Anda di halaman 1dari 101

KONSEP WAKTU DAN

DASAR PERHITUNGAN JAWA

Candra Mangsa

Tradisi Jawa senang menggunakan bahasa simbol untuk menjelaskan


sesuatu. Simbol atau gegambaran tadi dicandra. Men-candra berarti
menguraikan suatu wujud atau keadaan dengan kata-kata.1 Termasuk juga
yang dicandra adalah mangsa atau bulan dalam kalender Jawa. Misalnya
Mangsa Kapat dicandra sebagai waspa kumembeng jroning kalbu yang
bermakna hati yang sedih. Sementara Mangsa Kalima dicandra sebagai
pancuran emas sumawur ing jagad, pancuran emas yang berhamburan ke
dunia.
Dalam pencandraan mangsa ini, menunjukkan karakter musim pada
bulan tersebut (hujan atau kemarau) dan menjadi patokan bagi petani
yang akan bercocok tanam. Namun di sisi lain, candra mangsa ini juga
terkait dengan watak dan sifat serta nasib manusia yang dinaungi oleh
dewa-dewa. Misalnya Mangsa Karo dipengaruhi Batara Sakri, musimnya
kemarau sehingga tanah sampai retak-retak, dicandra sebagai Bantala
Rengka.2

Candra Sengkala

Candra sengkala merupakan sistem kronogram Jawa yg memakai


sistem perhitungan bulan. Candrasengkala melambangkan angka dengan
kata-kata. Pemilihan kata yang tepat dipercayai memiliki kekuatan magis.
Selanjutnya kata-kata tersebut disusun menjadi kalimat yang bermakna
baru. Penyusunan kata-kata tersebut dirangkai secara terbalik urutannya.
Makna kalimat baru yang terbentuk bisa bermakna positif, dapat juga
bermakna negatif, atau bahkan hanya sekedar perlambang.
1 “Buku Wayang : Pacandra Warnane Semar Gareng Petruk oleh R. Tanojo”. Dimuat dalam
wayangpustaka.wordpress.com.
2 Purwadi, Petungan Jawa, hal. 12.

Ruqyah
9
Contoh: Tahun keruntuhan Kerajaan Majapahit, 1400 Saka,
sering dilambangkan dengan candrasengkala “Sirna
Ilang Kertaning Bumi”. Sirna (0), Ilang (0), Kerta
(4) dan Bumi (1). Kalangan Kejawen memaknainya
sebagai hilangnya bakti anak pada orang tua. Yaitu
hilangnya bakti Raden Patah kepada ayahnya, Raja
Brawijaya, karena mendirikan Kesultanan Demak
yang menggantikan peran Kerajaan Majapahit.

Penentuan candra sengkala relatif longgar karena setiap angka bisa


bermakna banyak.

1 : Bumi, buana, surya, candra, tunggal, ika, eka, (p)raja,


manunggal, negara
2 : dwi, tangan, sikil, kuping, mata, netra, panembah, bekti
3 : tri, krida, gebyar
4 : catur, kerta
5 : panca, astra, tumata
6 : rasa, sad, bremana, anggata,
7 : sapta, sinangga, sapi
8 : asta, naga, salira, manggala
9 : nawa, hanggatra, bunga
0 : ilang, sirna, sonya

Dengan multimakna terkandung pada setiap angka, candrasengkala


bisa bermacam-macam maknanya. Sesuai dengan keinginan dan selera
pembuatnya. Sebuah tahun bisa dimaknai baik atau jelek tergantung
pilihan kata candrasengkala yang digunakan.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


10
Hari

Kalender Jawa mengenal tujuh hari. Yaitu Ahad, Senin, Selasa, Rabu,
Kamis, Jum’at dan Sabtu. Masing-masing memiliki neptu (nilai) yang
berbeda. Ahad berneptu 5, Senin berneptu 4, Selasa berneptu 3, Rabu
berneptu 7, Kamis berneptu 8, Jum’at berneptu 6 sementara Sabtu berneptu
9. Penentuan neptu ini berdasarkan pandangan para ahli nujum dan
perhitungan (petungan) jawa. Gunanya untuk menjadi dasar perhitungan
dalam banyak urusan petungan.
Masing-masing hari memiliki watak sendiri-sendiri:

Ahad, berwatak samudana (pura-pura), suka pada hal-hal yang lahir


atau kelihatan.
Senin, berwatak samuwa (meriah), harus baik dalam segala
pekerjaan.

Selasa, berwatak sujana (curiga), serba tidak percaya.

Rabu, berwatak sembada (serba sanggup, kuat), mantap dalam segala


pekerjaan.

Kamis, berwatak surasa (perasa), suka berpikir dan merasakan sesuatu


dalam-dalam.

Jum’at, berwatak suci, bersih tingkah lakunya.

Sabtu, berwatak kasumbung (tersohor), suka pamer.3

Dalam sumber lain, watak hari ini sedikit berbeda:

Ahad, berwatak uriping jagad (hidupnya dunia), baik.


Senin, berwatak mlumpat (melompat), kurang baik..
Selasa, berwatak babagan pati (terkait kematian), amat jelek.
Rabu, berwatak uriping roh (hidupnya ruh), baik.
Kamis, berwatak purbaning roh (awalnya ruh), baik.
Jum’at, berwatak rasa tunggal (rasa yang satu), baik.

3 Purwadi, P etungan Jawa, hal. 24.

Ruqyah
11
Sabtu, berwatak dalaning pati (jalan kematian), amat jelek.

Untuk melakukan berbagai keperluan dianjurkan pada hari-hari yang


baik, yaitu Ahad, Rabu, kamis dan Jum’at.4

Sejarah penentuan watak hari ini tidak jelas. Bisa jadi ada nuansa
pengaruh Islam dalam pewatakan hari Jum’at (hari ibadah Jum’at bagi
Muslim) sebagai suci dan hari Sabtu (hari ibadahnya Bani Israel, Sabat)
dengan sifat sombong. Apalagi penamaan hari Ahad hingga Sabtu jelas
mengadopsi sistem panamaan dalam kalender Islam.

Jam (Sa’at)

Dalam tradisi Jawa, jam juga memiliki nilai dan makna khusus. Dalam
konsep tradisional, sebelum mengenal jam sebagai penunjuk waktu
digunakan konsep sebagai berikut:

Pagi : jam 06.00-08.00


Wisang Garu : jam 08.00-11.00
Bedug : jam 11.00-13.00
Lingsir : jam 13.00-15.00
Sore : jam 15.00-18.00
Sirep Wong : jam 20.00-23.00
Tengah Malam : jam 23.00-01.00
Lingsir Malam : jam 01.00-03.00
Bangun : jam 03.00-06.005

Masing-masih sa’at memiliki sifat sendiri-sendiri yang menentukan


baik-buruknya sa’at itu untuk melakukan segala sesuatu. Sifat ditentukan
oleh nilai neptu yang diperhitungkan dari hari dan pekannya. Misalnya
saja, sa’at pagi untuk neptu 7 memiliki sifat sampar, sementara wisang
garu pada neptu yang sama memiliki sifat Srilungguh.

4 Tjakraningrat, Primbon Betaljemur Adammakna, hal.123.


5 Betaljemur, hal. 119-120.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


12
Selengkapnya sifat-sifat tersebut adalah:

Ayu : baik
Sampar : jelek
Pacak : jelek
Kalapengaten : jelek
Srilungguh : baik
Srigumelar : baik
Kalaluweng : jelek6

Kalender Jawa (Pranata Mangsa)

Sebelum mendapatkan pengaruh Hindu, orang Jawa sudah memiliki


kalender sendiri yang sekarang dikenal sebagai Petangan Jawi. Yaitu
perhitungan Pranata Mangsa dengan rangkaiannya berupa macam-
macam petangan seperti wuku, peringkelan, padewan, padangan dan
lain-lain. Sistem dalam pranata mangsa berdasarkan solair atau peredaran
matahari (Syamsiyah), sama dengan Kalender Saka maupun Masehi.
Nama-nama mangsa dan umurnya dalam Kalender Jawa:

Kasa (Kartika) : 22 Juni-1 Agustus : 41 hari


Karo (Pusa) : 2 Agustus-24 Agustus : 23 hari
Katelu : 25 Agustus-17 September : 24 hari
Kapat (Sitra) : 18 September-12 Oktober : 25 hari
Kalima (Manggala) : 13 Oktober-8 November : 27 hari
Kanem (Naya) : 9 November-21 Desember : 43 hari
Kapitu (Palguna) : 22 Desember-22 Februari : 43 hari
Kawolu (Wasika) : 3 Februari-28 Februari : 26/27 hari
Kasanga (Jita) : 1 Maret-25 Maret : 25 hari
Kasapuluh (Srawana): 26 Maret-18 April : 24 hari

Betaljemur, hal. 120. ٦

Ruqyah
13
Dhesta (Padrawana) : 19 April-11 Mei :23 hari
Sadha (Asuji) : 12 Mei-21 Juni : 43 hari

