Anda di halaman 1dari 6

5.7.

8 Gastroesphangeal Reflux (Penyakit Asam Lambung)

Penelitian yang dilakukan pada dewasa muda, memperlihatkan hubungan


yang signifikan antara pH esophangeal yang rendah dengan RMMA, pada
saat seseorang tidur dengan posisi terlentang terlihat grafik EMG yang
pendek disertai dengan tooth clenching. Dari catatan, hanya sekitar 10% dari
peristiwa penurunan pH pada esofagus (didefinisikan sebagai pH intraesophageal
yang menurun dengan cepat dengan jumlah penurunan lebih dari 0,4 per 2 detik)
termasuk didalamnya keadaan clenching dan seberapa sering clenching terjadi
pada berbagai posisi tidur. Lebih spesifik dijelaskan bahwa RMMA merupakan
keadaan kedua yang sering terjadi disebabkan oleh gastroesophangeal reflux yang
muncul oleh karena kesulitan pasien untuk tidur dan juga berhubungan dengan
penelanan. Selanjutnya, keadaan RMMA termasuk didalamnya dapat dipicu oleh
peningkatan asam pada esofagus. Dijelaskan bahwa dengan mencegah terjadinya
gastroesophageal refluks serta menghindari tidur dalam posisi telentang
kemungkinan efektif dalam mengurangi frekuensi SB. Secara keseluruhan,
hubungan antara keadaan psikis dan SB, peningkatan saliva serta hubungannya
dengan gastroesophageal reflux memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

5.8 Pertimbangan Pada Diagnosis


5.8.1 Penilaian Klinis
Keadaan SB sering dilaporkan kepada dokter gigi maupun psikiater oleh
pasien dan atau teman tidurnya serta orang tua pasien. Selain adanya tooth
grinding, untuk menegakkan diagnosis SB juga didasarkan berdasarkan penilaian
tanda dan gejala sebagai berikut : gigi yang aus (atrisi) abnormal, hipertrofi otot
masseter sehingga terasa pegal, otot rahang yang terasa tidak nyaman atau sakit.
Bagaimanapun juga, penemuan klinis tidak langsung membuktikan adanya SB
pada pasien. Keausan (atrisi) pada gigi contohnya, walaupun pada umumnya
sering dihubungkan dengan gejala dari bruxism akan tetapi dapat juga
berhubungan dengan banyak faktor yang menyebabkan permukaan gigi menjadi
atrisi atau abrasi.
Bruxocore yang merupakan alat intraoral yang secara tidak langsung dapat
menilai efek mekanis dari SB terhadap gigi-geligi. Alat ini menutupi seluruh
permukaan gigi rahang atas dan digunakan selama beberapa minggu ketika pasien
tidur, selanjutnya dilakukan evaluasi pada area permukaan alat serta derajat atrisi.
Ketika tekhnik ini dilakukan, ditemukan bahwa aktivitas otot rahang selama tidur
tidak selalu berhubungan dengan derajat penggunaan alat. Selanjutnya untuk
menentukan diagnosa SB secara tepat, dilakukan pencatatan/perekaman
menggunakan alat perekam untuk menetukan dan mengkelompokkan aktivitas
SB. Hal lain yang perlu ditanyakan juga pada pasien saat pemeriksaan awal
adalah apakah pasien mengalami orofacial pain, sakit kepala serta SDB.

5.8.2 Pemantuan Ambulatory


Telah dilakukan upaya untuk memantau aktivitas SB di rumah
menggunakan alat ambulatory monitoring. Meskipun terdapat beberapa manfaat
dengan menggunakan alat ini seperti biaya yang lebih murah serta dapat
digunakan dirumah, penilaian aktivitas motorik SB menggunakan alat ini tetap
mempunyai keterbatasan. Alat ini tidak memiliki rekaman audio-visual simultan,
dimana pada saat tidur akan sulit untuk menghindari adanya gerakan non orofasial
SB-spesifik seperti menelan dan menggaruk. Sebuah alat EMG portable
(Grindcare) telah didesain untuk merekam aktivitas EMG secara online, yang
mampu untuk mendeteksi aktivitas oromotor terentu (tooth grinding/tooth
clenching). Alat ini dilaporkan mempunyai hasil yang baik, dimana
kemampuannya yang mampu mendeteksi EMG yang tidak terkait dengan SB,
serta tidak merekam / mengecualikan gerakan orofacial yang tidak berhubungan
dengan SB (seperti menyeringai, menelan dll). Dalam penilaian sistematis untuk
menilai akurasi diagnostik alat ambulatory monitoring dibandingkan dengan PSG
untuk mengukur SB, disimpulkan bahwa validitas alat portabel pendekatan
diagnostik tidak cukup berperan untuk mendukung setiap teknik non-PSG yang
mana digunakan sebagai metode diagnostik yang berdiri sendiri dalam pengaturan
penelitian, sehingga alat Bruxoff® ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan
adanya penelitian di masa mendatang.

