Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS BESAR

Seorang Pria 48 tahun dengan


Hematemesis Melena, Penyakit Hepar Kronis
dan Anemia Mikrositik Hipokromik

Oleh:
Habibi Setiawan
G6A009186

Pembimbing :
dr. Hery Djagat P, Sp.PD-K GEH

KEPANITERAAN SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011

17
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Habibi Setiawan


NIM : G6A009168
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK/ FK UNDIP
Judul Kasus Besar : Seorang Pria 48 Tahun dengan Hematemesis Melena,
Penyakit Hepar Kronis dan Anemia Mikrositik Hipokromik
Pembimbing : dr. Hery Djagat P,Sp.PD-KEMD

Semarang, November 2011


Pembimbing

dr. Hery Djagat P,Sp.PD-KEMD

18
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB 1 LAPORAN KASUS..........................................................................1
1.1. Identitas Pasien........................................................................................1
1.2. Daftar masalah.........................................................................................1
1.3. Data dasar................................................................................................1
1.3.1. Anamnesis.............................................................................................1
1.3.2. Pemeriksaan Fisik.................................................................................3
1.3.3. Pemeriksaan Penunjang........................................................................5
1.4. Daftar Abnormalitas.................................................................................8
1.5. Daftar Masalah.........................................................................................9
1.6. Initial Plan................................................................................................9
1.7. Progres Note...........................................................................................11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN............................17
2.1. Definisi..................................................................................................17
2.2. Etiologi..................................................................................................17
2.3. Patogenesis Hematemesi Melena Pada Sirosis Hepatis.........................18
2.4.Diagnosa Hematemesis dan Melena.......................................................20
2.5. Penanganan perdarahan SCBA..............................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................33

19
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. J
Umur : 48 tahun
Alamat : Tegalsari Karang Asem Rt 004 Rw 004 Sayung Demak
Agama : Islam
Pekerjaan : serabutan
No CM : C321467
Datang ke poli : 5 November 2011

1.2. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal

1. Hematemesis melena 5/11/11

2. Penyakit hepar kronis 5/11/11


Anemia mikrositik

3 hipokromik 5/11/11

1.3. DATA DASAR


1.3.1 ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 6 November 2011, pukul 17.00 WIB di
Bangsal C3L1 Penyakit Dalam RSDK.
Keluhan utama : Muntah darah
Riwayat Penyakit Sekarang:
1. Onset : 1 hari
2. Kualitas : muntah darah berupa gumpalan warna merah kehitaman, disertai
sisa makanan
3. Kuantitas: 2 kali sebanyak + 1 gelas belimbing

20
4. Kronologis: + 1 hari SMRS os tiba-tiba mengeluh muntah darah, muntah
darah tidak didahului batuk namun muntah darah didahului mual. Karena
pasien merasa ketakutan maka pasien datang ke ugd RSDK  Bangsal C3L1
Penyakit Dalam RSDK. Setelah dirawat di RSDK kariadi selama 1 hari,
muntah darah (-), BAB seperti petis (+) sehari sekali.
5. Faktor yang memperingan : tidak ada
6. Faktor yang memperberat : tidak ada
7. Gejala penyerta: nafsu makan menurun (+), lemes (-), batuk (-), demam (-),
menggigil (-), BAK warna seperti teh (-), frekuensi dan
jumlah cukup, rambut ketiak rontok (-), gatal-gatal seluruh
tubuh (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


o Riwayat sakit kuning (-)
o Riwayat muntah darah (+) 1 tahun yang lalu, dirawat di RS Ketileng
dikatakan sakit liver.
o Riwayat darah tinggi (-)
o Riwayat minum obat dan jamu pegel linu (-)
o Riwayat transfusi (+) tahun 1981
o Riwayat tato (+)
o Riwayat konsumsi alkohol (-)
o Riwayat penggunaan jarum suntik bersama (-)
o Riwayat operasi (+) amputasi cruris sinistra 1981

Riwayat Penyakit Keluarga:


o Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
o Riwayat keluarga darah tinggi, kencing manis disangakal

Riwayat Sosial Ekonomi:

21
o Penderita bekerja serabutan, mempunyai 2 orang anak, sudah mandiri dan
sudah berkeluarga. Biaya pengobatan ditanggung jamkesmas.
o Kesan: sosial ekonomi kurang.