Sistem kalender Pranata Mangsa ini merupakan kalendernya kaum tani


yang memanfaatkannya sebagai pedoman bekerja. Pada awalnya jumlah
masnga hanya sepuluh, setelah mangsa kesepuluh habis pada tanggal 18
April, orang menunggu saat dimulainya mangsa pertama (Kasa) pada
tanggal 22 Juni. Mangsa menunggu ini dianggap terlalu lama sehingga
ditetapkanlah mangsa kesebelas (Dhesta) dan keduabelas (Sadha).
Sistem Pranata Mangsa berjalan seiring dengan Kalender Saka setelah
Hindu masuk ke Pulau Jawa. Meskipun Pranata Mangsa sudah berlaku
sejak dahulu, namun penetapannya baru pada tahun 1855 Masehi. Yaitu
oleh Paku Buwana VII yang memerintah di Kerajaan Surakarta. Selain
pedoman bercocoktanam, perhitungan berdasarkan Pranata Mangsa juga
membawakan watak atau pengaruh pada kehidupan manusia seperti
halnya perhitungan Jawa lainnya.7
Masing-masing mangsa berada di bawah pancaran pengaruh para
dewa dengan intensitas yang berbeda-beda. Misalnya saja Mangsa Kasa,
di bawah pengaruh Batara Antaboga dan Nagagini. Pancarannya seperti
sotya murca ing embanan (permata yang lepas dari cincin pengikatnya).
Jatuhnya pada musim kemarau. Manusia dari kelompok mangsa ini
memiliki kelemahan pada lever dan pencernaan, namun bisa diatasi den-
gan memakai batu mulia jenis Aquamarine, Jamrud, Mutiara, mata Kuc-
ing, kristal dan Biduri Bulan. Warna bagi kelompok ini adalah kuning,
biru, hijau, cokelat dan merah anggur.8

Kalender Sultan Agung

Kalender Saka dipakai oleh orang Jawa sampai tahun 1633 Masehi.
Pada saat Sultan Agung Hanyakrakusuma bertahta, ia mengubah
sistem kalender yang berlaku secara revolusioner. Pada saat perubahan
dilakukan, Kalender Saka sudah berlaku hingga tahun 1554 Saka. Angka
itu kemudian diteruskan dalam Kalender Sultan Agung dengan angka
tahun 1555, padahal dasar perhitungannya sama sekali berbeda.

7 Petungan Jawa, hal. 10-11.


8 Ibid.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


14
Kalender Saka memakai dasar peredaran matahari atau Syamsiyah.
Sementara kalender Sultan Agung memakai peredaran bulan atau Qo-
mariyah. Kalender Jawa yang baru ini dimulai dengan tanggal 1 Sura Ta-
hun Alip 1555. Tanggal itu bertepatan dengan 1 Muharram Tahun 1043
Hijriyah dan 8 Juli 1633 Masehi.
Dalam sejarahnya, perubahan sistem kalender Jawa dari Syamsiyah
ke Qomariyah menunjukkan pengaruh Islam. Namun perubahan itu juga
bernuansa politik, yaitu pengambilalihan Sultan Agung terhadap otori-
tas keagamaan Islam yang sebelumnya berpusat di Giri. Sebelum Sultan
Agung, semua raja yang bertahta di Jawa selalu memohon restu dari Su-
nan Giri. Pengaruh kuat Sunan Giri I atas Kesultanan Demak dilanjut-
kan oleh keturunannya pada raja-raja Pajang hingga Mataram. Pada saat
Sultan Agung naik tahta, Giri dipimpin oleh Sunan Giri IV. Para adipati
di Jawa Timur sampai Blambangan tunduk pada Giri dan enggan tun-
duk pada Sultan Agung. 9 Pengaruh Kesunanan Giri ini tak hanya di Jawa,
pada tahun 1629 di jaman Sultan Agung masih ada utusan Sunan Giri
yang datang ke Pulau Hitu di Kepulauan Maluku. Orang Belanda yang
saat itu berniaga di Maluku bahkan menyebut Sunan Giri sebagai “Paus
Islam” atau “Raja Imam.”10
Untuk memperluas kekuasaannya, pengaruh Giri ini kemudian dire-
dam oleh Sultan Agung. Caranya dengan tak mau memohon restu kepada
Sunan Giri IV saat ia naik tahta. Kemudian Sultan Agung menyerang Giri
dengan bantuan Pangeran Pekik dari Surabaya yang beristrikan adik Sul-
tan, Ratu Pandansari. Setelah Giri berhasil dikalahkan, keluarganya dip-
indahkan ke Mataram agar pengaruhnya pupus dan kedaulatan Giri tak
berlanjut. Kelak para ulama pendukung Giri melakukan konsolidasi dan
perlawanan pada masa Amangkurat II, namun perlawanan ini ditumpas
habis. Sekitar 5000 hingga 6000 kiai dan santri pendukung Giri dihukum
bunuh di muka umum oleh Amangkurat II.11
Untuk memupuskan pengaruh Giri yang bertulang punggung peran-
nya sebagai pusat Islam, Sultan Agung memusatkan kepercayaan Muslim
Jawa pada dirinya. Caranya dengan menciptakan sistem Kalender Jawa
baru yang disesuaikan dengan Kalender Hijriyah. Dengan penyesuaian
ini, maka perayaan-perayaan Islam menjadi satu dengan upacara kera-
ton.

9 Petungan Jawa, hal. 17-22.


10 HJ De Graaf dan Th Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara, hal. 173.
11 Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, hal. 9.

Ruqyah
15
Nama-nama bulan dan umurnya dalam Kalender Sultan Agung:

Sura : 30 hari
Sapar : 29/30 hari
Mulud : 30/29 hari
Bakda Mulud : 29 hari
Jumadilawal : 30/29 hari
Jumadilakhir : 29 hari
Rejeb : 30 hari
Ruwah : 29 hari
Pasa : 30 hari
Syawal : 29 hari
Dulkangidah : 30 hari
Besar : 29/30 hari

Naga dan Rijalolah

Tradisi Jawa mengajarkan untuk golek dina becik (mencari hari yang baik)
untuk memulai usaha atau pencaharian. Upaya ini pada hakekatnya
mencari perpaduan hari, pasaran, tahun, windu dan mangsa yang
menghasilkan penyatuan karakter baik. Suatu hal yang dilakukan pada
hari dengan karakter jelek terganggu usaha sehingga banyak kendala,
bahkan mengalami kegagalan.
Aura pencemar tersebut dalam primbon disebut naas, sangar tahun,
sangar sasi dan sangar dina. Sedangkan anasir pencemar tersebut dikenal
sebagai naga dina, naga tahun dan sebagainya. Sebagai anasir pengganggu
dan penggagal, naga selalu mengejar rijalolah. Karenanya kedudukan
naga dan rijalolah harus selalu diperhitungkan sebelum menjalankan
sebuah karya atau usaha.
Dalam mitologi Jawa, naga tercipta dari kotoran Cupu Manik Astagina
yang menjadi wadah rahsa (darah) kama Nabi Adam dan Hawa ketika
keduanya berselisih tentang perkawinan putra-putri mereka. Nabi
Adam ingin menikahkan putra-putri kembarnya secara berselang-seling,

Jin; Hakikat bukan Khurafat


16
sementara Hawa sebaliknya. Untuk membuktikan siapa yang lebih
benar, keduanya meletakkan rahsa kama dalam cupu dan membukanya
setelah sembilan bulan. Rahsa kama Nabi Adam berubah menjadi orok
yang kemudian disebut Baginda Sis, sementara rahsa kama Hawa tetap
menjadi darah. Cupu tersebut hilang tertiup angin.
Bersamaan dengan angin datanglah suara gaib tanpa rupa yang disebut
Rijalolah. Kemudian datang seekor naga bernama Naga Jatingarang yang
berasal dari kotoran cupu. Ia selalu mengejar dan menyerang rijalolah
yang melindungi diri dengan cupu tempat Baginda Sis. Inilah sebabnya
perhitungan Jawa memasukkan unsur naga dan rijalolah dalam penentuan
waktu yang baik dan waktu yang buruk.
Dalam kisah di atas, nampak sinkretisme Jawa yang mencampuradukkan
unsur Islam (Adam, Hawa, pernikahan anak-anak kembar mereka) dengan
unsur Hindu (kisah Cupu Manik Astagina dalam Ramayana). Rijalolah
sendiri mungkin berasal dari rijalullah, sebuah konsep dalam keyakinan
Sufi, hamba Allah yang telah memiliki pengetahuan ilmu ma’rifat secara
menyeluruh. Rijalullah dibekali ilmu sirri (rahasia) dan sulit dipahami oleh
orang awam. Ilmunya sulit terjajagi dan banyak mempunyai karomah,
karenanya Rijalullah dipilih sebagai pertahanan maupun keamanan bumi
di daerahnya masing-masing.
Di sisi lain, pengagungan dan ketakutan pada gangguan dan kesialan
dari naga dapat ditelusuri dari budaya pemujaan kepada ular. Dalam
kepercayaan Yunanai purba, ular dianggap pandai menjelma menjadi
manusia. Ular-ular kemudian diberi kurban yang khas.12 Kepercayaan ini
menyebar di India dan berlanjut hingga sekarang, orang Hindu India biasa
memberi persembahan kepada Dewa Ular yang berwujud ular Kobra.
Mungkin pengaruh Hindu ini terbawa ke Pulau Jawa dan kemudian
mengalami sinkretisasi dengan Islam, ular tetap dihormati dan ditakuti
dengan tradisi Naga dan Rijalolah.

Neptu

Neptu adalah nilai yang disandarkan pada pasaran, hari, pekan, bulan
dan tahun. Angka nilai neptu menjadi dasar perhitungan berbagai hal.
Pada aslinya, kata neptu bermakna sesuai, sebagaimana sesuainya 2x2=4.
Namun dalam perkembangannya neptu merupakan hasil “penemuan

12 AZ Marzeqdeq, Parasit Akidah, hal.230.

Ruqyah
17
para ahli nujum dan sarhana ilmu perhitungan (primbon).”13
Nilai neptu berbeda-beda untuk hari, pasaran, pekan dan tahun.

