Anda di halaman 1dari 35

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017

UNIVERSITAS HASANUDDIN

HIPERTENSI

OLEH:
Muh. Naufal Zuhdi C11112006
Muh. Aprizal Azhar C11112101

Pembimbing
dr. Utami Murti Pratiwi, M.kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Muh. Naufal Zuhdi C111 12 006
Muh. Aprizal Azhar C111 12 101

Judul Laporan Kasus: Hipertensi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, 09 Desember 2017

Dokter Pembimbing,

dr. Utami Murti Pratiwi, M.kes

2
LAPORAN KASUS
KEDOKTERAN KELUARGA
(HIPERTENSI)
I. Identitas pasien :

Nama : Tn. A

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pengawai swasta

Pendidikan : Tamatan SMA

Alamat : Jln.PK KM 1 , Makassar

Status pasien : sudah menikah

Waktu pemeriksaan : 05/12/2017

II. Riwayat biologis keluarga

a. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang

b. Kebersihan perorangan : Sedang

c. Penyakit yang sering diderita : Sakit kepala

d. Penyakit keturunan : Tidak ada

e. Penyakit kronis / menular : Hipertensi

f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada

g. Pola makanan : Tidak teratur

h. Pola istirehat : Sedang

i. Jumlah anggota keluarga : 5 orang

3
III. Psikologis keluarga

a. Kebiasaan buruk : Merokok

b. Pengambilan keputusan : Diri sendiri

c. Ketergantungan obat : Tidak ada

d. Tempat mencari pelayaan kesehatan : Klink

e. Pola rekreasi : Baik

IV. Keadaan rumah/lingkungan

a. Jenis bangunan : permanen

b. Lantai rumah : keramik

c. Luas rumah : 20 x 15 m2

d. Penerangan : Cukup

e. Kebersihan : Baik

f. Ventilasi : Baik

g. Dapur : Ada

h. Jamban keluarga : Ada

i. Sumber air minum : PDAM

j. Sumber pencemaran air : Tidak ada

k. Pemanfaatan perkarangan : Ada

l. System pembuangan air limbah : Ada

m. Tempat pembuangan sampah : Ada

n. Sanitasi lingkungan : Baik

4
V. Spiritual keluarga

a. Ketaatan beribadah : Baik

b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik

VI. Keadaan social keluarga

a. Tingkat pendidikan : Cukup

b. Hubungan antara anggota keluarga : Baik

c. Hubungan dengan orang lain : Baik

d. Kegiataan organisasi social : Baik

e. Keadaan ekonomi : Sedang

VII. Kultural keluarga

a. Adat yang berpengaruh : Makassar

b. Lain-lain : Tidak ada

VIII. Anamnesis

a. Keluhan utama : Nyeri pada tengkuk

b. Keluhan tambahan : -

c. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke klinik HNC dengan keluhan nyeri pada
tengkuk yang sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul
dan nyeri dirasakan memberat setelah pasien mengonsumsi makanan yang asin dan
juga setelah beraktivitas berat dan nyeri dapat hilang kembali setelah pasien
beristirahat. Pasien juga mengeluh terkadang merasa pusing namun tidak berputar dan
tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Keluhan demam tidak ada . Keluhan batuk
dan sesak tidak ada. Keluhan mual dan muntah tidak ada. BAB biasa dan BAK
kuning lancar. Diketahui pasien merokok sebanyak 1 bungkus dalam sehari, diketahui
pasien belum pernah berobat sebelumnya, diketahui ada keluarga dengan keluhan
yang sama yakni ibu pasien dan telah mendapatkan terapi obat anti hipertensi,
diketahui pasien tidak mengonsumsi alkohol, diketahui pasien sering makan makanan

5
asin dan berlemak, diketahui pasien jarang berolahraga. Riwayat penyakit HT, DM
dan Penyakit jantung disangkal.

d. Riwayat pengobatan : tidak pengobatan khusus

e. Riwayat penyakit dahulu :tidak ada riwayat DM dan penyakit jantung.

