MATERI
OKSIDASI APEL
Oleh :
THP-B
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 Apel
Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat
yang beriklim subtropis. Apel telah ditanam di Indonesia sejak tahun 1934 hingga
sekarang. Secara taksonomi, apel tergolong dalam divisi spermatophyta dari
famili rocaceae. Berikut taksonomi dari apel:
Divisio : spermatophyta
Subdivisio: angiospermae
Kelas: dycotiledonae
Ordo: rosales
Famili: rosaceae
Genus: malus
a. Apel Manalagi
Apel ini memiliki rasa yang manis walaupun masih muda dan aromanya
harum. Diameter buah ini berkisar antara 5-7 cm dengan berat 75-160 gram per
buahnya. Daging buahnya berawarna putih, kadar airnya hanya 84,05%.Bentuk
bijinya bulat dengan ujung tumpul dan berwarna cokelat tua (Sufrida, dkk.,
2004).
b. Apel Rome Beauty
Apel jenis ini merupakan apel yang paling banyak ditanam petani di daerah
Batu Malang yaitu sekitar 70%. Kulitnya tebal berwarna merah pudar, daging
buahnya berwarna putih kekuningan. Memiliki kandungan air hingga 86,65%.
Diameter buah ini berkisar antara 5 –12 cm denganberat 70 –300 gram per
buahnya (Sufrida, dkk., 2004).
c. Apel Gala (Royal Gala)
Apel ini merupakan hasil persilangan antara jenis apel kidds orange red dengan
apel golden delicious. Menurut penelitian buah ini berasal dari Selandia Baru,
yang ditemukan oleh J. H Kidd pada tahun 1934. Bentuknya bulat berukuran
sedang dengan warna semburat kuning dan jingga kemerahan. Tekstur daging
buah renyah dan warna putih kekuningan (Sufrida, dkk., 2004).
d. Apel Fuji
Apel fuji merupakan hasil seleksi antara red delicious dengan ralls janet yang
dilakukan di Jepang. Fuji diperkenalkan tahun 1962 dan kini populer di Jepang,
Cina, Koreadan Amerika. Di negara Jepang, apal fuji berwarna merah cerah
dan ukurannya sebanding dengan Mc. Intosh. Sedangkan di Malang,kulitnya
berubah warna menjadi merah hijau kecoklatan. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan yang cukup besar antara kondisi agroklimat di Jepang dan di
Indonesia (Sufrida, dkk., 2004)
e. Apel Anna
Apel ini mempunyai aroma yang kuat dengan rasa agak asam. Kadar air dan
kandungan vitamin C-nya cukup tinggi. Apel anna berbentuk lonjong seperti
trapesium terbalik. Kulit buahnya halus tetapi tipis dan berwarna merah tua.
Kadar airnya sekitar 84,12%(Sufrida, dkk., 2004).
f. Apel Mc. Intosch
Apel ini mempunyai aroma yang kuat dengan rasa yang sangat asam. Apel ini
berwarna merah tua dengan ukuran yang sangat bervariasi. Rasa apel ini sangat
renyah, lembut dan kandunagn airnya banyak ( Sufrida, dkk., 2004).
g. Apel Mutsu
Apel ini merupakan perpaduan antara apel jenis golden delicious dan indo di
Jepang yang dikawinsilangkan pada tahun 1930. Buahnya berwarna hijau
dengan garis kuning ditepinya (Sufrida, dkk., 2004).
h. Apel Princess Noble
Apel ini dikenal juga dengan sebutan apel australia, Karen aapel ini
didatangkan dari Australia pada tahun 1932. Warna kulitnya hijau kekuningan
dengan bintik-bintik putih. Memiliki pori-pori yang halus dan renggang.
Tangkai buahnya panjang dan kecil berwarna hijau, kadar airnya 86,35% dan
rasanya asam (Sufrida, dkk., 2004).
i. Apel Granny Smith
Apel ini berasal dari Australia. Apel jenis granny smith mulai dikonsumsi
sekitar tahun 1868. Di negara 4 musim, seperti Inggris, apel ini rasanya tawar
sehingga hanya dipakai sebagai buah olahan. Namun, granny smith yang
berbuah di Indonesia rasanya lebih manis dari princess noble. Buah ini
memiliki ukuran buah yang cukup besar yaitu 64 x61 mm. Kandungan airnya
banyak dan berwarna putih (Sufrida, dkk., 2004).
j. Apel Golden Delicious
Golden delicious merupakan jenis apel yang paling banyak ditanam di dunia.
