Anda di halaman 1dari 11

1.

Lean Six Sigma


adalah konsep manajemen operasional yang merupakan sinergi dari Lean dan Six Sigma.
Dengan Lean Six Sigma, perusahaan dapat memperoleh “kecepatan” yang dimiliki Lean dan
“kualitas” yang dimiliki Six Sigma. Metodologi ini mengarahkan perusahaan kepada
eliminasi dari tujuh pemborosan (seven wastes) yang terjadi pada proses manufaktur ataupun
jasa, dan perolehan kualitas pada output yang meminimalisir terciptanya produk yang cacat
(rata-rata 3.4 cacat per satu juta kesempatan / defects per million opportunities (DPMO)).
Tujuannya adalah meningkatkan profit perusahaan, memberikan kemampuan bertahan
(sustainability), dan memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
Lean Six Sigma
menggunakan konsep fase DMAIC dalam menjalani proses, seperti halnya dalam Six Sigma
murni. DMAIC adalah fase-fase yang harus dilalui dalam menjalani proyek perbaikan
apapun, yang merupakan singkatan dari Define-Measure-Analyze-Improve-Control. Dalam
masing-masing fase, akan dilakukan aktifitas yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang
terjadi selama proyek berjalan.
Six Sigma
adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk mengganti Total Quality
Management ( TQM )[1], sangat terfokus terhadap pengendalian kualitas dengan mendalami
sistem produksi perusahaan secara keseluruhan. Memiliki tujuan untuk, menghilangkan cacat
produksi, memangkas waktu pembuatan produk, dan mehilangkan biaya.[1] Six sigma juga
disebut sistem komprehensive - maksudnya adalah strategi, disiplin ilmu, dan alat - untuk
mencapai dan mendukung kesuksesan bisnis.[2] Six Sigma disebut strategi karena terfokus
pada peningkatan kepuasan pelanggan, disebut disiplin ilmu karena mengikuti model
formal,yaitu DMAIC ( Define, Measure, Analyze, Improve, Control )dan alat karena
digunakan bersamaan dengan yang lainnya, seperti Diagram Pareto(Pareto Chart) dan
Histogram.[2] Kesuksesan peningkatan kualitas dan kinerja bisnis, tergantung dari
kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah.[3] Kemampuan ini adalah hal
fundamental dalam filosofi six sigma.[3]
Six Sigma
merupakan salah satu metode yang sangat berfokus terhadap pengendalian kualitas dengan
mempelajari sistem produksi perusahaan secara keseluruhan. Atau bisa didefiniskan suatu
metode bisnis yang memungkinkan suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerja dengan
merancang dan memantau aktivitas bisnis sehari-hari untuk mencapai kepuasan pelanggan.
Metode ini dibuat untuk menggantikan metode TQM (Total Quality Management), bertujuan
untuk mencegah terjadinya cacat produksi, menghemat waktu pembuatan produk, dan
meminimalisir biaya.

Secara konsep, Six Sigma dapat disebut juga dengan sistem komprehensif dan fleksibel untuk
memberi dukungan, mengoptimalkan proses produksi untuk mencapai nilai efisiensi yang
berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan. Dengan metode Six Sigma,
perusahaan akan terus berupaya untuk memperhatikan kesesuaian dan keseimbangan antara
kinerja yang dilakukan dengan apa yang menjadi kebutuhan pelanggan.

Langkah Penerapan Six Sigma

Terdapat empat tahapan atau langkah-langkah dalam menerapkan metode Six Sigma yang
merupakan suatu pendekatan dalam penyelesaian masalah dan peningkatan proses. Langkah-
langkah penerapan Six Sigma biasa disebut DMAIC- Define, Measure, Analyze, Improve,
Control. Metodologi DMAIC digunakan ketika perusahaan sudah melakukan produksi
terhadap produk tertentu namun belum dapat memenuhi spesifikasi permintaan pelanggan.
Define
Merupakan tahap penentuan masalah, penentuan kebutuhan pelanggan, mengetahui critical to
quality, dan penentuan tim.

Measure
Fase ini berarti mengukur performa kinerja atau proses sebelum melakukan perbaikan.
Penentuan karakteristik kualitas adalah salah satu poin penting dalam tahap ini.