f. Riwayat penyakit keluarga : Pasien mempunyai riwayat penyakit keluarga yakni


hipertensi

g. Riwayat alergi : pasien tidak mempunyai riwayat alergi

h. Riwayat psikososial : Pasien tidak mempunyai riwayat masalah psikologi

IX. Tanda-tanda vital

a. Keadaan umum : sakit sedang , gizi overweight

b. Kesadaran : compos mentis

c. Tekanan darah : 150/90mmHg

d. Frekuensi nadi : 94 x/menit

e. Frekuensi nafas : 18 x/menit

f. Suhu : 36,5’C

X. Status generalis

Kepala- Leher

Kulit : Berwarna sawo matang, icterus (-), sianosis(-)

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut

Mata : ODS : bentuk normal , konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, palpebral
superior et iinferior tidak edema, puil bulat dengan diameter kurang lebih 2,5mm, reflek
cahaya (+) , mata cekung (-).

Telinga : bentuk normal, liang lapang, tidak ada secret , tidak ada serumen.

6
Hidung : bentuk normal ,tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada secret.

Mulut : bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir normal, lidah kotor (+), arkus faring
simetris letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak
ada kelainan.

Leher : pembesaran KGB -/-

Toraks

Inspeksi

 Bentuk dan ukuran : bentuk dada kiri dan kanann simetris , barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris

 Permukaan dada : papula (-), purpura (-), ekimosis (-), vena kolateral (-), massa (-)

 Iga dan sela iga : pelebaran ICS (-)

 Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : simetris kiri dan kanan.

 Fossa jugularis : tidak tampak deviasi

 Tipe pernapasan : torako-abdominal

Palpasi

 Trakea : tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal
sinistra

 Nyeri tekan (-), massa(-), edema (-), krepitasi (-)

 Gerakan dinding dada : simetris kiri dan kanan

 Vocal fremitus : simetris kiri dan kanan

Perkusi

 Sonor seluruh lapangan paru


7
 Batas paru- hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI

 Batas paru-jantung :

 kanan : ICS II linea parasternalis dextra

 kiri : ICS IV line mid-clavicula sinistra

Auskultasi

 Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

 Pulmo

 Vesikuler (+) pada seluruh lapangan paru

 Rhonki (-/-)

 Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi

 Bentuk : simetris

 Umbilicus : masuk merata

 Permukaan kulit : tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider navi (-)

 Distensi (-)

 Ascites (-)

Auskultasi

 Bising usus (+) normal

 Metallic sound (-)

 Bising aorta (-)

8
Perkusi

 Timpani pada seluruh lapangan abdomen

 Nyeri ketok (-)

Palpasi

 Nyeri tekan epigastrium (-)

 Nyeri suprapubik (-)

Ekstremitas

 akral hangat

 edema (-), deformitas (-) sianosis (-), clubbing finger (-)

 sendi-sendi dalam batas normal

XI. Pemeriksaaan tambahan

Pemeriksaan kadar gula darah (GDS)

Pemeriksaan kadar kolesterol total, Trigliserida, HDL & LDL ( dirujuk ke rumah sakit
UNHAS )

XII. Diagnosa

Hipertensi

*pasien akan dirujuk ke RSUH untuk pemeriksaan laboratorium lengkap dan pemberian
terapi yang lebih tepat.

XIII. Terapi

Medikamentosa :

 Amlodipin 5mg 1 dd 1

 Vit B 6 1 dd 1

Non medikamentosa :

9
 Bedrest

 Mengurangi konsumsi makanan asin dan berlemak (Diet rendah garam dan rendah
lemak)

 Berolahraga teratur

XIV. Edukasi

 Kontrol penyakit ke dokter minimal tiap 1 bulan sekali untuk melihat perjalanan
penyakit terhadap terapi yang diberikan.