Neptu hari:
Ahad 5
Senin 4
Selasa 3
Rabu 7
Kamis 8
Jum’at 6
Sabtu 9

Neptu pasaran:
Kliwon 8
Legi 5
Paing 9
Pon 7
Wage 4

Neptu bulan:
Sura 7 Rejeb 2
Sapar 2 Ruwah 4
Rabiulawal 3 Pasa 5
Rabiulakir 5 Sawal 7
Jumadilawal 6 Dulkangidah 1
Jumadilakir 1 Besar 3

13 Petungan Jawa, hal. 35.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


18
Neptu tahun
Alip 1
Ehe 5
Jimawal 3
Je 7
Dal 4
Be 2
Wawu 6
Jimakir 3

Nujum

Nujum pada dasarnya adalah ilmu ramalan bintang (astrologi). Namun


dalam perkembangannya nujum digunakan untuk menyebut semua jenis
ramalan. Dalam Primbon Betaljemur Adammakna, teknik nujum yang
digunakan menggunakan tabel yang berisi pertanyaan bernomor I-XXI
dan kode huruf bertanda A-U. Kemudian ada kumpulan jawaban yang
bernomor 1-21. Daftar pertanyaannya ada 21 buah, dari akan tercapainya
keinginan atau tidak, keuntungan dagang, orang yang pergi akan kembali
atau tidak, nasib sebuah perkawinan sampai tanda sebuah impian atau
kedutan baik atau tidak.14
Pengguna memilih salah satu pertanyaan sesuai hajatnya. Nomor III
misalnya berisi pertanyaan “perdagangan saya akan untung atau tidak?”.
Kemudian ia harus mengheningkan cipta sesaat, kemudian mengambil
salah satu huruf dengan mata terpejam. Huruf pilihannya bertepatan
dengan nomor pertanyaan akan menunjuk nomor jawaban. Jawaban akan
menunjukkan ramalannya, misalnya huruf K akan menunjukkan nomor
13. Ramalannya adalah “tahun ini memperoleh keuntungan.”

14 Betaljemur, hal.248.

Ruqyah
19
Primbon

Kata primbon berasal dari “rimbu” yang bermakna simpan atau simpanan.
Primbon berisi catatan dari para leluhur berdasarkan pengalaman baik dan
buruk yang dialami oleh orang Jawa. Primbon diwariskan dari generasi
ke generasi.15 Primbon ada bermacam-macam, antara lain:
Primbon Betaljemur Adammakna
Primbon Lukmanakim Adammakna
Primbon Atassadhur Adammakna
Primbon Bektijammal Adammakna
Primbon Shahdhatsaahthir Adammakna
Primbon Qomarrullsyamsi Adammakna
Primbon Naklassanjir Adammakna
Primbon Quraisyin Adammakna
Primbon Ajimantra
Menurut Susiyanto, peneliti dari Pusat Studi Peradaban Islam,
sejumlah primbon Jawa yang ada hingga hari ini mengambil nama dari
cerita Menak, yaitu sebuah kisah pewayangan bernuansa Islam yang
mengambil karakter dan seting Timur Tengah. Kisah Menak ini sangat
populer pada masanya. Sebagai buku yang memuat tradisi mistik
dan klenik di Jawa, kitab primbon selalu mengambil nama-nama yang
menarik sehingga mampu memikat pembaca. Maka kaum kebatinan
yang menciptakan primbon pun memberi judul primbonnya dari cerita
Menak yang populer.
Beberapa primbon mencantumkan nama Adammakna di judulnya.
Istilah “Adammakna” berasal dari nama sebuah kitab legendaris dalam
cerita Menak, yaitu Kitab Adam Makna, semacam kitab “fikih” yang memuat
makna, rahasia, dan tuntunan hidup bagi manusia agar dapat menjalani
kehidupannya dengan sempurna. Bekti Jamal dan Betal Jemur adalah nama
karakter dalam cerita Menak yang pernah menjadi pemilik Kitab Adam
Makna. Betal Jemur adalah putra dari Raden Bekti Jamal. Tokoh Amir
Ambyah pernah menjadi anak angkat sekaligus murid dari Betal Jemur.
Ada pun Lukman Hakim merupakan ayah dari Raden Bekti Jamal. Lukman
Hakim disebut-sebut sebagai tokoh yang memiliki kemampuan seperti

Petungan Jawa, hal. 23. ١٥

Jin; Hakikat bukan Khurafat


20
Nabi Sulaiman. Sedangkan Kuraisyin adalah nama dari salah satu putri Amir
Ambyah dari istrinya yang bernama Dewi Ismayawati, putri Prabu Tamimasyar
dari kerajaan Ngajrak.16

Weton

Weton adalah paduan hari dan pasaran saat seseorang dilahirkan,


misalnya Senin Wage atau Jum’at Pon. Weton memiliki peran sentral
dalam perhitungan dan ramalan nasib Jawa. Jodoh, rejeki, penyakit dan
banyak urusan manusia Jawa diperhitungkan dan diramalkan dengan
dasar perhitungan ini. Dalam keluarga-keluarga yang masih memegang
kukuh tradisi Jawa, sebuah perjodohan bisa jadi digagalkan karena dalam
perhitungan ternyata seorang lelaki dan seorang perempuan memiliki
weton dengan paduan angka yang diramalkan bernasib sial. Weton biasa
diperingati oleh pemiliknya setiap selapan (35) hari.
Weton adalah peringatan hari lahir seseorang yang terjadi setiap 35
hari sekali. Caranya ada dua macam17:
Pertama : dengan sesaji dan doa. Pada saat weton biasanya
akan dibuat semacam sesaji sederhana yang
berupa secawan bubur merah putih dan satu gelas
air hangat. Pemberian ini adalah untuk saudara-
saudara halus, dengan mengatakan: ini untuk
semua saudara halusku, aku selalu ingat kamu,
mengenali kamu, maka itu bantulah dan jagalah
aku. Sesaji sederhana ini juga untuk mengingatkan
dan bersyukur kepada ibu dan ayah, karena melalui
merekalah kamu dilahirkan dan hidup di dunia ini.
Selanjutnya untuk mengingat dan menghormati
para leluhur dan memuji Sang Pencipta.
Cara yang lengkapuntuk meyebut saudara-saudara
halus tersebut adalah : Mar marti, kakang kawah,
adi ari-ari, getih puser sedulur papat, kalimo pancer
Bantulah saya (katakan apa keperluanmu)
Jagalah saya pada waktu saya tidur

16 Susiyanto, “Cerita Menak; Warisan Budaya Islam di Indonesia.” Dimuat dalam susiyanto.
wordpress.com.
17 Puasa Weton Sedulur 4 Limo Pancer, dimuat dalam aindra.blogspot.com

Ruqyah
21
Nama- nama mereka harus disebut dengan lengkap
sehingga terbiasa untuk beberapa bulan. Sesudah
itu boleh memanggil mereka semua : saudara ha-
lusku.
Dalam tradisi Jawa diyakini bahwa kakang kawah
dan adi ari-ari adalah yang unsur sedulur yang
paling banyak membantu. Kakang kawah selalu
berusaha mewujudkan semua keinginan dan
usaha, sedangkan adi ari-ari selalu berusaha
menyenangkan pemiliknya. Dianjurkan pula pada
saat akan melakukan hal yang penting atau sebelum
berdoa, sesudah menyebutkan nama lengkap
mereka satu persatu, ulangi lagi dengan menyebut
kakang kawah dan adi ari-ari untuk membantu.
Kedua : dengan berpuasa dan ritual lain. Antara lain berpuasa
selama 24 jam, hanya makan buah dan sayuran;
makan nasi putih dan minum air putih ; tidur
sesudah tengah malam atau tidak tidur sama sekali.
Puasa pada hari Weton bagi orang Jawa dipercayai
dapat memberikan pencerahan spiritual. Ada juga
yang melakukan selama tiga hari berturut-turut,
yaitu satu hari sebelum weton, pada saat weton dan
sehari sesudah weton yang disebut Ngapit.

Mengenal "Sedulur Alus"

Spiritualitas Jawa meyakini bahwa dalam kiprahnya menjalani


kehidupan di bumi, manusia selalu didampingi oleh saudara-saudara
gaibnya kapan pun dan di mana pun dia berada. Para saudara
halus ini mendapatkan tugas dari Sang Pencipta Kehidupan untuk
membantu dan menjaga saudaranya yang pada saat ini menjadi
manusia dibumi.
Siapa saja saudara Gaib itu?
Sedulur alus yang tidak berbadan fisik itu menurut kepercayaan
tradisional Jawa selalu membantu saudaranya yang manusia dengan
jalan menyertai, melindungi, membantu supaya saudaranya yang
manusia menjalani kehidupannya dengan selamat, sehat, sejahtera
selama hidup dibumi ini. Tugas sedulur alus tersebut, menurut

Jin; Hakikat bukan Khurafat


22
kepercayaan Jawa, sesuai dengan ketentuan dari Tuhan..
Saudara Gaib itu jumlahnya banyak. Di antaranya:
Mar dan Marti, biasa dipanggil Mar Marti.
Mereka adalah saudara manusia yang lebih tua. Mereka tidak ikut
dilahirkan melalui gua garba ibu. Mar yang paling tua merefleksikan
perjuangan ibu sewaktu melahirkan bayi. Dia adalah daya, kekuatan
yang kuat, hebat untuk hidup dan melindungi hidup.
Marti merefleksikan perjuangan ibu setelah melahirkan. Perjuangannya
berhasil, lega rasanya. Oleh karena itu Mar Marti tinggi pangkatnya,
sebagai Raja dan Ratu. Secara mistis warnanya berupa cahaya putih
bersih dan kuning muda jernih.
Mar Marti membantu manusia yang dikawalnya, hanya untuk hal-hal
yang penting, dalam keadaan yang benar-benar diperlukan. Karena
derajat Mar Marti adalah bagai Raja dan Ratu, maka manusia yang
meminta bantuan mereka adalah yang punya perbuatan, pikiran dan
rasa yang jernih. Menurut istilah Kejawen adalah manusia yang telah
melakukan tapabrata terlebih dahulu, yang sudah melakukan laku
spiritual yang sungguh-sungguh.

