Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Tuhan yang telah membantu hamba_nya dalam


menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya ,
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan sebagaimana mestinya.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami mengenai kontroversi


globalisasi dan kearifan lokal. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan . Baik itu dating dari pemyusun itu sendiri maupun yang dating
dari luar. Namun, dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Makalah ini memuat mengenai kaitan antara globalisasi dan pengaruhnya


terhadap kearifan lokal dan bagaimana membuat reformulasi sehingga kita dapat
menyingkronkan antara keduanya .

Penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


para pihak terkait yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
para pembaca. Adapun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan
makalah ini. Terima kasih.

Penyusun,

Abd. Rachman. R. Sumese

1
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia, negara kaya akan keanekaragaman budaya, etnis, suku dan ras
dengan lebih dari 389 suku bangsa yang memiliki adat istiadat, bahasa, tata nilai
dan budaya yang berbeda-beda. Potensi aset budaya memiliki nilai sejarah dan
merupakan rangkaian pusaka (heritage) yang perlu dilestarikan, dijaga
kesinambungan dan dijadikan pijakan dalam perencanaan dan perancangan
lingkungan binaan berkelanjutan. Namun, adanya globalisasi dapat mengancam
eksistensi kearifan lokal dari rangkaian pusaka tersebut.

Kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan


martabat manusia dalam komunitasnya. Bentuk kearifan lokal dapat dikategorikan
ke dalam dua aspek, yaitu yang berwujud nyata (tangible) dan yang tak berwujud
(intangible). Sedangkan jenis kearifan lokal meliputi kelembagaan, nilai-nilai
adat, serta tata cara dan prosedur, termasuk dalam pemanfaatan ruang (tanah
ulayat). Dalam kaitannya dengan penataan ruang, kearifan lokal dapat menjadi
landasan dalam penyelenggaraan penataan ruang karena beberapa nilai yang
terkandung dalam kearifan lokal terbukti masih relevan diaplikasikan hingga
sekarang, baik dalam aspek pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, serta aspek
pengawasan dalam penyelenggaran penataan ruang.

Dalam upaya mengharmonisasikan, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai


kearifan lokal dalam konteks penataan ruang, pemerintah perlu melakukan
beberapa upaya pada berbagai aspek pada tingkatan penyelenggaraan penataan
ruang. Selain itu, karena keterkaitan yang erat antara potensi budaya dan
penyelenggaraan penataan ruang, diperlukan upaya untuk mengakomodasi nilai
budaya lokal/adat istiadat ke dalam hukum positif, yaitu ke dalam regulasi
penataan ruang, yaitu melalui proses adopsi, adaptasi, dan asimilasi.

2
Situasi sosial politik di suatu negara baik yang positif maupun negatif,
tidaklah bisa dilepaskan dari pengaruh berbagai gejolak yang terjadi di tingkat
global ditentukan oleh citra diri dan identitas bangsa itu sendiri yang mana
masing-masing bangsa di dunia sudah pasti memiliki citra diri dan identitas
masing-masing sehingga setiap pengaruh global yang diterima setiap bangsa dan
negarapun akan berbeda.

Era globalisasi yang diboncengi neolibralisme dan modernisasi menuju


diiringi revolusi IPTEK. Dimana manusia akan terus akan mengalami
revolusi tourti (technologi ,telekomunication, transportation, tourism) yang
memiliki globalizing force yang dominan sehingga batas antar daerah dan antar
negara semakin kabul, yang mengakibatkan dunia tanpa batas yang menganut
aliran kebebasan, kebebasan nerkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
berkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekpresi. Seperti contoh
bila kita duduk di satu kursi dan berkomunikasi dengan orang di tempat
yang paling jauh ditempat diluar sana, maka kemajuan tehnologi informasi dan
telekomonikasi mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak
langsung dapat mempengaruhi tantangan budaya masyarakat khususnya
Indonesia.

Hal ini sangatlah berbahaya bila kita tidak memfilter serta membedakan
mana budaya asing yang dapat diserap dan mana yang tidak. Jika kita melihat
kondisi riil masyaratIndonesia sekarang ini, ternyata daya serap masyarakat
terhadap budaya global lebih cepat dibanding daya serapnya terhadap budaya
lokal. Bukti nyata dari pengaruh globalisasi itu, antara lain dapat disaksikan dari
gaya berpakaian, dan gaya berbahasa masyarakat Indonesia, khususnya generasi
muda yang sudah berubah yang kesemuanya itu diperoleh karena kemajuan
tehnologi iformatika dan komunikasi khususnya pada media masa. Globalisasi
media dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah,
koran, buku, film, VCD, HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan
berdampak pada budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia.

