Anda di halaman 1dari 71

i

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS


X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG
PERNAH DAN BELUM PERNAH TINGGAL DI PONDOK PESANTREN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Sarjana S-1

Diajukan Oleh :

ISTIADI BUDIYOKO
J 500 060 034

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
ii

SKRIPSI

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA MURID PUTRA SMA KELAS


X ISLAMIC BOARDING SCHOOL (IBS) MTA SURAKARTA YANG
PERNAH DAN BELUM PERNAH TINGGAL
DI PONDOK PESANTREN

Yang Diajukan Oleh :


ISTIADI BUDIYOKO
J500 060 034

Telah disetujui oleh Tim Penguji Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah


Surakarta
Pada Tanggal : Desember 2010
Penguji
Nama : dr. M. Shoim Dasuki, M.Kes ..............................
676
Pembimbing Utama
Nama : dr. Rh Budhi Muljanto, Sp.KJ ..............................
19510527.197810.1.001
Pembimbing Pendamping
Nama : dr. Erna Herawati ..............................
100. 1046

DEKAN FK UMS

Prof. Dr. Bambang Subagyo, dr. Sp.A (K)


300.1243

ii
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Perbedaan Tingkat Depresi Antara Murid Putra Kelas X SMA yang
Pernah dan Belum Pernah Tinggal di Pondok Pesantren di Islamic Boarding School
(IBS) MTA Surakarta”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah menuntun ke jalan yang lurus
yang dirahmati ALLAH SWT.
Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh
derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Subagyo, dr. Sp.A (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
2. dr. M. Shoim Dasuki, M.Kes selaku penguji dan Ketua Tim Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah meluangkan
waktunya sebagai penguji serta memberikan saran dan kritik dalam
penyusunan skripsi ini.
3. dr. Rh. Budhi Muljanto, Sp.KJ selaku pembimbing utama, yang telah banyak
memberikan motivasi, bimbingan, saran, kritik serta pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini..
4. dr. Erna Herawati, selaku pembimbing pendamping yang telah banyak
memberikan motivasi, pengarahan, bimbingan, saran, kritik dan dukungan
dalam penyusunan skripsi ini.

iii
iv

5. Bapak Drs. Diastono, selaku Kepala Sekolah SMA MTA Surakarta, yang
telah memberikan izin dalam penelitian ini.
6. Ustadz Nur Kholis selaku Kepala Islamic Boarding School MTA Surakarta
dan Ustadz Juni Jauhari selaku Pengasuh santri putra kelas X yang telah
memberikan izin dan tempat dalam pelaksanaan penelitian.
7. Ayah-ku tercinta, Bapak Ir. Daryoko, M.Si ; Ibu-ku tersayang, Ibu Siti
Maryatun; dan kakak-ku yang kukasihi, Mas Irwan Reantyoko; dan seluruh
keluarga besar saya terima kasih telah memberikan cinta dan kasih sayang,
perhatian serta doa-doa nya.
8. Semua warga MTA yang telah memberikan arahan dalam mengaji dan
menuntut Ilmu.
9. Semua teman-teman angkatan 2006, dalam satu perjuangan bersama menuntut
ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
10. Semua pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam penulisan laporan penelitian ini masih banyak


kekurangan. Untuk itu spenulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dalam mencapai kesempurnaan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
semua pihak.

Surakarta, Desember 2010

Penulis

iv
v

PERSEMBAHAN

Karya ilmiah sederhanaku ini aku persembahkan kepada :

1. Papa-ku tercinta Bapak Ir. Daryoko, M.Si. dan Ibu-ku tersayang Siti Maryatun,
serta Kakak-ku mas Irwan Reantyoko, yang telah memberikan motivasi, saran,
kritik, cinta, kasih sayang, doa yang tak kenal lelah sampai kapan pun sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ini.
2. Keluarga besar ku budhe, pakdhe, mbah uti, mbah kakung, yu Sugi, dik Novi dan
yang lain sebagainya, yang senantiasa memberikan dukungan dan doa untuk
segera menyelesaikan studi ini.
3. Keluarga besar Majelis Tafsir Al-Qur’an , SMA MTA dan Asrama Putra MTA
Surakarta terimakasih atas semua motivasi, bimbingan, tuntunan, dan ilmu yang
bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
4. TK Darmawanita, SDN Gentan I, SMPN 3 Sukoharjo, terimakasih kasih untuk
segala ilmu dan pendidikannya.
5. Keluarga Tapak Suci ranting Gentan-Kumbulan (Pelatih dan rekan latihan) yang
telah banyak mengajarkan ilmu bela diri sebagai bekal dalam menjaga diri dan
siaga terhadap sekitarnya.
6. Teman-teman satu perjuangan FK UMS angkatan 2006, Azmier, All Team Futsal
FK UMS 2006 (Ian, Ios, Tomo, Prabu, Fuat, Sembung, Prapto, mas Erik dll),
Team Futsal KFC Kumbulan, DOC Band, teman-teman satu ilmu kesehatan jiwa
(Fuat, Hanang, Angga, Pakdhe Futaki), teman-teman KOS Projo, KOS Matoa,
KOS Bu-Heri, Pigur.
7. My Motor Sport Supra-Jup yang sekian lama dalam kondisi apapun setia
menemaniku selama awal kuliah hingga akhir kuliah.
8. Someone yang setia untuk menantikan ku.
9. Teman-temanku satu kontrakan di penumping (Angga, Widodo, Prapto, Oky,
Pakdhe Futaki), terimakasih semua atas partisipasi, dorongan dan bantuannya.
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

v
vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dalam naskah ini dan disebutkan
dalam pustaka.

Surakarta, Desember 2010

Istiadi Budiyoko

vi
vii

MOTTO

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan

boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”


(QS. Al Baqarah : 216)

“…Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka

itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan

janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain…”

(QS. Al-Hujurăt : 12)

“…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah..”


(QS. Yusuf : 87)

vii
viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................i


Lembar Persetujuan ...............................................................................................ii
Kata Pengantar ......................................................................................................iii
Persembahan ..........................................................................................................v
Pernyataan .............................................................................................................vi
Motto .....................................................................................................................vii
Daftar Isi ................................................................................................................viii
Daftar Tabel ........................................................................................................... x
Daftar Gambar ........................................................................................................xi
Daftar Lampiran ......................................................................................................xii
Abstrak ....................................................................................................................xiii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Pondok Pesantren .............................................................................. 5
B. Murid Umum dan Santri ................................................................... 9
C. Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta.................................12
D. Depresi................................................................................................13
E. Kerangka Teori ................................................................................. .24
F. Hipotesis ........................................................................................... 24
Bab III Metode Penelitian
A. Desain Penelitian .............................................................................. 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 25

viii
ix

C. Populasi Penelitian ........................................................................... 25


D. Sampel dan Teknik Sampling ............................................................ 25
E. Kriteria Restriksi .............................................................................. 27
F. Variabel Penelitian ........................................................................... 28
G. Definisi Operasional.......................................................................... 29
H. Instrumen Penelitian ......................................................................... 29
I. Teknik Pengambilan Data ................................................................ 30
J. Analisis Data .................................................................................... 31
K. Jalannya Penelitian .......................................................................... 32
L. Jadual Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 33
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 34
B. Pembahasan ....................................................................................... 36
Bab V Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................................. 40
B. Saran ........................................................................................................ 40
Daftar Pustaka .................................................................................................... 41
Lampiran ........................................................................................................... 44

ix
x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Penelitian


Tabel 2. Data Hasil Penelitian
Tabel 3. Distribusi Tingkat Depresi dengan Tinggal di Pondok Pesantren
Tabel 4. Hasil Analisis dengan Chi-Square Tests

x
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori


Gambar 2. Jalannya Penelitian
Gambar 3. Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Depresi

xi
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian


Lampiran 2. Lembar Persetujuan
Lampiran 3. LMMPI
Lampiran 4. BDI
Lampiran 5. Data Hasil Penelitian
Lampiran 6. Hasil Analisis Data Chi-Square dengan Menggunakan SPSS for
windows

xii
xiii

ABSTRAK

Istiadi Budiyoko. J500060034. 2010. Perbedaan Tingkat Depresi Antara Murid


Putra SMA kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta yang Pernah
dan Belum Pernah Tinggal di Pondok Pesantren.
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan
(affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan
gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Sekitar 20%
wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami
depresi. 13% dari 1.265 remaja mengembangkan gangguan depresi berat pada umur
14-16 tahun. Selanjutnya, pada umur antara 16-21 tahun, kelompok ini secara
signifikan beresiko memunculkan depresi berat. Pondok pesantren adalah tempat
murid (santri) mengaji agama Islam dan sekaligus diasramakan di tempat itu.
Memondokkan para siswa ke pesantren merupakan hal cukup menarik. Banyaknya
penyimpangan dan kerusakan moral (masalah psikososial) pada murid sekolah adalah
salah satu penyebab alasan orang tua untuk memasukkan mereka ke pondok
pesantren, dengan harapan agar menjadi anak yang berakhlak baik, patuh dan taat
beribadah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi
antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta
yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren. Desain penelitian yang
digunakan adalah diskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah skala L-MMPI dan Beck Depression Inventory
(BDI). Sampel dalam penelitian sebanyak 86 responden murid putra SMA kelas X
IBS MTA Surakarta. Untuk pengujian hipotesis menggunakan uji Chi-Square.
Didapatkan nilai 𝑋 2 hitung sebesar 4,715. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan
dengan 𝑋 2 tabel dengan signifikasi 5% yaitu sebesar 3,841. Oleh karena 𝑋 2 hitung >
𝑋 2 tabel dan P value (0,030 < 0,05) maka hipotesa H1 dapat diterima yaitu dapat
ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA
kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta yang pernah dan yang belum
pernah tinggal di pondok pesantren.