 Edukasi berhenti merokok

 Interaksi obat dan efek samping obat

 Kepatuhan mengonsumsi obat

XV. Prognosis

ad vitam : dubia

ad sanationam : dubia

ad fungsionam : dubia

Pembahasan

Pasien laki-laki umur 55 tahun pasien datang ke klinik HNC dengan keluhan nyeri
pada tengkuk yang sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul dan
nyeri dirasakan memberat setelah pasien mengonsumsi makanan yang asin dan juga setelah
10
beraktivitas berat dan nyeri dapat hilang kembali setelah pasien beristirahat. Pasien juga
mengeluh terkadang merasa pusing namun tidak berputar dan tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Keluhan demam tidak ada . Keluhan batuk dan sesak tidak ada. Keluhan
mual dan muntah tidak ada. BAB biasa dan BAK kuning lancar. Diketahui pasien merokok
sebanyak 1 bungkus dalam sehari, diketahui pasien belum pernah berobat sebelumnya,
diketahui ada keluarga dengan keluhan yang sama yakni ibu pasien dan telah mendapatkan
terapi obat anti hipertensi, diketahui pasien tidak mengonsumsi alkohol, diketahui pasien
sering makan makanan asin dan berlemak, diketahui pasien jarang berolahraga. Riwayat
penyakit HT, DM dan Penyakit jantung disangkal.

Dari pemeriksaan fisis didapatkan status generalisata sakit sedang , gizi overweight,
sadar. Dari tanda vital didapatkan tekanan darah yaitu 150/90 mmHg, Frekuensi nadi 94
x/menit , laju pernapasan 18 x/menit , suhu aksila 36.5’C.

Hipertensi adalah suatu penyakit yang berlangsung dengan jangka waktu yang lama
dengan penyebab yang kompleks. Penyakit ini dapat dipicu dengan pola diet yang tidak
teratur, kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan yang buruk yakni merokok dan juga meminum
alkohol dan juga apabila memilki keluarga dengan hipertensi maka adanya kemungkinan
yang lebih besar untuk menderita hipertensi namun hal ini tentunya dapat dihindari jika
dengan diet dan aktivitas fisik yang teratur serta pola hidup sehat dan menjauhi faktor resiko
lainnya seperti berat badan yang berlebihan. Penyakit hipertensi ini jikalau sudah terdiagnosa
maka harus cepat diberikan terapi baik dengan medikamentosa ataupun non-medikamentosa
karena semakin lama berlangsungnya penyakit ini maka akan banyak juga komplikasi yang
dapat timbul yang dapat menjadikan perlangsungan penyakit ini menjadi lebih kompleks dan
juga mengancam nyawa pasien. Jadi pasien ini di konsul ke Rumah Sakit Unhas untuk
pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan kadar gula darah serta kadar kolesterol untuk
mengetahui perlangsungan penyakit pasien dan apabila terdapat adanya peningkatan kadar
kolesterol atapun gula darah maka harus ditangani dengan cepat karena sangat berpengaruh
dengan perlangsungan penyakit pasien. Pada pasien ini diterapi dengan Amlodipin 5mg tab
1x1 dan Vit B6 1x1 serta mendapat edukasi untuk lebih banyak beristirehat , diet rendah
garam dan juga rendah lemak, edukasi berhenti merokok. Pasien juga disarankan untuk rutin
berobat dan patuh terhadap pengobatan yang sedang dilakukan.

11
BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyakit kronik yang sangat umum terjadi di seluruh dunia.
Statistik menunjukkan bahwa terdapat 7,6 juta kematian dan 92 juta disabilitas di seluruh

12
dunia sebagai akibat dari hipertensi. Di Amerika Serikat, hipertensi merupakan penyakit
kronik terbanyak, alasan nomor satu pasien mengunjungi dokter, dan paling banyak
diresepkan obat. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko mayor dari penyakit jantung
dan stroke dan berkontribusi pada banyak sekali kematian di seluruh dunia. 1,2

Hipertensi juga dikenal sebagai “silent killer”. Penyakit ini berlangsung kronis dan
sering kali asimptomatis, namun diam-diam merusak banyak organ tubuh, mulai dari jantung,
otak, ginjal, hingga mata. 3

Meskipun statistik menunjukkan jumlah penderita yang begitu besar, hipertensi masih
sering kali terabaikan. Penyakit ini dianggap tidak memerlukan penanganan dari spesialis dan
hanya sepertiga pasien di Amerika Serikat yang mencapai target terapi. Hal ini menunjukkan
masih banyak hipertensi yang tidak terdeteksi dan tidak tertangani dengan baik. 1,2

