Wanprestasi X Penipuan
Wanprestasi X Penipuan
Penipuan (Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang ‘bedrog’):
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri tau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Unsur poin c tentang cara adalah unsur pokok delik yang harus dipenuhi untuk menyatakan suatu
perbuatan dikatakan sebagai penipuan. Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990
tanggal 26 Juli 1990 yang mengatakan:
“Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si
pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.”
Jadi, kalau salah satu pihak tidak memenuhi wanprestasi memang bisa dilaporkan di pidana apabila
Perjanjiannya dibuat dengan memakai cara penipuan (nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, dan/atau
rangkaian kebohongan).
Suatu perbuatan dikatakan sebagai Wanprestasi dapat berupa 4 (empat) macam tindakan sebagaimana
dirumuskan oleh Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya “Hukum Perjanjian” (Hal. 45, PT Intermasa, Jakarta,
Cet. 16, 1996) yaitu:
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Gugatan Wanprestasi juga dapat dilakukan dengan menuntut adanya ganti kerugian walaupun ada
pembatalan perjanjian tersebut, hal ini sesuai dengan Pasal 1267 KUH Perdata:
“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi
persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan
penggantian biaya, kerugian dan bunga.”