Kata Kunci: Tingkat Depresi, Tinggaal di Pondok Pesantren, Beck Depression


Inventory

xiii
xiv

ABSTRACT

Istiadi Budiyoko. J500060034. 2010. The Difference of Depression Rate Between


Student Boys High School of Class X Islamic Boarding School (IBS) MTA
Surakarta The Ever and Never Living in Boarding Schools.
Depression is one form of mental disorder in the natural feeling (affective/mood
disorder), characterized by moodiness, lethargy, lack of vitality, feeling useless,
hopeless, etc. About 20% of women and 12% of men, at some time in their life have
experienced depression. 13% of 1265 adolescents develop severe depressive
disorders at age 14-16 years. At the age between 16-21 years, this group was
significantly raises risk of severe depression. Boarding schools is where students
study the Islamic religion and once lived in that place. Entering the students to
boarding school is quite interesting. Many of deviations and moral damage
(psychosocial problems) to the school students is one of the causes parents reason to
incorporate them into boarding school, with the hope to become a children who have
good morals, useful, obedient and devout worship. The purpose of this study was to
determine differences of depression rate between student boys high school of class X
Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta the ever and never living in boarding
schools. The design used descriptive analytic using cross sectional method. The
research instrument used is L-MMPI scale and Beck Depression Inventory (BDI).
Sample of a research was 86 respondents student boys high school of class X Islamic
Boarding School (IBS) MTA Surakarta. The hypothesis analized using Chi-Square
test. It was found that the value of 𝑋 2 count is 4,715. This value is bigger than 𝑋 2
table in significance level of 5% is 3,841. Due to 𝑋 2 count > 𝑋 2 table and P value
(0,030 < 0,05) then the hypothesis H1 is accepted in which can be concluded that is
difference in rates of depression between student boys high school of class X Islamic
Boarding School (IBS) MTA Surakarta the ever and never living in boarding schools.

Keywords : Depression Rate, Lived in Boarding School, Beck Depression Inventory

xiv
1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan komponen psikologik, misalnya
rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa,
penyesalan yang patologis dan komponen somatik, misalnya: anorexia, konstipasi,
kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan nadi menurun sedikit (Maramis, 2005).
Gangguan depresi sering ditemui. Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10%-
25% dan pada laki-laki 5%-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh
diri lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua (Amir,
2005).
Siswa merupakan bagian penting dari sekolah dan agar tidak terjadi keruwetan
dalam melaksanakan kegiatan pengajaran, maka perlu diadakan penelaahan tentang
siswa (Susilo, 2007).
Sesungguhnya, kehilangan, penyimpangan, ataupun tidak adanya pengetahuan
terhadap dasar-dasar pendidikan rumah dan sekolah yang benar (yang dibangun atas
prinsip-prinsip akhlak yang benar) merupakan penyebab utama bagi timbulnya dan
tumbuhnya akar penyakit kejiwaan pada generasi muda. Di dalam Islam, kita
menemukan dasar-dasar yang benar dan wajib dijadikan pijakan oleh para orang tua
dan para pendidik. Ini jika mereka sejak awal memang ingin melepaskan diri mereka
dari penyakit kejiwaan, sekaligus menjauhkan anak-anak dan generasi muda mereka
dari ketergelinciran ke dalam atmosfir penyakit kejiwaan (Syarif, 2003).
Pondok pesantren adalah tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama
Islam dan sekaligus diasramakan di tempat itu (Kosasih dkk, 2008). Memondokkan
para siswa ke pesantren merupakan hal cukup menarik. Untuk menghindari “bias
modernisasi” dan mampu mengubah sikap “negative thinking” menjadi “positive
thinking”, maka kita harus berusaha untuk meningkatkan kualitas jiwa kita dari

1
2

tingkat yang rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Dalam ajaran Islam memiliki
ajaran-ajaran yang bertujuan untuk membantu seseorang bagaimana caranya
seseorang bisa memelihara dan meningkatkan kesucian jiwanya atau fitrah-fitrahnya
sehingga dengan begitu ia merasa damai dan mampu menciptakan suasana religius
dan agamis di mana pun ia berada (Muhaimin dkk, 2002).
Dari studi pendahulu yang saya lakukan melalui wawancara dengan Kepala IBS
MTA Surakarta, diperoleh data bahwa Islamic Boarding School MTA merupakan
asrama Islam sekolah yang setara atau sama dengan pondok pesantren. Semua
santri/murid yang berada di dalamnya adalah murid SMA MTA Surakarta dengan
jumlah keseluruhan berkisar 290 santri yang mempunyai latar belakang berbeda-
beda. Untuk murid kelas X SMA berjumlah sekitar 110 orang. Pada murid kelas X
mempunyai jumlah santri yang semasa SMP/SLTA-nya pernah tinggal di pondok
pesantren sekitar 45% sedangkan untuk santri yang semasa SMP/SLTA-nya belum
pernah tinggal di pondok pesantren sekitar 55%. Mereka semua berasal dari berbagai
daerah baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa. Dalam keseharian santri IBS
mempunyai berbagai masalah pribadi yang nampak dalam aktivitasnya, yaitu adanya
depresi. Depresi ini biasa terjadi pada murid/santri kelas X yang latar belakang
sebelumnya belum pernah tinggal di pondok pesantren yaitu sekitar 10% dari total
jumlah murid kelas X. Hal ini dikarenakan mereka masih asing dengan lingkungan
pondok pesantren (Personal Komunikasi, 4 November 2010).
Permasalahan dalam memilih pendidikan pesantren secara sederhana bisa kita
lihat dari rendahnya minat para orang tua untuk menyerahkan masa depan pendidikan
anak-anaknya ke madrasah atau pesantren (notaben Islam). Biasanya mereka tidak
menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai alternatif utama untuk menyekolahkan
anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka masuk bersekolah di madrasah,
pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu dilakukan karena terpaksa (karena tidak
lulus di sekolah umum, misalnya). Ironi sekali, sebagai bangsa dengan mayoritas
Islam, rupanya tidak menjadikan pendidikan Islam sebagai sandaran utama dalam
upaya pengembangan pendidikan bermutu di Indonesia (Efendi, 2008).
3

Sebagian pesantren mampu bersaing dengan sekolah negeri baik di bawah Diknas
maupun Depag. Sebagian para santri menguasai dan punya prestasi yang lebih unggul
dari siswa-siswi di sekolah yang bukan pesantren. Mereka mampu bersaing dalam
mata pelajaran umum dan agama. Di samping itu, mereka punya nilai plus menguasai
ilmu-ilmu agama yang lebih dari siswa lainnya (Bakhtiar, 2009).
Lembaga pendidikan Islam terdiri dari pesantren, madrasah dan sekolah Islam.
Ketiga institusi pendidikan di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki
pemahaman yang sama baik secara fungsional dan substansional. Secara fungsional
ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai wadah untuk menggembleng mental,
moral dan spiritual generasi muda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi
manusia yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Sedangkan secara substansial
dapat dikatakan bahwa ketiga institusi tersebut merupakan panggilan jiwa spiritual
seorang kyai, ustadz, guru yang tidak semata-mata didasari oleh motif materiil, tetapi
sebagai pengabdian kepada Allah. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam
yaitu mendekatkan diri kepada Allah, bukan semata-mata untuk pangkat maupun
bermegah-megahan (Ihsan dkk, 2007).

B. Perumusan Masalah
Dari hasil uraian latar belakang di atas, di rumuskan permasalahan apakah ada
perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding School
(IBS) MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA
kelas X Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta yang pernah dan belum
pernah tinggal di pondok pesantren.
4

2. Tujuan Khusus
Mengetahui tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding
School (IBS) MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok
pesantren.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu Kedokteran Jiwa tentang perbedaan tingkat depresi
pada murid putra SMA kelas X yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok
pesantren.

2. Manfaat Praktis
a. Sebagai tindakan preventif pada murid yang terkena depresi berupa konseling,
nasehat serta dorongan kepada anggota kedua kelompok sampel.
b. Sebagai tambahan ilmu bagi pihak PONPES dalam membimbing anak
didiknya menjadi lebih baik.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pondok Pesantren

a. Pengertian
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-, dan akhiran -an,
berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatia juga menjelaskan pesantren
berasal dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama islam, dengan demikian
pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama islam.
Etimologi dari pesantren adalah pe-santri-an, “tempat santri”. Pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam, mengandung makna bahwa titik pusat perkembangan
keilmuan dilembaga ini adalah ilmu-ilmu agama. Oleh karena ilmu agama itu tidak
akan berkembang dengan baik tanpa ditunjang oleh ilmu-ilmu lain (ilmu-ilmu sosial,
humaniora, dan ilmu-ilmu kealaman), maka oleh sebagian pesantren ilmu-ilmu
tersebut juga merupakan bagian dari ilmu-ilmu yang diajarkan (Daulay, 2001).

b. Karakteristik Pondok Pesantren


Menurut (Nafi’ dkk, 2007) pesantren dari saat ke saat terus mengalami perubahan.
Meskipun intensitas dan bentuknya tidak sama antara satu dan yang lain, perubahan
itu dalam realitasnya berdampak jauh bagi keberadaan, peran, dan penencapaian
tujuan pesantren. Oleh kalangan pesantren sejumlah penyesuaian dirumuskan dan
dilaksanakan. Dilihat dari segi kurikulum, maka penyesuaian yang ditempuh
pesantren adalah:
1) Melengkapi diri dengan madrasah/sekolah berkurikulum pemerintah.
Konsekuensinya adalah kekhasan pesantren sebagai lembaga pendidikan
agama Islam yang mencetak mutafaqqih fi ad-din berkurang intensitasnya.

5
6

2) Mengembangkan kurikulum sendiri dan tidak mengadopsi kurikulum


pemerintah. Konsekuensinya adalah para santri harus menempuh ujian
kesetaraan yang dipersepsikan oleh masyarakat luas sebagai memiliki
pengakuan lebih rendah dibandingkan dengan ujian negara jalur biasa.
3) Menggabungkan kurikulum pesantren dengan kurikulum pemerintah.
Konsekuensinya harus menyediakan tenaga pengajar dalam jumlah besar
untuk jumlah santri yang sama, karena santri memperoleh layanan dalam porsi
dua kali lipat lebih banyak daripada yang belajar di pesantren dalam dua opsi
sebelumnya. Disamping itu santri harus mengambil beban kurikuler dua kali
lebih banyak dalam kurun waktu yang sama dengan sejawatnya yang belajar
di dalam pesantren dalam opsi pertama dan kedua.
4) Menyelenggarakan dua jalur pendidikan yang masing-masing dirancang untuk
melayani kelompok santri yang berbeda. Satu jalur dengan kurikulum
pesantren. Dan satu jalur lainnya dengan kurikulum pemerintah.
Konsekuensinya, pesantren harus rela mengelola segi-segi manajerial yang
lebih rumit.
Ciri kurikuler pesantren itu memadukan penguasaan sumber ajaran yang ilahi
(bersumber dari Allah SWT) menjadi peragaan individual untuk disemaikan ke dalam
hidup bermasyarakat. Selain mengenal ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap),
dan psikomotor (perilaku) dalam pengajarannya, sejak lama pesantren mendasarkan
diri pada tiga ranah utama yaitu faqâhah (kecukupan atau kedalaman pemahaman
agama), thabi’ah (perangakai, watak, atau karakter), dan kafa’ah (kecakapan
operasional). Jika pendidikan merupakan upaya perubahan, maka yang berubah dan
diubah adalah ketiga ranah itu, tentu saja perubahan kearah yang lebih baik. (Nafi’
dkk, 2007)

c. Peran Pondok Pesantren


Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan.
Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai
7

lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat,


dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren. Biasanya
peran-peran itu tidak langsung terbentuk, melainkan melewati tahap demi tahap.
Setelah sukses sebagai lembaga pendidikan pesantren bisa pula menjadi lembaga
keilmuan, kepelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilannya membangun
integrasi dengan masyarakat barulah memberinya mandat sebagai lembaga
bimbingan keagamaan dan simpul budaya (Nafi’ dkk, 2007).
Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia, telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyebaran Islam dan telah
banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Pondok pesantren
mempunyai fungsi sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin)
sehingga dari pesantren lahir para kader ulama, guru agama, muballigh yang sangat
dibutuhkan masyarakat (Kemnag, 2006).

