Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF SULFANILAMID

I. Tujuan
Menentukan kadar Sulfanilamid dengan metode nitrimetri.

II. Prinsip
Nitrimetri
Metode titrasi nitrimetri disebut juga dengan diazotasi yakni metode
penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku
natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi
antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam
membentuk garam diazonium.

III. Reaksi

(Gholib,2012).

IV. Teori Dasar


Sulfanilamidum
Sulfanilamida

p-aminobenzensulfonamida
BM 172,21
Sulfanilamida mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8N2O2S,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

1
Pemerian : hablur, serbuk hablur atau butiran; putih; tidak berbau;
rasa agak pahit kemudian manis.
Kelarutan : larut dalam 200 bagian air; sangat mudah larut dalam air
mendidih; agak sukar larut dalam etanol (95%) P; sangat sukar larut
dalam kloroform P, dalam eter P; mudah larut dalam aseton P; larut
dalam gliserol P, dalam asam klorida P dan dalam alkali hidroksida.
Penetapan kadar : lakukan penetapan kadar melalui cara nitrimetri.
Khasiat : antibakteri
(Depkes RI, 1979).
Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan
secara sistemik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada
manusia. Sulfonamida merupakan kelompok obat penting pada
penanganan infeksi saluran kemih (ISK) (Hamdani,2013).
Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam
analisa senyawa-senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina
primer. Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina
primer (aromatik) dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk
garam diazonium (Rivai,1995).
Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih
tinggi garam diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi
diazotasi dapat dipercepat dengan menambahkan kalium bromida
(Gholib,2012).
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan
warna dari pasta kanji iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar.
Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi
seluruhnya, kelebihan ini dapat berekasi dengan iodida yang ada dalam
pasta kanji atas kertas, reaksi ini akan mengubah iodida menjadi iodine
diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian ini dapat
ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi
perubahan warna yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji iod (biru)
Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin
OO dan metilen blue sebagai indikator dalam larutan (Harjadi,1986).
Dengan indikator dalam, dengan tropeolin oo (5 tetes) dan metilen
blue (3 tetes). Indikator dalam adalah indikator yang dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer, penggunaan indikator dalam mempunyai kelebihan
dan kekurangan, yaitu :
Kelebihan :

2
- cara kerja cepat dan praktis
- dapat dilakukan pada suhu kamar
Kekurangan :
- penggunaan terbatas hanya untuk beberapa zat saja, untuk beberapa
zat lainnya perubahannya tidak jelas

Dengan indikator luar, dengan pasta kanji-KI. Indikator luar


diletakkan diluar Erlenmeyer.
Kelebihan :
- untuk beberapa zat lebih tepat dipakai karena perubahan warna lebih
jelas
Kekurangan :
- cara kerja tidak praktis
- terlalu sering menotol menyebabkan adanya kemungkinan zat
terbuang
- titrasi harus dilakukan pada suhu dibawah 15oC
(Zulfikar,2010).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam nitrimetri :
• Bila menggunakan indikator luar, suhu harus dibawah 15ºC karena bila
suhu tinggi garam diazonium akan pecah menghasilkan uap NO, hasil
menjadi tidak akurat,
• Bila menggunakan indikator dalam suhunya tidak harus 15ºC tetapi
harus tetap dijaga supaya tidak terlalu tinggi.
• Penetesan NaNO2 dari buret jangan terlalu cepat
Karena pembentukan garam diazonium memerlukan waktu yang lama.
Bila terlalu cepat HONO belum bereaksi dengan sampel begitu
diteteskan dengan indikator luar akan menimbulkan warna biru langsung
maka hasil tidak akurat.
• pH harus asam.
Karena apabila keasaman kurang maka titik akhir titrasi tidak jelas dan
garam diazonium yang terbentuk tidak sempurna karena garam
diazonium tidak stabil pada suasana netral atau basa.
• Pemakaian KBr boleh dilakukan tetapiataupun tidak, apabila tidak
ditambahkan KBr suhu harus dibawah 15ºC
• Bila menggunakan indikator luar, hati-hati pada reaksi titik akhir palsu.
Titik akhir dicapai bila saat digoreskan pada pasta kanji-KI langsung
terbentuk warna biru. bila lama-kelamaan pastakanji-KI menjadi biru
bukan titik akhir, hal ini bisa terjadi karena oksidasi udara atau garam
diazonium yang bereaksi dengan KI (Hamdani, 2013).