1.3.2. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 6 November 2011, pukul 17.25 WIB di bangsal C3L1
Penyakit Dalam RSDK.
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : TD = 100 / 70 mmHg
N = 84 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup
RR = 23x/menit
t = 37,10C (axiler)
IMT : 24,4 kg/m2 (normo weight)
BB = 55 kg
TB = 152 cm
Kepala : tidak ada kelainan, turgor dahi cukup
Kulit : ikterus (-), turgor cukup, bekas garukan (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat +/+ , sklera ikterik -/-, mata
cekung -/-
Telinga : discharge -/-
Hidung : epitaksis -/-, nafas cuping hidung -/-, discharge -/-
Mulut : sianosis -, pursed lips breathing (-), papil lidah atrofi (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (–)
Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada deviasi trakea, pembesaran
nnll. (-/-)
Thorax : bentuk dada normal, spider nevi (-), atrofi musculus
pectoralis (-), rambut ketiak rontok (-) , gynecomastia (-),
retraksi (-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

22
Palpasi : Ictus cordis teraba di spatium intercostal V 1 cm
medial linea medioclavicula sinistra, tidak kuat
angkat, tidak melebar
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : SIC V, 1 cm linea parasternalis
dekstra
Batas kiri :SIC V, 1 cm medial linea
medioclavicula sinistra
Auskultasi : HR 84x/menit, reguler, suara jantung I – II murni,
bising (-), gallop (-)
Pulmo Depan :
Inspeksi : Simetris statis dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Pulmo Belakang :
Inspeksi : Simetris statis dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+). suara tambahan (-/-)

Suara dasar Vesikuler Suara dasar


vesikuler ST (-) vesikuler
Paru depan Paru belakang

Abdomen :

23
Inspeksi : cembung, venektasi (-), caput medusae (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area
traube pekak, liver span 7cm
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar tak teraba, lien
teraba sufner 1
Genitalia : hidrokel (-)
Ekstremitas : superior inferior
- sianosis -/- -/-
- edema -/- -/-
- akral dingin -/- -/-
- white nail +/+ -/-
- eritema palmaris +/+
- bulu ketiak rontok -/-
Rectal Touche : mukosa licin, massa (-), ampula recti tidak kolaps, tonus
sphincter ani cukup, hemoroid (-), feses (+) kuning
kecoklatan, darah (-)

1.3.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hematologi (tanggal 5 November 2011) :
Hb : 11,4 g/dl L (13 – 16 g/dl)
Ht : 33,8 % L (40-54 %)
Leukosit : 6,2 rb/mm3 (4.500 – 11.000/mm3)
Eritrosit : 4,63 jt /mm3 (4,5jt – 6,5 jt/mm3)
MCV : 73,10 fl L (76 – 96 fl)
MCH : 24,7 pg L (27 – 32 pg)
MCHC : 33,8 g/dL (29 – 36 g/dL)
Trombosit : 95.000 /mm3 L (150.000 – 400.000/mm3)

Kimia klinik (tanggal 5 November 2011) :


Glukosa sewaktu : 93 mg/dl (74 – 106 mg/dl)

24
Ureum : 57 mg/dl H (15 – 39 mg/dl)
Creatinin : 0,73 mg/dl (0,6 – 1,3mg/dl)
Elektrolit
Natrium : 138 mmol/l (136 – 145 mmol/l)
Kalium : 5,1 mmol/l (3,5 – 5,1) mmol/l)
Chlorida : 109 mmol/l H (98 – 105 mmol/l)
Calcium : 2,15 mmol/l (2,12 – 2.52 mmol/l)
Protein total : 7,5 gr/dl (6,4 – 8,2 gr/dl)
Albumin : 3,1 gr/dl L (3,4 – 5,0 gr/dl)
Bilirubin total : 0,36 mg/dl (0,0 – 1,0 mg/dl)
Bilirubin direk : 0,13 mg/dl (0,0 – 0,30 mg/dl)
SGOT (AST) : 73 U/I H (15 – 37 U/l)
SGPT (ALT) : 103 U/I H (30 – 65 U/l)
Alkali fosfatase : 80 U/I (50,0 – 136,0U/l)
Gamma GT : 50 U/I (5 – 85 U/l)

Studi koagulasi (tanggal 7 November 2011) :


Plasma protombin time
Waktu prothrombin :14,6 detik (10-15)
PPT Kontrol :12,8 detik
Partial Thromboplastin Time
Waktu thromboplastin : 31,6 detik (23,4-36,8)
APTT kontrol : 28,8 detik

