Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan Mata

oleh Shabrina Narasati, 0906639934

Funduskopi

Funduskopi merupakan tes untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada
fundus okuli. Cahaya yang dimasukkan kedalam fundus akan memberikan refleks
fundus dan gambaran fundus mata akan terlihat bila fundus diberi sinar.

Alat yang diperlukan adalah oftalmoskop dan obat melebarkan pupil (tropicamide
0.5%-1% (mydriacyl) / fenilefrin hidroklorida 2.5% (kerja lebih cepat))

Tehnik
Oftalmoskopi direk

 Mata kanan pasien dengan mata kanan pemeriksa, mata kiri pasien dengan
mata kiri pemeriksa kecuali bila pasien dalam keadaan tidur dapat dilakukan
dari atas.
 Mula-mula diputar roda lensa oftalmoskop sehingga menunjukkan angka +12
D
 Oftalmoskop diletakkan 10 cm dari mata pasien. Pada saat ini fokus terletak
pada kornea atau pada lensa mata.
 Bila ada kekeruhan pada kornea atau lensa mata akan terlihat bayangan yang
hitam pada dasar yang jingga.( oftalmoskop jarak jauh)
 Selanjutnya oftalmoskop lebih didekatkan pada mata pasien dan roda lensa
oftalmoskop diputar, sehingga roda lensa menunjukkan angka mendekati nol.
 Sinar difokuskan pada papil saraf optik.
 Diperhatikan warna, tepi, dan pembuluh darah yang keluar dari papil saraf
optik.
 Mata pasien diminta melihat sumber cahaya oftalmoskop yang dipegang
pemeriksa, dan pemeriksa dapat melihat keadaan makula lutea pasien
 Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian retina

Oftalmoskopi indirek

 Pemeriksa menggunakan kedua mata


 Alat diletakkan tepat didepan kedua mata dengan bantuan pengikat di
sekeliling kepala
 Pada celah oftalmoskop dipasang lensa konveks +4D yang menghasilkan
bayangan jernih bila akomodasi diistirahatkan
 Jarak dengan penderita kurang lebih 40cm
 Pemeriksaan juga membutuhkan suatu lensa tambahan , disebut lensa
objektif yang berkekuatan S +13 D, ditempatkan 7-10 cm didepan mata
penderita
 Bila belum memproleh bayangan yang baik, lensa objektif ini digeser
mendekat dan menjauh.

Gambar 1. a. Oftalmoskopi direk dan b. Oftalmoskopi indirek

Gambar 2. Prosedur Oftalmoskopi


Gambar 3. Fundus Normal. Pembuluh darah retina tidak menyebrangi fovea.

Dapat dilihat keadaan normal dan patologik pada fundus mata kelainan yang
dapatdilihat
1. Pada papil saraf optik
 Papiledema (normal C/D ratio 0,3-0,5)
 Hilangnya pulsasi vena saraf optik
 Ekskavasi papil saraf optik pada glaukoma
 Atrofi saraf optik
2.Pada retina
 Perdarahan subhialoid
 Perdarahan intra retina, lidah api, dots, blots
 Edema retina
 Edema makula
3.Pembuluh darah retina
 Perbandingan atau rasio arteri vena (normal=2:3)
 Perdarahan dari arteri atau vena
 Adanya mikroaneurisma dari vena

Tonometri

Tonometri schiotz merupakan salah satu pemeriksaan yang ditujukan untuk


menghitung tekanan intraocular.Pemeriksaan ini menghitung sejauh mana kornea
dapat diindentasi pada pasien yang sedang terletang.Semakin rendah tekanan
intraocular, semakin dalam tenggelam pin tonometer dan semakin besar jarak
pergerakan jarum. Bila tekanan bola mata lebih rendah maka beban akan
mengindentasi lebih dalam permukaan kornea dibanding tekanan bola mata lebih
tinggi.Tekanan bola mata normal adalah 10-20 mmHg.
Namun, indentrasi tonometry sering memberikan hasil yang tidak
pasti.Misalnya kekakuan sclera yang berkurang pada mata rabun, menyebabkan pin
tonometry tenggelam lebih dalam karena hal tersebut.Karena itu, tonometry ini sering
digantikan dengan tonometry aplanasi.