Prevalensi hipertensi akan terus meningkat jika tidak ada pencegahan dan
penanganan yang baik. 4 Untuk itu, sangat penting bagi seorang klinisi untuk memahami
hipertensi. Pada makalah ini akan dibahas pengertian, patogenesis, diagnosis hingga
tatalaksana dari hipertensi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

13
Menurut JNC 7 (Joint National Committee 7), definisi dari hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg. Penentuan ini berdasarkan rata-rata dua kali pengukuran tekanan darah
pada posisi duduk. JNC 7 mengklasifikasikan hipertensi menjadi 2 grade dan terdapat
kategori prehipertensi. Adanya kategori prehipertensi ke dalam klasifikasi bertujuan untuk
meningkatkan kewaspadaan, karena orang pada kategori tersebut beresiko dua kali lipat lebih
besar untuk menjadi hipertensi. Klasifikasi ini hanya untuk orang dewasa diatas 18 tahun.
Berikut ini adalah klasifikasi hipertensi dari JNC 7. 5
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

HIPERTENSI: TD Sistolik ≥ 140 atau TD diastolik ≥ 90

Hipertensi grade 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi grade 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Selain dari klasifikasi JNC 7, terdapat beberapa istilah terkait hipertensi:


White coat hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah selama menjalankan
aktivitas harian berada dalam batas normal, namun jika diperiksa di klinik
termasuk hipertensi. 1,2,3,4

Persistent / sustained hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah
meningkat baik diukur di klinik maupun di rumah, selama menjalankan aktivitas. 4

Isolated systolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Prevalensinya meningkat
berdasarkan usia, dan mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami serangan
jantung dan stroke. 1,2,3,4

Isolated diastolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah sistolik <140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. 1,2,3

Masked hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah selama menjalankan
aktivitas harian meningkat, jika diperiksa di klinik termasuk normal. 1,2,3

14

Pseudohypertension: pada pasien usia lanjut, biasanya pasien disertai dengan arteri
perifer yang kaku atau mengalami kalsifikasi. Konsekuensinya, jika diukur dengan
manset, tekanan darah akan meningkat. 1,2,3

2.2. Klasifikasi

Selain berdasarkan grade-nya, hipertensi juga dibedakan berdasarkan etiologi:

a. Hipertensi primer/esensial (95% kasus): penyebabnya tidak diketahui. 1


b. Hipertensi sekunder (5% kasus): penyebabnya dapat diketahui. 1

Tabel 2.2. Penyebab sekunder dari hipertensi 2

2.3. Epidemiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit global dengan prevalensi yang tinggi. Sekitar 65
juta penduduk dewasa AS atau sekitar sepertiga penduduk dewasa mengalami hipertensi dan
di seluruh dunia bisa mencapai 1 milyar penduduk. Terlebih lagi, seperempat populasi

15
dewasa di AS tergolong prehipertensi. Prevalensinya juga meningkat pada usia tua. Lebih
dari setengah populasi di atas 65 tahun di AS mengalami hipertensi. 6

Tidak ada prevalensi tepat secara nasional di Indonesia, hanya didapatkan variasi
prevalensi berkisar antara 11-43%. 4

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Tekanan darah merupakan hasil perkalian dari curah jantung (cardiac output) dengan
resistensi perifer total. Sehingga, hipertensi merupakan akibat dari peningkatan curah jantung
dan atau resistensi perifer total. 7

Peningkatan curah jantung pada hipertensi hiperdinamik disebabkan oleh peningkatan


frekuensi denyut jantung atau volume ekstrasel yang menyebabkan peningkatan aliran balik
vena sehingga meningkatkan volume sekuncup (stroke volume). Begitu pula peningkatan
aktivitas simpatis dari sistem saraf pusat dan atau peningkatan respons terhadap katekolamin,
misalnya karena hormon kortisol dan tiroid, dapat menyebabkan peningkatan curah jantung. 7

