Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK DAN


IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

2.1. Pengertian Anggaran


Menurut Government Accounting Standar Board (GASB) dalam (Bastian,
2005.p.164), definisi anggaran adalah “…….rencana operasi keuangan, yang mencakup
estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk
membiayainya dalam periode waktu tertentu.” Pengertian anggaran menurut Mardiasmo
(2009, p.61), “Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang
dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda
umtuk mempersiapkan suatu anggaran”. Bagi perusahaan, anggaran adalah suatu
rencana keuangan periodik, yang disusun berdasarkan program-program yang telah
ditetapkan (Nafirin, 2007).
Dari pengertian anggaran menurut ahli tersebut, dalam anggaran terdapat
rencana, perkiraan, pengeluaran dan sumber penerimaan dalam ukuran finasial, untuk
membiayai pengeluaran tersebut untuk mendapat hasil yang sudah direncanakan atau
kinerja apa yang diharapkan, dalam periode waktu tertentu. Anggaran merupakan alat
bagi manajemen untuk merencanakan, mengatur dan mengevaluasi jalannya suatu
kegiatan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
menyatakan bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan
ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk
mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan
dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

2.2. Anggaran Sektor Publik


Definisi sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam. Disiplin
ilmu memiliki cara pandang yang berbeda-beda terhadap pengertian sektor publik ini.
Dari sudut pandang ilmu ekonomi Mardiasmo (2009), mengartikan sektor publik adalah
suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang
dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Menurut
(Gusti, 2008, p. 3), "secara sederhana, sektor publik (public sektor) dapat diartikan
4

sebagai sektor pelayanan yang menyediakan barang/jasa bagi masyarakat umum sumber
dana yang berasal dari pajak dan penerimaan negara lainnya, dimana kegiatannya
banyak diatur dengan ketentuan dan peraturan”
Anggaran sektor publik diintrepretasikan sebagai rencana kegiatan dalam
bentuk perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran merupakan
suatu rencana finansial yang menyatakan berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat
(pengeluaran/belanja) dan berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang
(pendapatan) untuk mendanai rencana tersebut. Anggaran sektor publik memiliki fungsi
sebagai pernyataan rencana kerja yang akan dilakukan pada periode waktu tertentu,
biasanya dalam jangka waktu satu tahun, (Mardiasmo, 2009).
. Dalam anggaran sektor publik tersusun seluruh aspek kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tergambar tujuan
organisasi, bertujuan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu, anggaran sektor publik
penting karena beberapa alasan sebagai berikut:
“a. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada
terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber
daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs.
c. Angggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik
merupakan isntrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-
lembag publik yang ada”. (Mardiasmo, 2002, p.63).

Sedangkan fungsi Anggaran adalah sebagai berikut :


“1. Anggaran merupakan hasil proses penyusunan rencana kerja,
2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan dimasa
yang akan datang.
3. Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai
unit kerja dan mekanisme pengandalian unit kerja.
4. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
5. Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien
dalam pencapain visi organisasi.
6. Anggaran merupakan instrumen politik.
7. Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal.” (Bastian, 2005, p. 154)
5

Menurut (Mardiasmo 2009, p.63), “Anggaran sektor publik mempunyai


beberapa fungsi utama, yaitu: (1) sebagai alat perencanaan, (2) alat pengendalian, (3)
alat kebijakan fiskal, (4) alat politik, (5) alat koordinasi dan komunikasi, (6) alat
penilaian kinerja, (7) alat motivasi, dan (8) menciptakan ruang publik.”
Selanjutnya menurut Bastian (2005), sebagai alat perencanaan, anggaran
digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan jalan
memanfaatkan sumber daya dan dana dalam bentuk anggaran tahunan, sebagai alat
pengendalian anggaran digunakan sebagai alat pengendalian, anggaran harus dilakukan
secara melekat (bulit in control) dalam tubuh organisasi atas berlangsungnya
pelaksanaan kegiatan dan sebagai alat evaluasi, setiap pelaksanaan kegiatan harus dapat
diukur dan dievaluasi secara periodik maupun insidentil. Evaluasi dilakukan dengan
melihat, apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan rencana kegiatan anggaran,
apakah tidak ada penyimpangan darai peraturan perundang-undangan dan apakah
kegaitan sudah dilaksanakan secara efisein dan seefektif mungkin.
Menurut Kementerian Keuangan RI (2014), penganggaran yang efektif dapat
terwujud apabila dalam penyusunannya memperhatikan tiga hal. Pertama
menyelaraskan proses penganggaran dengan perencanaan serta tata kelola organisasi..
Kedua menerapkan perencanaan dan pengangaran yang komprehensif melalui
koordinasi serta quality assuarance yang efektif. Ketiga, melaksanakan monitoring dan
evaluasi dalam rangka penganggaran, dengan fokus pada biaya, waktu dan kinerja.
Anggaran sektor publik mempunyai karakteristik :
“ a. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.
b. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa
tahun.
c. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajeman untuk mencapai
sasaran yang ditetapkan.
d. Usulan angggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih
tinggi dari penyusunan anggaran.
e. Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu”
(Bastian, 2005, p. 166).