d. Tujuan Pendidikan Pesantren


Menurut (Nafi’dkk, 2007) secara spesifik, beberapa pesantren yang tergabung
dalam Forum Pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya, yang dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok :
1) Pembentukan Akhlak/Kepribadian
Berpijak pada hadist Nabi Muhammad SAW “Innamâ bu’itstu liutammima
shâlih al-akhlâq” atau “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
mulia” (HR Ahmad), maka para pengasuh pesantren, sebagai ulama pewaris para
nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam
membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh
pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang
tinggi (shâlih).
2) Penguatan Kompentensi Santri
Kompentensi dikuatkan melalui empat jenjang tujuan, yaitu :
8

a. Wasâil (tujuan awal)


Penguasaan skolastik atas mata pelajaran di pesantren ditempatkan
sebagai wasâil, baik penguasaan itu berada dalam ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Rumusan wasâil dapat dikenali dari rincian mata
pelajaran yang masing-masing menguatkan kompentensi santri di berbagai
bidang ilmu agama dan penunjangnya.
b. Abdâf (tujuan antara)
Mata pelajarannya banyak hafalan, karena segi-segi analisis belum sesuai
denagn rata-rata umur mereka. Bimbingan santri menekankan pendekatan-
pendekatan psikologis untuk penguatan cita-cita. Pengorganisasian santri
diarahkan untuk memudahkan mereka mengurus kebutuhan pribadi agar
kerasan tinggal di dalam pondok sebagai santri mukim dengan keteraturan
belajar.
c. Maqâshid (tujuan pokok)
Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan di lembaga
pesantren adalah lahirnya mutafaqqih fi ad-din, yaitu orang yang ahli di
bidang ilmu agama Islam.
d. Ghâyah (tujuan akhir)
Tujuan akhir adalah mencapai ridla Allah SWT. Itulah misteri kehidupan
yang terus memanggil dan yang membuat semua kesulitan terasa sebagai rute-
rute dan terminal-terminal manusiawi yang wajar untuk dilalui.
3) Penyebaran Ilmu
Penyebaran ilmu atau nasyru al-‘ilmi adalah menjadi pilar utama bagi
menyebarnya ajaran agama Islam. Kalangan pesantren mengemas penyebaran
ilmu ini dalam kegiatan dakwah yang memuat prinsip al-amru bi al-ma’ruf wa al-
nahyu ‘an al-munkar. Kewajiban ini bahkan menjadi sebuah keyakinan bagi
kalangan pesantren, sebagai pembeda antara orang mukmin dengan munafik.
9

e. Metode Pendidikan Pesantren


Aktivitas dan kegiatan pondok pesantren adalah merupakan pelaksanaan aturan-
aturan yang mengikat seluruh warga pondok, sehingga proses pembelajaran terjadi
secara holistik dan komprehensif. Pembelajaran di pondok pesantren bukan hanya
dalam bentuk pembelajaran di kelas semata, tetapi juga yang terkait dengan hubungan
timbal-balik antara kyai/ustadz dengan santri juga antara sesama santri, bahkan
kepada warga pondok pesantren secara keseluruhan (Kemnag, 2006).
Metode pengajaran di Pondok Pesantren menurut (Daulay, 2001) antara lain:
a) Wetonan atau Bandongan
Metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk
disekeliling kyai. Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, santri
menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan.
b) Sorogan
Metode kuliah dengan cara santri menghadap guru seorang demi seorang
dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Kitab-kitab yang dipelajari itu
diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan.
c) Hafalan
Metode hafalan menempati kedudukan yang penting di dunia pesantren.
Pelajaran-pelajaran dengan materi-materi tertentu diwajibkan untuk dihafal
misalnya dalam pelajaran Al-Quran dan Al-Hadits, begitu juga dalam pelajaran
lainnya seperti fikih, bahasa arab, tasawuf, akhlak dan lain-lain.

B. Murid Umum dan Santri

a. Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pondok pesantren, menurut (Daulay, 2001)
santri ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok :
1) Santri Mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh
yang tidak memungkinkan dia untuk pulang ke rumahnya, maka dia mondok
10

(tinggal) di pesantren. Sebagai santri wajib mukim mereka memiliki


kewajiban-kewajiban tertentu.
2) Santri kalong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang
memungkinkan mereka pulang ke tempat tinggal masing-masing. Santri
kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya
dengan pesantren.
Kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek
huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya
kemanapun pergi. Dari sini dapat dipahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga
unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama (pondok) (Efendi, 2008).
Penyelenggaraan pendidikan Islam model Santri Asrama bertujuan membina
peserta didik agar menjadi manusia yang paripurna, dalam arti kata membina peserta
didik di samping mempunyai ilmu pengetahuan agama dan pengetahuan umum, juga
mampu memiliki kemahiran di bidang ketrampilan, hidup tidak menggantungkan diri
pada orang lain, taat dan taqwa kepada Allah, berakhlak mulia serta tidak kaku dalam
pergaulan di masyarakat, rela beramal dan terampil sehingga bermanfaat bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Semuanya ini adalah untuk mencapai kebahagian
hidup di dunia dan akhirat dengan ridho Allah (Kosasih dkk, 2008).

b. Murid Umum
Yang dimaksud disini adalah siswa atau murid sekolah umum yang mengenyam
jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah yaitu pendidikan umum
yang sebelumnya belum pernah tinggal di pondok pesantren. Walaupun masing-
masing jenis pendidikan mempunyai karakteristik yang berbeda, namun masing-
masing harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional yaitu bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan
11

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan (Hadi dkk, 2000).
Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Pendidikan dasar adalah pendidkan umum yang lama pendidikannya
sembilan tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di Sekolah Dasar dan 3 tahun di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sedang pendidikan menengah yang di maksudkan
disini adalah Sekolah Menengah Umum (Hadi dkk, 2000).

c. Permasalahan Pendidikan
Menurut (Hadi dkk, 2000) permasalahan-permasalahan yang ada dalam
pendidikan umum adalah :
1) Berkurangnya peranan keluarga dalam melakukan pembinaan anak-anaknya.
2) Sekolah dan atau lembaga pendidikan formal sebagai pembina anak dan
pemuda masih belum dapat melaksanakan fungsinya secara penuh.
3) Terbatasnya sarana dan prasarana serta tenaga pendidik baik secara kualitatif
maupun secara kwantitatif dalam penyelenggaraan pendidikan.
4) Kurang seimbangnya jumlah anak usia sekolah dengan fasilitas pendidikan
dan pembinaan yang tersedia dan lain-lain.
5) Penyalahgunaan obat-obat terlarang di kalangan generasi muda.
6) Masih kurangnya pengertian dan perhatian masyarakat, orang tua serta anak
didik tentang tujuan pendidikan dan sistem pendidikan yang berlangsung
sehingga mengakibatkan tidak adanya kesesuaian, keinginan dan pemilihan
progam pendidikan dengan kemampuan anak.
7) Kenakalan para generasi muda yang mengakibatkan adanya perkelahian antar
kelompok generasi muda dan lain-lain.

d. Penyesuaian Diri
Menurut (Warkitri dkk, 2002) penyesuaian diri adalah proses menyelaraskan
antara kondisi diri sendiri dengan sesuatu objek (fisik, psikis atau rohaniah) atau
12

perangsang, melalui belajar. Perbedaan kemampuan dan permasalahan penyesuaian


diri akan tampak nyata pada waktu mereka memasuki sekolah menengah (Sekolah
Lanjutan Atas). Remaja sebagai siswa atau peserta didik akan dihadapkan kepada
kenyataan bahwa di sekolah itu ada norma dan peraturan yang harus dipatuhi. Tidak
sedikit yang tidak mampu mengatasi permasalahannya yang berakibat munculnya
perilaku salah sesuai seperti agresif terhadap lingkungan, mengisolisir diri, merasa
cemas yang berkepanjangan dan sebagainya.
Masalah umum dalam proses penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah :
1) Masalah pemilihan progam studi.
2) Masalah menemukan cara dan menumbuhkan kebiasaan belajar yang baik.
3) Masalah penyesuaian terhadap kurikulum di sekolah.
4) Masalah penyesuaian diri terhadap pergaulan sesama teman.
5) Masalah penyesuaian terhadap hubungan dengan guru.

C. Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta

a. Pendahuluan
Dalam proses pendidikan dikenal tiga lembaga yaitu pendidikan sekolah,
pendidikan masyarakat dan pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga terbukti lebih
efektif untuk membangun sisi efektif (sikap dan perilaku siswa). Pendidikan sekolah,
efektif untuk membangun sisi kognitif (pengetahuan siswa). Sedangkan pendidikan
masyarakat, khususnya pendidikan luar sekolah, efektif dalam membangun sisi
psikomotorik (ketrampilan siswa). Idealnya ketiga institusi ini berjalan secara
harmonis dan komprehensif, beriringan dan saling melengkapi. Akan tetapi,
kehidupan jaman modern banyak mempengaruhi situasi pendidikan, sedikitnya dalam
2 hal :
1) Banyak keluarga sangat sibuk untuk melaksanakan fungsi pendidikan
keluarga.
13

2) Kuatnya tekanan situasi pergaulan di luar rumah dan di luar sekolah dalam
perkembangan anak.
Dengan semangat untuk berbuat yang terbaik di antara lembaga-lembaga
pendidikan yang ada dewasa ini dan manusia pada umumnya maka pembenahan
pembinaan di asrama sudah menjadi keharusan. Dengan kaidah yang tegas bahwa
“membina budaya-budaya klasik yang baik dan terus menggali budaya-budaya baru
yang lebih konstruktif”, maka Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an bertekad untuk
menyelenggarakan pembinaan siswa SMA MTA Surakarta setelah berakhirnya
pelajaran intra sekolah, sebagai bentuk peduli untuk menciptakan lingkunan luar
sekolah yang kondusif dengan penuh kegiatan yang Islami (Yayasan Majelis Tafsir
Al-Qur’an, 2009).

