Evaluasi Kesejahteraan Janin PDF
Evaluasi Kesejahteraan Janin PDF
SELAMA KEHAMILAN
Santi Wahyuni
I. PENDAHULUAN
Perkembangan janin merupakan keajaiban alam ciptaan Tuhan, dan kini menjadi
perhatian dunia kedokteran. Dengan teknologi pencitraan kita dapat melihat
perkembangan fisik dan fungsi organ janin. Dengan demikian riset mengungkapkan
pengertian peranan janin pada implantasi, pengenalan ibu terhadap kehamilan, aspek
immunologi, fungsi endokrin, nutrisi dan persalinan. Beberapa tahun terakhir ini, angka
kematian dan kesakitan perinatal telah menurun secara signifikan, akan tetapi kematian
janin antenatal masih merupakan masalah. Kematian janin tidak selalu pada kelompok
kehamilan risiko tinggi, akan tetapi beberapa kematian tersebut terjadi pada kehamilan
dengan risiko rendah bahkan normal.
Salah satu tujuan utama perawatan antenatal adalah untuk mengidentifikasi ibu
hamil yang berisiko tinggi terjadinya gangguan pada buah kehamilannya. Terdapat
berbagai macam peralatan/teknik untuk pengawasan janin ante/intrapartum diantaranya
NST, OCT dan penilaian ultrasonik real time. Tetapi sayangnya mayoritas kelompok
risiko rendah tidak dipantau oleh alat- alat pemantau elektronik janin atau ultrasonik
selama periode antepartum. Disisi lain pemeriksaan hormonal sepertial estriol plasma,
HPL serum terbukti kurang dapat dipercaya hasilnya dan tidak praktis untuk penapisan
kehamilan risiko rendah maupun tinggi.
Beberapa istilah telah dipakai untuk menunjukkan lamanya kehamilan dan
usia janin, yang memang berbeda. Usia gestasi yaitu lamanya amenore, dihitung
dari hari pertama haid terakhir, suatu periode sebelum terjadi konsepsi, yaitu kira-kira 2
minggu sebelum ovulasi dan fertilasi, atau 3 minggu sebelum implantasi blastokis.
Lamanya kehamilan rata-rata ialah 280 hari atau 40 minggu (91/3 bulan = 10x 28
hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir tersebut sampai bayi lahir.
Periode kehamilan sering dibagi 3 yaitu : trimester 1, 2 dan 3 mengingat adanya
kejadian umum yang terjadi; misalnya abortus kebanyakan terjadi pada trimeser
pertama, sedangkan kemungkinan hidup lebih besar bila kelahiran terjadi pada trimeser
ketiga.
a. Pertumbuhan
Dalam 2 minggu setelah ovulasi ada beberapa tahapan :
(a) ovulasi (b) fertilisasi (c) pembentukan blastokista (d) implantasi blastokista yaitu 1
minggu setelah ovulasi. Villi khorialis primitif telah terbentuk segera setelah implantasi,
pada pemeriksaan patologi dikatakan ada kehamilan bila ditemukan villi.
Bentuk mudigah dimulai sejak 3 minggu setelah fertilisasi, kira-kira pada minggu haid
yang diperkirakan akan datang. Pada saat ini lempeng mudigah telah terbentuk dan besar
kantong khorion dapat mencapai 1 cm. Telah terbentuk ruang intervilli yang
mengandung darah ibu dan villi dengan mesoderm angioblastik khorionik.
Pada minggu ke empat setelah ovulasi, kantong khorion mencapai 2-3 cm dan
mudigah besarnya 4-5 mm, jantung tampak dominan karena dilatasi ruang jantung.
Tonjolan tangan dan kaki mulai tampak, sementara amnion mulai meliputi body
stalk yang kemudian akan menjadi tali pusat. Pada akhir minggu ke enam setelah
fertilisasi panjang janin ialah 22-24 mm, dan kepala relatif lebih besar dari badan; pada
saat ini tangan sudah tampak.