Urin lengkap (tanggal 5 November 2011):


Warna : kuning jernih
Berat jenis : 1,020
pH : 6,00
Protein : negatif (negatif)
Reduksi : negatif (negatif)
Urobilinogen : 0.2 mg/dl (negatif)

25
Bilirubin : negatif (negatif)
Aseton : negatif (negatif)
Nitrit : negatif (negatif)
Sedimen : Epitel : 0-1 LPK
Lekosit : negatif
Eritrosit : negatif
Ca oxalat : negatif
Asam urat : negatif
Tripel fosfat : negatif
Amorf : urat +
Silinder hyalin : negatif
Silinder granula kasar : negatif
Silinder granula halus : negatif
Silinder epitel : negatif
Silinder eritrosit : negatif
Silinder leukosit : negatif
Bakteri : ++ / negatif
Lain-lain : benang mukus + / pos

Imunologi ( tanggal 7 November 2011) :


HbsAg 0.00  negatif
Anti HBc total positif
Anti HCV 1,71  positif

Imunologi (tanggal 11 November 2011)


Anti HBs : positif (titer 80 mUI/ml)

USG Abdomen (tanggal 9 November 2011)


Hepar : ukuran normal, ekogenisitas meningkat, kasar, tepi tidak rata,
ductus bilier normal, vena porta melebar.
Vesika felea : dinding tidak melebar, batu (-) sludge (-)

26
Lien : Ukuran membesar, vena lienalis melebar.
Pankreas : ukuran normal, kalsifikasi (-)
Ginjal ka kiri : ukuran normal, pielum tidak melebar. Batu (-)
Vesika urinaria : dinding tidak melebar, batu (-)
Prostat : dinding tidak menebal, kalsifikasi (-)
Kesan : penyakit hepar kronis
dd/ awal sirosis
Hipertensi porta

1.4. DAFTAR ABNORMALITAS :


1. Muntah darah
2. BAB seperti petis
3. Mual
4. Nafsu makan menurun
5. Nyeri ulu hati
6. Riwayat muntah darah setahun yang lalu dikatakan sakit liver
7. Tato
11. Transfusi darah
12. Konjungtiva palpebra anemis (+/+)
13. Area traube pekak
14. Nyeri tekan epigastrium
15. Lien teraba sufner 1
16. White nail ekstermitas superior (+/+)
17. Palmar eritem (+/+)
18. Hb : 11,4 g/dl L
19. Ht : 33,8 % L
20. MCV : 73,10 fl L
21. MCH : 24,7 pg L
22. Trombosit : 95.000 /mm3 L
23. Albumin : 3,1 L
24. SGOT (AST) : 73 H

27
25. SGPT (ALT) : 103 H
26. Ureum : 57 mg/dl H
27. Urobilinogen : 0.2 mg/dl
28. Imunologi : Anti HBc total (+), Anti HCV (+), Anti HBs (+)
29. Kesan USG : Penyakit hepar kronis
dd/ awal sirosis
Hipertensi porta

1.5. DAFTAR MASALAH :


1. Hematemesis melena
2. Penyakit hepar kronis
3. Anemia mikrositik hipokromik

1.6. Initial Plan


1. Hematemesi melena
Ass : mengatasi kegawatan, mencari etiologi
dd/ variceal (varises esofagus, gastropati ec helicobacter pylori)
non variceal (ulcus pepticum, ulcus duodenal)
Ip Dx : Esofagogastroduodenoskopi
Ip Rx : - Infus D 5 16 tpm
- injeksi ranitidin 3 x 1 ampul
- diit cair
Ip Mx : KU, TV, tanda dehidrasi, tanda perdarahan
Ip Ex : menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit,
komplikasi, dan tatalaksananya serta pemeriksaan penunjang yang akan
dilakukan

2. Penyakit hepar kronis


Ass : hepatitis kronis ec Hepatitis C
dd/ sirosis hepatis
Hepatoma

28
Ip dx : MSCT-scan abdomen
Ip Rx : - Bed rest
- Propanolol 3x40 mg
- Infus D5% 10 tpm
- Vitamin Bc 3 x 1 tab
Ip Mx : KU, TV
Ip Ex : menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit,
komplikasi, dan tatalaksananya dan pemeriksaan penunjang yang
akan dilakukan.