Hipertensi resistensi terutama disebabkan karena vasokonstriksi perifer atau


penyempitan pembuluh darah perifer lain, tetapi dapat juga akibat dari peningkatan viskositas
darah. Vasokonstriksi terutama berasal dari peningkatan aktivitas saraf simpatis, peningkatan
respons terhadap katekolamin atau peningkatan konsentrasi angiotensin II. Mekanisme
autoregulasi juga dapat menyebabkan vasokonstriksi. Misalnya jika terjadi peningkatan curah
jantung, organ-organ misalnya ginjal, akan melindungi dirinya dengan cara vasokonstriksi
pembuluh darah. Selain itu, mungkin dapat terjadi pula hipertrofi otot vasokonstriktor, dan
akhirnya dapat menyebabkan kerusakan vaskular yang akan meningkatkan resistensi perifer
total. 7

16
Gambar 2.1. Prinsip terjadinya hipertensi 7

Sebagian besar hipertensi adalah hipertensi primer, di mana tidak ditemukan


penyebabnya. Komponen genetik, jenis kelamin perempuan, dan penduduk di perkotaan lebih
beresiko terkena hipertensi. Stress psikologis kronis karena pekerjaan atau dasar kepribadian
dapat memicu hipertensi. Intake garam yang tinggi juga berperan penting dalam terjadinya
hipertensi. 7

Pada hipertensi sekunder, penyebab dari hipertensi dapat diketahui. Hipertensi renalis
merupakan salah satu bentuk yang sering terjadi. Setiap iskemia ginjal, misalnya karena
koarktasio aorta atau stenosis arteri renalis dan penyempitan arteriol dan kapiler ginjal, akan
menyebabkan pelepasan renin dari ginjal. Renin akan mengubah angiotensinogen di dalam
plasma menjadi angiotensin I. Angiotensin I akan diubah oleh ACE (angiotensin converting
enzyme) menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini bersifat vasokonstriktor kuat dan juga
merangsang pelepasan aldosterone dari korteks adrenal, yang nantinya akan menyebabkan
retensi natrium dan peningkatan curah jantung. Kedua aksi inilah yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Hipertensi renalis juga dapat disebabkan karena penyakit ginjal
seperti glomerulonefritis yang mengurangi massa ginjal fungsional, serta tumor pensekresi
renin. 7
17
Hipertensi karena hormonal dapat disebabkan karena beberapa penyebab. Misalnya
pada sindroma Cushing, di mana terdapat peningkatan konsentrasi glukokortikoid pada
plasma. Glukokortikoid akan meningkatkan sensitisasi terhadap katekolamin yang akan
meningkatkan resistensi perifer dan curah jantung, sehingga menyebabkan hipertensi.
Hiperaldosteronisme primer (Sindroma Conn) karena tumor di korteks adrenal yang
mensekresi aldosterone, berefek pada retensi natrium yang akan meningkatkan curah jantung.
7

Hipertensi neurogenik disebabkan karena penyakit di otak, misalnya ensefalitis,


edema serebri, dan tumor otak, yang akan menyebabkan perangsangan sistem saraf simpatis.
7

18
Gambar 2.2. Penyebab hipertensi 7

Akibat dari hipertensi yang paling penting adalah akibat dari aterosklerosis pada
pembuluh darah arteri. Resistensi vaskuler akhirnya menyebabkan iskemia di berbagai organ
dan jaringan. Di otak, hipertensi dapat menyebabkan perdarahan otak, di arteri besar dapat
menyebabkan aneurisma yang akhirnya dapat menjadi ruptur. Iskemia ginjal akan

19
menyebabkan lingkaran setan, di mana iskemia ginjal akan menyebabkan pelepasan renin
yang nantinya akan memperparah hipertensi. 7

Gambar 2.3. Akibat hipertensi 7

2.5. Diagnosis

Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih dahulu. Tujuan dari
evaluasi pasien adalah:


Mengetahui ada tidaknya target organ damage yang berkaitan dengan hipertensi yang
bisa mempengaruhi pilihan terapi

Mengetahui life style serta faktor-faktor resiko cvs lainnya/kelainan-kelainan yang
menyertai

Menemukan penyebab sekunder dari hipertensi yang bisa diidentifikasi 4
Pada anamnesa, dapat ditanyakan keluhan yang dialami penderita, meskipun banyak
penderita yang tidak memiliki keluhan apapun. Keluhan yang dapat muncul antara lain
hypertensive headache (nyeri kepala biasanya di pagi hari dan terlokalisir di regio occipital),
keluhan sistem kardiovaskuler seperti berdebar dan rasa sesak saat melakukan aktivitas dan
keluhan tidak spesifik seperti mudah lelah dan impotensi. 1