Janin
Disebut janin ialah saat mulai minggu ke 10 dihitung dari hari pertama haid
terakhir, saat ini janin telah 4 cm panjangnya. Kebanyakan organ mengalami
pertumbuhan dan pematangan dari struktur yang terbentuk pada periode mudigah.
Minggu ke 12
Akhir minggu ke 12, jarak kepala bokong (crown-rump length) ialah 6-7 cm,
pada saat ini pusat pertulangan telah terbentuk, jari tangan dan kaki telah jelas, kuku
serta bakal rambut. Genitalia eksterna mulai menunjukkan perbedaan pria atau
perempuan.
Minggu ke 16
Pada akhir minggu ke 16 jarak kepala bokong ialah 12 cm, dan beratnya 10
gram. Dengan cermat dapat dilihat genitalia eksterna.
Minggu ke 20
Pada akhir minggu ke 20 yaitu paruh waktu kehamilan normal, berat janin
300 gram; kulit janin tidak begitu bening dan tampak lanugo halus dan beberapa helai
rambut. Sejak saat ini bila dilahirkan disebut partus.
Minggu ke 24
Akhir minggu 24, berat janin 630 gram, kulit tampak keriput, dan sudah ada
lemak di bawah kulit. Kepala masih relatif besar; sudah tampak alis dan bulu mata.
Kebanyakan janin pada usia ini bila dilahirkan tak lama akan meninggal.
Minggu ke 28
Pada akhir 28 minggu, jarak kepala bokong sekitar 25 cm dan beratnya 1100
gram. Kulit masih merah dan diseliputi vernix caseosa. Membran yang meliputi pupil
baru saja menghilang dari mata. Janin yang dilahirkan pada saat ini dapat
menggerakkan tangan dan kaki, menangis lemah; dengan teknologi perawatan intensif
umumnya dapat diusahakan kelangsungan kehidupan.
Minggu 32
Pada akhir 32 minggu, janin telah mencapai panjang kepala bokong 28 cm,
dan beratnya 1800 gram. Kulit masih merah dan keriput; umumnya bayi dapat
hidup bila dilahirkan saat ini.
Minggu 36
Pada akhir 36 minggu, rata-rata jarak kepala bokong ialah 32 cm dan beratnya
2500 gram. Karena lemak subkutan cukup, bayi lebih kuat dan tidak tampak keriput.
Minggu 40
Pada akhir 40 minggu, janin
telah berkembang sempurna, jarak kepala bokong ialah 36 cm, panjang rata-rata 50
cm dan rata-rata beratnya 3400 gram. Dari 37 minggu lengkap sampai 41 minggu
lengkap disebut aterm. Berat janin pada aterm dipengaruhi oleh nutrisi ibu, tingkat
sosioekonomi dan seks. Bayi pria lebih berat 100 gram. Sejak 20 minggu berat janin
berkembang linear dan setelah 37 minggu menjadi landai.
b. Perkembangan
Sistem susunan syaraf pusat mengkoordinir fungsi-fungsi otot spesifik janin.
Karena itu penilaian pergerakan janin bertindak sebagai suatu ukuran integritas dan
fungsi susunan syaraf. Pergerakan janin dapat spontan, berasal dari janin itu sendiri atau
akibat rangsangan dari luar. Pergerakan spontan, non refleks adalah otonom dan
berlangsung sebelum timbulnya reaksi rangsangan. Pergerakan refleks disebabkan
karena rangsangan luar seperti suara, vibrasi, sentuhan dan sinar atau oleh rangsangan
atau suara yang dihasilkan oleh ibu sendiri. Grimwade dkk memperlihatkan bahwa
rangsangan suara yang dekat ke abdomen ibu hamil pada 38-40 mg menyebabkan
pergerakan janin. Respons janin terhadap rangsangan dari luar akan terjadi pada umur
kehamilan 26 minggu ke atas. Sebelum itu pergerakan janin terutama spontan. Tetapi
sayangnya ibu sendiri tidak mungkin membedakan apakah pergerakan itu spontan
atau akibat rangsangan.