3. Anemia mikrositik hipokromik


Ass : - Perdarahan
- Defisiensi Fe
- Penyakit kronis
Ip Dx : Preparat hapus darat tepi, serum feritin, kadar besi, TIBC
Ip Rx : -
Ip Mx : KU, TV, tanda perdarahan

Ip Ex : menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit,


komplikasi, dan tatalaksananya dan pemeriksaan penunjang yang
akan dilakukan.

29
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
DAN PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.3
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49
tahun.4

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsy hati.1

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar
berdarah seperti aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) mulai dari esofagus sampai duodenum.5

2.2. ETIOLOGI

Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh :5

1. Hepatitis virus B/C.


2. Alkohol.
3. Metabolik : DM, hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson
4. Perlemakan hati (kolestasis hati)

30
5. Obstruksi aliran vena hepatik : Penyakit vena oklusif, perikarditis
konstriktiva, payah jantung kanan.
6. Gangguan imunologi: Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.
7. Toksik dan obat: metotrexat (MTX), INH, metildopa.
8. Malnutrisi.
9. Infeksi seperti malaria, sistosomiasis.

Hematemesis melena dapat disebabkan oleh :5

1. Kelainan pada esophagus : varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-


Weiss, keganasan.
2. Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragika, ulkus
peptikum ventrikuli dan duodeni, keganasan,polip.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni.
4. Penyakit sistemik : uremia.

Penyebab hematemesis melena yang terbanyak dijumpai di Indonesia


adalah :5
1. Pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 40 - 55%

2. Gastritis hemoragika dengan20 - 25%

3. Ulkus peptikum dengan 15 - 20%

4. Sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya.

2.3. PATOGENESIS HEMATEMESIS MELENA PADA SIROSIS


HEPATIS

Jika sel-sel parenkim hati hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan
fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi disekitar pembuluh darah, sehingga
sangat menghambat darah porta melalui hati. Proses penyakit ini dikenal sebagai
sirosis hati. Penyakit ini lebih umum disebabkan oleh alkoholisme, tetapi penyakit
ini juga dapat mengikuti masuknya racun seperti karbon tetraklorida, penyakit

31
virus seperti hepatitis infeksiosa, obstruksi duktus biliaris, dan proses infeksi di
dalam duktus biliaris.6

Berdasarkan penelitian terakhir, terdapat peran sel stelata dalam


pathogenesis sirosis hati. Dalam keadaan normal sel stelata berperan dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi.
Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika
terpapar factor tertentu secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel
yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan
terus didalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan
ikat.1

Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas
dan kandung empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang
berasal dari usus halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung.
Vena porta tidak mempunyai katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen
sirkulasi hati dan sisanya oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran
keluar ke vena hepatika yang selanjutnya ke vena kava inferior.7

Sistem porta kadang terhambat oleh gumpalan besar dalam vena porta atau
cabang utamanya, hal ini dikarenakan terjadinya fibrosis hati pada penderita
sirosis hepatis. Bila sistem porta terhambat, kembalinya darah dari usus dan limpa
melalui sistem porta ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat,
menghasilkan hipertensi porta dan tekanan kapiler dalam dinding usus meningkat
15-20 mmHg diatas normal. Penderita sering meninggal dalam beberapa jam
karena kehilangan cairan yang banyak dari kapiler ke dalam lumen dan dinding
usus.6

Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya


hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena
splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistim portal dapat terjadi oleh karena
obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan

32
tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra
hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan
obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).7

Studi terakhir menyebutkan bahwa ketidakseimbangan antara endotelin-1


dan oksida nitrik dapat merupakan penyebab terpenting peningkatan tahanan
intrahepatik yang merupakan komponen kritis dari sebagian besar hipertensi
portal.8

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena
cava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus).3 Apabila
varises tersebut pecah akan mengakibatkan perdarahan/ hematemesis melena.