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Asrama


Berdasarkan (Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an, 2009) tujuan dan fungsi
pendidikan asrama adalah:
1) Memantapkan pendidikan dan pengajaran yang telah dilaksanakan di sekolah.
2) Melaksanakan pendidikan masyarakat (pelatihan-pelatihan) dengan lebih baik
dan lebih terintegrasi dengan pendidikan sekolah.
3) Membina dan mengarahkan siswa untuk mampu hidup mandiri dan
bertanggung jawab serta berakhlaq al kharimah.
4) Mengisi waktu untuk siswa bermain di luar sekolah dengan
pendidikan/kegiatan yang bermanfaat.
5) Membantu “melengkapi kekurangan” pendidikan keluarga dengan bimbingan dan
pengasuhan.

D. Depresi

a. Pengertian Umum
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan
(affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan
14

gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 2001).
Depresi adalah reaksi normal terhadap kehilangan yang menyedihkan seperti
kehilangan orang yang dikasihi, kehilangan harga diri, kehilangan milik pribadi, atau
kehilangan kesehatan (Pinel, 2009).
Depresi ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda
pada masing-masing individu. Bila manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk
keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti murung, sedih, rasa putus asa),
diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakkan. Tetapi, bila gejala depresi muncul
dalam keluhan psikomotor atau somatik seperti malas bekerja, lesu, nyeri ulu hati,
sakit kepala yang terus menerus, adanya depresi yang melatarbelakanginya sering
tidak terdiagnosis (Amir, 2005).
Berdasarkan (Sadock and Sadock, 2009) penggolongan depresi menurut gejalanya
sebagai berikut:
a) Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang
menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya
seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya
kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih.
Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus
merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan yang abnormal
seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau halusinasi.
b) Depresi psikotik
Secara tegas istilah “psikotik” harus dipakai untuk penyakit depresi berat yang
mencerminkan penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang
buruk.
c) Psikosis depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai
gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini
menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini
15

dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan
gambaran ini disebut “mania”.

b. Epidemiologi
Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. Sekitar
20% wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami
depresi (Amir, 2005). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan yang sering,
dengan prevalensi seumur hihup adalah kira-kira 15%, kemungkinan setinggi 25%
pada wanita. Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi
gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang
dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, hal tersebut mungkin berhubungan
dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut
(Sadock and Sadock, 2007).
Dalam sebuah studi besar yang prospektif, Ferguson dan Woodward (2002)
mengidentifikasi bahwa 13% dari 1.265 remaja mengembangkan gangguan depresi
berat pada umur 14-16 tahun. Selanjutnya, pada umur antara 16-21 tahun, kelompok
ini secara signifikan beresiko memunculkan depresi berat, gangguan kecemasan
(Durand and Barlow, 2006).
Menurut Ayub Sani Ibrahim dari bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universita
Trisakti, dalam penelitiannya terhadap 158 siswa pria dan wanita di delapan SMU
negeri di Jakarta, membuktikan bahwa prevalensi depresi pada kelompok umur 15-17
tahun lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi rata-rata umum penduduk. Pada
murid wanita, angkanya 10,71% dan pria 8,33%. Untuk kelompok usia di atas 17-20
tahun, angka depresi pada pria 6,25% dan wanita 4,54%. Tapi, secara keseluruhan,
dalam kelompok umur penelitian 15-20 tahun, angkanya lebih tinggi dibandingkan
dengan prevalensi rata-rata umum (Hadi, 2004).
16

c. Etiologi
Penyebab depresi secara pasti, belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga
berperan dalam terjadinya depresi yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersifat
stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, dan lain-lain), faktor
kepribadian, genetik, dan biologik lain seperti gangguan hormon, keseimbangan
neurotransmiter biogenik amin, dan imunologik (Amir, 2005).
Untuk menemukan penyebab depresi kadang-kadang sulit sekali karena ada
sejumlah penyebab dan mungkin beberapa diantaranya bekerja pada saat yang sama.
Namun dari sekian banyak penyebab (Hadi, 2004) merangkumkan sebagai berikut:
1. Karena kehilangan. Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari
depresi. Ada empat macam kehilangan:
a. Kehilangan abstrak: kehilangan harga diri, kasih sayang, harapan atau
ambisi.
b. Kehilangan sesuatu yang konkrit: rumah, mobil, potret, orang atau bahkan
binatang kesayangan.
c. Kehilangan hal yang bersifat khayal: tanpa fakta mungkin tapi ia merasa
tidak disukai atau dipergunjingkan orang.
d. Kehilangan sesuatu yang belum tentu hilang: menunggu hasil tes
kesehatan, menunggu hasil ujian, dan lain-lain.
2. Reaksi terhadap stres. 85% depresi ditimbulkan oleh stress dalam hidup.
3. Terlalu lelah atau capek. Karena terjadi pengurasan tenaga baik secara fisik
maupun emosi.
4. Gangguan atau serangan dari kuasa kegelapan.
5. Reaksi terhadap obat.
Etiologi berdasarkan teori genetik menjelaskan bahwa depresi dipicu oleh
kemalangan atau musibah atau kejadian stres, namun kerentanan terhadap depresi ini
berbeda-beda. Pada umumnya nampak adanya diatese familial terhadap sebagian
besar penyakit depresif, namun terutama bagi gangguan afektif unipolar
(Lumbantobing, 2004).
17

Sedangkan teori biokimiawi menyebutkan bahwa amine-biogenic


(norepinephrine, serotonin dan dopamine) adalah unsur kunci pada teori ini. Dari
observasi didapatkan bahwa antidepresan tricyclic dan inhibitor-MAO meningkatkan
norepinephrine di reseptor adrenergik di sentral di sistem limbik dan hipotalamus,
dan obat yang memicu depresi (seperti reserpine) menghabiskan amine-biogenic
ditempat ini, maka diduga bahwa depresi mungkin berkaitan dengan defisiensi zat
terakhir ini (Lumbantobing, 2004). Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamine seperti reserpin dapat
menyebabkan depresi. Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya
ketersediaan neurotransmitter monoamine, terutama norepinefrin (NE) dan serotonin
dapat menyebabkan depresi. Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera
makan, dan libido. Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma
hipotalamus berfungsi mengatur ritmik sirkardian (misalnya, siklus tidur-bangun,
temperatur tubuh, dan fungsi hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA)). Serotonin,
bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamine memfasilitasi motorik yang terarah
dan bertujuan (Amir, 2005).
Teori kognitif mendalilkan suatu “trias kognitif” pada persepsi yang terdistorsi,
yaitu (1) interprestasi negatif seseorang tentang pengalaman hidupnya; (2)
menyebabkan penurunan nilai dirinya; (3) sehingga menyebabkan depresi (Sadock
and Sadock, 2007).
Teoritikus belajar Peter Lewinsohn (1974) menyatakan bahwa depresi dihasilkan
dari ketidakseimbangan antara output perilaku dan input reinforcement yang berasal
dari lingkungan. Kurangnya reinforcement untuk usaha seseorang dapat menurunkan
motivasi dan menyebabkan perasaan depresi. Lingkaran setan dapat terjadi :
ketidakaktifan dan penarikan diri dari lingkungan sosial menghilangkan kesempatan
untuk mendapatkan reinforcement; dan reinforcement yang berkurang akan
memperburuk penarikan diri (Nevid et al, 2003).
18

d. Gejala Klinik
Menurut (Hawari, 2004) ditinjau dari segi gejala maupun tanda-tanda pada
seseorang yang mengalami depresi secara umum sebagai berikut:
1. Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak
semangat, merasa tidak berdaya.
2. Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan.
3. Nafsu makan dan berat badan menurun.
4. Konsentrasi dan daya ingat menurun.
5. Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya
hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini seringkali disertai dengan
mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah
meninggal.
6. Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya).
7. Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi,
kreativitas menurun, produktivitasnya juga menurun.
8. Gangguan seksual (libido menurun).
9. Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.
10. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
11. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna.
12. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

e. Diagnosis
Jika dua atau lebih episode depresif berat terjadi dan terpisah oleh periode di
mana individu yang bersangkutan tidak mengalami depresi paling tidak selama 2
bulan, maka diagnosisnya adalah major depressive disorder, recurrent (gangguan
depresi berat, berulang). Bila hanya terjadi satu kali, kriteria yang sama didiagnosis
sebagai gangguan depresi mayor, satu episode (Durand and Barlow, 2006).
19

Sadock and Sadock (2007) mengemukakan menurut Diagnostic and Statistic


Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) untuk episode depresi berat sebagai
berikut:
1. Lima atau lebih gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami
perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut: (1) mood
depresi (2) kehilangan minat atau kesenangan.
a. Mood depresi hampir tiap hari.
b. Kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua pada
aktivitas harian.
c. Kehilangan berat badan bila tidak mau makan atau kenaikan berat badan
(perubahan berat badan lebih dari 5% setiap bulan), atau kehilangan nafsu
makan hampir setiap hari.
d. Insomnia dan hiperinsomnia hampir setiap hari.
e. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari.
f. Fatigue atau hampir kehilangan energi setiap hari.
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah tidak sesuai atau
berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari.
h. Kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ketidakyakinan
hampir setiap hari.
i. Pikiran berulang akan kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh diri
berulang tanpa rencana, percobaan bunuh diri.
2. Gejala tidak memenuhi episode campuran.
3. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
area penting lainnya.
4. Gejala tidak terkait dengan efek psikologik penyalahgunaan (misalnya obat)
atau karena kondisi medik umum (missal : hipotiroid).
5. Gejala sebaiknya tidak dihitung bila akibat kehilangan, misalnya kehilangan
yang dicintai, gejala yang bertahan lebih dari 2 bulan atau dikarakterisasi
20

dengan gangguan fungsional, preokupasi dengan perasaan tidak berharga, ide


bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

f. Hal-hal Yang Mempengaruhi Tingkat Depresi


Menurut (Sarwono, 2002) tingkat depresi dapat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai
berikut:
1) Kematangan
Yaitu merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga fungsi tubuh
menjadi lebih sempurna.
2) Pengalaman
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
3) Transmisi sosial
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkngan sosial antara lain melalui
pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.
4) Ekuilibrasi
Yaitu sistem pengaturan dalam diri individu sendiri yang mampu
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
5) Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga, misalnya :
a) Kematian orang tua.
b) Orang tua sakit berat atau cacat.
c) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis.
d) Orang tua sakit jiwa.
e) Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan,
tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dan lain-lain.

g. Cara Mengatasi Depresi


Menurut (Nevid et al, 2003) ada beberapa pendekatan kontemporer untuk
mengatasi depresi, antara lain:
21