Analyze
tahap ini berupa mencari, menentukan, dan menganalisa akar penyebab masalah. Masalah
yang muncul terkadang bisa sangat kompleks, sangat membingunkan antara satu sama lain
yang bisa menyebabkan kegagalan produksi.

Improve
Setelah menemukan sumber masalah kualitas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan
untuk meningkatkan kualitas dan mengurangi tingkat kerusakan atau kecacatan.

Control
Kontrol berari mengawasi. Fase ini berupa pengawasan kinerja, khususnya setelah dilakukan
perbaikan untuk menjamin agar tidak terdapat kecacatan. Selalu lakukan pemantauan kinerja
setiap saat dan proses koreksi untuk mencegah rejection.

Pengertian Lean Six SIgma


Six sigma adalah suatu metodologi sistematis yang berfokus pada faktor kunci yang
mengendalikan performansi suatu proses, mengaturnya pada tingkat yang paling baik dan
menjaganya agar tetap pada level tersebut.
Lean adalah suatu metodologi sistematik untuk mengurangi kompleksitas dan melancarkan
proses dengan mengidentifikasi dan mengeliminasi sumber dari pembrosan (waste) dalam
proses, karena pemborosan bisa mengakibatkan macetnya aliran. [Wedg06]
Lean six sigma merupakan kombinasi antara Lean dan Six sigma dapat didefinisikan sebagai
suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan pemborosan atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value
added activities) melalui peningkatan terus-menerus untuk mencapai tingkat kinerja enam
sigma, dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dari pelanggan
internal dan external untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan berupa hanya
memproduksi 3.4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (3.4 DPMO). [Gasp06,
hal 1-2]
Pendekatan Lean bertujuan untuk menghilangkan pemborosan, memperlancar aliran
material, produk dan informasi serta peningkatan terus-menerus. Sedangkan pendekatan Six
sigma untuk mengurangi variasi proses, pengendalian proses dan peningkatan terus menerus.
Integrasi antara Lean dan Six sigma akan meningkatkan kinerja melalui peningkatan
kecepatan dan akurasi (zero defect). Pendekatan Lean akan memperlihatkan non value added
(NVA) dan value added (VA) serta membuat value added mengalir secara lancar sepanjang
value stream process, sedangkan six sigma akan mereduksi variasi dari value added itu.

Lean six sigma lebih memfokuskan pada perbaikan proses, dengan menggunakan data yang
diperoleh maka dapat diketahui apa yang salah dengan sistem kerja perusahaan, sehingga bisa
diidentifikasi letak dan penyebab masalah dan dapat dengan segera diambil tindakan untuk
menghilangkannya.
CONTOH SIX SIGMA

Berikut adalah seri ilustrasi aplikasi Lean Six Sigma yang disusun oleh Brian Burnsed dan
Emily Thornton, dua penulis Bloomberg. Kasus-kasus berikut terjadi dalam ranah retail,
industri yang kerap melahirkan banyak pemborosan yang sulit terdeteksi.

Icing Diatas Kue

Masalah:

Suatu perusahaan retailer makanan melakukan riset terhadap 300 outletnya dan menemukan
96% kue yang dibuat di toko telah dibuat dengan icing berlebihan. Kelebihan tersebut
bervariasi antara 1 hingga 32 ons icing ekstra.

Analisa Six Sigma:

Alasan yang paling signifikan untuk icing yang berlebihan adalah bahwa si penghias kue
tidak pernah menimbang kuenya. Untuk menuntaskan masalah, perusahaan tersebut
memfasilitasi setiap bakery departement dengan beberapa timbangan digital. Hal ini
mengurangi pemborosan icing sebanyak lebih dari 80%.

Susu yang Tumpah

Masalah:

Sebuah perusahaan produk peternakan mengalami kehilangan yang cukup besar di 300
tokonya.

Analisa Six Sigma:

Masalah yang ada ternyata berakar pada kualitas tutup galon susu yang buruk. Tutup galon
yang cacat tersebut menyebabkan susu sering tumpah ketika menjalani proses transportasi
dari pabrik ke gudang, serta dari gudang ke toko. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan
perusahaan pembotolan susu untuk mengatasi masalah tersebut, dan mereka berhasil
mengurangi tumpahnya susu sebanyak 55%.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 1 juta.