3
B. Identifikasi Masalah
Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam
bidang kebudayaan., misalnya hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu
negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunya rasa nasionalisme dan
patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong-royong, kehilangan
kepercayaan diri, gaya hidup kebarat-baratan. Dan masalah terhadap eksistensi
terhadap kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta
terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa, maka kita sebagai generasi
muda patut untuk menyeleksi mana yang baik dan benar guna untuk masa depan.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengaruh globalisasi media terhadap kebudayaan dan perilaku
masyarakat ?
2. Tindakan apa yang dapat mempengaruhi eksistensi kebudayaan di era
globalisasi ini ?
3. Bagaimana cara mengatasi dampak negatif globalisasi tersebut ?

D. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan
daerah
2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk menjujung tinggi
kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri
bangsa.
3. Mengembangkan potensi afektif bangsa Indonesia sebagai warga
negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan bangsa Indonesia agar selektif untuk
memilah budaya yang masuk serta membedakan mana yang baik dan
benar.
5. Para generasi muda agar tidak menganggap remeh dan tidak bersikap
negatif terhadap kebudayaan yang masuk.

4
6. Untuk meningkatkan kedisiplinan dalam mengembangkan budaya
sendiri.

E. Manfaat
1. Memberikan informasi bagaimana globalisasi berpengaruh pada
eksistensi budaya deareh
2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses globalisasi
pada aspek kebudayaan
3. Memberikan informasi penjelasan tentang dampak globalisasi
4. Menjelaskan kepada masyarakat tentang definisi serta pengertian
globalisasi

5
BAB II

PEMBAHASAN

Globalisasi adalah meningkatnya saling keterkaitan di antara berbagai


belahan dunia melalui terciptanya proses ekonomi, lingkungan, politik, dan
perubahan kebudayaan. Globalisasi merupakan salah satu hal yang harus dihadapi oleh
berbagai bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Sebagai anggota masyarakat
dunia,Indonesia pasti tidak dapat dan tidak akan menutupi diri dari
pergaulaninternasional, karena antara negara satu dan negara lainnya pasti terjadi
saling ketergantungan. Adapun peristiwa-peristiwa dalam sejarah dunia
yang meningkatkan proses globalisasi antara lain:

 Ekspansi negara-negara Eropa ke belahan dunia lain.


 Munculnya kolonialisme dan imperialisme.
 Revolusi industri yang dapat mendorong pencarian barang hasil
produksi.
 Pertumbuhan kapitalisme, yaitu sistem dan paham ekonomi yang
modalnya bersumber dari modal pribadi atau modal perusahaan swasta
dengan ciri persaingan dalam pasaran bebas.
 Meningkatnya telekomunikasi dan transportasi berkat ditemukannya
telepon genggam dan pesawat jet pasca Perang Dunia II.

Faktor-faktor pendorong globalisasi antara lain:

 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.


 Diterapkannya perdagangan bebas.
 Liberalisasi keuangan internasional.
 Meningkatnya hubungan antar negara.

6
Tujuam globalisasi ada 3 macam, yaitu :

 Mempercepat penyebaran informasi.


 Mempermudah setiap orang memenuhi kebutuhan hidup.
 Memberi kenyamanan dalam beraktifitas.

Globalisasi memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia, yaitu kita dapat
mengambil manfaat dari globalisasi dan menerapkannya di Indonesia. Manfaat
globalisasi antara lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempermudah
arus modal dari Negara lain, dan meningkatkan perdagangan international.
Globalisasi memiliki nilai-nilai positif namun juga memiliki nilai-nilai negative.
Untuk menyaring nilai-nilai negative, maka kita harus berpedoman pada nilai-
nilai POancasila, karena nilai- nilai Pancasila sesuai dengan situasi dan kondisi
bangsa Indonesia. Jika kita mengambil nilai-nilai negative globalisasi, maka yang
akan terjadi adalah kaburnya jati diri bangsa Indonesia dan masuknya kebiasaan-
kebiasaan buruk.