1) Pendekatan Psikodinamika
Psikoanalisis tradisional bertujuan membantu orang yang depresi untuk
memahami perasaan mereka yang ambivalen terhadap orang-orang (objek)
penting dalam hidup mereka yang telah hilang atau yang terancam akan hilang.
Model psikoterapi untuk depresi yang lebih baru telah muncul dari aliran
interpersonal atas terapi psikodinamika, contohnya adalah psikoterapi
interpersonal (interpersonal psychoteraphy/ IPT). IPT adalah suatu bentuk
singkat dari terapi (biasanya tidak lebih dari 9-12 bulan) yang berfokus pada
hubungan interpersonal klien di saat ini. Perintis IPT percaya bahwa depresi
terjadi dalam suatu konteks interpersonal dan bahwa isi hubungan perlu untuk
ditekankan dalam penanganan.
2) Pendekatan Behavioral
Pendekatan penanganan behavioral beranggapan bahwa perilaku depresi
dipelajari dan dapat dihilangkan (unlearned). Terapis perilaku bertujuan untuk
secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan untuk menumbuhkan
kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari perilaku-
perilaku ini. Terapi perilaku telah terbukti menghasilkan keuntungan yang cukup
berarti dalam menangani depresi untuk orang dewasa dan juga remaja.
3) Pendekatan Kognitif
Berfokus pada membantu orang dengan depresi belajar untuk menyadari dan
mengubah pola berpikir mereka yang disfungsional. Terapis menggunakan suatu
kombinasi dari teknik-teknik behavioral dan kognitif untuk menbantu klien
mengidentifikasi dan mengubah pikiran-pikiran yang disfungsional serta
mengembangkan perilaku yang lebih adaptif.
4) Pendekatan Biologis
Pendekatan-pendekatan biologis yang paling umum untuk menangani
gangguan mood melibatkan penggunaan obat-obatan antidepresan dan terapi
elektrokonvulsif untuk depresi serta litium karbonat untuk gangguan bipolar.
Obat-obatan yang digunakan untuk menangani depresi mencakup beberapa kelas
22

dari antidepresan : tricyclic antidepressants (TCAs), monoamine oxidase (MAO)


inhibitors, dan selective serotonin-reuptake inhibitors (SSRIs).
Hawari (2001) mengemukakan bahwa dewasa ini perkembangan terapi di dunia
kedokteran sudah berkembang ke arah pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehiduapan yang merupakan stressor psikososial. Organisasi kesehatan dunia telah
menetapkan unsur spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan.
Keempat unsur kesehatan tersebut adalah :
1) Sehat fisik.
2) Sehat psikis.
3) Sehat sosial.
4) Sehat spiritual.
Sebagai contoh misalnya dalam agama Islam beberapa ayat dan hadist berikut ini
dapat diamalkan bagi mereka yang sedang menderita stres, cemas, dan atau depresi
atau penyakit fisik lainnya, terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut :
1) “(Yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram” (Q.S. Ar-Ra’d: 28).
2) “Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan
sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-
Baqarah: 153).
3) “Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad saw barsabda: Tidaklah seorang
muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan
menumpuk pada dirinya (karena banyaknya) kecuali Allah hapuskan akan
dosa-dosanya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
23

h. Skala Penelitian Depresi


Skala penelitian depresi mungkin dapat membantu menilai beratnya derajat. Ada
dua instrumen yang sering digunakan untuk menilai depresi, yaitu Beck Depresssion
Inventory (pertanyaan dijawab sendiri oleh pasien), dan Hamilton Rating Scale of
Depression (dinilai oleh terapis) (Amir, 2005).
24

E. Kerangka Teori

Murid Putra Kelas X SMA

Asal Status SMP/SLTP


Sebelumnya

Lingkungan:
1. Sistem Pembelajaran.
2. Kemandirian murid (santri).
3. Pemahaman pelajaran Ilmu
Agama Islam.
4. Faktor tekanan dari lingkungan.
5. Karakter/akhlak.

Faktor yang mempengaruhi :


1. Kematangan.
2. Pengalaman.
Tingkat Depresi 3. Transmisi sosial.
4. Ekuilibrasi.
5. Gangguan dalam pengasuhan
oleh keluarga.

Gambar 1. Kerangka Teori

F. Hipotesis

Terdapat perbedaan tingkat depresi yang bermakna antara murid putra (santri)
SMA kelas X yang pernah tinggal di Pondok Pesantren dengan yang belum pernah
tinggal di Pondok Pesantren. Sedangkan yang belum pernah tinggal di Pondok
Pesantren tingkat depresi lebih tinggi daripada yang pernah tinggal di Pondok
Pesantren.
25

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional. Dalam penelitian cross-sectional peneliti mencari hubungan antara variabel
bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan
pengukuran sesaat. Tentunya tidak semua subyek harus diperiksa pada hari ataupun
saat yang sama, namun baik variabel resiko serta efek tersebut diukur menurut
keadaan atau statusnya pada waktu observasi (Sastroasmoro dkk, 2008).
Penelitian cross sectional, pengambilan data dilakukan pada satu saat atau satu
periode tertentu dan pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu
penelitian (Budiarto, 2004).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat
Penelitian akan dilakukan di Islamic Boarding School (IBS) MTA Surakarta.
2. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010.

C. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Saryono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah murid putra SMA
kelas X IBS MTA Surakarta.

D. Sampel dan Teknik Sampling


1. Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro dkk, 2008).

25
26

Murid putra (santriwan) kelas X yang mewakili murid yang pernah tinggal di
pondok pesantren karena:
a. Merupakan murid yang mempunyai latar belakang pernah tinggal di pondok
pesantren.
b. Mempunyai pengalaman dan adaptasi dengan lingkungan pondok pesantren
yang lebih dibanding murid yang belum pernah tinggal dipondok.
Murid putra (santriwan) kelas X yang mewakili murid yang belum pernah tinggal
di pondok pesantren karena:
a. Merupakan murid yang mempunyai latar belakang belum pernah tinggal di
pondok pesantren.
b. Merupakan murid yang sedang beradaptasi pada fase –fase awal mondok di
pondok pesantren.
2. Teknik pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dengan metode random sampling. Pencuplikan
random sederhana dilakukan terhadap murid putra kelas X SMA yang pernah tinggal
di pondok pesantren dan yang belum pernah tinggal di pondok pesantren. Masing-
masing subyek atau unit populasi memiliki peluang yang sama dan independen untuk
terpilih ke dalam sampel (Murti, 2006).
3. Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus (Murti, 2006):
Z 2 1−α/2 . p. q
𝑛=
d2

Keterangan:
P = Perkiraan proporsi (prevalensi) tingkat depresi (50%) {variabel
dependen pada populasi}
Q = 1- p (0,5)
Z 2 1−α/2 = Statistik Z (1,96)
D = Presisi absolute atau margin of eror yang diinginkan (15%)
27

Dari penelitian sebelumnya yang serupa belum diketahui tentang prevalensi pada
populasi, sehingga menggunakan nilai p = 0,5. Nilai q = 1-p, sehingga nilai q = 0,5.
Jika peneliti menginginkan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95%
(Z 1−α/2 = 1,96) dan presisi yang diinginkan sebesar 15%, maka sampel yang
diingkan adalah :

Z 2 1−α/2 . p. q
𝑛=
d2

1,96 2 . 0,5 . (0,5)


𝑛= = 43 Sampel
(0,15)2

E. Kriteria Restriksi
1. Kriteria Inklusi
a. Murid putra kelas X SMA MTA Surakarta.
b. Bersedia menjadi responden.
c. Tinggal di Islamic Boarding School MTA Surakarta.
2. Kriteria Eksklusi
a. Tidak bersedia menjadi responden.
b. Hasil skor LMMPI >10.
c. Siswa yang mempunyai gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga, misalnya:
1) Kematian orang tua.
2) Orang tua sakit berat atau cacat.
3) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis.
4) Orang tua sakit jiwa.
5) Perpisahan atau perceraian orang tua.
6) Menderita sakit kronis.
28

F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota
suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Saryono,
2008). Sedangkan menurut (Sastrosasmoro dkk, 2008) variabel penelitian
didefinisikan sebagai karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek
ke subyek yang lain.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan
perubahan variabel lain (Sastroasmoro dkk, 2008). Skala pengukuran dengan
skala nominal. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah asal status SMP/SLTP
sebelumnya.
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah variabel yang dihipotesiskan dipengaruhi
(dependen) oleh variabel lain (Murti, 2003). Skala pengukuran dengan skala
nominal. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tingkat depresi.
3. Variabel Perancu
Variabel perancu merupakan variabel independen di luar paparan atau faktor
penelitian, yang pengaruhnya terhadap variabel dependen ingin dikontrol (Murti,
2003).
Variabel Perancu :
a. Kematangan
Yaitu merupakan perkembangan susunnan saraf sehingga fungsi tubuh
menjadi lebih sempurna.
b. Pengalaman
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
29

c. Transmisi sosial
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkngan sosial antara lain melalui
pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.
d. Ekuilibrasi
Yaitu sistem pengaturan dalam diri individu sendiri yang mampu
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.

G. Definisi Operasional
1. Murid
Murid putra (Santri) SMA kelas X.
2. Asal Status SMP/SLTP Sebelumnya
Murid yang pernah tinggal di Pondok Pesantren adalah murid putra (santriwan)
SMA MTA kelas X yang mempunyai latar belakang sebelumnya pernah tinggal
di pondok pesantren selama masa SMP/SLTP-nya atau minimal 2 tahun.
3. Derajat Tingkat Depresi
Pengukuran tingkat depresi dengan menggunakan kuesioner Beck Depression
Inventory (BDI). Dengan alat ukur berupa kuesioner, dan cara pengukuran
dengan pengisian BDI diisi sendiri oleh responden (Sadock and Sadock, 2009).