Ibu hamil pertama kali merasakan pergerakan janin sekitar 18-20 minggu. Mula-
mula gerakan jarang, lemah dan kadang-kadang tidak dapat dibedakan dengan sensasi
abdomen lainnya seperti yang berasal dari usus. Mulai 20 minggu kehamilan, persentasi
gerakan janin yang lemah berkurang berangsur-angsur sampai kehamilan 36-37 minggu,
dan sejak saat itu pergerakan bertambah sampai aterm. Seiring dengan itu, pergerakan-
pergerakan yang kuat dan berputar bertambah secara proportional sampai 36-37 minggu,
kemudian setelah itu berkurang sedikit sampai aterm.
Pergerakan janin rata-rata per hari sekitar 200 pada umur kehamilan 20 minggu
dengan maksimum 575 pada 32 minggu. Pergerakan rata-rata harian janin tersebut
selama kehamilan bervariasi. Nilai klinis dari jumlah absolut pergerakan janin belum
ditentukan. Meskipun beberapa wanita merasa pergerakan janinnya rendah, seperti 4-
10/hari, sebagaian terbesar bayinya lahir normal. Ehstrona dan Wood et al mengatakan
bahwa aktivitas maksimal per hari pergerakan janin berlangsung sekitar 32 minggu.
Setelah 36 minggu dimana janin tumbuh dan volume cairan amnion berkurang dapat
menerangkan mengapa pergerakan yang dirasakan ibu tersebut berkurang. Timor Tisch
et al menerangkan bahwa berkurangnya aktivitas pada aterm mungkin juga berhubungan
dengan waktu janin tidur, yang bertambah dengan makin maturnya janin. Lebih lanjut
mereka menerangkan periode yang lama dan istirahat janin, sampai 75 menit, akan
mengurangi gerakan-gerakan berputar dan keadaan ini merupakan hal yang biasa dan
dari janin yang sehat pada trimester ke 3.
Kegiatan janin dapat juga dipengaruhi oleh keadaan gula darah ibu, terutama
selama periode post prandial. Tetapi peneliti lain melaporkan tidak ada perbedaan yang
signifikan pergerakan janin sebelum dan setelah makan. Umur ibu, berat, paritas, etnis,
sex janin, volume cairan amnion, lokasi plasenta, panjang tali pusat dan kesakitan
neonatus tidak mempengaruhi jumlah pergerakan janin. Meskipun demikian, posisi ibu
terutama dari terlentang ke lateral menyebabkan variasi frekuensi kegiatan janin.
Obat-obatan ini seperti barbiturat, diazepam, meferidine dan magnesium sulfat
mengurangi pergerakan janin. Tetapi isoxsuprine, ß adrenergic, corticosteroid, caffeine
atau alkohol tidak mengurangi pergerakan janin, juga pada ibu-ibu yang merokok.
Perubahan-perubahan kualitatif dan kuantitatif aktivitas motorik janin merupakan
cerminan perubahan-perubahan fungsi SSP janin dan dapat merupakan tanda-tanda
gangguan kesehatan janin. Tingginya pergerakan dianggap janin tersebut normal, asal
keadaan ini tetap konstan. Meskipun demikian, pergerakan janin yang hebat kemudian
diikuti oleh keadaan tenang dapat merupakan tanda gawat janin akut atau ancaman
kematian janin akibat tekanan pada tali pusat. Seandainya gerakan janin yang berat tidak
dapat melepaskan tekanan pada tali pusat yang akut, janin dapat meninggal in utero. Hal
yang sama dengan urutan seperti tersebut di atas dapat pula terjadi pada solutio
placentae akut.
Penilaian pergerakan janin sebagai teknik penapisan tunggal pada penderita
risiko rendah nampaknya cukup memadai. Akan tetapi pada penderita-penderita dengan
risiko tinggi masih tetap diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan antenatal termasuk NST,
OCT atau profil biofisik.
A. PENILAIAN KLINIS
1. Pertambahan berat badan ibu
Pertambahan berat ibu selama kehamilan memang mempengaruhi berat lahir bayi.