3
V. Alat dan Bahan
Alat :
1. Bakom plastik
2. Batang pengaduk
3. Beaker glass
4. Bejana
5. Buret
6. Corong kaca
7. Kaca arloji
8. Klep dan statif
9. Labu erlenmeyer
10. Labu ukur 100ml
11. Labu ukur 250ml
12. Korek api
13. Pelat tetes
14. Pipet tetes
15. Pipet volum
16. Spatel
17. Tabung reaksi

Bahan :
1. Aquadest
2. Asam sulfanilat
3. Amoniak
4. Es balok
5. Indikator kanji iodida
6. Indikator tropeolin OO 0,1%
7. Indikator metilen blue 0,1%
8. KBr
9. HCl encer
10. HCl pekat
11. Natrium nitrit
12. Sampel (Sulfanilamid)

VI. Prosedur
Analisis Kualitatif
a. Organoleptis
Diperiksa bentuk, warna, rasa, dan bau lalu diamati dan dicatat.

b. Uji Kelarutan

4
Sampel sulfanilamid dilarutkan dalam air dan diamati.
Sampel sulfanilamid dilarutkan dalam NaOH dan diamati.
Sampel sulfanilamid dilarutkan dalam HCl dan diamati.
Sampel sulfanilamid dilarutkan dalam etanol dan diamati.

c. Reaksi Korek Api


Sampel sulfanilamid ditambahkan dengan HCl emcer di atas pelat
tetes kemudian kedalamnya dicelupkan batang korek api lalu diamati
perubahan warna batang korek api.
d. Reaksi Diazo
Sampel sulfanilamid dalam 2 tetes HCl ditambahkan 1ml aquadest
dan 2 tetes diazo B, kemudian ditambahkan 0,1 β-naftol dalam 2ml
NaOH. Diamati peubahan warna merah jingga hingga merah darah.
e. Reaksi Ehrlich
Sampelsulfanilamid pada pelat tetes ditambahkan 1-2 tetes pereaksi
pDAB-HCl hingga terbentuk warna kuning jingga.

Analisis Kuantitatif

1. Standardisasi Natrium Nitrit 0,05M dengan Asam Sulfanilat


Sebanyak 100mg asam sulfanilat ditimbang dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 100ml lalu dilarutkan dengan 10ml aquadest, diteteskan
amoniak sampai melarut. Kemudian ditambahkan 10ml HCl pekat dan 1g
KBr lalu ditambahkan aquadest sampai 100ml, labu ukur kemudian
diaduk. Larutan tersebut kemudian dipipet sebanyak 10ml dan
ditambahkan indikator campur (tropeolin OO dan metilen blue) dengan
perbandingan 5:3 lalu dititrasi dengan larutan natrium nitrit sampai
berwarna biru toska. Cara kerja diatas dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).

2. Penetapan Kadar Sulfanilamid


Sebanyak 100mg sulfanilamid dilarutkan dalam 20ml aquadest,
ditambahkan 10ml HCl pekat serta 1g KBr lalu ditambahkan aquadest
dalam labu ukur sampai 100ml. Kemudian dari larutan dipipet 10ml dan
didinginkan dalam campuran air es 0-15 . Kemudian ditambahkan 5 tetes
indikator tropeolin OO 0,1% dan 3 tetes metilen blue 0,1%. Lalu ditirasi
dengan larutan natrium nitrit hingga titik akhir titrasi berwarna biru toska.
Kemudian diperiksa kembali titik akhir titrasi dengan indikator luar yaitu
pasta kanji dengan cara batang gelas yang ujungnya runcing dicelupkan
kedalam larutan yang dititrasi kemudian digoreskan pada pasta kanji
iodida atau kertas kanji iodida, bila belum tampak perubahan warna biru,
titrasi dilanjutkan perlahan sambil diaduk. Diambil lagi larutan tadi dan

5
digoreskan lagi. Titik akhir titrasi tercapai apabila terjadi warna biru
seketika dan hal ini dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama
1 menit. Cara kerja diatas dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).

VII. Data Pengamatan dan Perhitungan


Analisis Kualitatif
a. Organoleptis
Bentuk : serbuk hablur
Warna : putih
Rasa : hambar, kemudian pahit
Bau : tidak berbau

b. Uji Kelarutan
Dalam aquadest : sukar larut (10mg dalam 10ml aquadest)
Dalam NaOH : larut (100mg dalam 10ml NaOH)
Dalam HCl : larut (100mg dalam 10ml HCl)
Dalam etanol : sukar larut (10mg dalam 10ml etanol)

c. Reaksi Korek Api


Sampel Sulfanilamid + HCl encer + batang korek api batang korek
api berwarna jingga.

d. Reaksi Diazo
Sampel Sulfanilamid + 2 tetes HCl + 1ml aquadest + 2 tetes diazo B
larutan berwarna kuning.

e. Reaksi Ehrlich
Sampel Sulfanilamid + pereaksi pDAB-HCl larutan berwarna
kuning.