H. Instrumen Penelitian
Dalm penelitian ini menggunakan instrument kuesioner yang mengandung
pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
1. Kuesioner Data Diri
Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui status responden secara lengkap dan
terjaga kerahasiaannya. Kuesioner ini mengandung pernyataan bahwa kesediaan
menjadi subjek dalam penelitian tanpa suatu paksaan dari pihak manapun. Dan
responden bersedia menjawab pertanyaan dengan sejujur-jujurnya.
30

2. Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory (LMMPI)


Skala LMMPI merupakan skala untuk menilai kejujuran dalam menjawab
instrument yang diberikan. Berisi 15 butir pernyataan. Bila jawaban “tidak” lebih
dari 10 pernyataan maka responden dinyatakan invalid dan dikeluarkan dari
sampel penelitian (Iskandar, 1984).
3. Skala Penilaian Beck Depression Inventori (BDI)
Pada pengukuran tingkat depresi murid, peneliti menggunakan kuesioner
untuk menganalisa data-data yang berisi tentang BDI sebagai alat ukur tingkat
depresi murid. Skala ini disusun untuk menyeleksi subyek penelitian dengan
tingkat depresi.
Beck Depression Inventori (BDI) mengevaluasi 21 gejala depresi, 15 diantaranya
menggambarkan emosi, perubahan sikap, 6 gejala somatik. Setiap gejala dirangking
dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan untuk memberi total nilai dari
0-63; nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat depresi yang lebih berat. 21 item
tersebut menggambarkan kesedihan, pesimistik, perasaan gagal, ketidakpuasan, rasa
bersalah, harapan akan hukuman, membenci diri sendiri, menuduh diri sendiri,
keinginan bunuh diri, menangis, iritabilitas, penarikan diri dari masyarakat, tidak
dapat mengambil keputusan, perubahan bentuk tubuh, masalah bekerja, insomnia,
kelelahan, anoreksia, kehilangan berat badan, preokupasi somatik dan penurunan
libido. Nilai 0-16 menunjukkan tidak depresi dan 17-63 menunjukkan bahwa
responden mengalami depresi (Beck, 1996).

I. Teknik Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan dengan cara menemui langsung responden.
Pengambilan data dilakukan selama 1 hari. Semua responden diberi kuesioner data
diri, L-MMPI dan BDI. Data yang diperoleh nantinya diseleksi terlebih dahulu
berdasarkan L-MMPI, yaitu bila responden menjawab tidak dalam skala L-MMPI
lebih dari 10 dianggap gugur, sehingga tidak diikutkan dalam analisa data lebih
31

lanjut. Dari hasil tersebut didapatkan subyek penelitian yang diharapkan. Kemudian
dengan bantuan kuesioner BDI untuk menentukan tingkat depresi tiap sampel.

J. Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan pengolahan data setelah data terkumpul yang
selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan. Analisis data dilakukan untuk tujuan
menjawab hipotesis penelitian. Maka digunakan uji statistik yang sesuai dengan
variabel penelitian.
Setelah dilakukan pencuplikan dengan metode random sampling dengan cara
penyebaran kuesioner ke kedua populasi akan diperoleh data yang akan dilanjutkan
dengan Chi Square. Seluruh data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
komputer program SPSS versi 16 for windows.
32

K. Jalannya Penelitian

Murid SMA

Murid Putra
SMA Kelas X
IBS MTA

Formulir biodata,
kuesioner L-MMPI

Subjek Penelitian

Murid Putra yang Pernah Murid Putra yang Belum Pernah


Tinggal di Pondok Pesantren Tinggal di Pondok Pesantren

Kuesioner BDI Kuesioner BDI

Analisis data
dengan Chi-Square

Gambar 2. Jalannya Penelitian


33

L. Jadual Pelaksanaan Penelitian


Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

Penyusunan
Proposal

Ujian Proposal

Perbaikan
Proposal

Pengumpulan
Data

Pengolahan dan
Analisis Data

Penyusunan
Skripsi

Ujian Skripsi

Perbaikan Skripsi
34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Tabel 2. Data Hasil Penelitian
Keterangan Tinggal di Pondok Pesantren Total
Murid Putra Sampel
Belum Pernah Pernah
Kelas X SMA 43 43 86

Dalam penelitian ini subjek yang diteliti adalah murid putra SMA kelas X IBS
MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok pesantren. Untuk
pelaksanaan penelitian ini dengan cara menyebarkan Kuesioner Data Diri untuk
mengetahui status responden, Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory (L-
MMPI) untuk menilai kejujuran, dan skala penilaian Beck Depression Inventory
(BDI) untuk mengetahui adanya tingkat depresi dalam sekali waktu. Jumlah
keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 111 murid, yang bersedia menjadi
responden 97 murid. Dimana 5 murid termasuk kriteria esklusi, sehingga diperoleh
92 mahasiswa yang memenuhi syarat penelitian. Karena banyak subjek penelitian
yang dibutuhkan hanya 86 murid maka kita lakukan lakukan perandoman untuk
membuang 6 subjek penelitian. Dari hasil pengambilan data diperoleh kriteria yaitu
nilai 0-16 menunjukkan tidak depresi dan 17-63 menunjukkan bahwa responden
mengalami depresi (Beck, 1996).
Pada tabel 3 menunjukkan tentang distribusi tingkat depresi responden untuk
murid putra SMA kelas X yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok
pesantren. Untuk distribusi tingkat depresi yang menunjukkan tidak depresi pada
murid yang belum pernah tinggal di PONPES sebanyak 19 orang (22,09%) dan yang
pernah sebanyak 29 orang (33,72%). Untuk distribusi yang mengalami depresi pada

34
35

murid yang belum pernah tinggal di PONPES sebanyak 24 orang (27,91%) dan yang
pernah sebanyak 14 orang (16,28%).

Tabel 3. Distribusi Tingkat Depresi dengan Tinggal di Pondok Pesantren


Tinggal di Pondok Pesantren
Tingkat Skor BDI Total
Depresi
Belum Pernah Pernah
Tidak Depresi 0-16 19 22,09% 29 33,72% 48
Depresi 17-63 24 27,91% 14 16,28% 38
Total 43 50% 43 50% 86

Tabel 4. Hasil Analisis dengan Chi-Square Tests


Variabel Jumlah/ Frekuensi 𝑋2 P
Pernah Tinggal di Pondok 43
Pesantren
4,715 0,030
Belum Pernah Tinggal di 43
Pondok Pesantren

Tabel 4 menunjukkan adanya signifikan dalam penelitian ini, yaitu dengan uji beda
Chi-Square dengan menggunakan progam SPSS versi 16 for windows.
Gambar 3. Diagram distribusi responden berdasarkan tingkat depresi

35

30

25

20
non-pondok
15
pondok
10

0
Tidak Depresi Depresi
36

Dari diagram gambar 3 menunjukkan bahwa pada murid putra SMA kelas X
yang belum pernah tinggal di pondok pesantren lebih depresi daripada yang pernah
tinggal di pondok pesantren.

B. Pembahasan
Dalam penelitian ini diperoleh hasil uji beda Chi-Square dengan nilai 𝑋 2
hitung lebih besar dari 𝑋 2 tabel (4,715 > 3,841) dan P value (0,030 < 0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat depresi yang bermakna antara
murid putra SMA kelas X yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok
pesantren. Dengan kata lain di mana murid putra SMA kelas X yang belum pernah
tinggal di pondok pesantren lebih depresi daripada yang pernah tinggal di pondok
pesantren. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Aulia (1998)
tentang perbandingan derajat depresi antara remaja yang tinggal di panti asuhan
dengan remaja yang tinggal bersama orang tua.
Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik
yang manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu. Bila manifestasi
gejala depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti
murung, sedih, rasa putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakkan
(Amir, 2005).
Penyebab depresi secara pasti, belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga
berperan dalam terjadinya depresi yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersifat
stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, dan lain-lain), faktor
kepribadian, genetik, dan biologik lain seperti gangguan hormon, keseimbangan
neurotransmitter biogenik amin, dan imunologik (Amir, 2005). Namun dari sekian
banyak penyebab (Hadi, 2004) merangkumkan sebagai berikut:
1. Karena kehilangan. Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari
depresi. Ada empat macam kehilangan:
a. Kehilangan abstrak: kehilangan harga diri, kasih sayang, harapan atau
ambisi.
37

b. Kehilangan sesuatu yang konkrit: rumah, mobil, potret, orang atau bahkan
binatang kesayangan.
c. Kehilangan hal yang bersifat khayal: tanpa fakta mungkin tapi ia merasa
tidak disukai atau dipergunjingkan orang.
d. Kehilangan sesuatu yang belum tentu hilang: menunggu hasil tes
kesehatan, menunggu hasil ujian, dan lain-lain.
2. Reaksi terhadap stres. 85% depresi ditimbulkan oleh stress dalam hidup.
3. Terlalu lelah atau capek. Karena terjadi pengurasan tenaga baik secara fisik
maupun emosi.
4. Gangguan atau serangan dari kuasa kegelapan.
5. Reaksi terhadap obat.

Menurut Ayub Sani Ibrahim dari bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran


Universita Trisakti, dalam penelitiannya prevalensi depresi pada kelompok umur 15-
17 tahun lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi rata-rata umum penduduk.
Tapi secara keseluruhan, dalam kelompok umur penelitian 15-20 tahun, angkanya
lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi rata-rata umum (Hadi, 2004). Oleh
karena usia rata-rata seorang siswa/murid SMA berkisar antara 15-18 tahun,
sedangkan untuk usia murid putra SMA kelas X IBS MTA adalah antara 14-16 tahun,
dengan demikian mereka rentan untuk terjadinya suatu depresi.
Dari studi pendahulu (Personal Komunikasi, 4 November 2010) melalui
wawancara dengan Kepala IBS MTA Surakarta diperoleh informasi bahwa sebagian
besar murid putra kelas X IBS MTA berasal dari kalangan ekonomi menengah ke
atas. Mungkin dari beberapa murid putra kelas X yang belum pernah dan yang pernah
tinggal di PONPES yang berasal dari kalangan ekonomi atas dalam hal materi
tercukupi, tetapi dalam hal kematangan, transmisi sosial, ekuilibrasi dan gangguan
oleh pengasuhan keluarga masih kurang, sehingga mereka rentan untuk terjadi suatu
depresi. Ataupun sebaliknya mereka yang berasal dari kalangan ekonomi rendah.
38