Sedulur papat kalimo pancer


Saudara empat yang kelima pancer, yaitu :
Kakang Kawah : Kakak Kawah, yang keluar dari rahim ibu, sebelum
sibayi. Warnanya putih, tempatnya di Timur.
Adi Ari-ari : Adik ari-ari, yang keluar dari rahim ibu, sesudah si bayi.
Warnanya kuning, tempatnya di Barat.
Getih : Darah yang keluar dari rahim ibu sewaktu melahirkan.
Warnanya merah, tempatnya di Selatan.
Puser : Pusar, yang dipotong sesudah kelahiran bayi. Warnanya hitam,
tempatnya di Utara.
Pancer : Pancer adalah bleger ,wujud badan jasmani yang ada ditengah
keempat saudara yang lain yang tidak punya raga fisik.
Sedulur papat kalimo pancer juga disebut Keblat papat, kalimo tengah
,artinya : Kiblat empat, yang kelima di tengah. Para saudara halus
ini mempunyai tugas untuk membantu manusia didalam menjalani
kehidupan sehari-hari.

Ruqyah
23
Selanjutnya ada saudara-saudara halus yang dipanggil sebagai :
Kabeh kadang ingsun kang metu saka margo ino lan kang ora metu
saka marga ino.
(Semua saudaraku, yang ada melalui rahim ibu dan yang tidak melalui
rahim ibu).
Kabeh kadang ingsun kang ora katon miwah kang ora karawatan.
(Semua saudaraku yang tidak kelihatan dan tidak terawat).
Kabeh kadang ingsun kang lahir bareng sadino sawengine karo aku.
(Semua saudaraku yang lahir siang malam bersamaku).
Jadi, memang benar saudara halus manusia itu ada banyak, mereka
juga sering disebut sedulur sinarawedi- saudara terdekat. Dari sudut
kebatinan, ada yang menyebut mereka makdum sarpin.

Perlu dikenal
Para pinisepuh Kejawen mengajarkan penganutnya supaya mengenal
dan syukur kalau mau ngerteni (memahami) saudara halus kita.
Mereka itu selalu mengawal dan membantu kita, disadari atau tidak,
karena mereka dapat tugas dari Tuhan. Tentunya, si manusia juga
harus berbuat dan berkemauan yang baik.
Perlu diketahui bahwa para saudara halus tersebut merasa senang
kalau kita mengetahui kehadiran dan keberadaan mereka, terlebih
kalau kita memperhatikan mereka. Kalau mereka merasa dianggap
dan diperhatikan tentu mereka akan lebih rajin dan giat membantu.
Mereka senang bila setiap saat diajak berpartisipasi dalam setiap
kegiatan kita, seperti : makan, minum, belajar, bekerja, menyopir,
mandi dsb.
Contoh mengajak saudara halus kita, katakan dalam batin :
“Semua saudara halusku ( secara lengkap adalah : Kakang kawah,
adi ari-ari, getih, puser, kadang ingsun papat kalimo pancer, kabeh
kadang ingsun kang metu saka margo ino lan kang ora metu saka
margo ino, kabeh kadang ingsun kang ora katon miwah kang ora
karawatan, kabeh kadang ingsun kang lahir bareng sadino sawengine
karo aku), saya mau makan, bantulah saya – Aku arep mangan, ewang-
ewangono. Artinya supaya kita dibantu bisa makan dengan selamat
dan makanan itu juga baik untuk kita.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


24
“Semua saudara halusku, bantulah saya menyopir mobil ini atau
naik motor ini supaya selamat dan lancar sampai ke kampus atau ke
kantor”. Artinya supaya dibantu supaya tidak ada halangan maupun
kecelakaan.
“Semua saudara halusku, bantulah saya dalam bekerja, sehingga
pekerjaan saya lancar dan benar”.

Akrab dengan saudara halus


Tradisi Jawa meyakini hubungan akrab dengan semua saudara halus
bisa dilakukan dengan biasa melakukan komunikasi. Seperti juga
dalam pergaulan antar manusia, kalau sering terjadi komunikasi,
tentu hubungannya menjadi lebih terbiasa dan bahkan menjadi akrab.
Kalau sudah akrab, bisa terjadi hubungan yang saling membantu.
Jalinan komunikasi pertama adalah : Anda sering menyebut nama
mereka secara lengkap, satu per satu. Ini anda lakukan karena Anda
perlu minta dibantu atau dilindungi. Dengan menyebut mereka dan
minta bantuan itu artinya Anda mengakui keberadaan mereka dan
bahwa mereka adalah saudara-saudara anda yang anda sayangi dan
perlukan. Jadi menyebut mereka dan minta kerjasama mereka, itu
tidak merendahkan mereka maupun Anda. Itulah kenyataan yang
digariskan Gusti, sesuai Kejawen.
Seandainya Anda tidak pernah menyapa mereka, maka sebagai sesama
makhluk mereka juga merasa bahwa keberadaan mereka tidak Anda
perhatikan dan perlukan. Mereka akan tidak antusias mendampingi,
melindungi dan membantu Anda, meskipun itu tugas alami mereka
atas kehendak Gusti. Maka jangan heran kalau kita lihat banyak
teman, kenalan kita yang hidupnya kesandhung-sandhung – banyak
menghadapi kendala, sial, nasib jelek dan sebagainya. Mungkin saja
mereka tidak dibantu secara optimal oleh saudara-saudara halusnya
sendiri, selain ada masalah karma.
(dinukil dari Saudara Ghaib, www/sisableng.wordpress.com)

Ruqyah
25
Wuku

Siklus tujuh harian atau mingguan dalam kalender Jawa disebut sebagai
Wuku. Siklus Wuku setiap 210 hari karena ada 30 wuku yang memiliki sifat
dan karakter sendiri-sendiri serta mempengaruhi kehidupan manusia.
Nama-nama wuku itu adalah:

1. Sinta 11. Galungan 21. Maktal


2. Landep 12. Kuningan 22. Wuye
3. Wukir 13. Langkir 23. Manail
4. Kurantil 14. Mandhasiya 24. Prangbakat
5. Tolu 15. Julungpujut 25. Bala
6. Gumbreg 16. Pahang 26. Wugu
7. Warigalit 17. Kuruwelut 27. Wayang
8. Warigagung 18. Marakeh 28. Kulawu
9. Julungwangi 19. Tambir 29. Dhukut
10. Sungsang 20. Madhangkungan 30. Watugunung

Masing-masing wuku memiliki dewa, sifat, kayu, burung, bencana,


selamatan tolak bala, slawat, candra dan jabungkalajayabumi (arah
ancaman bahaya).
Misalnya Wuku Sinta: dewanya Batara Yamadipati yang laksana
pendeta, wataknya bagaikan raja, cemburu, besar nafsu, tidak sabar, sering
kecelakaan, lembut budi, enak bicaranya, tidak percayaan, banyak rejeki
kaya harta benda. Sifatnya memanggul panji-panji: memiliki kesenangan.
Kayunya kendayakan: menjadi naungan bagi orang sakit dan melarikan
diri. Burungnya gagak: tahu gelagat, cepat dalam segala pekerjaan.
Bencananya: mati setengah umur. Selamatan penolaknya nasi pulen beras
sapitrah (kurang lebih ¼ kg) dan daging kerbau seharga 21 ketheng (mata
uang kuno senilai ½ sen)yang dibeli tanpa menawar. Slawatnya 4 ketheng.
Candranya: Indra janma nestapa. Jabungkalajayabuminya di timur laut:
tujuh hari jangan pergi ke timur laut.18

18 Petungan jawa, hal. 27.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


26
Tahun

Kalender Jawa atau Kalender Sultan Agung memiliki delapan tahun dengan
nama-nama yang diambul dari huruf Arab. Yaitu Alip, Ehe, Jimawal, Je,
Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Karenanya sistem tahun ini disebut juga
sebagai Tahun Huruf. Tahun-tahun itu terbagi dua, yaitu dalam Tahun
Wastu (pendek) dan Wuntu (panjang). Tahun Wastu berumur 354 hari,
sementara Tahun Wuntu berumur 355 hari. Dalam tahun panjang, umur
Bulan Besar bertambah 1 hari menjadi 30 hari. Penetapan ini dilakukan
pada masa Sultan Agung, menyesuaikan dengan perhitungan tahun
Hijriyah.
Mirip dengan penanggalan dan Cina yang menamai tahun dengan
Shio berlambang binatang, Kalender Jawa juga memiliki tradisi sama.
Awal tahun baru yang jatuh pada tanggal 1 Sura akan memiliki nama se-
suai beberapa jenis binatang sesuai harinya19:

Jika 1 Sura jatuh pada Hari Ahad, maka disebut Tahun Dite Kalaba
(kelabang), jarang hujan.
Jika 1 Sura jatuh pada Hari Senin, maka disebut Tahun Soma Wrejita
(cacing), banyak hujan.
Jika 1 Sura jatuh pada Hari Selasa, maka disebut Tahun Anggara
Wrestija (katak), banyak hujan.
Jika 1 Sura jatuh pada Hari Rabu, maka disebut Tahun Buda Wisaba
(kerbau), banyak hujan.
Jika 1 Sura jatuh pada Hari Kamis, maka disebut Tahun Respati Mintuna
(mimi), banyak hujan.
Jika 1 Sura jatuh pada Hari Jumat, maka disebut Tahun Sukra
Minangkara (udang), jarang hujan.
Jika 1 Sura jatuh pada Hari Sabtu, maka disebut Tahun Menda
(kambing), jarang hujan.