Riwayat lain yang penting untuk ditanyakan: 1


20
• Durasi, onset usia, dan level tekanan darah sebelumnya
• Terapi antihipertensi sebelumnya
• Gejala yang mengindikasikan penyebab sekunder
• Faktor lifestyle: intake lemak, garam, alkohol, rokok, aktivitas fisik, kenaikan berat
badan
• Riwayat disfungsi neurologis, gagal jantung, PJK
• Pemakaian obat-obat yang meningkatkan tekanan darah: kontrasepsi oral, steroid,
NSAID, dekongestan nasal
• Keberadaan faktor resiko CVS
Yang dimaksud dengan faktor resiko sistem kardiovaskular adalah sebagai berikut: 3,4

• Hipertensi
• Merokok
• Obesitas (IMT ≥ 30)
• Inaktivitas fisik
• Dislipidemia
• Diabetes mellitus
• Mikroalbuminemia atau perkiraan GFR < 60 ml/menit
• Umur (> 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)
• Riwayat keluarga dengan penyakit jantung cardiovascular yang prematur (< 55
tahun untuk laki-laki, < 65 tahun untuk wanita)
Untuk pemeriksaan fisik, tentunya adalah dengan pemeriksaan tekanan darah.
Persiapan untuk pemeriksaan tekanan darah meliputi persiapan alat, yaitu manometer merkuri
(gold standart) dengan manset yang sesuai (panjang ± 80% lingkar lengan, lebar ± 40%
lingkar lengan) dan stetoskop. Manometer aneroid dan elektronik cenderung kurang akurat.
Untuk persiapan pasien, maka pasien harus diistirahatkan ± 5 menit, posisi duduk di kursi,
kaki di atas lantai, pakaian ketat dilepas, lengan disangga sehingga posisinya setinggi jantung
dan hindari percakapan selama pemeriksaan. 1,4,6

21
Gambar 2.4. Pemeriksaan tekanan darah 6

Langkah-langkah pemeriksaan tekanan darah: 1,4,6

• Pasang manset pada lengan atas dengan pusat inflatable bag di atas A.brakhialis (sisi
dalam lengan atas) dan sisi bawah manset ± 2,5 cm di atas fossa antecubitii
• Cari A.brakhialis, biasanya sedikit medial dari tendon biceps
• Lakukan pemeriksaan palpatori tekanan darah sistolik: ibu jari atau jari lain diletakkan
di atas A.brakhialis, manset dipompa sampai sekitar 30 mmHg di atas tingkat pulsasi
mulai tidak teraba, kemudian manset dikendurkan pelan-pelan dan akan didapatkan
tekanan darah sistolik saat pulsasi mulai teraba kembali
• Letakkan stetoskop di atas A.brakhialis, manset dipompa hingga 20-30 mmHg diatas
tekanan sistolik palpasi, dikendurkan pelan (2-3 mmHg/detik), tentukan tekanan darah
sistolik (Korotkoff 1-mulai terdengar suara) dan tekanan darah diastolik (Korotkoff 5-
suara mulai hilang)
• Bandingkan kanan kiri (normalnya beda 5-10 mmHg)
JNC 7 merekomendasikan pengulangan pemeriksaan tekanan darah sekitar 5 menit
setelah pemeriksaan pertama. 5 Sedangkan menurut American society of hypertension,
diagnosis hipertensi dikonfirmasi setelah kunjungan berikutnya (1-4 minggu setelah

22
pengukuran pertama), dengan kedua pengukuran tersebut harus tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg untuk menegakkan diagnosis. 8

Di samping, pemeriksaan darah di klinik, terdapat pemeriksaan tekanan darah lainnya.