Apel yang berasal dari Amerika ini ditemukan oleh A.H. Mullins pada tahun
1980. Ukuran buah ini termasuk ukuran sedang yaitu antara 67 x64 mm,kulit
buah berwarna hijau kekuningan. Buah ini memiliki aroma yang
harum,kandungan airnya tinggi dan rasanya manis agak asam (Sufrida, dkk.,
2004).
k. Apel Red Delicious
Apel jenis ini merupakan salah satu apel yang paling terkenal di dunia. Di
Indonesia, buah ini juga banyak dijumpai dipasar swalayan dan pasar
tradisional. Buah ini memiliki warna kulit yang merah tua sesuai dengan
namanya. Ukuran buah ini tergolong besar yaitu 70 x 70 mm. Daging buah ini
berwarna putih, bertekstur renyah dengan kandungan air yang banyak serta
rasanya yang manis (Sufrida, dkk., 2004).
Bagi kesehatan, buah apel mempunyai manfaat yang nyata dalam hal:
Komponen fenolik pada apel berupa flavonoid dan asam fenolik. Flavonoid
yang ada di dalam apel adalah flavonol, catechin, dan epicatechin. Contoh asam
fenolik yang ada di dalam apel adalah asam cafeic dan asam p-coumaric yang
membentuk ester dengan asam quinic di dalam apel. Senyawa fenolik lainnya
adalah floretin glikosida. Konsentrasi masing-masing senyawa fenolik pada apel
bervariasi, bergantung pada bagian-bagian di mana senyawa tersebut ada. Pada
kulit apel, senyawa fenolik yang mendominasi adalah quercetin glikosida dan
flavonol. Bagian inti dan biji buah apel banyak mengandung floretin glikosida.
Bagian korteks buah apel banyak mengandung asam fenolik. Sebagian besar
komponen fenolik yang dimiliki oleh apel berbentuk senyawa o-difenol
(Carmelita, 2011).
Apel apabila dikupas, daging buah atau umbinya akan berwarna coklat.
Pencoklatan (browning) pada buah apel terjadi akibat proses enzimatik oleh
polifenol oksidase (Bastian, 2004). Pencoklatan (browning) pada apel harus
dihilangkan karena bersifat racun. Enzim polifenol tersebut akan mudah
teroksidasi dengan adanya oksigen akan membentuk senyawa radikal orto-kuinon
(Palupi, 2007). Gugus 0-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Senyawa
orto-kuinon tersebut sangat reaktif dan apabila bereaksi dengan protein dapat
membentuk senyawa komplek yang melibatkan asam amino lisin sehingga
ketersediaan akan menurun. Selain itu senyawa komplek protein-polifenol
tersebut sulit ditembus oleh enzim protease sehingga daya cerna proteinnya juga
rendah, sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan nilai gizi protein tersebut
juga akan turun (Palupi, 2007). Pencoklatan (browning) pada apel melibatkan
hidroksilase dari monophenol ke O-diphenol dan oksidasi o-diphenol menjadi O-
quinon (Christiane et al. 2008) Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan seperti
terlihat pada Gambar 1. berikut ini (Ruhiye, 2003).
Reaksi umum gambar 1. menjelaskan dimana fenol dan oksigen adalah substrat
dan BH2, singkatan dari senyawa o-diphenol sebagai donor elektron (aktifitas
monophenolase). Sedangkan pada aktifitas diphenolase, BH2 tidak diperlukan
karena ada o-diphenol cukup untuk reaksi dan kedua atom dari molekul oksigen
direduksi menjadi air dan pada akhirnya O-quinon berpolimerisasi membentuk
pencoklatan. (Melanti,2013)
a) Asam
Penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit dapat
mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi kuinon yang
berwarna gelap. Sulfit dapat menghambat enzim fenolase secara langsung atau
mereduksi hasil oksidasi kuinon, sedangkan penggunaan vitamin C dapat
mereduksi kembali kuinon berwarna hasil oksidasi (o-kuinon) menjadi
senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Ketika vitamin C habis, komponen
berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi yang irreversibel.