19 Petungan Jawa, hal. 28.

Ruqyah
27
Windu

Dalam Kalender Jawa, siklus delapan tahunan disebut satu windu. Siklus
Windu sendiri ada empat macam20:
Kunthara : berarti ulah atau tingkah laku. Banyak tingkah laku
orang yang aneh dan belum pernah terjadi.
Songara : artinya banjir. Banyak luapan air yang besar.
Sancaya : artinya silaturahmi, sukaria dan bersahabat. Banyak
orang saling sepakat dan rukun.
Adi : artinya unggul. Banyak bangunan baru yang
menyenangkan.

Waktu Baik dan Jelek

Anggarakasih (Selasa kliwon)


Hari Anggara Kasih adalah hari Selasa-Kliwon. Hari ini oleh orang Jawa
dan Hindu Bali dianggap keramat. Dipercaya bahwa pada hari ini, Batara
Siwa turun ke bumi. Dalam tradisi Jawa, Bulan yang tidak memiliki hari
Anggarakasih dilarang untuk melaksanakan hajat nikah dan lainnya.21
Dalam tahun Alip : Jumadilakir dan Besar
Dalam tahun Ehe : Rejeb
Dalam tahun Jimawal : Sura dan Ruwah
Dalam tahun Je : Sapar dan Ruwah
Dalam tahun Dal : Rabiulawal dan Puasa
Dalam tahun Be : Rabiulakir
Dalam tahun Wawu : Rabiulakir dan Dulkangidah
Dalam tahun Jimakir : Jumadilawal

20 Ibid, hal. 29.


21 Betaljemur, hal. 11.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


28
Bangas Padewan
Adalah tanggal dalam setiap bulan yang dilarang berhajat menikahkan
dan sebagainya. Larangan tersebut diberlakukan karena menurut tradisi
Jawa, pada hari itu merupakan hari kebangkitan Dewa Bangas Padewan
yang kerap menimpakan angkara murka di muka bumi. Bangas Padewan
diidentikan dengan kesialan dan kemalangan yang akan dialami orang
yang melanggar pantangan tersebut. Jika dilanggar amat berbahaya, akan
mendatangkan kesusahan.22

Bulan dan tanggal Bangas

1. Sura : 11 7. Rejeb : 13 dan 27

2. Sapar : 20 8. Ruwah : 4 dan 28

3. Rabiulawal :1 dan 15 9. Puasa : 7 dan 20

4. Rabiulakir : 10 dan 20 10. Sawal : 10

5. Jumadilawal : 10 dan 11 11. Dulkangidah : 2 dan 22

6. Jumadilakir : 10 dan 14 12. Besar : 6 dan 20

Bulan Baik dan Jelek23


Dalam setiap tahun Jawa yang berjumlah delapan, ada bulan-bulan yang
baik dan jelek. Keperluan hajat nikah dianjurkan dilaksanakan pada bu-
lan baik dan dihindari pada bulan jelek.

TAHUN BULAN BAIK BULAN BURUK


Alip 1 9 dan 11
Ehe 1,2,6,7,8 dan 10 4,9,11 dan 12
Jimawal 7,8 dan 10 1,2,3,5 dan 12
Je 4,5,6,7,8,9 dan 12 1,2,3,10 dan 11
Dal 6,7,9 dan 10 2,3,8 dan 11

22 Ibid, hal. 20.


23 Ibid, hal. 10

Ruqyah
29
Be 6 dan 12 1,2 dan 7
Wawu 2,3,4,5 dan 9 1,10,11 dan 12
Jumakir 3,5,7,8,10 dan 12 1 dan 11

Bulan Baik dan Jelek untuk Hajat Nikah dan Akibatnya24


Bulan jelek dalam perhitungan Jawa tak boleh untuk hajat nikah. Namun
bulan-bulan itu memiliki derajat yang berbeda-beda. Ada yang sama
sekali tak boleh dilanggar, ada yang boleh dilanggar. Konsekuensi me-
nikah pada bulan-bulan tersebut diyakini ada bermacam-macam. Rinci-
annya sebagai berikut:

Sura : Jangan dilanggar. Jika dilanggar akan mendapat


kesukaran dan selalu bertengkar.
Sapar : Boleh dilanggar, namun akan kekurangan dan
banyak hutang.
Rabiulawal : Jangan dilanggar karena salah satu akan
meninggal.
Rabiulakir : Boleh dilanggar, namun akan sering dipergunjingkan
dan dicacimaki.
Jumadilawal : Boleh dilanggar, namun akan sering tertipu,
kehilangan dan banyak musuh.
Jumadilakir : Kaya akan harta benda.
Rejeb : Selamat dan banyak anak.
Ruwah : Selamat dan selalu damai.
Puasa : Jangan dilanggar, akan mendapat kecelakaan
besar.
Sawal : Boleh dilanggar, namun akan sering kekurangan
dan banyak hutang.
Dulkangidah : Jangan dilanggar, akan sering sakit dan bertengkar
dengan teman.
Besar : Akan kaya dan mendapat kebahagiaan.

24 Ibid, hal. 21 .

Jin; Hakikat bukan Khurafat


30
Bulan Sarju25
Sarju sebenarnya bermakna berkenan atau setuju. Namun Bulan Sarju
dimaknai sebagai bulan sedang, tidak terlalu baik namun juga tidak
jelek untuk melangsungkan berbagai urusan. Namun harinya harus
diperhatikan. Rinciannya sebagai berikut:

Bulan Besar, Sura dan Sapar harinya Jum’at


Bulan Rabiulawal, Rabiulakir dan Jumadilawal harinya Sabtu dan
Ahad
Bulan Jumadilakir, Rejeb dan Ruwah harinya Senin dan Selasa
Bulan Puasa, Sawal dan Dulkangidah harinya Rabu dan Kamis

Hari Jelek untuk Hajat Menikah26

Bulan Jumadilakir, Rejeb dan Ruwah harinya Jum’at


Bulan Puasa, Sawal dan Dulkangidah harinya Sabtu dan Ahad
Bulan Besar, Sura dan Sapar harinya Senin dan Selasa
Bulan Rabiulawal, Rabiulakir dan Jumadilawal harinya Rabu dan
Kamis

Hari Jelek untuk Menikah Berdasarkan Kejadian yang Dialami Para


Nabi27
Ada hari-hari yang dianggap jelek dalam tradisi Jawa karena diyakini
merupakan hari para nabi mengalami hal yang jelek. Antara lain:

13 Sura : konon pada hari itu Nabi Ibrahim dibakar oleh Raja
Namrud
3 Rabiulawal : konon pada hari itu Nabi Adam diturunkan ke
dunia dari surga
16 Rabiulakir : konon pada hari itu Nabi Yusuf dimasukkan ke
dalam sumur

25 Ibid, hal. 10.


26 Ibid, hal. 18.
27 Ibid, hal. 19.

Ruqyah
31
5 Jumadilawal : konon pada hari itu umat Nabi Nuh diterjang
banjir
12 dan 21 Puasa : konon Nabi Musa berperang dengan Fir’aun pada
hari itu
24 Dulkangidah : hari ditelannya Nabi Yunus oleh ikan paus
25 Besar : hari masuknya Nabi Muhammad ke dalam Gua
(Tsur?)
Tanggal-tanggal ini menunjukkan pengaruh Islam dalam tradisi
Jawa. Sayang, aplikasinya justru menjadi hari jelek yang dipantangkan
untuk berhajat. Maksudnya mungkin mengingat sejarah para nabi tapi
terjerumus ke dalam syirik.

Hari Sangar28
Secara bahasa sangar berarti mendatangkan bala dan bencana, angker
atau tidak subur. Hari sangar adalah hari yang jelek, tidak boleh untuk
hajat nikah dan hajat lainnya.

Bulan Puasa, Sawal, dan Dulkangidah hari sangarnya adalah Jum’at


Bulan Besar, Sura dan Sapar hari sangarnya adalah Sabtu dan Ahad
Bulan Rabiulawal, Rabiulakir dan Jumadilawal hari sangarnya Senin
dan Selasa
Bulan Jumadilawal, rejeb dan Ruwah hari sangarnya Rabu dan Kamis

Kunarpawarsa (tahun bencana)29


Berasal dari kata kunarpa yang bermakna bangkai atau mayat dan warsa
yang berarti tahun. Dalam tahun Kunarpawarsa hari jelek yang dilarang
untuk menikah dan hajat lainnya. Hitungannya jatuh pada setiap tanggal
29 atau 30 bulan Besar.

Tahun Alip harinya Sabtu Paing


Tahun Ehe harinya Kamis Paing

28 Ibid.
29 Ibid, hal. 9.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


32
Tahun Jimawal harinya Senin Legi
Tahun Je harinya Jum’at Legi
Tahun Dal harinya Rabu Kliwon
Tahun Be harinya Ahad Wage
Tahun Wawu harinya Kamis Pon
Tahun Jimakir harinya Selasa Pon

Pantangan Bulan30
Menurut primbon, melakukan hajat nikah dan sebagainya pada bulan-
bulan yang jelek akan menimbulkan musibah-musibah tertentu.
Rinciannya sebagai berikut:

Sakit atau kena racun jika melanggar pantangan bulan Jumadilakir


dan Dulkangidah pada tahun Alip.
Sakit tulang jika melanggar pantangan bulan Rabiulawal dan Puasa
pada tahun Ehe.
Tewas atau hanyut di sungai jika melanggar pantangan bulan
Rabiulawal dan Besar pada tahun Jimawal.
Sakit lepra jika melanggar pantangan bulan Sura dan Sawal pada
tahun Je.
Sakit demam/panas jika melanggar pantangan bulan Ruwah pada
tahun Dal.
Tersangkut perkara besar jika melanggar pantangan bulan Sapar dan
Rejeb pada tahun Be.
Sakit kepala jika melanggar pantangan bulan Jumadilawal pada tahun
Wawu.
Sakit ingatan jika melanggar pantangan bulan Sura dan Dulkangidah
pada tahun Jimakir.