Gambar 4. TonometriSchiotz

Loupe dengan sentolop dan lampu celah (sitlamp)

Loupe merupakan alat untu melihat benda menjadi lebih besar disbanding ukuran
normalnya. Loupe mempunyai kekuatan 4-6 dioptri. Untuk melihat benda dengan
Loupe yang berkekuatan 5.0 dioptri maka benda yang dilihat harus terletak 20 cm
(100/5) atau pada titik api lensa Loupe. Dengan jarak ini mata tanpa akomodasi akan
melihat benda yang dilihat akan lebih tegas. Hal ini dipergunakan sebagai pengganti
sitlamp, karena cara kerjanya hamper sama.

Pemeriksaan dengan Loupe atau sitlamp (lampu celah) akan lebih sempurna di dalam
kamar yang gelap.

Shadow Testing atau Retinoskopi

Retinoskopi atau yang dikenal juga dengan skiaskopi atau Shadow Test, merupakan
suatu cara untuk menemukan kesalahan refraksi dengan metode
netralisasi.Retinoskopi memungkinkan pemeriksa secara objektif menentukan
kesalahan refraktif spherosilindris, dan juga menentukan apakah astigmatisma regular
dan irregular, untuk menilai kekeruhan dan ketidakteraturan.
Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya dipantulkan dari
cermin ke mata, maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil
bergantung pada keadaan refraktif mata.

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah lampu sentolop dan loupe.
Tekhnik pemeriksaan adalah sebagai berikut:
• Sentolop disinarkan pada pupil dengan sudut 45 derajat dengan dataran iris
• Dengan loupe lihat bayangan iris pada lensa yang keruh

Jika bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil berarti
lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak imatur, dan keadaan ini disebut
shadow test positif.Jika bayangan iris pada lensa kecil dan dekat dengan pupil berarti
lensa sudah keruh seluruhnya (sampai pad akapsul anterior), terdapat pada katarak
matur, dan keadaan ini disebut shadow test negatif.Dan bila katarak hipermatur, lensa
sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak jauh di belakang pupil, sehingga
bayangan iris pada lensa besar dan keadaan ini disebut dengan pseudopositif.

Shadow test juga sering disebut dengan uji bayangan iris, diketahui bahwa semakin
sedikit lensa keruh semakin besar bayangan iris pada lensa yang keruh. Sentolop
disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45 derajat dengan dataran iris, dan
dilihat bayangan iris pada lensa keruh.Bila letak bayangan jauh dan besar berarti
katarak imatur, sedang bila bayang kecil dan dekat pupil berarti lensa katarak matur

Gambar 5. Shadow Test


Pada gambar ini retina diterangi melalui pupil.Pemeriksaan ini mengamati fenomena
optic pupil pasien saat sumber cahaya bergerak.

Mikrobiologi

Seperti membrane mukosa lainnya, kojungtiva dapapt dikultur dengan swab untuk
identifikasi bakteri. Specimen untuk pemeriksaan sitology diperoleh dengan
mengorek palpebral konjungtiva secara ringan dengan spatula platinum kecil setelah
anastesi topical.Untuk evaluasi sitology konjungtivitis, Giemsa merupakan pewarnaan
yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis sel inflamasi, sementara pewarnaan
gram menunjukan tipe bakteri.

Gambar 6. Pengambilan specimen dari konjungtiva

Kornea biasanya steril. Seseorang yang diduga mengidap infeksi ulkus korea basisnya
harus dikerok dengan spatula platinum untuk kultur dan pewarnaan gram. Spatula
harus digunakan untuk menempatkan specimen langsung pada plat kultur tanpa
intervensi media transport.