Terlalu Banyak Limbah

Masalah:

Sebuah perusahaan retail menemukan limbah terlalu banyak dan biaya yang mereka
keluarkan terlalu besar

Analisa Six Sigma:

Ditemukan bahwa produk yang kadaluwarsa menyumbang limbah paling banyak, yaitu 67%
dari total limbah. Sementara produk dengan potensi daur ulang, seperti cardboard dan plastik,
menempati angka 23% dari total limbah. Setelah adanya penemuan tersebut, limbah padat
dikurangi sebanyak 10 pon, perusahaan meningkatkan daur ulang cardboard hingga 2 pon,
donasi makanan ditingkatkan menjadi 4 juta pon pertahun.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 2 juta.

Biaya Tenaga Kerja yang Sangat Besar

Masalah:

Biaya upah tenaga kerja di perusahaan retail ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan
jumlah terantisipasi.

Analisa Six Sigma:

Akar masalahnya terletak kepada kebiasaan pekerja memulai dan mengakhiri shift 10-15
menit sebelum dan sesudah waktu terjadwal. Akibatnya, perusahaan memutuskan perubahan
sistem penjadwalan untuk menyesuaikan dengan jam masuk dan keluar lebih dari 3 menit
sebelum dan sesudah waktu shift terjadwal. Perbaikan ini menghasilkan penurunan biaya
upah tenaga kerja sebanyak 5%.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 21 juta.

Jumlah Pemakaian Kantung Plastik yang Sangat Besar

Masalah:

Suatu retailer memutuskan untuk mengurangi pemakaian kantung plastik yang selama ini
berlebihan.

Analisa Six Sigma:

Isu ini dipicu oleh personel toko yang tidak memakai tipe kantung yang tepat berdasarkan
produk yang dibeli dan tidak memasukkan jumlah produk yang maksimal ke dalam satu
kantung plastik. Untuk mengurangi konsumsi yang berlebihan, perusahaan
mengimplementasikan program pelatihan (penggunaan kantung plastik yang sehat dan
benar). Sebagai hasilnya, jumlah total penggunaan kantung plastik berkurang sebanyak 8%,
atau lebih dari 14 juta kantung plastik pertahun.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 230.000

Ancaman Kehabisan Stok

Masalah:

Suatu retailer menemukan bahwa beberapa dari tokonya sering kehabisan stok terlalu dini.

Analisa Six Sigma:

Pekerja seringkali terburu-buru dan kekurangan informasi ketika mereka melakukan


pemesanan kepada supplier. Untuk mengatasinya, retailer memodifikasi jadwal order dan
delivery dan mulai memberikan informasi yang layak mengenai ordering kepada staf, seperti
harga jual, untuk membantu staf toko lebih mampu mengestimasi kebutuhan akan masing-
masing produk. Proyek ini mereduksi produk yang selalu habis sebanyak 23%.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 7,4 juta.

Kehabisan Daging di Deli Resto

Masalah:

Sebuah food retailer sering kehabisan persediaan daging terlalu cepat.

Analisa Six Sigma:

Staf dapur sering membuang terlalu banyak bagian daging yang tidak terpakai (yang
seharusnya masih bisa dipakai), dan menggunakan jumlah daging terlalu banyak pada menu
deli. Perusahaan kemudian memberlakukan prosedur baru yaitu tidak boleh membuang sisa
daging yang masih bisa dipakai (dengan metode pemotongan tertentu yang memungkinkan
daging sisa tersebut bisa dipakai), dan memberikan panduan catering khusus untuk
mengontrol porsi daging dalam menu. Sebagai hasilnya, jumlah daging yang terbuang
berkurang sebanyak 32%, atau 376.000 pon pertahunnya.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 1,2 juta.

Penyalahgunaan Kupon

Masalah:

Sebuah perusahaan ritel menemukan bahwa gross margin di salah satu departemennya lebih
rendah dari yang diharapkan.