Jadi produk berwarna hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis
dioksidasi dan quinon terpolimerisasi. Asam askorbat (vitamin C) dapat
berperan sebagai antioksidan. Oksigen akan bereaksi terlebih dahulu dengan
asam askorbat daripada bereaksi dengan enzim fenolase pada buah apel.Asam
askorbat dapat menurunkan pH dari jaringan buah-buahan untuk
meminimalisasi aktivitas dari fenolase. Jika pH dapat diturunkan hingga di
bawah 3.0 maka aktivitas fenolase sebagian besar akan dihambat (Sapers,
1993).
b) Garam
Perendaman dengan air garam dilakukan untuk mencegah apel agar tidak
kontak dengan oksigen sehingga tidak terbentuk senyawa polifenol oksidase
(fenolase). NaCl menghambat browning dengan cara menurunkan pH pada
apel sehingga mencegah terjadinya browning. Garam juga dapat digunakan
untuk meningkatkan cita rasa dari apel (Friedman, 1996).
c) Air
Pengurangan oksigen (O2) dengan cara menempatkan buah apel yang segar
dalam rendaman air akan mencegah reaksi pencoklatan, karena air dapat
membatasi jumlah oksigen yang kontak dengan jaringan buah apel. Dengan
kata lain semakin minimal jumlah oksigen yang mengalami kontak langsung
dengan buah apel maka semakin minimal proses pencoklatan yang akan terjadi
(Friedman, 1996).
d) Pemanasan
Pemanasan juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menginaktivasi
enzim fenolase. Enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada
suhu 45 ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami
dekomposisi. Blanching merupakan suatu proses pemanasan pada bahan
pangan dengan menggunakan suhu dibawah 100°C. Blanching dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu pemanasan secara langsung dengan air panas (Hot
Water Blanching) atau dengan menggunakan uap (Steam blanching).
Blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang memungkinkan
perubahan warna, tekstur, cita rasa bahan pangan (Aoyama et al., 2007).
e) Bawang Merah
Bawang merah dapat digunakan untuk mencegah pencoklatan pada buah apel.
Hal ini dikarenakan bawang merah mengandung senyawa sulfihidril (SH atau
thiol). Senyawa sulfihidril dalam bawang merah dapat menghambat aktivitas
enzim polifenol oksidase (fenolase). Hanya saja penggunaan bawang merah
pada buah apel akan mempengaruhi aroma dari buah apel tersebut (Kim, Kim
& Park, 2005).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.1 Alat
1. Gelas ukur
2. Blender
3. Saringan
4. Pisau
5. Spatula
6. Gelas bekas air mineral
7. Kertas alumunium
3.1.2 Bahan
1. Apel
2. Vitamin C
3. Air
Pemblenderan Pemblenderan
Penyaringan Penyaringan
Filtrat Filtrat
Penambahan Penambahan
vitamin C 4g; 7g; vitamin C 4g; 7g;
10g dan kontrol 10g dan kontrol
4.1.1 Warna
4.1.2 Endapan
4.1.3 Buih
5.2.1 Warna
Proses oksidasi pada jus apel ditandai dengan semakin gelapnya warna jus
selama penyimpanan. Pada proses oksidasi diperlukan oksigen untuk
berlangsungnya proses oksidasi tersebut. Namun proses oksidasi ini tidak
berlangsung secara terus menerus. Hal ini disebabkan karena substrat yang diubah
atau yang teroksidasi telah habis atau bahkan oksigen sebagai katalis oksidasi
yang ada pada kemasan telah habis. Hasil pengamatan menunjukkan semakin
banyak penambahan Vitamin C maka reaksi pencoklatan semakin dapat dihambat.
Vitamin C dapat mereduksi kembali kuinon berwarna hasil oksidasi (o-kuinon)
menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Ketika vitamin C habis,
komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi yang
irreversibel. Jadi produk berwarna hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada
habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
5.2.2 Endapan
Meskipun pada sampel telah ditutup rapat dan dihambat dengan pemberian
vitamin C, tetap terjadi proses oksidasi yang ditandai dengan adanya
pembentukan endapan. Pada proses oksidasi diperlukan oksigen untuk
berlangsungnya proses oksidasi tersebut. Pada kondisi gelas yang tertutup, masih
terdapat sejumlah oksigen pada headspace karena tidak dilakukan perlakuan
vacum. Sehingga proses oksidasi masih mungkin terjadi. Namun proses oksidasi
ini tidak berlangsung secara terus menerus. Hal ini disebabkan karena substrat
yang diubah atau yang teroksidasi telah habis atau bahkan oksigen sebagai katalis
oksidasi yang ada pada kemasan telah habis.