Adanya keinginan kembati kepada basis budaya sendiri dari berbagai


masyarakat dan atau komunitas dapat dipahami. Meski bagaimanapun pengaruh
nilai-nilai yang datang dari kebudayaan asing bukan hal yag sederhana wrtuk
dihadapi. Nilai-nilai asing yang berbeda, bahkan yang bertentangan dengan nilai
budaya sendiri, tentu akan menimbulkan masalah. Sebagian orang akan menjadi
bingung; merasa cemas, dan mungkin merasa tertekan oleh keadaan terkepung
oleh nilai-nilai asing tersebut. Maka salah satu usaha untuk melepaskan diri dari
situasi demikian ia harus mengambil sikap dan tindakan mental berupa
perenungan dan selarjutnya melakukan tindakan perbuatan.

Tindakan itu dapet dilakukan datam dua bentuk. Pertama; suatu komunitas
dapat menutup diri secara budaya, yaitu dengan hanya menganut nilai-nilai asli
(primordial) yang sudah berkembang secara turun temurun di samping dengan
tegas menolak nilai apa pun yang datang dari luar. Dalam situasi seperti itu nilai-
nilai primordial diperlahrkan sebagai benteng untuk merjaga diri dari pengaruh

7
nilai-nilai asing. Dalam upaya menjaga diri tersebut, kadang-kadang dilakukan
kekerasan, baik kekerasan mental (ancaman dan kutukan), atau kekerasan
jasmani, seperti pengucilan dan pembuangan terhadap anggota yang di anggap
murtad. Salah satu contoh perkembangan ekstrem seperti itu dapat ditemukan
dalam bentuk fundamentalisme agama. Kedua; adalah dengan berasimilasi secara
kreatif terhadap situasi globalisasi. Orang atau komunitas yang kreatif akan
menyadari bahwa sedikit-banyak, besar kecil, cepat-lambat prubahan akan terjadi
dan tidak bisa dihindari.

Masalahnya sekarang, bukan menolak atau menerima perubahan, akan tetapi


bagaimana mengelola perubahan tersebut agar menyelamatkan dan
mensejahterakan perorangan dan mayarakat. Bagaimaua caranya, memilih nilai-
nilai, baik yang lama dan asli maupun yang datang dari luar, dengan pertimbangan
cocok atau tidaknya untuk menghadapi masalah-masalah yang aktual dan
kontekstual. Nilai-nitai primordial yang memiliki kualitas dan bermutu tersebut
disebut pula sebagai kearifan lokal.

Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu masyarakat


atau komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya yang
memberikan kekuaan kepada komunitas tersebut daya-tahan dan daya tumbuh di
tempat mereka berada. Kearifan lokal bukanlah barang baru yang muncul serta-
merta" tapi terbentuk dalam proses yang panjang sehingga akhirnya terbukti. Hal
tersebut dirasakan mengandung kebaikan- kebaikan bagi kehidupan
komunitasnya. Keterandalan dan keterujiannya membuat kearifan lokal menjadi
budaya yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Artinya,
sampai batas tertentu ada nilai-nilai perenial yang mengakar pada setiap aspek
lokalitas budaya ini. Terlepas dari perbedaan intensitasnya, kearifan lokal
menggenggam erat tercipanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Di
dalam bingkai kearifan lokal ini pula, masyarakat bereksistensi, dan
berkoeksistensi satu dengan yang lain.

8
Namun dari waktu ke waktu nilai-nilai luhur kearifan lokal. mulai meredup,
memudar, kehilangan makna substantifnya. Lalu yang tertinggal hanya kulit
permukaan semata, yang menjadi simbol yang tanpa arti. Tentu banyak faktor
yang membuat kearifan lokal dan budaya masyarakat secara umum, kehilangan
kekuatannya. Selain kekurangmampuan masyarakat dalam memaknai secara
kreatif dan kontekstual kearifan lokal. Faktor lain adalah pragmatisme dan
keserakahan yang biasanya dimulai dari sebagian elit masyarakat.