Analisa Six Sigma:

Penyalahgunaan kupon adalah sumber masalahnya. Ditemukan bahwa pelanggan dapat


menggunakan sebanyak mungkin kupon yang mereka punya untuk pembelian satu barang
dalam satu transaksi. Menanggapi ini, perusahaan menetapkan batasan penggunaan kupon
dalam transaksi dan jumlah produk, yang menghasilkan penurunan penyalahgunaan kupon
sebanyak 45%.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 1,1 juta.

Percetakan dan Pengiriman

Masalah:

Perusahaan ritel yang memiliki 400 toko mengalami pemborosan biaya cetak dan pengiriman.

Analisa Six Sigma:


Perusahaan menemukan bahwa mereka melakukan pencetakan dan pengiriman brosur dan
katalog kepada vendor dan pelanggan, walaupun dokumen tersebut sudah tersedia online.
Mereka segera menghentikan pencetakan dan pengiriman dokumen dan mengumumkan
kepada vendor dan pelanggan bahwa katalog dan brosur dapat ditemukan di website.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 720.000

Signage (Papan Promosi) Toko

Masalah:

Seorang staf toko melaporkan kepada pemimpin eksekutif perusahaan ritelnya bahwa mereka
menerima terlalu banyak papan promosi.

Analisa Six Sigma:

Perusahaan telah terlalu banyak mencetak dan mendistribusikan papan toko yang identik ke
seluruh regional, tanpa memperhatikan ukuran masing-masing toko, jenis produk yang dijual,
atau perencanaan display. Perusahaan tersebut lalu menerapkan metode klasifikasi toko yang
custom agar dapat mengetahui kebutuhan masing-masing toko akan papan promosi, dan
memesan papan promosi secara mingguan kepada vendor yang membuatnya. Opsi ini
membuahkan berkurangnya pemborosan untuk papan toko sebanyak 41%.

Total Keuntungan Pertahun: US$ 420.000

CONTOH LEAN SIX XIGMA


Apa itu Kaizen Event?

Kaizen event adalah salah satu tool improvement yang menghimpun karyawan dari berbagai
departemen untuk menganalisa masalah, mencari solusi, dan mengimplementasikan metode
perbaikan untuk menghilangkan masalah. Umumnya berjalan selama 1-5 hari dan sering
disebut sebagai mini improvement-project, Kaizen event kerap dijalankan oleh perusahaan
yang menjalankan metode Lean Six Sigma untuk mengatasi masalah-masalah minor yang
terjadi dalam aktifitas kerja harian.

Studi Kasus – Kaizen event di sebuah pabrik farmasi

Sebuah pabrik farmasi memiliki lini produksi yang khusus membuat obat berbentuk tablet.
Lini ini memiliki mesin tableting press yang mampu memadatkan 3000 tablet per menit.
Mesin ini membutuhkan 4 operator untuk melakukan changeover selama 13 jam untuk
mengganti formula tablet yang akan dibuat. Menurut peraturan dari FDA, mesin harus
dibongkar dan dibersihkan dengan seksama sebelum mulai memproduksi jenis tablet lain
dengan formula baru. Awalnya, rata-rata waktu changeover adalah 20 jam, namun dengan
usaha yang dilakukan selama 10 tahun, perusahaan berhasil menguranginya menjadi hanya
13 jam.

Seperti banyak perusahaan lain yang memiliki waktu changeover panjang, perusahaan ini lalu
memproduksi obat dalam jumlah lebih besar daripada pesanan / permintaan dari pelanggan.
Kebiasaan ini akhirnya membuahkan penumpukan inventori produk (menyebabkan waste
berupa “over-production” dan “inventory”), dan membuat mereka harus membayar biaya
lebih untuk penyimpanan serta pengaturan inventori yang berlebihan tersebut.

Untuk memperbaikinya, manajemen melakukan inisiatif berupa Kaizen event, yang bertujuan
untuk mengurangi inventori, karena dengan berkurangnya inventori maka biaya-biaya yang
menyertainya juga dapat dipangkas atau disalurkan ke tempat lain.