Abrams dan Laros (1986) mempelajari efek pertambahan berat ibu terhadap berat lahir
pada 2946 kehamilan dengan persalinan aterm. Hanya delapan wanita tidak mengalami
pertambahan berat. Dilakukan analisis regresi multiple untuk mengendalikan faktor usia
ibu, ras, paritas, status sosioekonomi, konsumsi rokok, dan usia gestasi. Pertambahan
berat ibu mempengaruhi berat lahir; wanita yang beratnya kurang melahirkan bayi yang
lebih kecil sedangkan yang sebaliknya berlaku pada wanita yang berat badannya
berlebih. Rerata pertambahan berat ibu selama kehamilan adalah 33 lb (15 kg). Temuan
penting dalam studi ini adalah bahwa pertambahan berat tampaknya tidak merupakan
syarat bagi pertumbuhan janin pada wanita kegemukan.
Hyten (1991) mengkaji berbagai data yang terkumpul selama lebih 20 tahun dan
mengamati bahwa pertambahan berat total selama kehamilan pada primigravida sehat
yang makan tanpa batasan adalah sekitar 12,5 kg (27,5 lb). Proses-proses fisiologis
komulatif menghasilkan penambahan 9 kg yang berupa janin, plasenta, air ketuban,
hipertrofi uterus dan payudara, peningkatan volume darah, serta retensi cairan ekstrasel
dan intrasel. Sisa 3,5 kg tampaknya sebagian besar berupa lemak simpanan ibu.
Beberapa kerugian yang mungkin ditimbulkan oleh pertambahan berat badan
berlebihan yang disebabkan oleh beratnya janin-bayi harus dipertimbangkan. Parker dan
Abrams (1992) meneliti keterkaitan antara pertambahan berat ibu di luar rekomendasi
Institute of Medicine pada 6690 kelahiran tunggal. Berat rata-rata prahamil adalah 57 kg
(125 lg) dan pertambahan rata-rata berat ibu adalah 15,2 ± 5,2 kg (33,4 ± 11,4 lb) pada
wanita yang terutama dari golongan Kaukasus dan Asia ini. Kurang dari separuh yang
memperlihatkan pertambahan berat dalam rentang yang direkomendasikan oleh Institute
berdasarkan BMI mereka.
Pertambahan berat dalam rentang rekomendasi menurunkan resiko gangguan
pada hasil akhir kehamilan. Sebaliknya, kurangnya pertambahan berat untuk habitus
tertentu berkaitan dengan bayi kecil untuk usia kehamilannya. Terdapat beberapa studi
lain yang menunjukkan pertambahan berat yang lebih rendah daripada yang dianjurkan
berkaitan dengan persalinan prematur atau bayi berat lahir rendah (Abrams dan Selvin,
1995; Hickey dkk., 1995; Siega-Riz dkk., 1994). Parker dan Abrams (1992)
memperlihatkan bahwa pertambahan berat yang berlebihan berkaitan dengan bayi besar
untuk usia kehamilannya sehingga meningkatkan angka seksio sesarea (16 versus 22
persen). Witter dkk. (1995) melaporkan bahwa resiko seksio sesarea meningkat secara
linier seiring dengan pertambahan berat selama kehamilan, tanpa bergantung pada berat
lahir.
2. Pengukuran tinggi fundus uteri
Pada kehamilan, uterus tumbuh secara teratur, kecuali jika ada gangguan pada
kehamilan tersebut. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar sebesar telur bebek, dan
pada kehamilan 12 minggu sebesar telur angsa. Pada saat ini fundus uteri telah dapat
diraba dari luar, diatas simfisis. Pada pemeriksaan ini wanita tersebut harus
mengosongkan kandung kencingnya dahulu.
Pada kehamilan 16 minggu besar uterus kira-kira sebesar tinju orang dewasa.
