for the Management of Hypertension in the
Community: A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension. 2014; 16
(1): 14-26.
9. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology 10th edition. New York: Mc Graw Hill;
2007.
10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J,
Lackland DT et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High
34
Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth
Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311 (5): 507-520.
35