Ambulatory blood pressure measurement adalah teknik pengukuran tekanan darah multipel,
otomatis dan non invasif selama periode waktu tertentu, biasanya tiap 15-30 menit selama 24
jam. Teknik pengukuran ini memerlukan monitor dan tube yang menghubungkan monitor
dengan manset. Normalnya, tekanan darah adalah <135/85 mmHg ketika terjaga & <120/70
mmHg ketika malam, dengan rata-rata 130/80 mmHg. Teknik ini berguna untuk memprediksi
morbiditas lebih baik, mendeteksi episodic, white coat & masked hypertension. Pemeriksaan
tekanan darah di rumah juga sangat baik untuk menyingkirkan kemungkinan white coat
hypertension, serta membantu monitoring terapi serta menilai resiko CVS, namun
membutuhkan alat yang valid dan akurat serta keterampilan. 1,6

Selain pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari


kemungkinan penyebab sekunder dari hipertensi serta keberadaan kerusakan organ target.
Berikut ini adalah rangkuman pemeriksaan fisik selain pemeriksaan tekanan darah yang perlu
dilakukan

Tabel 2.3. Temuan klinis yang penting untuk mencari kemungkinan penyebab sekunder dan
kerusakan organ target dari hipertensi 1

23
Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium, masih terdapat silang pendapat diantara
para ahli mengenai seberapa jauh pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan. Tidak
disarankan melakukan berbagai macam pemeriksaan lain kecuali jika tekanan darah tidak
dapat dikontrol. Secara umum, sebelum memulai terapi perlu dilakukan pemeriksaan dasar
meliputi: 4

• UL
• DL
• Serum elektrolit
• Profil lipid
• Gula darah
• EKG
• BUN & kreatinin
• Foto thorax

2.6. Manajemen

Manajemen dari hipertensi meliputi intervensi gaya hidup dan terapi farmakologi.
Intervensi gaya hidup sangat direkomendasikan baik pada pasien prehipertensi hingga
hipertensi grade II. Berikut ini adalah intervensi gaya hidup dari pasien hipertensi:

Tabel 2.4. Intervensi gaya hidup 5

24
Sedangkan untuk terapi farmakologis, terdapat banyak kelas dari pilihan obat pada
hipertensi. Berikut ini adalah site of action dari berbagai kelas obat anti hipertensi.

25
Gambar 2.5. Site of action dari berbagai obat anti hipertensi 9

Untuk pedoman tatalaksana dari hipertensi, terdapat beberapa pedoman. Berikut ini
adalah pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 7:

26
Tabel 2.5. Pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 7 5

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tatalaksana dari hipertensi didasarkan
pada grade-nya. Pada tahun 2014, tim panelis yang bertugas menyusun JNC 8, merilis
pedoman tatalaksana 2014 berdasarkan evidence base. Berikut ini adalah pedoman
tatalaksana hipertensi tahun 2014 menurut tim panelis JNC 8:

27
28
Gambar 2.6. Alur tatalaksana 2014 oleh anggota panel JNC 8 10

Sedangkan untuk dosis awal dan dosis terapi dari hipertensi, dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

Tabel 2.6. Dosis dari obat-obatan anti hipertensi (rekomendasi dari anggota panel JNC /
guideline 2014) 10

29
2.7. Hipertensi pada Kehamilan

Terdapat 4 kelas dari hipertensi pada ibu hamil: 1

• Hipertensi kronis: hipertensi yang terjadi sebelum 20 minggu gestasi atau persisten
hingga > 12 minggu post partum
• Gestational hypertension: peningkatan tekanan darah pertama kali dideteksi pada
minggu 20 gestasi tanpa proteinuria
• Preeclampsia-eclampsia: onset baru hipertensi setelah 20 minggu gestasi pada wanita
normotensi dengan disertai > 300 mg proteinuria dalam waktu 24 jam
• Preeclampsia superimposed on underlying hypertension
Untuk pengobatan dari hipertensi pada kehamilan, obat pilihan utamanya adalah
methyldopa, karena tingkat keamanannya baik. Obat pilihan lain yang juga aman antara lain
clonidine dan hydralazine. Sedangkan obat-obatan beta bloker sebaiknya digunakan dengan
hati-hati, karena dapat memperlambat pertumbuhan janin. Obat anti hipertensi yang harus
dihindari adalah golongan diuretik karena menurunkan cairan tubuh serta golongan ACE
inhibitor dan Angiotensin receptor blocker karena memperlambat pertumbuhan janin dan
menyebabkan gagal ginjal pada fetus. 1