Selanjutnya menurut Bastian (2005), karakteristik anggaran sektor publik yang


baik adalah: (a) Berdasarkan program, (b) Berdasarkan pusat pertanggungjawaban, dan
(c) Sebagai alat perencanaan dan pengendalian.
Kementerian Keuangan RI (2014), menjabarkan karakteristik penganggaran
yang efektif sebagai berikut: (a) Adanya integrasi pengangaran dalam perencanaan,
6

(b) Menyelaraskan penganggaran dengan tata kelola organisasi dan anggaran modal,
(c) Melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan
penganggaran, (d) Melakukan perencanaan anggaran yang efektif, (e) Menggunakan
pendekatan penganggaran yang efektif, (f) Melakukan koordinasi dan qulity assurance
yang efektif, (g) Monitoring dan evaluasi dalam rangka pengambilan kebijakan dan
(h) Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui tingkat efektfitas
dan efisiensi pencapaian target dan kinerja.

2.2 Jenis-Jenis Anggaran Sektor Publik


Menurut Kementerian Keuangan RI (2014), sebelum rerormasi di bidang
keuangan negara, sistem perencanaan dan penganggaran yang diterapkan di Indonesia
menggunakan pendekatan tradisional, dengan karakteristik line item dan incremental
sehingga sulit melihat harmonisasi antara belanja modal, berorientasi pada input, dan
berspektif tahunan. Pada tahun 2003, pemerintah melakukan upaya reformasi di bidang
keuangan, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem perencanaan dan penganggaran
agar menjadi lebih efektif, efisien dan akuntabel. Beberapa hal penting dalam upaya
reformasi tersebut adalah Kementerian/Lembaga (K/L) dalam menyusun anggarannya,
harus mengacu kepada tiga pendekatan, yaitu Anggaran Terpadu (Unified Budget),
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM (Medium Term Expenditure
Framework), dan Penganggaran Berbasis Kinerja/PBK (Perfomance Based Budget).
Menurut Kementerian Keuangan RI (2014), Penganggaran Berbasis Kinerja ini
merupakan teknik penganggaran yang mengikuti pendekatan New Public Management
(NPM).
Menurut Mardiasmo (2009), pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan
dalam perencanaan dan penyusunan angaran sektor publik. Secara garis besar
Mardiasmo (2009) membagi kedalam dua pendekatan utama yaitu anggaran tradisional/
anggaran konvensional dan pendekatan baru yang lebih sering dikenal dengan
pendekatan New Public Management (NPM). Ciri utama pendekatan anggaran
tradisonal adalah cara penyusunan anggaran yang didasarkan incrementalism dan
struktur dan susunan anggaran line-item. Sedangkan dengan pendekatan NPM, teknik
penganggaran yang digunakan adalah teknik penganggaran kinerja Planning,
7

Programming, and Budgeting System (PPBS), Zero Based Budgeting (ZBB), dan
Performance Based-Budgeting (PBB)

2.2.1 Anggaran Tradisonal (Traditional Bugeting)


Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini yaitu: cara
penyusunan anggaran didasarkan atas pendekatan incrementalism, struktur dan susunan
anggaran yang bersifat line-item. Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran
tradisional tersebut adalah, cenderung sentralistis, bersifat spesifikasi tahunan
mengggunakan prinsip anggaran bruto (Mardiasmo, 2009). Dalam sistem anggaran
tradisional:
a. Anggaran diklasifikasikan menurut jenis pengeluaran dan penerimaan.
b. Berorientasi ke belakang (backward oriented), artinya anggaran tahun sebelumnya
dijadikan acuan untuk menyusun anggaran tahun berjalan.
c. Bersifat incremental karena memasukkan unsur tambahan/marjinal terhadap
anggaran tahun yang lalu sebagai dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
d. Menitikberatkan pada input dari semua kegiatan daripada outputnya.

Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan
dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism
yaitu hanya menambah/mengurangi jumlah rupiah pada item anggaran yang ada
sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar menyesuaikan
besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam
(Mardiasmo, 2009).
Selanjutnya menurut Mardiasmo (2009), masalah utama anggaran tradisional
adalah berkaitan dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money.
Konsep ekonomi, efesiensi dan efektivitas sering tidak dijadikan pertimbangan dalam
penyusunan anggaran tradisional. Dengan ketiadaan perhatian pada konsep value for
money ini, sering kali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang
pengalokasiannya, kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya
kurang penting untuk dilaksanakan. Anggaran tradisional cenderung menggunakan
8

konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service). Akibat digunakannya
harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item, program, atau kegiatan akan
muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meski item tersebut sudah tidak
dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal, yang disesuaikan
dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan lainnya.
Banyak penelitian tentang keterkaitan anggaran dengan incrementalism,
diantaranya Boyne et al (2001) yang mengganggap bahwa incremental sebagai
penyederhanaan dari proses anggaran dan bahwa proses anggaran incremental apabila
perbedaan dengan anggaran tahun sebelumnya kecil dan kurang fokusnya aparat
terhadap proses anggaran tersebut. Kurangnya fokusnya aparat terhadap proses
anggaran tersebut, dapat memicu revisi anggaran. Menurut Anessi-Pessina et al (2012)
pendekatan incremental yang dilakukan pada proses penyusunan anggaran tidak
sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan organisasi dan sebagai konsekuensinya,
semakin besar revisi anggaran yang dilakukan selama tahun fiskal. Menurut Anessi-
Pessina et al (2012), karena hanya berpedoman pada penyesuaian atau penambahan
pagu anggaran di tahun sebelumnya, ketika pada tahun berikutnya terdapat beberapa
proyek/kegiatan/inovasi kegiatan yang belum dianggarkan di tahun sebelumnya akan
memicu terjadinya revisi anggaran. Artinya, semakin banyak kebijakan ditetapkan
diawal periode penyusunan anggaran, (pejabat fokus) pada saat penyusunan anggaran,
semakin sedikit revisi anggaran yang diperlukan selama satu periode anggaran.

Line-item
Ciri lain anggaran tradisional menurut Mardiasmo (2009) adalah struktur
anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan
dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan
item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran,
walaupun sebenarnya secara riil, item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan
dalam periode sekarang. Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item
dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran. Berikut ini beberapa kelemahan anggaran tradisional, antara lain:
”1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan
rencana pembangunan jangka panjang.
9

2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak


pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input dari pada output. Hal tersebut menyebabkan
anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat
kebijakan dan pilihan sumber daya, atau memonitor kinerja. Kinerja
dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan
apakah tujuan tercapai.
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan
konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran
modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut
sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut
dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan
kolusi).
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak
memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai
akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan
mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya
dilakukan revisi anggaran dan ’manipulasi anggaran.
9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang
menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah
dan tindakan”. (Mardiasmo, 2009, p.78).

Di samping berbagai kelemahan tersebut, penerapan anggaran tradisional


memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan-keunggulan anggaran tradisional adalah
sebagai berikut :
”1. Penyusunannya relatif mudah, sehingga dapat membantu mengatasi
rumitnya proses penyusunan anggaran,
2. Tidak memerlukan pengetahuan yang terlalu tinggi untuk memahami
program-program kegiatan baru, karena banyak dari kegiatan-kegiatan
tersebut merupakan lanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, serta
3. Dengan menggunakan cara penyusunan ini, maka wilayah perselisihan
menjadi sempit sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
konflik antar unit-unit yang berkepentingan terhadap anggaran”. (Halim,
2002, p. 239)

2.2.2 Anggaran Program/Planning, Programming, Budgeting System (PPBS)


Penganggaran program/Planning Proramming Budgeting Sytem (PPBS)
merupakan proses perencanaan, penyusunan program, dan penganggaran suatu
organisasi yang diikat dalam satu sistem sebagai satu kesatuan yang terpadu, bulat, dan
tidak terpisahkan. Dasar pemikirannya adalah anggaran merupakan hasil kerja dari
10