Pendekatan Lean untuk masalah inventori

Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan inventori dan produksi berlebihan ini,
perusahaan menjalankan metode Lean yang dituangkan dalam bentuk Kaizen event. Mereka
membentuk tim yang terdiri dari 4 operator, 2 supervisor, dan 2 karyawan dari departemen
lain yang bekerjasama selama 5 hari untuk memangkas waktu changeover.

Tim menjalankan pre-work yang melibatkan 2 karyawan sebelum menjalankan Kaizen event.
Kegiatan dalam pre-work ini antara lain membuat pemetaan proses (menggunakan metode
pembuatan Value Stream Map atau VSM), dan merekam sebuah video selama proses
changeover berlangsung. Dengan data-data yang dikumpulkan, tim ini lalu melakukan analisa
untuk menemukan akar masalah (root cause analysis) yang menyebabkan lamanya proses
changeover.

Setelah melakukan pemetaan dan analisa, tim akhirnya menetapkan target dari Kaizen event,
yaitu mengurangi waktu changeover dari 13 jam menjadi kurang dari 6,5 jam. Selain itu,
ditetapkan juga target berupa pengurangan waktu kerja karyawan dari 52 jam menjadi kurang
dari 40 jam. Artinya, harus ada pengurangan karyawan yang bertugas selama proses
changeover berlangsung.

Hasil Positif Kaizen Event

Setelah Kaizen event berjalan selama 5 hari, tim berhasil mempraktekkan proses changeover
dan menyelesaikannya dalam waktu kurang dari 5 jam. Beberapa perubahan lainnya
ditetapkan di pabrik tersebut dalam waktu 30 hari. Setelah waktu 30 hari lewat dan semua
perubahan telah berhasil dirampungkan, proses changeover dapat selesai secara konsisten
hanya dalam waktu kurang dari 4 jam. Semua hal menyangkut kualitas dan standar FDA
masih terpenuhi dengan baik.

Perusahaan tersebut memiliki enam unit mesin yang sama, bekerja dalam dua shift setiap
harinya, dan mengalami 5-7 kali changeover per mesin dalam seminggu. Waktu changeover
telah berhasil dikurangi sebanyak 270 jam perminggunya, dan waktu yang ada dapat
digunakan untuk fokus kepada area produksi lainnya. 1000 jam yang sebelumnya dihabiskan
karyawan untuk melakukan changeover kini dapat dialokasikan untuk aktifitas-aktifitas yang
mendatangkan value bagi pelanggan. Inventori dapat dikurangi sebesar 15%, tanpa ada efek
negatif yang dirasakan pelanggan.

Enam bulan kemudian, perusahaan berhasil mencatat dampak positif yang signifikan berupa
peningkatan produktifitas, berkurangnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan dalam
changeover, kemampuan untuk mengurangi inventori, yang telah mendatangkan ROI yang
memuaskan (nett cost untuk menjalankan proyek Kaizen event adalah nol). Mereka
menyimpulkan, periode payback yang diperlukan dalam proyek ini sebenarnya kurang dari 1
hari saja. Hasil Kaizen event berupa penghematan biaya, waktu, tenaga, dan penyusutan
inventori.

2. TAHAPAN PENGUKURAN SIX SIGMA PADA INDUSTRI JASA


Adalah sangat keliru apabila masih ada orang yang menganggap bahwa Lean Six Sigma
semata-mata ditujukan untuk produk industri manufakur, sehingga industri jasa (service)
belum menemukan format penerapan Lean Six Sigma! Orientasi dari Lean Six Sigma bukan
pada produk (barang dan/atau jasa), tetapi Lean Six Sigma berorientasi pada perbaikan
manajemen sistem. Artikel penulis tentang “Implementasi Lean Six Sigma dalam Industri
Jasa” dapat dibaca dalam IPOMS Newsletter Vol. 4, No. 1, Januari 2010, halaman 5-7.

Banyak usaha telah dirumuskan para pakar manajemen kualitas untuk mendefinisikan
kualitas jasa atau pelayanan, agar supaya dapat didesain, dikendalikan, dan dikelola
sebagaimana halnya dengan kualitas barang. Secara konseptual Lean Six Sigma dapat
diterapkan baik pada barang maupun jasa, karena yang ditekankan dalam penerapan Lean Six
Sigma adalah perbaikan sistem kualitas melalui menghilangkan setiap pemborosan (waste)
yang ada dalam proses agar meningkatkan nilai tambah dan memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Dengan demikian yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem kualitas
dalam proses peningkatan pelayanan adalah pada pengembangan sistem kualitas yang terdiri
dari: desain dan perencanaan sistem kualitas, pengendalian sistem kualitas, dan peningkatan
sistem kualitas.