30 Ibid, hal. 11.

Ruqyah
33
Perang dan Utang Sesuai Hari dan Pasaran31
Dengan menghitung neptu hari dan pasaran akan diketahui nasibnya orang
yang akan maju berperang, berhutang ataupun menagih hutang. Caranya
neptu hari dan pasaran dijumlahkan, kemudian hasil penjumlahannya
akan menunjukkan nasibnya sebagai berikut:

Hasil 7,11 dan 15: lambangnya Janggleng (buah jati). Jika berperang
terasa lambat, sering kembali. Berhutang atau menagih tidak
berhasil.
Hasil 8,12 dan 16: lambangnya Celeng (babi hutan). Jika berperang
bingung. Berhutang atau menagih gagal.
Hasil 9,13 dan 17: lambangnya Nyangking. Jika berperang dapat
menyelesaikan. Mudah berhutang maupun menagih.
Hasil 10, 14 dan 18: lambangnya Kithing (cacat berupa dua jari
yang menyatu). Tak akan terjadi jika mau berperang. Akan gagal jika
berhutang atau menagih.

Melihat rumitnya hitungan keberhasilan berperang serta alternatifnya


yang lebih banyak gagal (lambat dan sering kembali, bingung dan batal)
daripada yang tidak gagal (itupun sekedar “dapat menyelesaikan),
mungkin inilah sebabnya orang Jawa cenderung antikonflik apalagi
perang. Perang membutuhkan keberanian mengambil keputusan
(decisive), tidak ragu-ragu maupun was-was. Sementara hitungan dan
ramalan Jawa justru melahirkan hal-hal tadi.

Perhitungan Hari Menurut Jam32


Barangkali untuk mengatasi kesulitan, karena banyak dan rumitnya
pantangan hari atau waktu yang tak boleh digunakan melaksanakan
hajat atau bepergian, perhitungan Jawa mencoba “mengakali” konsep
hari dengan jam. Dengan teknik ini, meskipun pada hari itu sebenarnya
termasuk hari naas atau sial, bepergian atau hajat tertentu dapat dilakukan
pada jam tertentu. Caranya dengan memasukkan jam-jam tertentu pada
hitungan hari lain.

31 Ibid, hal. 159.


32 Ibid, hal. 121.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


34
Contohnya Hari Ahad:

Jam 6-8 dihitung tetap masuk hari Ahad


Jam 8-10 dihitung masuk hari Senin
Jam 10-11 dihitung masuk hari Selasa
Jam 11-1 dihitung masuk hari Rabu
Jam 1-3 dihitung masuk hari Kamis
Jam 3-5 dihitung masuk hari Jum’at
Jam 5-6 dihitung masuk hari Sabtu

Misalkan Ahad itu masuk dalam bulan Sura, sebenarnya Sabtu dan
Ahad pada bulan itu termasuk hari sangar. Tapi suatu hajat bisa saja
dilakukan, misalnya bepergian, asal pada jam 8-5 karena dihitung masuk
dalam hari Senin-Jum’at.

Saat Agung33
Teknik “mengakali” hari naas dengan memilih jam juga ada dalam bentuk
lain. Segala keperluan bisa dilakukan pada hari apa saja asal memilih jam
yang sesuai dengan Saat Agung. Sistem perhitungan Saat Agung memiliki
tujuh saat, ada yang baik dan ada yang jelek. Rinciannya sebagai berikut:

Saat yang baik terdiri dari: Saat yang buruk terdiri dari:
Wiji, bersifat aman, tenteram, suka Lara
dan senang.
Cahya, bersifat terang, pantas, selalu Malaekat
tercapai maksudnya.
Rejeki, bersifat menjadi tempat Puji
perlindungan, segalanya tercapai
dan baik.

Pati

33 Ibid, hal. 121.

Ruqyah
35
Saat agung ini memiliki fase yang berbeda pada setiap harinya.
Misalkan pada hari Senin, rincian saat agungnya sebagai berikut:

Wiji : jam 6-8


Cahya : jam 8-10
Lara : jam 10-11
Rejeki : jam 11-13
Malaekat : jam 13-15
Puji : jam 15-17
Pati : jam 17-18

Hitungan saat agung ini akan berbeda untuk setiap harinya. Maka
mengakali hari naas pun harus melihat tabelnya dalam primbon.

Saat Tertentu yang Harus Dihindari34


Ada saat-saat tertentu yang harus dihindari untuk mengerjakan berbagai
keperluan.
Misalnya pada hari Ahad, dihindari mengerjakan keperluan pada jam
10-11 pagi dan jam 5-6 petang.
Hal ini terlihat kontradiktif dengan konsep perhitungan jam (lihat entri
Perhitungan hari menurut Jam) yang justru memasukkan jam 10-11 hari
Ahad dalam hitungan hari Selasa sehingga boleh saja melakukan suatu
keperluan meskipun pada hari yang naas.

Samparwangke35
Samparwangke secara harfiah bermakna tersandung bangkai. Dalam
tradisi Jawa hal ini dianggap naas. Dalam siklus wuku yang 30 (lihat
entri Wuku), ada lima wuku yang memiliki hari samparwangke (hari
naas/sengkala) yang jatuh pada ringkel Aryang. Hari samparwangke
hendaknya dihindari untuk mengerjakan sesuatu karena menjadi hari
naasnya seseorang.
34 Ibid, hal. 123.
35 Ibid, hal. 8.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


36
1. Wuku Warigalit samparwangkenya Senin Kliwon
2. Wuku Bala samparwangkenya Senin Legi
3. Wuku Langkir samparwangkenya Senin Paing
4. Wuku Sinta samparwangkenya Senin Pon
5. Wuku Tambir samparwangkenya Senin Wage

Sangarwarsa36
Maknanya tahun yang sangar, dilarang berhajat menikahkan dan lainnya.
Hitungannya tetap, jatuh setiap tanggal 3 bulan Sura.

Dalam tahun Alip sangarwarsa jatuh pada Jum’at Legi


Dalam tahun Ehe sangarwarsa jatuh pada Selasa Kliwon
Dalam tahun Jimawal sangarwarsa jatuh pada Ahad Kliwon
Dalam tahun Je sangarwarsa jatuh pada Kamis Wage
Dalam tahun Dal sangarwarsa jatuh pada Senin Pon
Dalam tahun Be sangarwarsa jatuh pada Sabtu Legi
Dalam tahun Wawu sangarwarsa jatuh pada Rabu Paing
Dalam tahun Jimakir sangarwarsa jatuh pada Ahad Legi

Taliwangke37
Secara bahasa bermakna tali bangkai, sebuah hari yang naas dan sial.
Dalam siklus wuku yang 30 (lihat entri Wuku), ada enam wuku yang
memiliki hari Taliwangke. Hari Taliwangke hendaknya dihindari untuk
mengerjakan sesuatu yang perlu. Dengan nama dan lambang khas, hari
Taliwangke memiliki rincian sebagai berikut:

1. Somaye (Wuku Wuye): Senin Kliwon, berlambang Perangkap


Burung
2. Anggarayang (Wuku Wayang): Selasa Legi, berlambang Sinar
Berjalan Matinya Sapi Hutan

36 Ibid, hal. 9.
37 Ibid, hal. 8.

Ruqyah
37
3. Bodanep (Wuku Landep): Rabu Paing, berlambang Ikan Pringga
Mati
4. Warigamis (Wuku Warigalit): Kamis Pon, berlambang Manusia
Mati
5. Sukraingan (Wuku Kuningan): Jum’at Wage, berlambang Tumbuh-
tumbuhan Rontok
6. Tumpaklote (Wuku Kuruwelut): Sabtu Kliwon, berlambang Kapas
Garing

Tanggal Naas38
Masing-masing bulan memiliki tanggal naas yang dilarang untuk
menggelar hajat nikahan dan sebagainya.

1. Sura : 6 dan 11 7. Rejeb : 2 dan 14


2. Sapar : 1 dan 20 8. Ruwah : 12 dan 13
3. Rabiulawal : 10 dan 20 9. Puasa : 9 dan 20
4. Rabiulakir : 10 dan 20 10. Sawal : 10 dan 20
5. Jumadilawal : 1 dan 11 11. Dulkangidah: 12 dan 13
6. Jumadilakir : 10 dan 14 12. Besar : 6 dan 10

Tanggal Sangar39
Agar terhindar dari akibat buruk, segala keperluan yang penting
hendaknya menghindari bulan, tanggal dan hari taliwangke berikut.

Sura tanggal 11, 14, 17 dan 27 serta hari Rabu Paing, jika dilanggar
akan berakibat halangan lebih besar.
Sapar tanggal 1, 12, 20 dan 22 serta hari Kamis Pon, jika dilanggar
berakibat sering sakit.
Rabiulawal tanggal 10, 13, 15 dan 23 serta hari Jum’at Wage, jika
dilanggar berakibat sakit perut.