2.4. DIAGNOSIS HEMATEMESIS DAN MELENA


Diagnosis pada gejala muntah darah dan buang air berdarah bertujuan
mencari tahu tentang :5,9
1. Kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut.
2. lokasi yang tepat dari sumber perdarahannya.
3. sifat perdarahannya.(sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit)
derajat gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti
syok, koma, kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal.
Diagnosa perdarahan SCBA ditegakkan melalui5,9
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
C. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologik
3. Pemeriksaan endoskopik
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning han

Anamnesis5,9

33
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah
atau kesadarannya menurun dapat diambil allo anamnesa dari pengantarnya.
Beberapa hal yang perlu ditanyakan antara lain :
 Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena
penyakit hati seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau
penyakit lain?
 Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami
sebelumnya?
 Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison?
Apakah minum alkohol atau jamu-jamuan?
 Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?
 Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau
terjadi terus menerus tetapi sedikit-sedikit?
 Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena
saja?
Pada anamnesis pada pasien ini saya dapatkan + 1 hari os tiba-tiba
mengeluh muntah darah berupa gumpalan warna merah kehitaman, disertai sisa
makanan muntah darah 2 kali sebanyak + 1 gelas belimbing. Muntah darah ini
didahului mual.
Pasien pernah mengalami muntah darah 1 tahun yang lalu, dikatakan sakit
liver. Didapatkan juga riwayat transfusi dan tato permanen pada tangan. Riwayat
lain yang mengarah ke penyakit hepar kronik tidak ditemukan.

Pemeriksaan fisik5,9
Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa
keadaan umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
badan dan apakah ada tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal
atau kegagalan fungsi hati berupa koma. Penderita dalam keadaan umum yang
buruk atau syok perlu segera ditolong dan diatasi dahulu syoknya, sedangkan
pemeriksaan penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai keadaan umum
membaik. Bila dugaan penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises

34
esofagus, perlu dicari tanda-tanda sirosis hati dengan hipertensi portal seperti:
hepatosplenomegali, ikterus, asites, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema
palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut. Bila pada palpasi ditemukan
massa yang padat di daerah epigastrium, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan
lambung atau keganasan hati lobus kiri.
Pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda syok atau dehidrasi.
Ditemukan tanda-tanda anemia dan tanda-tanda sirosis berupa eritema palmarum,
white nail, dan splenomegali.

Pemeriksaan penunjang diagnosis5,9


 Pemeriksaan laboratorik.
Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari
lengkap tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan
seperti berikut: golongan darah, Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit,
trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, morfologi darah tepi dan
fibrinogen. Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali,
gama GT kolinesterase, protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBS .
Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau
syok adalah: kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas darah, gula darah sewaktu,
amoniak.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan penurunan Hb dan
trombositopeni. Kondisi ini dapat ditemukan pada perdarahan. Pemeriksaan faal
hati yang ditemukan menunjukkan hipoalbumin dan peningkatan SGOT, SGPT.
Pemeriksaan imunologi yang didapat yaitu anti HBc total positif, anti HCV
positif, anti HBs positif dan HbsAg yang menunjukkan pasien ini pernah terpapar
oleh virus hepatitis B atau vaksinasi hepatitis B. Anti HCV yang positif
menunjukkan pasien ini sedang mengalami infeksi aktif virus hepatitis C.

 Pemeriksaan radiologik.
Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah
berhenti. Mula-mula dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur

35
barium, diikuti dengan pemeriksaan lambung dan doudenum, sebaiknya dengan
kontras ganda. Pemeriksaan dilakukan dalam berbagai posisi dan diteliti ada
tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip
atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.
 Pemeriksaan endoskopik.
Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah
dapat dilakukan di beberapa rumah-sakit besar di Indonsia. Dari publikasi
pengarang-pengarang luar negeri dan juga ahli-ahli di Indonsia terbukti
pemeriksaan endoskopik ini sangat penting untuk menentukan dengan tepat
sumber perdarahan SCBA. Tergantung ketrampilan dokternya, endoskopi dapat
dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah
hematemesis berhenti.
Pada endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari perdarahan yang sedang
berlangsung. Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada varises
esofagus yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser
endoskopik pada perdarahan lambung dan esofagus. Keuntungan lain dari
pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau
video untuk dokumentasi, juga dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk
pemeriksaan sitologi.
 Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnose hematemesis/melena
bila diduga penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak
langsung member informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati
dengan hipertensi portal, keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak
memerlukan persiapan sesudah perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop
ultrasonografi, suatu alat endoskop mutakhir dengan transducer ultrasonografi
yang berputar di ujung endoskop, maka keganasan pada lambung dan pancreas
juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati hanya dapat dilakukan di rumah
sakit besar yang mempunyai bagian kedokteran nuklir. Dengan pemeriksaan ini
diagnosa sirosis hati dengan hipertensi portal atau suatu keganasan di hati dapat
ditegakkan.