Kultur dari cairan intraocular adalah metode yang hanya dapat diandalkan untuk
mendiagnosa atau mengesampingkan endophtalmitis menular. Aquos dapat disadap
dengan memasukan jarum pendek 25-gauge pada spiut tuberculin melewati limbus
secara parallel ke iris. Hasil diagnostic lebih baik jika vitreous yang dikultur.
Specimen vitreous dapat diperoleh menggunakan jarum tekan melewati pars plana
atau dengan operasi vitrectomy .Untuk mengevaluasi inflamasi intraocular non-
infeksius, specimen sitology kadang diperiksa menggunakan tehnik tertentu.

Terhadap spesimen dilakukan :


 Pemeriksaan direct smear dengan pewarnaan metode gram
 Segera di kultur pada media : blood agar, chocolate agar, Loeffler media
(untuk Corynebactyerium)
 Dikultur dalam candle jar untuk bakteri tersangka Neisseriae dan
Corynebacterium
 Dikultur dalam anaerobic jar untuk tersangka bakteri anaerob
 Semua kultur harus dalam 48 jam.
Uji Ultrasonografi

Ultrasonografi dipakai untuk melihat struktur abnormal pada mata dengan kecepatan
kekeruhan media dimana tidak memunginkan melihat jaringan dalam mata secara
langsung.

Sinar ultrasonic direkam yang akan memberikan kesan keadaan jaringan yang
memantulkan getaran yang berbeda-bea.

Scan B Ultrasonografi

Gambar 7. USG

USG merupakan tindakan melihat dan memotret alat atau jaringan dalam mata dengan
menggunakan gelombang tidak terdengar.Alat ini sangat penting untuk melihat
susunan jaringan intraocular.

Bila USG normal dan terdapat defek aferen pupil maka operasi walaupun mudah,
tetap akan memberikan tajam pengelihatan yang kurang. Kelainan USG dapat disertai
kelainan macula.

USG juga merupakan pemeriksaan khusus untuk katarak terutama monocular dimana
akan terlihat kelainan badan kaca seperti perdarahan, peradangan, ablasi retina dan
kelainan kongenital ataupun adanya tumor intraocular.

X-Ray dan CT-Scan

Foto polos dan CT Scan berguna dalam mengevaluasi kondisi orbital dan intracranial.
CT scan khususnya telah menjadi metode yang paling banyak digunakan untuk
lokalisasi dan karakterisasi penyakit struktural dalam jalur visual yang luar mata.
Kelainan orbital umumnya ditunjukan oleh CT scan meliputi neoplasma, massa
inflamasi, patah tulang, dan pembesaran otot luar mata terkait Grave’s disease.
Aplikasi radiologi intraocular terutama dalam mendeteksi benda asing berikut trauma
dan tumor seperti retinoblastoma. CT scan berguna untuk lokalisasi benda asing
karena kemampuan dan kemampuannya untuk menghasilkan gambar dinding okular.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Teknik pencitraan resonansi magnetik (MRI) memiliki banyak aplikasi dalam


diagnosis orbital dan intrakranial.Tidak seperti CT, teknik MRI tidak mengekspos
pasien untuk terkena radiasi pengion.Pandangan multidimensi (aksial, koronal, dan
sagital) dapat terjadi tanpa harus mereposisi pasien. Karena MRI lebih baik dalam
membedakan jaringan dan kadar air yang berbeda, MRI lebih unggul dari CT scan
pada kemampuannya untuk melihat edema, bidang demielinasi, dan lesi vaskular.
Karena MRI menangkap sinyal tulang lebih rendah, memungkinkan resolusi lebih
baik dari penyakit intraosseous dan pandangan yang lebih jelas dari fossa posterior
intrakranial.

Daftar Pustaka

1. Riordan, Paul. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury's General


Ophthalmology. 16th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies, 2007.
2. K Lang, Gerhard. Opthamology. New York: Thieme, 2000.
3. Retinoskopi. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3440/1/09E01856.pdf pada
tanggal 23 Februari 2012 pukul 20.35

Anda mungkin juga menyukai