5.8.3 Penilaian/Perekaman Tidur yang Dilakukan di Lab


Meskipun berbagai alat telah dikembangkan untuk menilai aktivitas otot
rahang saat tidur, standar yang tepat untuk menegakkan diagnosis SB adalah
menggunakan alat PSG audio-video yang dapat merekam semalam penuh (yang
sangat terkontrol tetapi tidak dirumah). Hal ini merupakan satu-satunya protokol,
yang memungkinkan pemantauan simultan electroencephalographic,
elektrokardiografi, elektromiografi, dan sinyal pernapasan saat tidur. Namun,
rekaman PSG tidak rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosis SB secara klinis,
karena selain mahal juga memerlukan waktu yang tidak sebentar. Penelitian
menggunakan PSG dapat diindikasikan pada kasus SB yang berhubungan dengan
tanda-tanda lain dan gejala sugestif dari gangguan tidur lainnya, terutama SDB.
Dalam kasus ini, pasien harus dirujuk ke psikiater untuk penyelidikan dan
diagnosis lebih lanjut

5.9 Penatalaksanaan Bruxism Pada Saat Tidur


Perawatan SB didasarkan pada penatalaksanaan konsekuensi berbahaya
yang mungkin dapat terjadi oleh karena SB. Saat ini ada tiga cara yang dapat
dilakukan untuk penatalaksanaan SB , antara lain: (1) pengendalian perilaku; (2)
terapi oklusal; dan (3) terapi menggunakan obat-obatan (Tabel 5.4). Sebelum
memulai perawatan, perlu ditanyakan pula pada pasien apakah memiliki kondisi
medis lainnya (misalnya: SDB, insomnia, ADHD, depresi, gangguan suasana hati,
gastroesophageal reflux), terutama ketika kita akan mempertimbangkan perawatan
menggunakan obat-obatan. Dengan mengetahui keadaan medis lainnya,
memudahkan dokter dalam melakukan perawatan SB dengan keadaan medis
lainnya yang terkait, tetapi harus diakui bahwa beberapa strategi perawatan dapat
memperburuk penyakit penyerta yang terkait.
Ada banyak cara untuk mengendalikan perilaku yang berhubungan dengan
SB seperti terapi perilaku kognitif dan biofeedback yang dapat mengatasi SB
dengan pencapaian rendah hingga moderat. Perawatan ini biasanya tidak
memerlukan biaya yang banyak serta aman.
Sama halnya dengan terapi oklusal yang secara umum reversible dan efek
jangka pendek yang baik untuk mengatasi masalah SB . Karena terapi oklusal ini
tidak mempunyai efek samping yang signifikan, maka dapat juga digunakan untuk
jangka panjang. Penelitian lebih lanjut menerangkan bahwa pada pasien yang
sering mendengkur dan OSA penggunaan alat stabilisasi maxillary occlusal splint
dapat mengatasi SB. Klinisi yang mempertimbangkan penggunan perawatan
menggunakan oral appliance untuk SB harus terus memantau keadaan
mendengkur serta OSA pasien. Efek dari penggunaaan alat split oklusal mandibla
harus diteliti lebih lanjut. Ada beberapa obat yang mekanismenya bertindak
langsung kepusat untuk mengatasi SB seperti dopaminergic, serotoninergic, and
adrenergic. Bukti mengenai efisiensi dan keamanan dari obat-obatan tersebut
masih sangat minimal. Sehingga penggunaan obat-obatan dakam mengatasi SB
hanya dipertimbangkan bagi pasien dengan gejala simptomatis berat dan hanya
digunakan untuk jangka waktu pendek.
Tabel 5.4 Strategi penatalaksanaan bruxism pada saat tidur
Strategi Keterangan
Penggunaan obat-obatan Clonazepam Mengurangi aktivitas SB
sebanyak 40% untuk
jangka waktu pendek
Buspirone Mengurangi SB dengan