38 Ibid, hal. 19.


39 Ibid, hal. 12.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


38
Rabiulakir tanggal 10, 15, 20 dan 25 serta hari Sabtu kliwon, jika
dilanggar berakibat sakit tulang.
Jumadilawal tanggal 10, 11, 16 dan 26 serta hari Senin Kliwon, jika
dilanggar berakibat sakit tulang.
Jumadilakir tanggal 3, 11, 14 dan 21 serta hari Selasa Legi, jika
dilanggar berakibat sakit ingatan.
Rejeb tanggal 2, 11 dan 22 serta hari Rabu Paing, jika dilanggar
berakibat keracunan.
Ruwah tanggal 14, 19, 24 dan 28 serta hari Kamis Pon, jika dilanggar
berakibat keracunan.
Puasa tanggal 10, 15, 20 dan 25 serta hari Jum’at Wage, jika dilanggar
berakibat sakit mata.
Sawal tanggal 2, 17, 20 dan 27 serta hari Sabtu Kliwon, jika dilanggar
berakibat kena perkara.
Dulkangidah tanggal 6, 11, 12 dan 21 serta hari Senin Kliwon, jika
dilanggar berakibat di dalam rumah bergantian sakit.
Besar tanggal 1, 13, 20 dan 23 serta hari Selasa Legi, jika dilanggar
berakibat kesusahan.

Ruqyah
39
Jin; Hakikat bukan Khurafat
40
KONSEP WAKTU DALAM ISLAM

P
ada dasarnya, dalam ajaran Islam tidak dikenal waktu berpantang.
Waktu, di luar pertimbangan yang bisa diterima oleh akal sehat,
tidak dapat mempengaruhi baik-buruknya akibat sebuah perbuatan
yang dilakukan. Sebab, penentuan baik-buruknya akibat mutlak dari
Allah SWT. Sekali lagi, kecuali untuk beberapa sebab khusus yang sudah
ditegaskan oleh sabda Nabi SAW, atau pertimbangan yang bisa diterima
oleh rasio.
Bepergian, misalnya. Dapat dilakukan kapan saja. Tidak ada waktu
tertentu yang secara dzatiyah-nya memiliki nilai magis yang dapat
menimbulkan akibat baik atau buruk. Kecuali beberapa pertimbangan
logis. Seperti malam hari, tidak dianjurkan bepergian karena kegelapan
yang membatasi pandangan, sehingga dikhawatirkan akan membuat
celaka. Atau, perubahan produksi hormon di dalam tubuh pada malam
hari yang membuat bekerja di malam hari dianggap tidak baik bagi
kesehatan.
Ada juga tuntunan Nabi SAW yang menekankan keadaan khusus pada
waktu-waktu tertentu. Seperti saat menjelang malam, kita dianjurkan
untuk memasukkan anak-anak kita ke rumah dan menutup pintu.

‫إِ َذا َك َان ُج ْن ُح ال َّل ْي ِل َٔا ْو َٔا ْم َس ْي ُت ْم َف ُك ُّفوا ِص ْب َيان َُك ْم َف ِٕا َّن الشَّ َي ِاط َين َت ْن َت ِش ُر ِحي َن ِئ ٍذ‬
‫اب َو ْاذ ُك ُروا ْاس َم ال َّل ِه‬ َ ‫َف ِٕا َذا َذهَ َب َساعَ ٌة ِم ْن ال َّل ْي ِل َف ُح ُّلوهُ ْم َف َٔا ْغ ِل ُقوا ْال َٔا ْب َو‬
‫َف ِٕا َّن الشَّ ْي َط َان َلا َي ْف َت ُح َبا ًبا ُم ْغ َل ًقا َو َٔا ْو ُكوا ِق َر َب ُك ْم َو ْاذ ُك ُروا ْاس َم ال َّل ِه َوخَ ِّم ُروا‬
‫آ ِن َي َت ُك ْم َو ْاذ ُك ُروا ْاس َم ال َّل ِه َو َل ْو َٔا ْن َت ْع ُر ُضوا عَ َل ْي َها َش ْيئًا َو َٔا ْط ِفئُوا َم َصاب َِيح ُك ْم‬
“Jika malam sudah menjelang atau masuk waktu sore maka jagalah batita
kalian sebab setan bergentayangan pada waktu itu. Jika sudah berlalu

Ruqyah
41
sesaat maka biarkanlah mereka dan tutuplah pintu-pintu (rumahmu)
serta sebutlah nama Allah, karena setan tidak dapat membuka pintu yang
tertutup. Tutuplah geriba-geriba kalian dan sebutlah nama Allah, tutuplah
wadah-wadah kalian dan sebutlah nama Allah meskipun hanya dengan
melintangkan kayu di atasnya. Dan padamkanlah lampu-lampu kalian.” 1
Rasulullah menerangkan, setan bergentayangan pada jelang malam
hari. Hal-hal yang seharusnya kita lakukan pada saat itu, telah dijelaskan
oleh beliau.
Jadi, adanya waktu tertentu yang dinilai tidak baik untuk mengerjakan
suatu perbuatan, dasarnya ada dua:
Keterangan dari dalil yang jelas (Al-Qur’an dan sabda Nabi SAW).
Pertimbangan yang rasional, logis, dan diterima oleh akal sehat.
Pertimbangan semacam ini diperbolehkan dalam Islam.
Sedangkan dalam filosofi dan tradisi Jawa, baik-buruknya waktu tidak
didasarkan kepada dua hal di atas. Rata-rata didominasi kultur Hindu
yang menganggap peran dewa-dewa tertentu yang dapat membawa man-
faat dan madharat (bahaya), atau bahkan sama sekali tidak ada keteran-
gan sebab-musababnya serta penjelasan yang bisa diterima akal sehat.
Yang penting ini hari, bulan atau musim yang baik; lalu yang itu adalah
hari, bulan atau musim yang buruk.
Pertimbangan di luar dalil naqli (keterangan dari Al-Qur’an dan Sun-
nah) dan dalil aqli (rasio) semacam itu membuat pelakunya terjebak
melakukan kesyirikan. Mempercayai adanya sosok penguasa di waktu-
waktu tertentu yang dapat memberi izin sekaligus larangan pelaksanaan
suatu hajat. Bila ada izin, pasti hajat tersebut sukses. Sebaliknya, bila me-
langgar larangan, dipastikan bakal celaka.

1 HR Bukhari: X/88, Fathul Bari, dan Muslim: XIII/185, Syarh An-Nawawi.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


42
Tathayyur / Thiyarah

Kepercayaan mirip semacam itu, dalam Islam dikenal dengan nama


Tathayyur / Thiyarah. Berawal dari tradisi orang-orang di masa jahiliyyah.
Sebelum bepergian, mereka melepaskan burung terbang ke udara. Nah,
ke arah mana burung tersebut terbang itulah yang menentukan keputusan
apakah mereka melanjutkan rencana bepergian, atau membatalkannya.
Bila, misalnya, burung tersebut terbang ke Barat, diartikan sebagai
kesialan. Mereka pun membatalkan. Namun bila terbanng ke Timur,
dimaknai sebagai keberuntungan. Mereka pun melaksanan rencana
bepergian tersebut, dengan tambah optimistis bahwa kepergian mereka
akan membawa keberuntungan.
Itulah yang disebut dengan Tathayyur atau akrab juga disebut Thiyarah.
Mensikapi hal tersebut, Rasulullah SAW menegaskan :

‫ َو ُي ْعجِ ُب ِني‬،‫ َو َلا َن ْو َء َو َلا َغ ْو َل‬،‫َلا عَ ْد َوى َو َلا ِط ْي َر َة َو َلا هَ ا َّم َة َو َلا َص َف َر‬
‫ا ْل َف ْٔا ُل‬
”Tidak ada ‘Adwa (penyakit menular), tidak Thiyarah (merasa sial), tidak
ada Haamah (burung hantu), tidak ada Nau' (ramalan bintang/zodiak),
tidak ada Ghaul (nama jin), dan aku menyukai Al-Fa’l (optimistis).”2

KETERANGAN HADITS

Adwa : penjangkitan atau penularan penyakit. Maksud sabda Nabi


di sini adalah untuk menolak anggapan mereka ketika masih
hidup di zaman jahiliyah, bahwa penyakit berjangkit atau
menular dengan sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah.
Anggapan inilah yang ditolak oleh Rasulullah, bukan keberadaan
penjangkitan atau penularan, karena dalam riwayat lain, setelah
hadits ini, disebutkan:

2 HR Muslim, Kitab as-Salam, Bab La ‘Adwa, wa La Thiyaroh, wa La Haamah,wa La Nau. Da-


lam kelengkapan hadits tersebut, saat Rasulullah menyebutkan, “Tidak ada penyakit menular
(dengan sendirinya),” seorang Arab badui bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan
sekelompok unta yang sehat di padang pasir, kemudian didatangi oleh seekor unta kud-
isan, kemudian unta yang sehat itu kudisan pula semuanya?” Jawab Rasulullah SAW, “Lalu,
siapakah penular yang pertama-tama?” Penegasan beliau SAW adalah, penyakit itu tidak
menular dengan sendirinya. Ada yang membuatnya menular ke makhluk lain, yaitu Allah.

Ruqyah
43
‫كم َا َت ِف ُّر ْوا ِم َن ال َٔا َس ِد‬
َ ِ ‫الم َج ْذ ُو ْم‬
ْ ‫َو ِف ُّر ْوا م ِ َن‬
“… dan menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta
(lepra ) sebagaimana kamu menjauh dari singa.” (HR Al-
Bukhari).

Ini menunjukkan bahwa penjangkitan atau penularan penyakit


itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Semuanya atas
kehendak dan takdir ilahi. Namun, sebagai insan mukmin, di
samping mengimani takdir tersebut ia harus berusaha untuk
melakukan tindakan preventif sebelum terjadi penularan
sebagaimana usahanya menjauh dari terkaman singa. Inilah
hakikat iman kepada takdir ilahi.

Thiyarah : merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat
burung, binatang lainnya, atau apa saja.

Hamah : burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial


dengan melihatnya. Apabila ada burung hantu hinggap di
atas rumah salah seorang di antara mereka, ia merasa bahwa
burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri
atau salah satu anggota keluarganya. Rasulullah bermaksud
untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Seorang muslim
jangan sampai beranggapan seperti ini. Semua adalah dari
Allah dan sudah ditentukan oleh-Nya.