Analisis Kuantitatif

Sebelum dititrasi Setelah dititrasi


(Ungu violet) (titik akhir : biru toska)

6
1. Standardisasi Natrium Nitrit 0,05M dengan Asam Sulfanilat
Asam Sulfanilat (mg) Volume NaNO2 (ml) Vol Asam Sulfanilat (ml)
100 1,7 10
100 1,6 10
100 1,5 10
Rata-rata 1,6 10

BM Asam Sulfanilat = 173,19


mg Asam Sulfanilat = 102,2 mg
faktor pengenceran = 100/10 = 10
jadi, molaritas standardisasi dari NaNO2 adalah
M=

=
=
= 0,0369 M
atau
V1 . M1 = V2 . M2
1,6 . M = 10 .
1,6 . M = 10 .
M = 0,03688 M

2. Penetapan Kadar Sulfanilamid

Sebelum dititrasi Setelah dititrasi


(Ungu violet) (titik akhir: biru toska)

Sulfanilamid (mg) Volume analit (ml) Volume NaNO2 (ml)


103,2 10 0,7
103,2 10 0,7
103,2 10 0,5

7
Rata-rata 10 0,633

Perhitungan kadar Sulfanilamid :


( )
Kadar = x 100%
( )
= x 100%
= 3,59%

VIII. Pembahasan
Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif sampel Sulfanilamid dilakukan untuk
memastikan bahwa sampel yang diperoleh merupakan Sulfanilamid yang
sebenarnya dengan melakukan reaksi-reaksi umum dan spesifik dari sifat
Sulfanilamid yang merupakan golongan Sulfonamid.
Reaksi-reaksi yang dilakukan pada analisis kualitatif sampel
Sulfanilamid diantaranya ialah uji organoleptis. Berdasarkan hasil uji
organoleptis, didapatkan bahwa warna sampel Sulfanilamid berwarna
putih dengan bentuk serbuk hablur, rasa hambar kemudian pahit dan
tidak berbau. Hasil uji organoleptis sesuai dengan literatur sifat
Sulfanilamid berdasarkan Farmakope edisi III.
Selanjutnya dilakukan uji kelarutan sampel Sulfanilamid dalam air,
NaOH, HCl, dan etanol dan diperoleh hasil berturut-turut sukar larut,
larut, larut, dan sukar larut. Perbandingan kategori larut adalah 100mg
dalam 10ml, sedangkan sukar larut dalam perbandingan 10mg dalam
10ml.
Kemudian dilakukan reaksi spesifik dari sampel Sulfanilamid yang
merupakan golongan Sulfonamid yaitu dengan reaksi korek api dengan
cara mencampurkan sampel dengan HCl encer diatas pelat tetes
kemudian dicelupkan batang korek api kedalamnya. Perubahan batang
korek api yang semula berwarna coklat muda berubah menjadi berwarna
orange menunjukkan bahwa sampel yang diuji merupakan Sulfanilamid.
Uji spesifik lain yang dilakukan adalah reaksi diazo dengan cara
menambahkan sampel dengan 2 tetes HCl, 1ml aquadest, dan 2 tetes
diazo B kemudian diperoleh hasil larutan berwarna kuning yang
menunjukkan bahwa sampel yang diuji ialah benars Sulfanilamid.
Uji spesifik lainnya yang dilakukan adalah reaksi Ehrlich yaitu
dengan menambahkan sampel dengan pereaksi pDAB-HCl sehingga
diperoleh larutan berwarna kuning. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel
merupakan Sulfanilamid golongan Sulfonamid.