Dari luar fundus uteri kira-kira terletak di antara pertengahan pusat ke simfisis. Pada
kehamilan 20 minggu fundus uteri terletak kira-kira dipinggir bawah pusat sedangkan
pada kehamilan 24 minggu fundus uteri berada tepat dipinggir atas pusat. Pada
kehamilan 28 minggu fundus uteri terletak kira-kira 3 jari di atas pusat. Pada kehamilan
32 minggu terletak antara pusat dan processus xiphoideus. Pada kehamilan 36 minggu
terletak 1 jari dibawah processus xiphoideus.
Bila pertumbuhan janin normal maka tinggi fundus uteri pada kehamilan 28
minggu sekurangnya 25 cm, pada 32 minggu 27 cm dan pada 36 minggu 30 cm. Pada
kehamilan 40 minggu fundus uteri turun kembali dan terletak kira-kira 3 jari dibawah
processus xiphoideus. Hal ini disebabkan oleh kepala janin yang pada primigravida
turun dan masuk kedalam rongga panggul.
Bila penderita risiko rendah datang ke Rumah Sakit untuk penilaian pergerakan
janin yang berkurang, maka NST harus dilakukan. Pemeriksaan ultrasonik pun harus
dilakukan untuk menilai volume cairan amnion dan mencari kemungkinan kelainan
kongenital. Bila NST non reaktif, maka OCT dan profil biofisik harus dilakukan.
Seandainya pemeriksaan-pemeriksaan tersebut normal, pemantauan harus diulangi
dengan interval yang memadai.
Cara lain untuk menghitung pergerakan janin adalah Cardiff " Count of 10", atau
modifikasinya. Penderita diminta untuk mulai menghitung pergerakan-pergerakan janin
pada pagi hari dan terus berlanjut sampai si ibu mendapat hitungan pergerakan janin
sebanyak 10. Bila ia menemukan pergerakan lebih dari 10 dalam waktu 10 jam atau
kurang, umumnya janin dalam keadaan baik. Seandainya gerakan janin yang dirasakan
ibu kurang dari 10 dalam waktu 10 jam, ia harus mengunjungi dokter untuk pemeriksaan
lebih lanjut.
B. PENILAIAN DENGAN MODALITAS USG
1. Peralatan
Pemeriksaan ultrasonografi obstetri sebaiknya dilakukan dengan peralatan USG
real-time, dapat menggunakan cara transabdominal dan/atau transvaginal. Frekuensi
gelombang ultrasonik yang digunakan pada transduser (probe) sebaiknya disesuaikan
dengan keperluan. Pemeriksaan ultrasonografi terhadap janin hanya dilakukan bilamana
ada alasan medik yang jelas. Informasi diagnostik yang diperlukan sebaiknya diperoleh
melalui pemaparan ultrasonik yang serendah mungkin.
Pemeriksaan dengan USG real-time diperlukan untuk menentukan adanya tanda
kehidupan pada janin, seperti aktivitas jantung dan gerakan janin. Pilihan atas frekuensi
transduser yang digunakan didasarkan atas suatu pertimbangan akan kedalaman
penetrasi gelombang ultrasonik dan resolusi yang diinginkan. Pada transduser
abdominal, frekuensi 3 – 5 MHz memberikan kedalaman penetrasi dan resolusi yang
cukup memadai pada sebagian besar pasien. Pada pasien gemuk dapat digunakan
transduser dengan frekuensi yang lebih rendah agar diperolah kedalaman penetrasi yang
mencukupi. Pemeriksaan transvaginal biasanya dilakukan dengan menggunakan
frekuensi 5 – 7,5 MHz.
Agar dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada pasien, maka setiap
pemeriksaan ultrasonografi harus disertai dengan dokumentasi yang memadai.
Dokumentasi tersebut sebaiknya merupakan bentuk rekaman permanen (cetakan, foto,
video, dsb.) mengenai gambaran ultarsonografi, mencakup parameter-parameter ukuran
dan hasil-hasil temuan anatomi. Pada dokumentasi gambaran ultrasonografi
sebaiknya dicantumkan tanggal pemeriksaan, identitas pasien, dan jika ada,
dicantumkan juga orientasi dari gambaran ultrasonografi. Laporan hasil pemeriksaan
ultrasonografi sebaiknya dimasukkan ke dalam catatan medik pasien. Penyimpanan hasil
pemeriksaan ultrasonografi harus konsisten dengan keperluan klinik dan berkaitan
dengan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang berlaku.