Kepentingan subyektif diri mengantarkan mereka untuk memanfaatkan


kearifan lokal. Mereka menggunakannya secara artifisial, tapi sekaligus
menghancurleburkan nilai-nilai luhur yang dikanduugnya Pada gilirannya
masyarakat luas masih banyak yang bersifat meneladani sikap dan perilaku elit
mereka. Dalam kondisi seperti inilah, bencana budaya mulai berkecambah dalam
masyaraka! di pihak lain masyarakat tidak mampu lagi melihat, apalagi
menyelesaikan, secara arif persoalan-persoalan yang menimpa mereka. Krisis
demi krisis lalu menjadi bagian hidup bangsa. Maka, dalam susana seperti ini,
kearifan lokal menjadi jawaban kreatif terhadap keadaan atau situasi geografis,
geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal.
Globalisasi Meniadakan Budaya Lokal

Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar diantara masyarakat.


Globalisasi seolah telah meleburkan batas antara negara dalam berbagi bidang
termasuk kebudayaan. Lunturnya budaya lokal sangat dimungkinkan terjadi kalau
masyarakat lokalnya sendiri cenderung lebih menyukai kebudayaan asing dari
pada kebudayaannya sendiri. Tidak jauh-jauh, di Indonesia saja tanda-tanda
tersebut dapat kita lihat sekarang ini.

Majunya teknologi telah menciptakan televisi salah satunya. Di zaman


sekarang televisi sebagai sarana hiburan yang menayangkan berbagai macam
acara yang tidak hanya tentang Indonesia tapi juga acara-acara lain yang berasal
dari luar negeri. Hal ini memicu generasi muda malas untuk melestarikan budaya
daerah karena merasa kebudayaan dari luar lebih menarik. Masyarakat tidak
tertarik lagi menjadikan budaya daerah sebagai sarana hiburan seperti halnya

9
zaman dulu. Jika demikian secara otomatis secara perlahan-lahan budaya tersebut
akan punah karena tidak ada lagi yang berminat untuk melestarikannya.
Contohnya adalah budaya ludruk. Pada tahun 1980-an masih berjaya, tapi
ditahaun 2000-an kini mengalami ‘mati suri’.

Dahulu orang Indonesia sangat menjunjung norma kesopanan dalam


berpakaian, tapi kini telah berubah mengikuti perkembangan zaman. Pakaian yang
ketat dan mini menjadi favorit kebanyakan remaja Indonesia. Hal ini dapat kita
temui terutama di kota-kota besar, mereka tidak peduli lagi dengan norma
kesopanan dalam berpakaian, bagi mereka yang terpenting adalah mengikuti
‘Trend’ sesuai dengan di televisi, internet dan majalah.

Perubahan kebudayaan yang paling jelas terlihat adalah budaya tari-tarian.


Tari-tarian di Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam. Gerak-gerik yang
beraneka ragam yang tercipta adalah satu kesatuan kesenian yang indah. Tapi
sayangnya sekarang ini hanya sedikit dari generasi muda yang mau belajar tari-
tarian daerah. Para generasi muda cenderung lebih menyukai tari-tarian modern
seperti dance yang bersifat enerjik. Hal ini tidak sesuai dengan karakter wanita-
wanita Indonesia yang digambarkan sebagai pribadi yang lemah lembut dan
penuh keluwesan.

Globalisasi memang telah menimbulkan multi efek. Masuknya budaya barat


yang tanpa disaring terlebih dahulu (diterima mentah-mentah) akan
mengakibatkan terjadinya degradasi yang sangat luar biasa terhadap kebudayaan
asli.

Budaya Lokal Menangkis Globalisasi

Globalisasi memang telah merasuk hampir diseluruh aspek kehidupan ditiap-


tiap negara di dunia. Menerima budaya asing secara mentah-mentah tanpa ada
saringan sebelumnya akan cenderung berdampak negatif, karena tidak semua
budaya asing yang masuk tersebut sesuai dengan nilai-nilai dari budaya lokal yang
ada. Menolak globalisasi juga bukan pilihan yang tepat, karena itu berarti akan
menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu

10
diperlukan setrategi untuk meningkat daya tahan budaya dalam menghadapinya.
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan pembangunan jati diri bangsa. Jati diri
bangsa sebagai identitas nasional dapat dibangun dengan dengan menanamkan
nilai kearifan lokal sejak dini.

Harus dipahami, nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang


ketinggalan zaman sehingga harus ditinggalkan, tetapi bersinergi dengan nilai-
nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Cara lainnya bisa
dengan aktualisasi pancasila, yang berarti menerapkan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Aktualisasi pancasila dapat diterapkan untuk dalam setiap
pengambilan keputusan.