suatu proses kegiatan-kegiatan perencanaan yang dituangkan dalam program. PPBS


merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi
pada output dan tujuan, dengan penekanan utama adalah alokasi sumber daya
berdasarkan analisa ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur
organisasi tradisional, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas
untuk mencapai tujuan tertentu. (Mardiasmo, 2009)
Sebagai suatu sistem, PPBS merangkum planning (perencanaan),
programming (penyusunan), budgeting (rencana keuangan) dan system
(mengumpulkan/ menyatukan), sehingga PPBS dapat dimaknai bahwa perencanaan,
penyusunan program dan penganggaran dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak
dapat terpisahkan satu sama lain, dalam rangka untuk mencapai tujuan. PPBS
mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang melalui program-program.
Program yang yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke
seluruh bagian organisasi. Analisis program terkait dengan kegiatan menganalisis biaya
dan manfaat dari masing-masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk
mendukung hal tersebut, PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat
memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan anggaran
PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program bukan sekedar jumlah
pengeluaran yang telah dilakukan. (Mardiasmo, 2009). Berikut ini karakteristik dari
PPBS:
“1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan
datang karena PPBS berorientasi pada masa depan.
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang
meliputi: (1) identifikasi tujuan, (2) identifikasi secara sistematik alternatif
program untuk mencapai tujuan, (3) estimasi biaya total dari masing-
masing alternatif program, dan (4) estimasi manfaat (hasil) yang ingin
diperoleh dari masing-masing alternatif program”. (Mardiasmo, 2009, p.
88)

Sedangkan langkah-langkah utama dalam penerapan (implementasi)


perencanaan, pemrograman, dan sistem anggaran (PPBS) meliputi :
”1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan
jelas,
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan,
11

3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit


dari masing-masing program,
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil,
5. Alokasi sumber daya kemasing-masing program yang disetujui.
6. Program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar
ke seluruh bagian organisasi”. (Mardiasmo, 2009, p. 87)

Dalam PPBS, perhatian banyak ditekankan pada penyusunan rencana dan


program. Rencana disusun sesuai dengan tujuan nasional yaitu untuk kesejahteraan
rakyat karena pemerintah bertanggung jawab dalam produksi dan distribusi barang-
barang maupun jasa-jasa dan alokasi sumber-sumber ekonomi yang lain. Pengukuran
manfaat penggunaan dana, dilihat dari sudut pengaruhnya terhadap lingkungan secara
keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Pengelompokan
pos-pos anggaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang hendak dicapai di masa yang akan
datang.
Kelebihan PPBS:
“1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen
puncak ke manajemen menengah.
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-
consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program.
4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi,
dan kerja sama antar departemen.
5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan
pencapaian tujuan organisasi.
6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi
sumber daya secara optimal.” (Mardiasmo, 2009, p. 88-89)

Kelemahan PPBS:
“1. PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data,
adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS
membutuhkan teknologi yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai
kumpulan manusia yang kompleks
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan
statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program.
Statististik hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan
sifat progam atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan
12

dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat


berdasarkan departemen bukan program.” (Mardiasmo, 2009, p. 89).

2.2.3 Anggaran Berbasis Nol Atau Mulai Dari Nol/Zero Based Bugeting (ZBB)
Zero Based Budgeting (ZBB) merupakan system anggaran yang didasarkan
pada perkiraan kegiataan, bukan pada apa yang telah dilakukan di masa lalu. Setiap
kegiatan akan dievaluasi secara terpisah. Ini berarti berbagai program akan
dikembangkan dalam visi tahun yang bersangkutan. Menurut (Mardiasmo, 2009),
konsep ZBB dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisonal. Yaitu
menghilangkan incremnetalism dan line-item, karena anggaran diasumsikan dari nol.
ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu, penentuan anggaran berdasarkan
kebutuhan. Anggaran dimulai dari hal yang baru, item anggaran yang sudah tidak
relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dihilangkan dari struktur
anggaran
Tiga langkah penyusun ZBB adalah menurut (Mardiasmo, 2009):
a. Mengidentifikasi unit keputusan, ZBB merupakan sistem anggaran yang berbasis
pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran.
Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih
kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan suatu unit keputusan besar
yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi
menjadi subdinas-subdinas; subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan
sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit
keputusan. Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap
berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut
disebut paket-paket keputusan (decision packages).
b. Membangun paket keputusan, paket keputusan merupakan gambaran komprehensif
mengenai bagian dari aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara
individual. Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan
harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan
dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Terdapat dua jenis paket
keputusan, yaitu:
13