Tipe respon
Pola respon biofisik janin terhadap asfiksia tergantung pada lama dan beratnya serangan,
terdiri dari 2 tipe :
1. Pola respon akut
Sebagai hasil suatu serangan akut, terhadap perubahan-perubahan yang cepat SSP yang
mengatur kegiatan biofisik janin, yaitu FHR, gerakan-gerakan badan, pergerakan
pernapasan, tonus janin dan lain-lain.
2. Pola respon kronis atau subakut
Asfiksia janin yang kronis mengakibatkan berkurangnya cairan amnion, perlambatan
pertumbuhan janin akibat redistribusi dan sentralisasi aliran darah. Pada keadaan ini
terdapat peningkatan komplikasi neonatus.
Pola respon yang terjadi tergantung pada penyebab asfiksia. Pola respon akut
biasanya terjadi pada kasus-kasus solutio plasenta atau turunnya yang tiba-tiba perfusi
uterus ( berhentinya kardiorespirasi ibu) atau perfusi umbilicus (prolapsus tali pusat).
Sedangkan pola response yang kronis lebih sering berbentuk IUGR. Pada umumnya,
kira-kira 10% kematian perinatal, sebagai akibat serangan asfiksia akut, 30% sebagai
akibat anomali pertumbuhan janin dan 60% akibat asfiksia kronis.
4. PENUTUP
Profil biofisik janin merupakan cara penilaian dengan menggunakan USG dan
KTG untuk mendeteksi adanya asfiksia janin intrauterin. Cara ini akan membantu dalam
pengambilan keputusan yang lebih rasional dalam penanganan kehamilan risiko tinggi.
Manfaat lainnya dari pemeriksaan profil biofisik janin adalah untuk menilai kondisi
keseluruhan di dalam uterus, misalnya untuk mengetahui:
1. Jumlah, presentasi, dan letak janin.
2. Letak dan arsitektur plasenta.
3. Letak dan struktur tali pusat.
4. Morfometri janin.
5. Kelainan struktur dan fungsi janin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dana Gosseta and Karin Blakemore, Fetal assessment, the john Hopkins Manual of
nd
Gynecologic and obstetrics, 2 edition, Lippincoth William Wilkin, United stated, May 2002
2. Sarwono Prawirohardjo, Ultrasonografi dalam Obstetri, Ilmu kebidanan, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta, 2002
3. Susan Martin Tucker, Pemantauan dan pengkajian intrapartum, Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta,
2005
4. Catherine Y.Spong, Fetal monitoring, Danforth's Obstetry & Gynecology, ninth edition,
William & Wilkin Publisher, USA, August 2003
5. Donel Laughlin, Robert A. Knuppel, M.D, Maternal-plasental-fetal unit; fetal and early
neonatal physiology, Current Obstetry and Gynecologic Diagnosis & treatment, Ninth edition,
Mc Graw Hill Co, USA, 2003
6. Frank A. Chevernak, Steven G.Gabbe, Obstetric ultrasound: assessment of fetal growth and
anatomy, Obstetric – Normal & Problem Pregnancies, 4 edition, Churchill Livingstone, British,
2002
7. F. Gary Cunningham et al, Fetal growth and development, William Obstetric, 21 edition, Mc
Graw Hill Profesional, United states, 2001
8. Palmer, P.E.S, Panduan Pemeriksaan Diagnostik USG, Penerbit EGC, Jakarta, 1996
9. R. Hariadi, Ilmu kedokteran fetomaternal, Edisi perdana, Himpunan kedokteran fetomaternal
POGI, Surabaya, 2004
10. Abdul Bari Saifuddin, Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal,
Yayasan bina pustaka, Jakarta, 2002