hasil yang tidak terlalu
signifkan / rendah
Clonidine Mengurangi SB
sebanyak 60% akan tetapi
menyebabkan hipotensi
berat pada pagi hari
Gabapentin Mengurangi aktivitas
EMG otot rahang dan
meningkatkan kualitas
tidur. Perlu penelitian
lebih lanjut
Botulinum toxin Mengurangi aktivitas
EMG otot rahang selama
tidur. Efek jangka
pendek.
5.8 Efek dari Bruxism Pada Saat Tidur didalam Prosedur Perawatan
Ortodonti
Sampai saat ini tidak ada data yang menjelaskan prevalensi terjadinya
selama perawatan ortodonti. Serta efek dari perawatan ortodonti terhadap SB juga
tidak diketahui. Teori yang mengatakan bahwa pencapaian suatu "oklusi ideal"
setelah perawatan ortodonti dapat menghilangkan SB dan TMD sebagian besar
adalah tidak benar. Penelitian yang dilakukan setelah perawatan ortodonti pada
296 pasien anak-anak dan remaja memperlihatkan adanya keausan pada gigi
anterior, menunjukkan bahwa perawatan ortodonti mungkin memiliki efek yang
sama seperti perawatan menggunakan oral appliance. Akan tetapi, penelitian ini
tidak dapat menghilangkan aktivitas AB, demkian juga halnya dengan penelitian
SB menngunakan SB . Oleh karena itu, pernyataan mengenai perawatan ortodonti
dapat menghentikan atau secara permanen mengurangi aktivitas parafungsional
merupakan hal yang tidak mendasar. Pada penelitian lain, menjelaskan bahwa
perawatan ortodonti sebelumnya tidak dapat mencegah terjadinya bruxism (tidak
menjadi lebih baik atau lebih buruk).
Berdasarkan pendekatan secara rasional dan pengalaman klinis, SB bukan
merupakan kontraindikasi bagi perawatan ortodonti. Namun apabila pasien secara
klinis memiliki gejala TMD yang berhubungan dengan SB, TMD perlu dirawat
terlebih dahulu sebelum memulai perawatan ortodonti untuk meminimalkan
kemungkinan gangguan yang dapat terjadi ketika perawatan ortodonti dimulai.
Sama halnya ketika TMD yang berhubungan dengan SB timbul ketika perawatan
ortodonti berlangsung, makan perawatan ortodonti perlu diberhentikan sementara
agar dapat terlebih dahulu menangani rasa sakit serta masalah disfungsi.
Ketika perawatan ortodonti telah selesai dilakukan pada pasien yang
mengalami SB, diperlukan occlusal splint untuk melindungi giginya serta
sekaligus memberikan retensi bagi giginya. Alat retainer standar lepasan maupun
retainer cekat pada lingual kemungkinan tidak mampu untuk menahan kekuatan
SB yang mana akan menyebabkan seringnya retainer diganti, maka dari itu perlu
dipertimbangkan retainer jenis lain.

Kesimpulan
 Bruxism yang terjadi ketika tidur pada umumnya diatur oleh sistem saraf
pusat, bukan oleh sistem saraf periferal.
 Bruxism yang terjadi pada saat tidur bukan merupakan pergerakan rahang
yang sederhana seperti halnya mengunyah, akan tetapi merupakan
pergerakan yang beritme dengan kontraksi otot rahang yang intens.
 Penatalaksanaan bruxism pada saat tidur harus difokuskan dalam
melindungi sistem stomatognati dari konsekuensi yang berat serta tidak
diinginkan, serta intevensi yang dilakukan harus bersifat koservatif dan
sementara.
 Ortodontis harus mengetahui ada tidaknya SB serta kelainan pernafasan
lainnya sebelum memulai perawatan ortodonti.
 Ortodontis harus menyadari bahwa pencapaian oklusi “ideal” tidak akan
mencegah maupun menghentikan bruxism pada saat tidur.

Anda mungkin juga menyukai