30
2.8. Hypertensive Crisis

Hypertensive crisis merupakan kondisi peningkatan tekanan darah dalam waktu relatif
singkat yang disertai kerusakan atau mengancam kerusakan organ dan memerlukan
penanganan segera untuk mencegah kerusakan dan keparahan kerusakan. Ada 2 macam:


Hypertensive emergency: kondisi peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan
kerusakan target organ secara akut

Hypertensive urgency: mengancam kerusakan target organ tapi belum didapatkan
tanda-tanda kerusakan target organ 1,2
Tidak ada tekanan darah tertentu yang digolongkan sebagai krisis, namun kebanyakan
pada tekanan darah 220/120, mulai muncul kerusakan organ. Diagnosis dari hypertensive
crisis dapat berdasarkan anamnesa keluhan hipertensi maligna, misalnya pada jantung
terdapat angina pectoris, sesak nafas. Pada ginjal didapatkan oliguria dan pada sistem saraf
pusat dapat ditemukan sakit kepala, gangguan kesadaran dan penglihatan. Pada pemeriksaan
fisik, dipusatkan pada organ-organ target. Pada jantung dapat ditemukan tanda-tanda payah
jantung seperti takikardia, gallop, dan ronki pada paru. Sedangkan pada sistem saraf pusat
dapat ditemukan gejala gangguan kesadaran dan penglihatan. Pada pemeriksaan retina, dapat
ditemukan papiledema dan perdarahan. Pemeriksaan laboratorium yang penting antara lain:
BUN, kreatinin, dipstick urinalysis untuk mendeteksi hematuria/ proteinuria, EKG, dan foto
thorax. 1,2

Penatalaksanaan dari hypertensive crisis pada prinsipnya adalah menurunkan tekanan


darah dengan cepat pada hipertensi emergency (dalam beberapa jam, menggunakan obat
injeksi). Sedangkan pada hipertensi urgency, penurunan tekanan darah dapat dalam jangka
waktu satu hari dan menggunakan obat oral. 1 Pilihan obat injeksi antara lain:

Tabel 2.7. Pilihan obat anti hipertensi parenteral untuk hypertensive crisis 2

31
Tabel 2.8. Dosis dan cara pemberian obat parenteral untuk hypertensive crisis 2

2.9. Hipertensi resisten

Hipertensi resisten adalah kegagalan mencapai target tekanan darah pada pasien yang
telah meminum dosis maksimal dari 3 regimen meliputi diuretik. Harus disingkirkan
kemungkinan adanya white coat hypertension dan pseudohypertension. Kemungkinan
lainnya adalah kurang patuhnya pengobatan, beban volume karena penyakit ginjal, serta

32
konsumsi garam atau alkohol berlebihan. Karena banyak pasien mengalami overload cairan,
maka dapat dilakukan peningkatan atau penambahan terapi diuretik. Sekitar 60% pasien
merespons dengan cara ini. 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart 12th Edition.
New York: Mc Graw Hill; 2012.
33
2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 18th edition. New York: Mc Graw Hill; 2012.

3. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine 8th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.

4. Yogiantoro M, Pranawa, Irwanadi C, Santoso D, Mardiana N, Thaha M, Widodo,


Soewanto. Hipertensi. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya:
Airlangga University Press; 2007. p. 210-217.

5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. National Heart, Lung, and Blood Institute
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure; National High Blood Pressure Education Program Coordinating
Committee. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report.
JAMA. 2003; 289(19):2560-2572.

6. Pickering TG, Hall JE, Appel LJ, Falkner BE, Graves J, Hill MN, Jones DW et al.
Recommendation for Blood Pressure Measurement in Humans and Experimental
Animals. Hypertension. 2005; 45: 142-161.
7. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Georg Thieme Verlag;
2000. p. 208-213.

8. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, Flack JM
et al. Clinical Practice Guidelines for the Management of Hypertension in the
Community: A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension. 2014; 16
(1): 14-26.

9. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology 10th edition. New York: Mc Graw Hill;
2007.

10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J,
Lackland DT et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High

34
Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth
Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311 (5): 507-520.

35

Anda mungkin juga menyukai