Perkembangan era globalisasi bukan merupakan halangan untuk memakai


pancasila sebagai dasar negara. Kita mempunyai nilai dasar yang dapat
membentengi pengaruh buruk akibat arus globalisasi. Nilai dasar yang terkandung
dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali dari budaya luhur bangsa.

Ketika kita telah memegang teguh nilai kearifan lokal dan nilai dasar
kebudayaan lokal , kita tidak akan menerima budaya asing yang masuk dengan
begitu saja. Nilai – nilai tersebut akan berguna sebagai filter. Ketika budaya asing
yang masuk sesuai dengan budaya lokal maka budaya asing tersebut dapat
diterima, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian kita tetap dapat maju
selayaknya negara-negara lain (yang mengikuti arus globalisasi) tanpa harus
menghilangkan identitas nasional kita.

Reformulasi Kearifan Lokal

Nilai-nilai kearifan lokal di Indonesia sangat beragam. Oleh sebab itu, untuk
mendiskusikan kearifan lokal yang ada di Indonesia bukan pekerjaan yang
gampang dan mudah. Hal ini bersangkut dengan begitu banyaknya kekayaan
kearifan lokal yang ada di Indonesia. Dunia pun sudah mengakui akan keragaman
budaya yang ada di Indonesia. Oleh sebab itulah, menurut para peneliti budaya,
Indonesia merupakan objek yang tak habis habisnya diteliti dalam hal kebudayaan
etnis. Pendapat ini sangat paradoks sekali dengan kita sendiri sebagai bangsa

11
Indonesia, yang kadang-kadang menganggap bahwa budaya etnis tersebut tidak
ada apa-apanya. Sehingga kita menganggap bahwa budaya etnis tidak perlu
diperhatikan lagi.

Fluralisme bangsa Indonesia dari sisi etnis budaya dan lainnya juga
menunjuk kepada karaktreristiknya. pada sast yang sama, kekhasan itu pada
umumnya memiliki kearifan yang pada masa yang lalu menjadi salah satu sumber
nilai dan inspirasi dalam merajut dan menapaki kehidupan mereka. Sejarah telah
menunjukkan,bahwa masing-masing etnis memiliki kearifan tokal sendiri.
Misalnya saja orang Batak terbiasa dengan sifat keterbukaannya, orang Jawa
sangat identik dengan kehalusannya dan etnis Tionghoa terkenal dengan
keuletannya. Lebih dari itu, pada mereka masing-masing memiliki keakraban dan
keramahan dengan lingkungan alam yang mengitarinya.

Kendati tidak akan menjamin bahwa berbagai persoalan hidup ini akan
selesai dengan kembali pada pendalaman dan pemahaman kearifan lokal. Tetapi
reformulasi kearifan lokal sangat peru dilakukan. Masyarakat Indonesia sudah
sepatutnya untuk kembali kepada jati diri mereka melalui pemaknaan kembali dan
reformulasi nilai-nilai luhur budaya mereka. Dalam kondisi saat ini upaya yang
perlu dilahirkan adalah menguak makna substantif kearifan lokal sebagai misal,
keterbukaan dikembangkan dan dikontekstualisasikan menjadi kejujuran, dan
kehalusan diformulasi sebagpi keramahtamahan yang tulus. kemudian harga diri
diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi. Selanjutnya, hasil reformulasi ini
perlu dibumikan dan disebarluaskan ke seluruh masyarakat sehingga merjadi
identitas bangsa yang kokoh, dan bukan sekadar menjadi identitas suku atau
masyarakat tertentu. Ketulusan, perlu dijadikan modal dasar bagi segenap unsur
bangsa. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan
untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi dengan yaug lain
sebagai entitas dari bangsa yang sama Para elit di berbagai tingkatan perlu
menjadi garda terdepan, bukan dalam ucapan tapi dalam praktis konkrit untuk
memulai. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa itulah kemudian akan

12
dikokohkan lagi kebhinnekaan. Dengan kemauan untuk kebersamaan di antara
yang satu dengan yang laiilnya, kita bersama-sama berusaha menyelami
kehidupan secara arif dan bijak. Maka, dipastikan pijar-pijar lampu kehidupan
akan menerangi dan menuju kehidupan yang lebih baik sejatrtera damai dan adil.