Beberapa dimensi atau atribut yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kualitas jasa,
adalah:
*) Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini adalah berkaitan
dengan waktu tunggu dan waktu proses.
*) Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-
kesalahan.
*) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang
berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal, seperti: operator telepon, petugas
keamanan (SATPAM), pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat,
dll. Citra pelayanan dari industri jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan
yang berada pada garis depan dalam melayani langsung pelanggan eksternal.
*) Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari
pelanggan eksternal.
*) Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta
pelayanan komplementer lainnya.
*) Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya
petugas yang melayani seperti kasir, staf administrasi, dll, banyaknya fasilitas pendukung
seperti komputer untuk memproses data, dll.
*) Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru
dalam pelayanan, features dari pelayanan, dll.
*) Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dll.
*) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat
pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi,
petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.
*) Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti: lingkungan, kebersihan, ruang tunggu,
fasilitas musik, AC, dll.
Berbagai dimensi kualitas pelayanan di atas harus diperhatikan oleh manajemen industri jasa,
terutama dalam menetapkan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk membayar jasa
yang diterima. Seyogianya biaya yang ditetapkan harus kompetitif dengan pesaing-pesaing
lainnya dalam industri jasa itu.

Ide utama yang melandasi program six sigma adalah apabila Anda dapat mengukur berapa
banyak kesalahan (defects) dalam proses, maka Anda secara sistematik akan mengetahui
bagaimana menghilangkan kesalahan-kesalahan itu dan membawa proses menuju
berkemampuan bebas kesalahan (zero defects target).

Dengan demikian Six Sigma merupakan suatu metodologi yang memperlengkapi bisnis
dengan alat-alat untuk meningkatkan kapabilitas dari proses bisnis. Peningkatan dalam
kinerja dan penurunan dalam variasi proses telah mengakibatkan reduksi kesalahan dan
peningkaan dramatik dalam keuntungan, moral atau semangat karyawan, dan kualitas dari
produk. Penggunaan metodologi six sigma dalam bisnis akan membawa perusahaan menuju
kepada: peningkatan kepuasan pelanggan, peningkatan profit margins, memperpendek cycle
times, dan penurunan biaya-biaya.

Six Sigma telah mengubah perilaku dari proses General Electric (GE Insurance Solutions),
yang sekarang dikenal sebagai GE Way, yang berlandaskan pada filosofi bahwa six sigma
(proses bebas kesalahan) merupakan segala sesuatu yang dikerjakan oleh GE dan dalam
segala produk yang didesain (GE six sigma way—it is now the way we work – in everything
we do and in every product we design).

Pelanggan adalah titik pusat dari GE Insurance Solution’s universe; pelanggan yang
mendefinisikan kualitas. Pelanggan GE Insurance mengharapkan keunggulan dalam: kinerja
(performance), keandalan (reliability), harga kompetitif (competitive prices), penyerahan
tepat waktu (on-time delivery), pelayanan (service), proses transaksi yang jelas dan benar
(clear and correct transaction processing).
Keberhasilan implementasi six sigma pada GE Insurance karena beberapa hal, yaitu: (1)
implementasi program six sigma yang berfokus pelanggan, (2) filosofi yang dikendalikan
oleh data dan diterapkan pada semua bidang (data-driven philosophy and apply it to
everything). Keberhasilan dari praktek-praktek six sigma ini kemudian disebarluaskan ke
seluruh organisasi yang menjadi bisnis dari GE.

Sesuai dengan prinsip-prinsip Lean Six Sigma, maka beberapa langkah berikut dapat diikuti
apabila kita ingn menerapkan Lean Six Sigma dalam industri jasa.