8
Analisis Kuantitatif
Titrasi nitrimetri didasarkan pada pembentukkan garam diazonium
dari gugus amin aromatis yang direaksikan dengan asam nitrat dimana
asam nitrat diperoleh dengan mereaksikan natrium nitrit dengan suatu
asam, yaitu asam sulfanilat.
Pada percobaan ini digunakan Sulfanilamid sebagai sampel yang
kemudian ditentukan kadarnya dengan metode nitrimetri sehingga
membutuhkan indikator pasta kanji sebagai indikator luar dan indikator
campuran tropeolin OO dan metilen blue dengan perbandingan 5:3
sebagai indikator dalam.
Cara kerja pertama yaitu standardisasi natrium nitrit 0,05M dengan
asam sulfanilat. Sebanyak 100mg asam sulfanilat ditimbang dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100ml lalu dilarutkan dengan 10ml
aquadest, diteteskan amoniak sampai melarut. Kemudian ditambahkan
10ml HCl pekat dan 1g KBr sebagai katalis lalu ditambahkan aquadest
sampai 100ml, labu ukur kemudian diaduk. Larutan tersebut kemudian
dipipet sebanyak 10ml dan ditambahkan indikator campur (tropeolin OO
dan metilen blue) dengan perbandingan 5:3 lalu dititrasi dengan larutan
natrium nitrit sampai berwarna biru toska.
Penambahan amoniak dimaksudkan umtuk mempermudah dan
mempercepat kelarutan sampel Sulfanilamid dalam aquadest karena sifat
dari Sulfanulamid yang sukar larut dalam air. Kemudian penambahan
HCl pekat dan KBr ialah sebagai katalis untuk mempercepat laju reaksi
natrium nitrit dengan asam sulfanilat.
Titrasi dilakukan sebanyak 3x pengulangan (triplo) agar hasil yang
diperoleh lebih teliti dan akurat. Sehingga dapat diperoleh molaritas
standardisasi dari NaNO2 adalah 0,03688 M.
Setelah diketahui molaritas dari natrium nitrit, selanjutnya dapat
ditentukan kadar dari sampel Sulfanilamid dengan cara sebanyak 100mg
sulfanilamid dilarutkan dalam 20ml aquadest, ditambahkan 10ml HCl
pekat serta 1g KBr sebagai katalis agar sulfanilamid larut dalam aquadest.
Sedangkan penambahan HCl diperlukan karena apabila keasaman kurang
maka titik akhir titrasi tidak jelas dan garam diazonium yang terbentuk
tidak sempurna karena garam diazonium tidak stabil pada suasana netral
atau basa.
Lalu ditambahkan aquadest dalam labu ukur sampai 100ml.
Kemudian dari larutan dipipet 10ml dan didinginkan dalam campuran air
es 0-15 . Kemudian ditambahkan 5 tetes indikator tropeolin OO 0,1%

9
dan 3 tetes metilen blue 0,1% sebagai indikator dalam. Lalu ditirasi
dengan larutan natrium nitrit hingga titik akhir titrasi berwarna biru toska.
Pemilihan indikator yang cocok ditentukan oleh kekuatan oksidasi
titran dan titrat, dengan perkataan lain, potensial titik ekivalen titrasi
tersebut. Bila potensial peralihan indikator tergantung dari pH, maka juga
harus diusahakan agar pH tidak berubah selama titrasi berlangsung.
Titik akhir titrasi dapat ditentukan juga dengan menggunakan
indikator luar yaitu pasta kanji. Pembuatan pasta kanji iodida yaitu kalium
iodida kanji, larutan pasta kanji iodida P dilarutkan 10 gram kalium iodida
P dalam air secukupnya hingga 95 ml, dan tambahkan 5 ml larutan kanji P.
Larutkan kalium iodida kanji P harus dibuat baru.
Tetapi bila menggunakan indikator luar, hati-hati pada reaksi titik
akhir palsu. Titik akhir dicapai bila saat digoreskan pada pasta kanji-KI
langsung terbentuk warna biru. bila lama-kelamaan pasta kanji-KI menjadi
biru bukan titik akhir, hal ini bisa terjadi karena oksidasi udara atau garam
diazonium yang bereaksi dengan KI.
Sehingga pada penentuan kadar Sufanilamid ini lebih baik titik
akhir titrasinya ditentukan dengan 2 indikator, yaitu indikator dalam dan
indikator luar agar hasil yang diperoleh lebih teliti dan akurat. Selain itu,
dapat juga dilakukan mrtode pengamatan titik akhir titrasi secara
potensiometri.
Pada metode nitrimetri ini dilakukan titrasi pada suhu kurang dari
15 karena reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar karena garam
diazonium yang terbentuk mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol
dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah 15ºC.
Sedangkan jika reaksi dilakukan pada suhu tinggi maka garam diazonium
akan pecah menghasilkan uap NO, hasil menjadi tidak akurat.
Berdasarkan percobaan diatas, diperoleh kadar sampel
Sulfanilamid yaitu 3,59% . hasil penetapan kadar tersebut tidak sesuai
dengan kadar sampel Sulfanilamid yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi
karena ketidak telitian dalam pelaksaan prosedur percobaan, penentuan
titik akhir titrasi yang tidak tepat, kesalahan pengamatan perubahan warna
pada indikator dalam dan indikator luar, suhu yang tidak sesuai dengan
ketentuan sehingga mengganggu proses penetapan kadar Sulfanilamid. Hal
ini sebenarnya dapat diatasi dengan perlakuan yang lebih teliti secara
potensiometri.

IX. Kesimpulan

Penetapan kadar sampel Sulfanilamid yang dilakukan dengan


metode nitrimetri diperoleh 3,59%.

10

Anda mungkin juga menyukai