36
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan menggunakan barium, namun
dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan ditemukan tanda-tanda penyakit hepar
kronis dengan awal sirosis. Untuk lebih menegakkan diagnosis direncanakan akan
dilakukan esofagogastroduodenoskopi.

2.5. PENANGANAN PERDARAHAN SCBA5,9


Tindakan umum
1. Resusitasi
2. Lavas lambung
3. Hemostatika
4. Antasida dan simetidin

Tindakan khusus
Medik intensif
1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik
2. Sterilisasi dan lavement usus
3. Beta bloker
4. Infus vasopresin
5. Balontamponade
6. Sklerosis varises endoskopik
7. Koagulasi laser endoskopik
8. Embolisasi varises transhepatik
Tindakan bedah
1. Tindakan bedah darurat
2. Tindakan bedah elektif

Tindakan Umum
Resusitasi
Infus/Transfusi darah
Penderita dengan perdarahan 500 — 1000cc perlu diberi infus Dextrose
5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema

37
tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang
masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi.
Pada hipovolemik ringan diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal,
sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala
diperlukan transfusi sampai 40 — 50% dari volume normal. Kecepatan transfusi
berkisar pada 80 — 100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus
berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan vena sentral. Pada
perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi faktor
pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana darah
belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang
seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi
agregasi trombosit.
Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk
mencegah terjadinya keracunan asam sitrat.
Lavas Lambung Dengan Air Es
Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk
aspirasi isi lambung dan lavas air es, mula-mula setiap 30 menit 1 jam. Bila air
kurasan lambung tetap
merah, penderita terus dipuasakan. Sesudah air kurasan menjadi merah muda atau
jernih, maka disarankan dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat
menentukan lokasi perdarahannya.
Pada perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es,
diperlukan tindakan medik intensif yang akan dibicarakan kemudian. Sedangkan
pada perdarahan ulkus peptikum, gastritis hemoragika dan lainnya, setelah
perdarahan berhenti dapat mulai diberi susu + aqua calcis 50 — 100 cc/jam, dan
secara bertahap ditingkatkan pada diit makanan lunak/bubur saring dalam porsi
kecil setiap 1 — 2 jam.

Hemostatika

38
Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10 — 40 mg
sehari parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi kompleks
protrombin. Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom dapat pula diberikan.
Antasida Dan Simetidin
Pemberian antasida secara intensif 10 — 15 cc setiap jam disertai
simetidin 200 mg tiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan
sekresi asam lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus
peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan
dalam dosis lebih rendah setiap 3 — 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat
diberi per oral 200 mg tiap 4 — 6 jam.
Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :
 Sucralfate sebanyak 1 — 2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik,
kemudian per oral.
 Pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.
 Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam.

Tindakan khusus

Medik Intensif
Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik Bila perdarahan tetap
berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul Noradrenalin
atau Aramine
2 — 4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan bubuk trombin (Topostasin)
misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang
menyemprotkan larutan thrombin melalui saluran endoskop tepat di daerah
perdarahan di lambung, sehingga di bawah pengawasan endoskopik dapat
mengikuti langsung apakah perdarahannya berhenti dan apakah terbentuk
gumpalan darah yang agak besar yang perlu aspirasi dengan endoskop.
Sterilisasi usus dan lavement usus
Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus
perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati

39
hepatik yang disebabkan antara lain oleh peningkatan produksi amoniak pada
pemecahan
protein darah oleh bakteri usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan :
 Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya
Neomisin 4 x 1 gram atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga
pembuatan amoniak oleh bakteri usus berkurang.
 Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk
larutan 400 cc yang bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat
15g/400cc melalui pipa nasogastrik. Selain itu perlu dilakukan lavement
usus dengan air biasa setiap 12 — 24 jam. Untuk pencegahan ensefalopati
hepatic dapat diberi infus Aminofusin Hepar 1000 — 1500 cc per hari.
Bila penderita telah berada dalam keadaan prekoma atau koma hepatikum,
dianjurkan pemberian infus Comafusin Hepar 1000 — 1500 cc per hari.
Beta Bloker
Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol,
oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada
penderita sirosis hati, akibat penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke
hati dan gastrointestinal akan berkurang. Obat golongan beta bloker ini tidak
dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung, juga pada penderita asma
dan penderita gangguan
irama jantung seperti bradikardi/AV Blok.
Infus Vasopresin
Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem
baskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang
selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah
arteri gastrika dan mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka selain di esofagus,
perdarahan dalam lambung dan duodenum juga ikut berhenti.
Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus
yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara
pemberian vasopresin ialah 20 unit dilartkan dalam 100 — 200 cc Dextrose 5%,
diberikan