Langkah Pertama, Spesifikasi nilai dari jasa (service value) yang diharapkan pelanggan.
Nilai inti dari pelayanan adalah terletak pada proses jasa itu sendiri yang terdiri dari
serangkaian metode untuk melakukan sesuatu. Menyiapkan suatu invoice, menerima suatu
telepon, memproses aplikasi kartu kredit, menyiapkan makanan, menerima tamu yang check
in di hotel, memberikan kuliah di perguruan tinggi, merupakan contoh-contoh dari proses
pelayanan. Langkah terbaik untuk mengidentifikasi nilai yang diharapkan pelanggan, adalah
melalui menjawab beberapa pertanyaan berikut:
*) Apakah tujuan dari proses jasa itu?
*) Bagaimana proses jasa itu menciptakan kepuasan pelanggan?
*) Apa yang menjadi input dan output utama dari proses jasa itu?
Spesifikasi nilai dari jasa yang diharapkan oleh pelanggan ini, mengharuskan kita untuk
menspesifikasikan desain dari jasa itu secara detail termasuk sejumlah langkah-langkah yang
harus dilakukan (aktivitas nilai tambah dan tugas-tugas spesifik) dalam penyerahan jasa yang
biasanya dalam pendekatan Lean Service adalah menggunakan Service Value Stream
Mapping.

Langkah Kedua, Melakukan Service Value Stream Mapping sepanjang moments of truth,
yaitu setiap kejadian atau titik dalam suatu proses jasa yang memberikan kesempatan kepada
pelanggan untuk membentuk suatu opini (positif, netral, atau negatif) tentang proses
pelayanan dari industri jasa itu. Contoh moments of truth dari suatu industri asuransi adalah:
(1) kejadian-kejadian yang diharapkan pelanggan ketika mengajukan klaim (informasi
tentang kelengkapan persyaratan mengajukan klaim, kemudahan pengajuan klaim,
kesopanan/keramahtamahan dari petugas kantor, dll), (2) kejadian-kejadian ketika pelanggan
sedang berada dalam antrian waku menunggu (informasi tentang status klaim,
kesopanan/keramahtamahan dari petugas pelayanan, kemudahan memperoleh pelayanan,
kecepatan dan ketepatan proses administrasi, dll), dan (3) kejadian-kejadian ketika pelanggan
menerima uang pertanggungjawaban asuransi yang menjadi haknya (kemudahan dan
ketepatan dalam pembayaran klaim, kesopanan/keramahtamahan dari petugas, dll). Dalam
langkah kedua ini, kita harus mampu mencegah dan tidak boleh memberikan kesempatan
kepada pelanggan untuk beropini secara negatif terhadap semua titik atau kejadian yang ada
dalam moments of truth sepanjang rantai proses jasa itu.

Langkah Ketiga, Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua
aktivitas sepanjang Service Value Stream dalam rantai proses jasa itu. Contoh beberapa tipe
pemborosan dalam proses jasa adalah: kesalahan-kesalahan dalam melakukan suatu aktivitas,
melakukan aktivitas yang tidak perlu, menunggu untuk proses berikut, langkah-langkah
proses dan pengesahan/persetujuan yang berlebihan, dll. Dalam langkah ini kita dapat
menerapkan Error-Proofing Services, berupa mendesain prosedur-prosedur untuk mencegah
kesalahan-kesalahan dalam proses jasa itu. Error-proofing procedures dapat diklasifikasikan
berdasarkan tipe-tipe kesalahan seperti: server errors atau customer errors.

(1) Server errors dihasilkan dari task, treatment, or tangibles of the service, di mana (a) Task
errors termasuk mengerjakan aktivitas secara tidak tepat, mengerjakan hal-hal yang tidak
perlu, mengerjakan pesanan bukan yang diinginkan pelanggan, mengerjakan aktivitas secara
lambat sehingga membuat waktu menunggu bertambah lama, dll, (b) Treatment errors yang
terjadi ketika berinteraksi dengan pelanggan seperti: tidak sopan, tidak peduli, acuh tak acuh
dan perilaku negatif lainnya, dan (c) Tangible errors merupakan hal-hal yang terkait dengan
elemen fisik, seperti: fasilitas yang tidak bersih, pakaian yang kotor, pendingin udara (AC)
yang tidak berfungsi, kesalahan-kesalahan dokumen, dll.