Permasalahan dalam memilih pendidikan pesantren secara sederhana bisa kita


lihat dari rendahnya minat para orang tua untuk menyerahkan masa depan pendidikan
anak-anaknya ke madrasah atau pesantren (notaben Islam). Biasanya mereka tidak
menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai alternatif utama untuk menyekolahkan
anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka masuk bersekolah di madrasah,
pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu dilakukan karena terpaksa (misalnya
karena tidak lulus di sekolah umum) (Efendi, 2008). Dari beberapa murid putra kelas
X IBS MTA latar belakang untuk memilih tinggal di PONPES/ IBS karena mereka di
paksa oleh orang tua atau karena sesuai dengan keinginannya sendiri. Hal ini akan
mempengaruhi keadaan psikososialnya, serta dalam hal mampu atau tidaknya
menghadapi masalah psikososial tersebut.
Berdasarkan dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan
tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X yang pernah dan yang belum pernah
tinggal di pondok pesantren. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh beberapa faktor
yang mendasarinya, antara lain menurut Sarwono (2002) :
1. Kematangan
Yaitu merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga fungsi tubuh
menjadi lebih sempurna.
2. Pengalaman
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
3. Transmisi sosial
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkngan sosial antara lain melalui
pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.
4. Ekuilibrasi
Yaitu sistem pengaturan dalam diri individu sendiri yang mampu
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
Perbedaan kemampuan dan permasalahan penyesuaian diri akan tampak nyata
pada waktu mereka memasuki sekolah menengah (Sekolah Lanjutan Atas). Remaja
39

sebagai siswa atau peserta didik akan dihadapkan kepada kenyataan bahwa di sekolah
itu ada norma dan peraturan yang harus dipatuhi (Warkitri dkk, 2002). Kehidupan di
pondok pesantren yang sangat berbeda dengan kehidupan sebelumnya terutama
santri/murid yang dahulu belum pernah tinggal di pondok pesantren, mereka harus
melakukan penyesuaian diri agar bisa bertahan hingga menyelesaikan pendidikannya
di pondok pesantren tersebut. Padatnya jadual yang diterima para santri kemudian
memberi dampak lain pada kehidupannya. Yang kemudian menjadi masalah adalah
adanya santri yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan sistem asrama
tersebut. Tak jarang pula santri keluar dari pondok pesantren sebelum lulus atau
bahkan tahun pertama di pondok pesantren.
Tidak sedikit murid putra SMA kelas X IBS MTA yang tidak mampu dalam
mengatasi permasalahan penyesuaian diri yang bedampak munculnya gangguan
kejiwaannya. Ini bisa disebabkan karena lingkungan/ sistem pendidikan atau
kurikulum PONPES satu dengan lainnya berbeda. Berdasarkan segi kurikulum
menurut (Nafi’ dkk, 2007) IBS MTA Surakarta termasuk menggabungkan kurikulum
pesantren dengan kurikulum pemerintah. Konsekuensinya harus menyediakan tenaga
pengajar dalam jumlah besar untuk jumlah santri yang sama, karena santri
memperoleh layanan dalam porsi dua kali lipat lebih banyak daripada yang belajar di
pesantren dalam dua opsi sebelumnya. Maka dari itu munculah berbagai masalah
dalam diri murid/santri yang bersangkutan. Hal ini tidak jauh beda dengan hasil
penelitian Hidayat (2009) yang menunjukkan bahwa penyesuaian diri santri di
pondok pesantren tradisional lebih baik dibandingkan santri di pondok pesantren
modern. Ini bisa disebabkan karena perbedaan pada kurikulum pondok pesantren
modern yang lebih padat dan lebih rumit.
40

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berilut:

1. Terdapat perbedaan tingkat depresi yang bermakna antara murid putra SMA
kelas X IBS MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di pondok
pesantren.
2. Murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta yang belum pernah tinggal di
pondok pesantren lebih depresi daripada yang pernah tinggal di pondok
pesantren.

B. Saran
1. Penelitian perlu dilakukan pada populasi yang lebih luas, sampel lebih banyak
dan menggunakan teknik yang lebih akurat, serta perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan membandingkan beberapa populasi yang berbeda.
2. Pada murid putra SMA kelas X IBS MTA Surakarta yang belum pernah dan yang
pernah tinggal di pondok pesantren diharapkan dapat memahami dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan pondok pesantren.
3. Dari pihak pembina atau pengasuh IBS MTA Surakarta agar lebih memperhatikan
tentang masalah kejiwaan anak didiknya dan memberikan konseling, nasehat serta
motivasi sebagai tindakan preventif.

40
41

DAFTAR PUSTAKA

Amir, N. 2005. Depresi: Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta: BP


FK UI. pp: 5, 23, 29, 30

Aulia, S. 1998. Studi Banding Derajat Depresi Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan
dengan Remaja yang Tinggal Bersama Orang Tua. Skripsi.

Bakhtiar, N. 2009. Pola Pendidikan Pesantren: Studi Terhadap Pesantren se-Kota


Pekanbaru.http://uinsuska.info/tarbiyah/images/jurnal/2009/nurhasanah_pol
a.pdf. (17 Oktober 2010)

Beck, A. T., Steer, R. A., Ranieri, W. 1996. “Comparison of Beck Depression


Inventories-IA and –II in Psychiatrics Outpatients”, Journal of Personality
Asessment. 67 (3); 588-97

Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran : Sebuah Pengantar. Jakarta:


EGC. pp: 61

Daulay, H.P. 2001. Historisitas dan Eksistensi; Pesantren, sekolah dan


Madrasah.Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. P:7-35

Durand, V.M. and Barlow, D.H. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Penerjemah: Soetjipto, H.P. dan Soetjipto, S.M. pp: 274,
289

Efendi, A. 2008. Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia.


http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/MOHanlonReport.pdf.
(10 Oktober 2010)

Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu Publisher. pp: 16,17,57,58

Hadi, S. dkk. 2000. Pengantar Pendidikan. Surakarta: UNS Press. pp: 61,80,150

Hawari, D. 2001. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : BP FK UI. pp:
91, 130-2, 156-8

Hawari, D. 2004. Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Ed. III.
Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa. pp: 522

41
42

Hidayat, D.A.J. 2009. Perbedaan Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren


Tradisional dan Modern. Skripsi.

Ihsan, Hamdani dan Fuad. (2007). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka
Setia. pp: 56

Iskandar, Y. 1984. Stres, anxietas dan Penampilan. Ed. I. Jakarta : Yayasan Dharma
Graha.

Kementrian Agama Republik Indonesia. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Progam


Paket C Pada Pondok Pesantren. Jakarta : Ditpekapontren Ditjen
Kelembagaan Agama Islam. pp : v, 1

Kosasih, A.D., Priyanto. E dan Makhful. 2008. Latar Belakang dan Penyelenggaraan
Pendidikan Islam Model Santri Asrama di Majalengka Pada Awal Abad
ke-20 M. http://jurnal.ump.ac.id/_berkas/jurnal/20.pdf. (5 Oktober 2010)

Lumbantobing, SM. 2004. Neurogeriatri. Jakarta: BP FK UI. pp: 158, 164

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga


University Press. pp: 38, 107, 252-4

Muhaimin, Suti’ah dan Ali, N. 2002. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya


Mengefektifkan pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja
Rosakarya Offset. pp:292

Murti, B. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Ed. 2. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press. pp: 161-164

Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
pp: 58

Nafi’, M.D., A’la, A., Anisah, H., Aziz, A. dan Muhaimin, A. 2007. Praksis
Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: Yayasan Selasih. pp: 1-65

Nevid, J.S., Rathus, S.A., and Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta :
Erlangga. Penerjemah: Tim Fakultas Psikologi UI: Murad, J. dkk. pp: 243,
254-258

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.


Pp: 70, 79, 88
43

Pinel, J. P. J. 2009. Biopsikologi. Ed. 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. pp: 581

Sadock, B.J. and Sadock, V. A. 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. Ed. 10. Lippincott Williams &
Wilkins. Penerjemah: Kusuma, W. pp: 528-529

Sadock, B.J. and Sadock, V. A. 2009. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Lippincott Williams & Wilkins. pp: 1047-1049

Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial ,Individu, dan Teori-Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Balai Pustaka. p: 305

Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula.


Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. pp: 61

Sastroasmoro, S. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV.


Sagung Seto. pp: 113, 225-257

Susilo, M.J. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan


dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. pp:
58

Syarif, A. 2003. Psikologi Qurani. Bandung: Pustaka Hidayah. pp:125

Warkitri, Chasiyah dan Mardiyati, S. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Surakarta:


UNS Press. pp: 44-57

Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an. 2009. Panduan Santri Asrama Putra MTA.
Surakarta : Yayasan MTA. Pp: 1-4
44

LAMPIRAN

44
45

Lampiran 1

Kepada Yth. Santri Kelas X


Islamic Boarding School MTA Surakarta
Di tempat

Sehubungan dengan penelitian yang sedang kami laksanakan dengan judul


“Perbedaan tingkat depresi antara murid putra SMA kelas X Islamic Boarding School
(IBS) MTA Surakarta yang pernah dan belum pernah tinggal di Pondok Pesantren”.
Maka dengan segala kerendahan hati, kami mohon anda bersedia untuk mengisi
kuisioner yang kami sampaikan.
Penelitian ini bersifat ilmiah, data-data anda akan kami jaga kerahasiaannya
dan akan kami pergunakan secara bertanggung jawab. Sebelum dan sesudahnya kami
ucapkan terima kasih.

Lembar Persetujuan

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

1. Nama :
2. Kelas :
3. Jenis Kelamin :
4. Usia :
5. Alamat :
6. Latar Belakang di Pondok Pesantren :

Dengan ini menyatakan bahwa bersedia menjadi responden dalam penelitian


tersebut diatas tanpa suatu paksaan dari pihak manapun, dan bersedia menjawab
pertanyaan dengan sejujur-jujurnya.

Surakarta, November 2010

( )
46
Lampiran 2

Lie Minessota Multiphasic Personality Inventory

LMMPI

Berilah tanda (X) pada kolom “ya” bila pertanyaan dibawah ini sesuai dengan
perasaan/keadaaan anda, berilah tanda (X) pada kolom “tidak” bila pernyataan tidak
sesuai dengan yang anda rasakan.

No Pernyataan Ya Tidak
1 Sekali-kali saya berfikir tentang hal-hal yang buruk untuk
diutarakan

2 Kadang-kadang saya ingin mengumpat/ mencaci maki


3 Saya tidak selalu mengutarakan hal yang benar
4 Saya tidak membaca tajuk rencana setiap surat kabar
5 Saya kadang-kadang marah
6 Apa yang dapat saya kerjakan hari ini, kadang-kadang saya tunda
sampai besok

7 Bila saya tidak enak badan, kadang saya mudah tersinggung


8 Sopan santun saya di rumah tidak sebaik jika bersama orang lain

9 Bila saya yakin tidak seorangpun melihatnya, mungkin sekali


saya akan menyelundup nonton tanpa karcis

10 Saya lebih sering menang daripada kalah dalam suatu permainan

11 Saya ingin mengenal orang-orang penting, karena dengan


demikian saya merasa menjadi orang penting

12 Saya tidak selalu menyukai setiap orang yang saya kenal


13 Kadang-kadang saya menggunjingkan orang lain
14 Kadang-kadang saya memilih yang tidak saya kenal dalam suatu
pemilihan

15 Sekali-kali saya tertawa jika mendengar lelucon porno


Lampiran 3 47

Beck Depression Inventory (BDI)

Pilihlah dalam setiap lingkaran, keadaan yang paling sesuai dengan keadaan anda saat
ini. Kemudian berilah tanda (X) atau (√) pada lingkaran yang tersedia pada pilihan
yang saudara pilih. Isilah dengan sejujur-jujurnya sesuai keadaan saudara.
1). Bagaimana perasaan anda sekarang ?