1. Paket keputusan mutually-exclusive yaitu, adalah paket-paket keputusan yang


memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau
program, maka konsekuensinya adalah menolak semua alternatif yang lain.
2. Paket keputusan incremental yaitu merefleksikan tingkat usaha yang berbeda
(dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base
package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain yang
tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level
aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap biaya.
c. Mereview dan menyusun peringkat paket keputusan.
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking
semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan
jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang
beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.
Berikut keunggulan ZBB:
”1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi
sumber daya secara lebih efisien.
2. ZBB berfokus pada value for money
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan
ketidakefektivan biaya
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses
penyusunan anggaran
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan
mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola
perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.” (Mardiasmo, 2009, p. 86)

Sedangkan elemahan ZBB:


”1. Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak
praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja
yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan
mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan
pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat
mempengaruhi keputusan.
5. Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang
memiliki keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi
bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket
14

keputusan. Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif


atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak obyektif lagi.
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket
keputusan harus masuk dalam anggaran.
7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.”
(Mardiasmo, 2009, p.86-87).

3.1 Implementasi Penganggaran Sektor Publik di Indonesia


Sebelum reformasi dibidang keuangan negara, sistem perencanaan dan
penganggaran yang diterapkan di Indonesia menggunakan pendekatan tradisional.
(Kementerian Keuangan RI, 2014). Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan
pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah
ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan
sistem pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah
digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya
ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja
namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut
gagal. Dengan sistem ini, APBN memakai format T-account. Dalam format ini sisi
penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan dalam kolom yang berbeda. Dalam versi T-
account ini anggaran menganut sistem berimbang dan dinamis, Seimbang berarti sisi
penerimaan dan pengeluaran mempunyai jumlah yang sama. Jika jumlah pengeluaran
lebih besar daripada jumlah penerimaan, maka kekurangannya ditutupi dengan
pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dari dalam dan luar negeri, tetapi
pembiayaan ini diakui sebagai penerimaan.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
dimulailah reformasi di bidang keuangan negara di Indonesia. Reformasi tersebut
bertujuan untuk memperbaiki sistem peerencanaan dan penganggaran agar lebih efektif,
efisien, dan akuntabel. Kementerian/Lembaga (K/L) dalam menyusun perencanaan
anggarannya harus mengacu kepada tiga pendekatan penyusunan anggaran, yaitu
Anggaran Terpadu (Unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM
(Medium Term Expenditure Framework), dan penganggaran Berbasis Kinerj/PBK
(Performance Based Budgeting) (Kementerian Keuangan RI, 2014)
Format APBN dirubah dari T-account menjadi I-account, disesuaikan dengan
Government Finance Statistics (GFS), tujuan dari perubahan ini adalah :
15

 Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN


 Untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan
dan pengelolaan APBN.
 Untuk mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan Negara lain.
 Untuk mempermudah perhitungan dana perimbangan yang ebih transparan yang
didistribusikan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah.
Dalam format I-account ini sisi penerimaan dan sisi pengeluaran tidak dipisah
melainkan dalam satu kolom, selain itu format baru ini menerapkan anggaran surplus
dan defsit, perubahan itu dengan jelas digambarkan dengan posisi overall balance..
(Abimanyu, 2004).
Dalam Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2010 pasal 5 penyusunan anggaran
menggunakan tiga pendekatan yaitu: (1) Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
(KPJM), (2) Anggaran Terpadu, dan (3) Pengganggaran Berbasis Kinerja (PBK).
Selanjutnya berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, perencanaan adalah proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan mempertimbangkan sumber daya yang
tersedia. Rencana pembangunan adalah agenda pembangunan yang ditawarkan oleh
Presiden/Kepala Daerah terpilih yang ditawarkan pada saat kampanye yang dijabarkan
ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Berdasarkan PP No. 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional meliputi Perencanaan
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang memuat visi, misi dan arah pembangunan
nasional untuk periode 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM )
yang merupakan penjabaran visi, misi dan program prioritas Presiden untuk periode 5
tahun ke depan dan rencana pembangunan nasional adalah Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 1 Tahun, dan terakhir Rencana Kerja Tahunan Kementerian/ Lembaga. Jadi
penyusunan perencanaan pembangunan jangka panjang menghasilkan RPJP,
perencanaan pembangunan jangka menengah menghasilkan RPJM, dan perencanaan
tahunan nasional menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Menurut UU No. 17 Tahun 2003, penyusunan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) berpedoman kepada RKP. RKP disusun
dengan mengikuti pendekatan KPJM, penerapan penggaran terpadu dan penerapan
16