5.2.3 Buih
Jumlah buih pada pengamatan hari ke-2 sampai ke-7 semakin kecil bahkan
tidak ada. Hal tersebut dapat disebabkan karena stabilitas suspensi. Fenomena ini
telah sesuai dengan penjelasan Cherry dan McWaters (1981) yang menyatakan
bahwa terjadinya oksidasi akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) dan
melemahnya permukaan filem dan diikuti dengan pecahnya gelembung buih.
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Aoyama, S., & Yamamoto, Y. 2007. Antioxidant activity and flavonoid content of
Welsh onion (Allium fistulosum) and the effect of thermal treatment. Food
Science and Technology Research, 13, 67–72
Bastian. 2004. Mempelajari Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah
Apel Varietas Red Delicious (Malus Sylvetris). Seminar Hasil Penelitian.
Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanudin.
Beveridge, T. 1997. Haze and Cloud in Apple Juices. Critical Reviews in Food
Science and Nutrition. 37(1): 75-91
Brunner, H. R. And H. Tanner. 1986. Analysis of Beverages-enzymatic
procedures, beverage turbidities. Confructa Stud. 30, 183.
Carmelita, Gabriella. 2011. “Proses Pencokelatan pada Buah Apel.” Kompasiana.
Hal 7
Cherry, J. P. And K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. American
Chemical Society Washington, D. C.
Christiane Queiros., Lopes, Maria L.M., Fialho, Eliane., and Mesquita, Vera L.V.,
2008. Polyphenol Oxidase : Characteristics And Mechanisms Of Browning
control. Food Reviews International, 24 :361-375
Friedman, M.(1996).Food browning and its prevention: an overview. Journal of
Agricultural and Food Chemistry, 44, 631–653.
Heatherbell, D. A. 1976. Haze Formation from Strach Degeration Products in
Apple Wine and Clarified Apple Juice. Confructa, 21, 36.
_______________. 1976. Haze and Sediment Formation in Clarified Apple Juice
and Apple Wine. II. The Role of Polyvalent Cations, Polyphenolics and
Protein. Food Technol. 11, 17.
Keiser, M. E, A. Pollard, and C. F. Timberlake. 1957. Metallic Components of
Fruit Juices. I. Copper as a Factor Affecting Sedimentation in Bottled Apple
Juices. J. Sci. Food Agric. 8, 151.
Kim, M., Kim, C. Y., & Park, I. 2005. Prevention of enzymatic browning of pear
by onion extract. Food Chemistry, 89, 181–184.
Melanti, Riska. 2013. Preparasi Porous Carbon dari Molase dan Aplikasinya
dalam Penurunan Efek Browning Sari Buah Apel. [Skripsi]. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang
Neubert, A. M. and M. K. Veldhuis. 1994. Clouding and Sedimentation in
Clarified Apple Juice. J. Fruit Prod. 23, 324.
Palupi, NS., FR Zakaria., dan E prangdimurti., 2007. Pengaruh Pengolahan
Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-Learning ENBP. Departemen Ilmu &
Teknologi Pangan. IPB.
Persson, K. M and V. Gekas. 1994. Factors in Influencing Aggregation of
Macromolecules in Solution. Process Biochem. 29, 89.
Ruhiye Yoruk dan Marshal, Maurice R., 2003. Physicochemical Properties And
Function Of Plant Polyphenol Oxidase : A review 1, institute of food and
agriculture science, Food science and human nutrition department,
University of Florida.
Sapers, G.M. 1993. Browning of foods: control by sulfites, antioxidants and other
means. Food Technology, 47(10), 75–84
Siegbahn, P. E. M. 2004. The Catalytic Cycle of Catechol Oxidase. Journal of
Biological Inorganic Chemistry. 12. 1251-1264
Sufrida dan Maloedyn S. 2006. 30 Ramuan Penakluk Hipertensi. Edisi 1. Jakarta:
Agromedia Pustaka
Sufrida, Y., Irlansyah, Edi J, dan Mofatis W. 2004. Khasiat dan Manfaat Apel.
Jakarta: Agromedia. Hal 11, 26-28.
Untung. 1996. Apel: Jenis dan Budidayanya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Whitney, R. 1997. Chemistry of Colloidal Substances: General Principles, Food
Colloids. Westport: AVI Publishing.