40
dalam 10 — 20 menit intravena. Efek samping pada pemberian secara cepat ini
yang pernah dilaporkan adalah angina pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel
dan kardiak arest pada penderita -penderita jantung koroner dan usia lanjut,
karena efek vaso kontriksi dari vasopressin pada arteri koroner. Selain itu juga ada
penderita yang mengeluh tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli
lain menganjurkan pemberian infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu 0,2 unit
vasopresin per menit untuk 16 jam pertama dan bila perdarahan berhenti setelah
itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam berikutnya.
Pada cara pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek
sampingyang ditemukan. Efek vasopresin dalam menghentikan perdarahan SCBA
berkisar antara 35 - 100%, perdarahan ulang timbul pada 21 - 100% dan
mortalitas berkisar pada 21 - 80%.
Balontamponade Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau
Linton Nachlas Tube diperlukan pada penderita –penderita varises esofagusyang
perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dan pemberian infus
vasopresin. Tindakan
pemasangan balon ini merupakan pilihan pertama pada penderita jantung koroner
dan usia lanjut, yang tidak dapat diberikan infus vasopresin.
Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon di
daerah kardia dan esofagus yang akan menekan dan dengan demikian
menghentikan perdarahan di esophagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon,
masing-masing untuk lambung dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya
dari 1 balon yang mengkompresi daerah distal esofagus dan kardia.
Protokol pemasangan SB Tube :
 Penderita secara klinis menderita perdarahan varises esofagus, bila
mungkin telah diendoskopi.
 Keadaan umum cukup baik, tidak koma/syok/gelisah dan kooperatif.
 Pemasangan dilakukan sedini mungkin, kurang dari 12 jam setelah
dirawat.
 Sebelumnya dilakukan lavas lambung untuk mengeluarkan isi lambung
terutama gumpalan darah.

41
 Pemasangan dilakukan oleh dokter atau perawat yang berpengalaman.
 Balon SB sebelum dipasang harus dites tidak bocor dan kemudian diolesi
dengan salep zylocain atau parafin.
 SB Tube dimasukkan secara perlahan-lahan melalui lubang hidung, sambil
penderita disuruh menelan sampai SB Tube masuk ke lambung, hingga
garis ukuran pipa bagian luar menunjukkan 50 cm dekat lubang hidung.
 Balonlambung dikembangkan dengan 30 - 50 cc udara dan SB Tube
ditarik perlahan-lahan ke luar sampai balon lambung mencapai kardia dan
terasa adanya tahanan pada penarikan lebih lanjut. Angka pada garis
ukuran SB Tube di lubang hidung berkisar antara 40 - 45 cm.
 SB Tube difiksasi dengan plester, balon esofagus kemudian dikembangkan
dengan 100 - 200 cc udara tergantung ukuran SB Tube.
 Penderita dipuasakan selama SB Tube terpasang. Lavas lambung dan
pemberian obat -obatan dapat dilakukan melalui pipa sentral. Sekret di
hipofaring perlu diaspirasi secara berkala.
 Pemasangan SB Tube berkisar antara 12 - 24 jam, kemudian dicoba
dikempeskan dari dikontrol tiap-tiap jam dengan lavas lambung apakah
terjadi perdarahan ulang. Bila terjadi perdarahan ulang, balon SB Tube
yang belum ditarik keluar itu dapat segera dikembangkan kembali. SB
Tube dipasang maksimal48 jam.
Menurut laporan peneliti -peneliti, pemasangan SB Tube dapat
menghentikan 55 - 92% perdarahan varises esofagus, tetapi 25 - 60% penderita
kemudian mengalami perdarahan ulang, sedangkan mortalitas berkisar antara 20 -
60%. Komplikasi
pemasangan SB Tube adalah obstruksi laring serta asfiksi akibat migrasi balonke
hipofaring dan ulserasi esofagus, karena pemasangan terlalu lama.