o Saya tidak merasa sedih


o Saya kadang merasa sedih
o Saya selalu merasa sedih sepanjang waktu
o Saya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi
2). Bagaimana pandangan anda tentang masa depan anda ?

o Saya tidak khawatir terhadap masa depan saya


o Saya merasa khawatir terhadap masa depan saya
o Saya merasa tidak ada sesuatu yang bisa diharapkan
o Saya merasa bahwa tidak ada harapan di masa depan dan segala sesuatunya
akan semakin memburuk
3). Apakah anda merasa gagal dalam hidup anda ?

o Saya tidak merasa gagal


o Saya merasa lebih banyak mengalami kegagalan lebih yang saya harapkan
o Kalau saya meninjau kembali hidup saya, yang dapat saya lihat hanyalah
kegagalan

o Saya merasa sebagai seorang pribadi yang gagal total


48

4). Bagaimana anda mendapatkan kepuasan anda ?

o Saya memperoleh kepuasan atas segala sesuatu yang biasa saya nikmati
o Saya tidak dapat menikmati segala sesuatu seperti biasanya
o Saya memperoleh sangat sedikit kepuasan dari segala sesuatu yang biasa saya
nikmati

o Saya tidak dapat memperoleh kepuasan dari segala sesuatu yang biasa saya
nikmati
5). Apakah anda merasa selalu bersalah ?

o Saya tidak merasa bersalah


o Saya merasa bersalah atas banyak hal yang telah atau akan saya perbuat
o Saya merasa bersalah di sebagian besar waktu saya
o Saya merasa bersalah sepanjang waktu
6). Bagaimana perasaan anda ? Apakah anda merasa sedang mendapat hukuman ?

o Saya tidak merasa bahwa saya sedang dihukum


o Saya merasa bahwa saya mungkin dihukum
o Saya mengharapkan agar dihukum
o Saya merasa bahwa saya sedang dihukum
7). Kecewakah anda terhadap diri anda ?

o Saya merasakan segala sesuatu tentang diri saya sama seperti biasanya
o Saya telah kehilangan kepercayaan diri saya sejak dua minggu yang lalu
o Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
49

o Saya membenci diri saya sendiri


8). Bagaimana anda menilai diri anda ?

o Saya tidak mengkritik atau menyalahkan diri saya lebih dari orang lain
o Saya menjadi lebih kritis terhadap diri saya dibanding yang dulu
o Saya mengkritik diri saya sendiri atas semua kesalahan-kesalahan saya
o Saya menyalahkan diri saya untuk semua hal buruk yang terjadi
9). Pernahkah anda berpikir untuk bunuh diri ?

o Saya sama sekali tidak mempunyai pikiran untuk bunuh diri


o Saya mempunyai pikiran untuk bunuh diri, tetapi saya tidak akan
melaksanakannya

o Saya ingin bunuh diri


o Saya akan bunuh diri kalau ada kesempatan
10). Apakah anda lebih sering menangis saat ini ?

o Saya tidak menangis lebih dari biasanya


o Saya lebih banyak menangis daripada biasanya
o Saya menangis sampai berlebihan untuk hal-hal yang kecil
o Saya merasa seperti menangis, namun saya tidak dapat menangis
11). Apakah anda lebih mudah tersinggung ?

o Saya tidak lebih tegang atau resah daripada biasanya


o Saya lebih mudah tegang atau resah daripada biasanya
50

o Saya sangat tegang atau jengkel dan susah untuk bertahan


o Saya sangat tegang atau jengkel maka saya harus melakukan sesuatu
12). Pandangan anda terhadap orang lain ?

o Saya masih tetap senang bergaul dengan orang lain atau beraktifitas
o Saya kurang berminat terhadap orang lain atau segala sesuatu sejak dua
minggu yang lalu

o Saya telah kehilangan sebagian besar minat saya terhadap orang lain atau
segala sesuatu

o Saya susah untuk tertarik terhadap apapun


13). Bagaimana anda mengambil keputusan sekarang ?

o Saya dapat mengambil keputusan sama baiknya dengan sebelumnya


o Saya merasa agak kesulitan dalam mengambil keputusan daripada biasanya
o Saya merasa sangat kesulitan dalam mengambil keputusan daripada biasanya
o Saya mempunyai masalah dalam mengambil keputusan
14). Bagaimana anda menilai diri anda ?

o Saya tidak merasa bahwa saya tidak berharga


o Saya tidak berpikir bahwa saya sama berharga dan bermanfaat seperti
biasanya

o Saya merasa lebih tidak berharga dibandingkan dengan orang lain


o Saya merasa sepenuhnya tidak berharga
51

15). Apakah anda merasa lebih sering kehilangan tenaga saat ini ?

o Saya mempunyai tenaga sama baiknya dengan sebelumnya


o Saya merasa kehilangan tenaga sejak dua minggu yang lalu
o Saya tidak mempunyai cukup tenaga untuk melakukan segala sesuatu yang
agak berat

o Saya tidak mampu mengerjakan apapun lagi


16). Bagaimana dengan tidur anda sekarang ?

o Saya tidak mengalami perubahan pada pola tidur saya, saya dapat tidur
nyenyak seperti biasanya

o Saya kadang-kadang tidur lebih atau kurang dari biasanya


o Saya sering tidur lebih atau kurang dari biasanya
o Saya tidur sepanjang hari atau saya bangun 1-2 jam lebih awal daripada
biasanya serta tidak dapat tidur kembali
17). Apakah anda merasa lebih mudah marah ?

o Saya merasa tidak lebih mudah marah daripada biasanya


o Saya merasa lebih mudah marah daripada biasanya
o Saya hampir selalu mudah marah daripada biasanya
o Saya mudah marah sepanjang waktu
18). Bagaimana dengan nafsu makan anda ?

o Nafsu makan saya masih seperti biasanya


o Nafsu makan saya kadang lebih besar atau kurang dari biasanya
52

o Nafsu makan saya sering lebih besar atau kurang dari biasanya
o Saya tak mempunyai nafsu makan sama sekali atau selalu merasa lapar
19). Apakah anda merasa kesulitan dalam berkonsentrasi ?

o Saya dapat berkonsentrasi sama baiknya dengan sebelumnya


o Saya tidak dapat berkonsentrasi sama baiknya dengan biasanya
o Saya susah untuk berkonsentrasi dalam waktu yang lama
o Saya tidak mampu berkonsentrasi lagi
20). Apakah anda merasa lebih mudah lelah ?

o Saya tidak lebih mudah lelah daripada biasanya


o Saya lebih mudah lelah daripada biasanya
o Saya terlalu lelah untuk melakukan segala sesuatu yang biasanya saya lakukan
o Saya terlalu lelah untuk melakukan apapun
21). Bagaimana pandangan anda terhadap seks ?

o Saya tidak merasa ada perubahan dalam minat saya terhadap seks pada akhir-
akhir ini

o Saya kurang berminat terhadap seks kalau dibandingkan dengan sebelumnya


o Sekarang saya sangat kurang berminat terhadap seks
o Saya telah kehilangan minat terhadap seks
Lampiran 4 53

DATA HASIL PENELITIAN MURID PUTRA SMA KELAS X IBS MTA


SURAKARTA YANG PERNAH DAN BELUM PERNAH TINGGAL DI PONDOK
PESANTREN
NO NAMA UMUR KETERANGAN DI SKOR BDI
PONDOK PESANTREN
1 VF 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 15
2 AW 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 21
3 IN 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 19
4 FAB 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 26
5 CWMP 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 21
6 CAL 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 8
7 TAR 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 33
8 GOY 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 23
9 AYK 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 16
10 FRH 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 20
11 NHTG 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 12
12 NR 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 18
13 TS 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 14
14 DYP 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 18
15 R 14 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 23
16 HFK 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 29
17 A 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 13
18 GP 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 12
19 YBH 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 20
20 ATD 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 11
21 FIU 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 17
22 MARE 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 16
23 AMA 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 19
24 MFN 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 9
25 WSS 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 16
26 AMY 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 13
27 SF 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 18
28 HHA 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 10
29 AS 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 35
30 YAS 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 16
31 APN 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 8
32 DAT 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 4
33 ASA 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 24
34 N 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 21
35 MSA 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 10
36 MLKA 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 11
54

37 ALM 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 13


38 PDW 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 21
39 MKFS 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 21
40 AAM 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 28
41 LBG 16 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 26
42 MAWN 14 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 17
43 MA 15 TAHUN BELUM PERNAH TINGGAL 18
44 FD 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 19
45 AAL 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 16
46 CY 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 18
47 DW 14 TAHUN PERNAH TINGGAL 17
48 ZAR 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 9
49 AR 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 9
50 AS 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 15
51 FNH 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 12
52 HS 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 8
53 HB 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 11
54 CW 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 13
55 SA 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 8
56 MKAA 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 16
57 RA 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 25
58 SU 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 19
59 WAA 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 9
60 MKH 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 10
61 FMI 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 6
62 ALNH 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 18
63 MEI 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 24
64 MIU 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 3
65 MWR 14 TAHUN PERNAH TINGGAL 22
66 HF 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 9
67 AAH 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 17
68 IBP 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 18
69 GM 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 18
70 KH 17 TAHUN PERNAH TINGGAL 16
71 GMZ 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 12
72 NDI 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 14
73 MH 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 10
74 AWF 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 27
75 NZZP 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 13
76 NRA 14 TAHUN PERNAH TINGGAL 24
77 AKZ 14 TAHUN PERNAH TINGGAL 16
78 1NS 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 16
55

79 MIS 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 9


80 AMSR 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 8
81 AMAF 16 TAHUN PERNAH TINGGAL 13
82 MMS 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 15
83 AS 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 8
84 MF 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 17
85 GN 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 15
86 DAP 15 TAHUN PERNAH TINGGAL 14
56
Lampiran 5

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
tingkat_depresi *
86 91.5% 8 8.5% 94 100.0%
tinggal_di_pondok

tingkat_depresi * tinggal_di_pondok Crosstabulation


Count
tinggal_di_pondok
non_pondok pondok Total
tingkat_depresi depresi 24 14 38
tidak_depresi 19 29 48
Total 43 43 86

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 4.715 1 .030
b
Continuity Correction 3.819 1 .051
Likelihood Ratio 4.761 1 .029
Fisher's Exact Test .050 .025
Linear-by-Linear Association 4.660 1 .031
b
N of Valid Cases 86
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.00.
b. Computed only for a 2x2 table
57

Symmetric Measures
Asymp. Std. Approx. Approx.
Value Errora Tb Sig.
Nominal by Nominal Phi .234 .030
Cramer's V .234 .030
Contingency Coefficient .228 .030
Interval by Interval Pearson's R .234 .105 2.207 .030c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .234 .105 2.207 .030c
N of Valid Cases 86
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Anda mungkin juga menyukai