Begitu pula ketika kita berusaha mencoba mengangkat dan memaknai


kembali nilai-nilai kearifan lokal suatu daerah. Sangat diperlukan komitmen yang
jelas untuk keperluan apa kearifan lokal tersebut diungkap dan dimaknai kembali.
Jangan hanya sekedar merekonstruksi kearifan lokal tersebut untuk keperluan
tertentu, demi mendapatkan keuntungan-keuntungan.Pada akhinya rekonstrksi
kearifan lokal tersebut hanya mejadi simbol saja, dan bukan pemaknaan yang
berlanjut dengan implementasi di dalam kehidupan.

13
BAB III

KESIMPULAN

Nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus dimatikan, tetapi
dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa
globalisasi. Dunia internasional sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia,
lingkungan hidup menjadi agenda pembangunan di setiap negara

Globalisasi merupakan hal yang lumrah terjadi karena pada dasarnya


kebudayaan itu perlu juga untuk berubah dan berkembang menjadi lebih baik.
Akan tetapi kita juga tidak boleh melupakan satu hal yang ini, segala sesuatu
pastilah ada sisi positif dan negatifnya, tak terkecuali globalisasi.

Memang globalisasi telah membuat peradaban manusia menjadi lebih maju,


tapi tidak dapat dipungkiri globalisasi juga memberi efek yang kurang
menyenangkan termasuk dalam kebudayaan.

Adanya globalisasi telah membuat budaya-budaya lokal yang ada kini


perlahan mulai memudar. Masyarakat sekarang lebih tertarik pada budaya modern
dari pada mempelajari budaya lokal. Mereka lebih senang mengikutu
trend ketimbang dikatakan “kuno” karena mempelajari budaya-budaya lokal.
Jika hal ini dibiarkan terus, lama-kelamaan tidak akan ada lagi generasi yang
melestarikan budaya lokal dan otomatis budaya lokal sebagai salah satu ciri dari
identitas nasional akan punah.

Oleh karena itu, diperlukan usaha dari masyarakat sekarang untuk sebisa
mungkin lebih menomorsatukan dan mencintai budaya lokal. Karena budaya lokal
berpengaruh besar dalam menangkal budaya-budaya asing yang masuk dan
bersifat negatif.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. 2010. Kamus Bahasa Indonesio. Bandung: Alumni. Saini, K.M.

2. 2005. Kearifan Lokal. Pikiran Rakyat 30 Juli 2005

3. Gobyah, I. Ketut (2003) ‘Berpijak Pada Kearifan lokal’, www.balipos.co.id.


4. Hawasi (2007) ‘Kearifan Lokal Yang Terkandung Dalam Sastra Mistik Jawa’,
Fakultas Sastra Universitas Gunadarma, Jakarta
5. http://kumpulan-makalah-dan-artikel.blogspot.com/2013/03/Makalah-Tentang
-Perubahan- Kebudayaan-Karena-Pengaruh-Dari-Luar.html

6. http://www.pa-sengeti.go.id/index.php/arsip-berita/386-mendagri-pentingnya-
nilai-kearifan-lokal-menangkal-arus-globalisasi

7. http://sekolahbareng.blogspot.com/2012/10/konsep-dan-ciri-ciri-
globalisasi.html

8. http://sosbud.kompasiana.com/2012/02/03/pengaruh-globalisasi-terhadap-nilai
-budaya-indonesia/

9. http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/05/pengertian-globalisasi.html

10. http://www.karangasemkab.go.id/index.php?option=com_content&view=artic
le&id=759:dampak-globalisasi-terhadap-budaya-lokal-dan-prilaku-
masyarakat&catid=54:artikel&Itemid=81

11. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/03%20Safril%20Strategi%20Meningkatkan
%20Daya%20Tahan%20Budaya%20Lokal%20Safril%20mda.pdf

12. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/306

13. http://azia-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-50118-buku%20politik-
Globalisasi%20dan%20Pertarungan%20Nilai%20Budaya%20Antar%20Bang
sa.html

14. http://geraldterryimanuel.wordpress.com/2012/06/30/aktualisasi-pancasila-
dalam-menghadapi-era-globalisasi/

15

Anda mungkin juga menyukai