(2) Customer errors yang terjadi selama: persiapan, penyerahan, atau resolusi. (a) Customer
errors dalam persiapan mencakup kegagalan dalam menyiapkan input (material, informasi,
dll) yang diperlukan untuk proses jasa, ketidakpahaman peranan dalam transaksi jasa, tidak
ada rasa tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang tepat, dll. (b) Customer errors
yang terjadi selama penyerahan jasa dapat berupa kurang perhatian atau tidak peduli,
kesalahpahaman, dll. (c) Customer errors selama tahap resolusi dari penyerahan jasa dapat
berupa kegagalan dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan, dll. Dalam hal ini
pihak manajemen dapat menetapkan sistem kompensasi seperti memberikan voucher atau gift
certificate kepada pelanggan yang merasa dirugikan ketika melakukan transaksi jasa itu.
Langkah Keempat, Mengorganisasikan agar material, informasi, dan aktivitas-aktivitas
dapat berjalan lancar, efektif dan efisien sepanjang rantai dari proses jasa itu (service value
stream) atau sepanjang “moments of truth”. Komponen-komponen yang perlu diperhatikan
karena sering kali menjadi hambatan dan memberikan opini negatif kepada pelanggan adalah:
fasilitas-fasilitas fisik, prosedur-prosedur dan langkah-langkah proses jasa, perilaku karyawan
dan manajemen, sikap profesional karyawan dan manajemen, dll.

Langkah Kelima, Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat (improvement tools
and techniques) untuk mencapai keunggulan (service excellence) dan peningkatan terus-
menerus menuju proses jasa yang bebas kesalahan (zero defects). Proses jasa ini dapat
ditingkatkan terus-menerus dan kapabilitas proses dapat diukur menggunakan ukuran sigma,
menuju target six sigma. Sebagai misal, jika pelanggan menginginkan bahwa klaim
pembayaran asuransi paling lambat adalah 5 hari kerja, sedangkan kinerja aktual berdasarkan
proses dari industri asuransi baru mencapai tingkat 84% (katakan dari 100 klaim baru
tercapai 84 klaim yang pembayarannya tepat waktu maksimum 5 hari kerja), maka dalam hal
ini kita mengetahui bahwa DPMO (Defects Per Million Opportunities) adalah 161.087, yang
berarti kemampuan proses jasa baru mencapai 2,49 Sigma, masih jauh dari target Six Sigma,
yaitu sekitar 3,4 DPMO (Defects Per Million Opportunities).

Pemikiran Lean Six Sigma perlu disebarluaskan ke seluruh bagian tanpa memandang tipe
industri atau tipe kegiatan, dengan demikian Lean Six Sigma dapat diterapkan dalam semua
proses, sehingga Lean Six Sigma yang diterapkan dalam industri manufaktur akan menjadi:
Lean Six Sigma Manufacturing, Lean Six Sigma yang diterapkan dalam industri jasa akan
menjadi Lean Six Sigma Service, Lean Six Sigma yang diterapkan dalam bidang perbankan
akan menjadi Lean Six Sigma Banking, Lean Six Sigma yang diterapkan dalam bidang
pendidikan akan menjadi Lean Six Sigma Education, dan apabila diterapkan dalam bidang-
bidang akuntansi dan keuangan, pemasaran, pembelian, produksi, office, dll, akan menjadi:
Lean Six Sigma Accounting & Finance, Lean Six Sigma Marketing, Lean Six Sigma
Purchasing, Lean Six Sigma Production, Lean Six Sigma Office, dll.

Bahkan setiap orang dapat menjadi Lean Six Sigma Person, yaitu: orang yang telah bebas
dari Waste of Thinking dan belajar terus-menerus untuk menghindari kesalahan-kesalahan
yang sesungguhnya dapat dihindari atau dapat dikontrol (controllable causes), yaitu bebas
kesalahan yang tidak diharapkan yang bersumber dari tanggung jawabnya sendiri, karena
telah mengadopsi Lean Thinking menjadi seorang Lean Thinker agar secara terus-menerus
“mengejar” keunggulan menuju “zero defects target”!

Anda mungkin juga menyukai