Makalah Klasifikasi Anemia
Makalah Klasifikasi Anemia
PENDAHULUAN
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat disebabkan oleh
hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel
darah merah. Pada anemia berat, viskositas darah dapat turun hingga 1,5 kali air,
normalnya sekitar tiga kali air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sel
darah merah mempengaruhi viskositas darah. Hal ini mengurangi tahanan
terhadap aliran darah dalam pembuluh perifer, sehingga jumlah darah yang
mengalir melalui jaringan dan kemudian kembali lagi menuju ke jantung menjadi
jauh lebih normal.
1
pematagan abnormal dan destruksi atau kehilangan secara berlebihan pada
eritrosit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Otak adalah jaringan yang memerlukan energi dalam jumlah besar setiap
saat. Keperluan akan energi dalam jumlah yang besar ini hanya dapat dipenuhi
oleh metabolisme yang berlangsung dalam keadaan aerob. Ini berarti, jaringan
otak mutlak memerlukan oksigen supaya tetap dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Memang keadaan anoksida (ketiadaan oksigen) yang berlangsung
beberapa menit saja akan mengakibatkan kerusakan menetap yang tidak dapat
diperbaiki lagi pada jaringan dan sel-sel otak. Salah satu yang ditakuti dari
peredaran darah besar yang terjadi dalam waktu singkat dan tidak segera diatasi
dengan homeostasis (pengentian pendarahan) dan transfuse ialah kerusakan fungsi
susunan saraf pusat, dengan bentuk terberat koma (kehilangan kesadaran) yang
menetap. Dalam keadaan anemia, yang biasanya terjadi dan berkembang dalam
jangka waktu yang panjang, berbagai organ tubuh menyesuaikan diri dengan
menyesuaikan fungsi dengan keadaan yang tidak optimum tersebut, termasuk
otak. Akibatnya, kinerja otak akan berkurang dengan jumlah oksigen yang
diperolehnya.
Akibat anemia bisa berbeda-beda pada setiap tahap kehidupan. Pada anak,
anemia bisa menghambat pertumbuhan fisik dan mentalnya. Pada masa remaja
atau dewasa, anemia bisa menurunkan kemampuan dan konsentrasi serta gairah
3
untuk beraktivitas. Sementara pada wanita hamil, anemia menyebabkan risiko
pendarahan sebelum atau saat melahirkan, risiko bayi lahir dengan berat badan
rendah atau prematur, cacat bawaan, dan cadangan zat besi bayi yang rendah.
Anemia yang terjadi pada anak-anak dapat menggangu proses tumbuh
kembangnya. Bahkan perkembangan berpikir juga bisa terganggu dan mudah
terserang penyakit. Anemia yang terjadi pada seseorang bisa muncul karena
bawaan (kongenital), akut atau kronik, tidak berbahaya atau berbahaya
menyangkut kehidupan, dan berat atau ganas. Menurunnya jumlah sel darah
merah dalam tubuh juga bisa terjadi karena zat gizi besi digunakan untuk
kepentingan lain (di luar untuk pembuatan sel darah merah). Hal ini terjadi,
misalnya, akibat kekurangan asam lambung, penyakit pada sumsum tulang,
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan atau memproduksi sel-
sel darah merah seperti asam folat, vitamin B12, dan lainnya.
Anemia bisa berakibat pada gangguan tumbuh kembang, gangguan kognitif
(belajar) serta penurunan fungsi otot, aktivitas fisik dan daya tahan tubuh. Jika
daya tahan tubuh menurun, maka risiko infeksi pun akan meningkat. Anemia bisa
terjadi saat masih bayi. Bila ini terjadi, tentunya bisa berdampak pada prestasi
mereka saat usia prasekolah dan sekolah. Akibatnya, bisa terjadi gangguan
konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas pemecahan masalah dan kecerdasan
intelektual (IQ) yang rendah, serta gangguan perilaku. Anemia membuat transfer
oksigen yang memperlancar metabolisme sel-sel otak terhambat, metabolisme
lemak mielin yang mempercepat hantar impuls saraf, perilaku, serta konsentrasi
terganggu. Jika terkena anemia defisiensi gizi saat bayi, maka ketika memasuki
prasekolah dan usia sekolah akan terganggu konsentrasi, daya ingat rendah,
kapasitas pemecahan masalah rendah, tingkat kecerdasan lebih rendah dan
gangguan perilaku.
4
bangku SMA, mereka masih terancam anemia karena pada usia itu mulai sadar
penampilan sehingga mulai menjalankan diet ketat.
5
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan
menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak
dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi
dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap sel darah
merah, umur sel darah merah akan memendek karena dengan
cepat dihancurkan oleh sistem imun.
Terdapat beragam jenis pengklasifikasian anemia, pada klasifikasi anemia
menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran pada sel darah merah
sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Secara morfologi, pengklasifikasian
anemia terdiri atas:
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau
destruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum
tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga
banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran
darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah
normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal
tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena
hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom
mielodisplasia, alkoholism, dan anemia pada penyakit hati kronik.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari
normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya
normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis
asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan
atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab
terjadi gangguan pada metabolisme sel
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya
menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia
defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik,
6
atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit
hemoglobin abnormal kongenital).
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh
perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma
atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-
penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah
dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel
darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan
lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana
sel darah merah itu sendiri terganggu atau macam gangguan herediter adalah:
Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal
nya anemia sel sabit.
Gangguan sintetis globin misalnya talasemia.
Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter.
Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat
dehidrogenase).
Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel
darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai
berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah
yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-
sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun
dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu
seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit
seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis
reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya
diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah
merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang
hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan
dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler
pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah
merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang
7
mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah:
a. Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan
multipel mieloma, obat dan zat kimia toksik, dan penyinaran
dengan radiasi
b. Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati,
penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
1. Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di
sumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini
jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita
mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat
normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan
biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut
“pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian
dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada
beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan
keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga
merupakan keadaan imunologis.
8
ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
epistaksis (perdarahan hidung)
perdarahan saluran cerna
perdarahan saluran kemih
perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya
terkena infeksi. Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya
retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah
trombosit yang kurang dari 20.000 dapat mengakibatkan kematian dan
infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa
bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun-
tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif
sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan
perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan
penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan
dan infeksi.
Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi
(ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang
nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi
perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah
merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang
sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis,
tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik
dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi
darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara
sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik
terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara
kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada
kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan
globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan
sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam
9
ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita
yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
10
proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum
tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di
jaringan.
11
bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi
makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar.
Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia
(misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan
hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam
bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang
baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi
parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan
mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
3. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya
sebagai anemia makrositik normokrom.
12
sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-
obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
15