42
Sklerosis varises endoskopik
Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus
dengan penyuntikan bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol,
sodium morrhuate melalui esofagoskop kaku atau serat optik. Karena pemakaian
esofagoskop kaku membutuhkan anestesi umum, dan sebagai komplikasi dapat
terjadi ruptur esofagus, maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang lebih
banyak digunakan endoskop serat optik baik yang umum maupun yang khusus
dengan 2 saluran, sehingga sewaktu penyuntikan dilakukan melalui saluran
pertama, penghisapan perdarahan yang mungkin terjadi
dapat dilakukan melalui saluran kedua. Teknik penyuntikan dapat paravasal atau
intravasal. Terapi ini dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti, tetapi
tergantung dari keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang
sedang mengalami perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak
berhasil. Di sini perdarahan dapat dihentikan pada 80 - 100%, perdarahan ulang
terjadi pada 10 - 40%
sedangkan mortalitas selama dirawat mencapai 30%.
Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB Tube atau infus vasopresin,
terapi sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises yang luas umumnya

43
membutuhkan 2 - 3 x terapi dengan jangka waktu 7 - 10 hari. Mortalitas penderita
yang diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4 - 14%. Komplikasi metoda
ini yang pernah dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur
dan stenosis dari esophagus , effusi pleura, mediastinitis.
Koagulasi laser endoskopik
Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises
endiskopik gagal dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin
dapat diterapkan terapi koagulasi dengan Argon/Neodym Yag Laser secara
endoskopik. Ada ahli yang melaporkan keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127
penderita). Hanya alat ini sangat mahal. Demikian juga perdarahan SMBA lainnya
seperti pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat dihentikan dengan
koagulasi laser endoskopik.
Embolisasi varises transhepatik
Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati
sampai mencapai vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui
mandrin tersebut
sepanjang vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan
kontras angiografin. Pada transhepatik portalvenografi ini akan terlihat vena-vena
kolateral utama termasuk varises esofagus. Selanjutnya sebanyak 30 — 50 cc
Dextrose 50% disuntikkan melalui kateter diikuti dengan suntikan trombin,
ditambah gel foam atau otolein.
Perdarahan varises esofagus umumnya segera berhenti. Metoda ini belum
banyak laporannya dalam kepustakaan, karena tekniknya sukar dan sering
mengalami kegagalan yang disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites.
Komplikasi yang membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas
tusukan jarum tersebut. Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah
embolisasi timbul varises esofagus
yang baru.
Tindakan Bedah
Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan
perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat,

44
seperti pintasan portosistemik atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises
esofagus. Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli atau duodeni serta keganasan
SMBA yang tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan tindakan bedah. Bila
tidak diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita
membaik dan pemeriksaan diagnostic telah selesai dilakukan, dapat dilakukan
tindakan bedah elektif setelah 6 minggu.

45
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah, Siti. 2007. Sirosis Hati dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2. Suyono. Sofiana. Heru. Novianto. Riza. Musrifah. 2006. Sonografo Sirosis
Hepatis di RSUD Dr. Moewardi. Akses tanggal 1 April 2010, 15:24 di
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/0
9_150_Sonografisirosishepatis.html
3. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan
Pankreas dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC.
4. Hadi S. Hematemesis Melena dalam Gastroenterologi. Alumni Bandung
1981, hal 161- 191.
5. Anonymous. Sirosis Hepatis. Diakses dari www.scribd.com pada tanggal 1
September 2010, 16.00 WIB
6. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 11. Jakarta: EGC.
7. Surif, Bambang. Roma, Julius. 2000. Hipertensi Portal pada Anak. Akses 1
April 2010,16:16 di

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13HipertensiPortalpadaAnak128.pdf/
13HipertensiPortalpadaAnak128.html

8. Justyna, Myrna. 2006. Perdarahan Varises Gastroesofageal pada Hipertensi


Portal. Akses 1 April 2010, 16:17 di

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_150_Pedarahanvarises.pdf/11_150
_Pedarahanvarises.html

9. Sien Tjeng Oey, Hematemesis dan Melena. Cermin Dunia Kedokteran No.
40, 1985.

46
10. Adi, Pangestu. 2007. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K,
Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
11. Hastings, Glen E. 2005. Hematemesis & Melena. Akses tanggal 1 April
2010, 16:11 di http://wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf
12. Mansjoer, Arif, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid
1. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI

47

Anda mungkin juga menyukai