penganggaran berbasis kinerja. Selanjutnya, Rencana Kerja Anggaran


Kementerian/Lembaga (RKA-KL) disusun dengan menggunakan pendekatan KPJM,
pengganggaran terpadu dan pengganggaran berbasis kinerja. Berikut uraiannya:
a. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
Menurut Bastian (2002), penyusunan rencana perlu memperhatikan kapasitas fiskal
yamg tersedia. KPJM digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan.
Kementerian/Lembaga (K/L) mengajukan usulan anggaran untuk membiayai
program dan kegiatan dalam tahun anggaran yang direncanakan dan menyampaikan
prakiraan maju yang merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan
pogram dan kegaitan pada tahun berikutnya. Prakiraan maju yang diusulkan K/L
disetujui oleh Presiden dan ditetapkan dalam Keputusan Presiden tentang Rincian
APBN untuk menjadi dasar bagi penyusunan usulan anggaran pada tahun anggaran
berikutnya.
b. Pendekatan Penganggaran Terpadu.
Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses
perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen
RKA-KL, dengan klasifikasi anggaran belanja menurut organisasi, fungsi, program,
kegiatan dan jenis belanja. Sebelum keluarnya UU No. 17 Tahun 2017, anggaran
menurut klasifikasi ekonomi dipisahkan menjadi anggaran rutin dan anggaran
pembangunan
c. Pengganggaran Berbasis Kinerja.
Penyusunan anggaran berbasis kinerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan
antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi
dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dalam penyusunan anggaran berbasis
kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja dari setiap
program dan jenis kegiatan. Anggaran berbasis kinerja (performance budget system)
menurut Robinson dan Last (2009), bertujuan untuk meningkatkan efisensi dan
efektifitas pengeluaran publik dengan mengaitkan pendanaan organisasi sektor
publik dengan hasil yang dicapai dengan penggunaan informasi kinerja.
PP No. 90 Tahun 2010 mengamanatkan bahwa, dalam penyusunan anggaran
dengan menggunakan tiga pendekatan diatas menggunakan instrumen: (a) indikator
kinerja, (b) standar biaya, dan (c) evaluasi kinerja. Menurut Robinson dan Last (2009),
17

persyaratan dalam penerapan anggaran berbasis kinerja diantaranya adalah adanya


informasi mengenai tujuan dan hasil dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk
indikator kinerja kunci dan terdapat proses penyusunan anggaran yang dirancanag untuk
memfasilitasi penggunaan informasi tersebut..
Menurut Hou (2010), desain dari anggaran berbasis kinerja didasarkan kepada
ukuran kinerja. Dengan memasukkan ukuran kinerja kedalam anggaran akan
mempermudah pemantauan terhadap program. Pemantauan program ini bertujuan untuk
melihat seberapa jauh pemerintah telah mencapai outcome yang dijanjikan dan
dinginkan. Selanjutnya menurut Matthews (2004), tentang model penganggaran
berbasis kinerja, pemerintah perlu lebih fokus pada aspek teknis ketika menerapkan
anggaran berbasis kinerja, dengan memperhatikan masalah kemampuan, wewenang dan
penerimaan publik terhadap konsep anggaran berbasis kinerja. Jadi perlu keseriusan
pemerintah dalam bentuk pedoman dan didukung oleh regulasi, untuk menerapkan
konsep anggaran berbasis kinerja. Pencantuman indikator kinerja adalah ke dalam
dokumen perencanaan dan penganggaran. Berbagai peraturan dan pedoman telah
diterbitkan terkait dengan penerapan anggaran berbasis kinerja ini.
Setiap Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun renstranya. Dalam
menyusun RKA-KL, K/L mengacu kepada renstra tersebut. Artinya pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk mensukseskan penerapan konsep anggaran berbasis
kinerja ini, walaupun menurut Wiwik Andriani dan Ermataty Hatta (2012), belum
sepenuhnya berhasil. Yang menjadi acuan keberhasilan ini adalah, hasil audit terhadap
Laporan Keuangan Pemerintah masih WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Menurut
Wiwik Andriani dan Ermataty Hatta (2012), ada beberapa sebab, salah satunya terkait
dengan anggaran berbasis kinerja. Antara lain bahwa dokumen Rencana Strategis
(Renstra) belum didukung oleh program dan kegiatan yang ada Rencana Kerjanya
(Renja). Satuan Kerja (Satker) dibawah kementerian masih banyak yang menyusun
anggarannya lebih memperhatikan input. Hal ini bisa dilihat dari format anggarannya
yang disusun secara line item. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan anggaran, masih ada
Satker yang berfikir menghabiskan anggaran yang tersedia masih menjadi tujuan
daripada pencapaian target kinerja yang telah disepakati dalam dokumen anggaran.

Anda mungkin juga menyukai