Shafar : Bulan kedua dalam tahun hijriyah, yaitu bulan sesudah


Muharram. Orang-orang jahiliyah beranggapan bahwa bulan ini
membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Yang demikian
dinyatakan tidak ada oleh Rasulullah. Dan termasuk dalam
anggapan seperti ini : merasa bahwa hari rabu mendatangkan
sial, dan lain lain. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang
dalam Islam. Namun, ada pula yang mengartikan "Shafar" di
sini sebagai "kematian yang disebabkan oleh cacing perut."

Nau’: bintang. Arti asalnya adalah tenggelam atau terbitnya suatu


bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan turunnya hujan
kepada bintang ini atau bintang itu. Islam datang mengikis
anggapan seperti ini. Tidak ada hujan turun karena suatu
bintang tertentu, tetapi semua itu adalah ketentuan dari Allah.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


44
Ghaul: hantu atau gendruwo, salah satu makhluk jenis jin. Mereka
beranggapan bahwa hantu ini—dengan perubahan bentuk
maupun warnanya—dapat menyesatkan seseorang dan
mencelakakannya. Adapun maksud sabda Nabi di sini bukanlah
tidak mengakui keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak
anggapan mereka yang tidak baik tersebut, yang membawa
akibat takut kepada selain Allah serta tidak bertawakal kepada-
Nya. Inilah yang ditolak oleh beliau, karena itu dalam hadits
lain beliau bersabda, “Apabila hantu beraksi manakut-nakuti
kamu maka serukanlah azan.” (HR Ahmad). Maknanya, tolaklah
kejahatannya itu dengan berzikir dan menyebut Allah.

Inti hadits di atas adalah menegaskan, bahwa segala sesuatu terjadi


karena ada yang menciptakan, menyebabkan dan mengaturnya. Dia-
lah Allah, Al-Khaliq, yang mengatur segala sesuatunya. Oleh sebab itu,
mempercayai ada waktu, musim, gejala alam, kejadian tertentu yang
bersifat khusus yang memiliki pengaruh ghaib, adalah syirik. Rasulullah
SAW bersabda :

‫َا ِّلط َي َر ُة ِش ْر ٌك َا ِّلط َي َر ُة ِش ْر ٌك‬


“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik!”
Dalam kesempatan lain, beliau SAW menegaskan:

‫ َو َما َك َّفا َر ُة ذ ِل َك َيا َر ُس ْو َل‬:‫ َقا ُل ْوا‬.‫الط َي َر ُة عَ ْن َح َاج ِت ِه َف َق ْد َٔا ْش َر َك‬ ِّ ‫َم ْن َر َّد ْت ُه‬
‫ َال ّل ُه َّم َلا خَ ْي َر إِ َّلا خَ ْي ُر َك َو َلا ِط ْي َر إِ َّلا ِط َي َر َك َو َلا إِل َه‬:‫ َٔا ْن َي ُق ْو َل‬:‫الل ِه؟ َق َال‬
‫َغ ْي ُر َك‬
“Barang siapa yang mengurungkan/menghentikan hajatnya/keperluannya
karena thiyarah maka dia telah melakukan kesyirikan.” Sahabat bertanya,
”Wahai Rasulullah, apa kafarat (penebus) nya ?” Beliau menjawab, “(Dan
kafarat/penebusnya) adalah mengucapkan doa:

‫َال ّل ُه َّم َلا خَ ْي َر إ َِّلا خَ ْي ُر َك َو َلا طِ ْي َر إ َِّلا طِ َي َر َك َو َلا إِل َه َغ ْي ُر َك‬


"Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan Engkau dan tidak ada
kesialan kecuali dari Engkau (yang telah engkau tetapkan) dan tidak ada

Ruqyah
45
Ilah yang berhak diibadahi melainkan Engkau.” 3
Beliau SAW juga bersabda:
“Apabila salah seorang di antara kalian melihat apa yang dia benci,
hendaklah ia berdoa:

‫َات إِ َّلا َٔان َْت َو َلا َح ْو َل‬ َّ ‫ َو َلا َي ْد َف ُع‬،‫ات إِ َّلا َٔان َْت‬
ِ ‫الس ِّيئ‬ ِ ‫َال ّل ُه َّم َلا َي ْٔا ِتي بِا ْل َح َس َن‬
‫َو َلا ُق َّو َة إِ َّلا ب َِك‬
<Ya Allah tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tidak
ada yang menolak keburukan kecuali Engkau, dan tidak ada daya dan kekuatan
kecuali dengan izin-Mu>.» 4

Mencela Waktu / Musim

Dalam kepercayaan Jawa, terdapat hari, bulan atau waktu tertentu yang
memiliki pantangan. Dilarang bercocok-tanam, menikah, berdagang, atau
aktivitas lain. Bila dilanggar akan celaka. Kepercayaan seperti ini meyakini
bahwa waktu tersebutlah yang menyebaban untung atau rugi; celaka atau
bahagia—bukan Allah SWT. Ini adalah syirik akbar.
Rasulullah SAW bersabda:

‫الدهْ ُر ِب َي ِدي ال َٔا ْم ُر ُٔا َق ِّل ُب ال َّل ْي َل َوال َّن َها َر‬
َّ ‫الدهْ َر َو َٔانَا‬
َّ ‫ُي ْؤ ِذي ِني ا ْب ُن آ َد َم َي ُس ُّب‬
"Anak Adam telah menyakiti-Ku dia suka mencela masa. Padahal Aku
pencipta masa. Akulah yang menggilir siang dan malam." (HR. Bukhari
Muslim).
Dalam menjelaskan makna "mencela waktu" yang terdapat dalam
sebuah hadits Nabi SAW, Syaikh Ibnu Utsaimin menerangkan:
"Mencela waktu ada tiga bentuk:
1. Memberikan kabar, tanpa ada maksud celaan. Seperti ucapan, «Kami
sangat lelah, karena hari ini sangat panas—atau sangat dingin,»
atau perkataan lain yang semisal. Yang demikian diperbolehkan,
karena panas atau dinginnya cuaca bisa membuat seseorang merasa
kelelahan.
3 HR. Ahmad, dalam musnad dari Abdullah bin Amr RA.
4 HR. Abu Dawud, Kitab ath-Thib bab Thiyaroh no. 3919

Jin; Hakikat bukan Khurafat


46
2. Mencela waktu, karena meyakini waktu tersebutlah «pelaku.» Waktu
tersebutlah yang membuat sesuatu itu menjadi celaka atau bahagia.
Keyakinian seperti ini adalah bentuk syirik akbar! Karena meyakini
ada zat selain Allah ada Pencipta lain, dan menisbahkan terjadinya
suatu perkara kepada selain Allah.
3. Meyakini bahwa semuanya telah diatur oleh Allah.Ia mencela waktu,
karena waktu tersebut menjadi tempat terjadinya suatu kesialan,
bencana, atau hal-hal yang dibenci. Ucapan seperti ini hukumnya
haram, tidak sampai membuat pelakunya kafirTidak secara langsung
mencela Allah. Dikatakan haram, karena menafikan perintah untuk
bersabar terhadap turunnya musibah."5
Dari uraian tentang kepercayaan Jawa terkait waktu di halaman
sebelumnya, rata-rata kepercayaan tersebut dilandasi karena memang
waktu tersebut memiliki “sesuatu” yang mampu membuat baik atau
buruknya sebuah perkara. Ini, sebagaimana paparan Syaikh Ibnu Utsaimin
di atas, adalah syirik. Bahkan syirik akbar! Na’udzubillah.

Ilmu Nujum

Salah satu pedoman yang dipakai dalam tradisi Jawa terkait dengan
penentuan waktu baik dan waktu buruk, adalah ilmu nujum/perbintangan.
Dalam Islam, praktik nujum adalah haram. Meramal nasib dengan
gerakan-gerakan bintang dan bentuknya termasuk dalam apa yang
diistilahkan dengan ilmu ta`tsir, yaitu keyakinan bahwa bintang-bintang
memberi pengaruh di alam ini. Ilmu ini haram hukumnya. Ilmu ini terbagi
tiga macam; sebagiannya lebih haram daripada yang lainnya:
Pertama : meyakini bahwa bintang-bintang itulah yang
menjadikan peristiwa-peristiwa di alam ini baik
berupa kebaikan ataupun kejelekan, sakit ataupun
sehat, paceklik ataupun panen raya, dan selainnya.
Sumber kejadian di alam ini adalah gerakan-
gerakan dan bentuk-bentuk bintang. Keyakinan
ini merupakan penentangan kepada Sang Pencipta
‘Azza wa Jalla, karena menganggap adanya pencipta
selain Dia, dan merupakan kekufuran yang nyata
berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin.

5 Fatawa Al-‘Aqidah: I/197.

Ruqyah
47
Kedua : seseorang tidak meyakini bahwa bintang-bintang
itu yang menjadikan peristiwa di alam ini. Tapi
menurutnya bintang-bintang itu hanya sebab yang
memberi pengaruh. Tang menciptakan tetaplah
Allah ‘Azza wa Jalla. Keyakinan ini pun batil, karena
Allah tidak pernah menjadikan bintang-bintang
itu sebagai sebab, dan bintang tersebut tidak ada
hubungannya dengan apa yang berlangsung di
alam ini.
Ketiga : menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk atas
kejadian yang akan datang. Ini merupakan bentuk
pengakuan terhadap ilmu gaib, masuk dalam
katagori perdukunan serta sihir. Hukumnya kafir
menurut kesepakatan kaum muslimin.6

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

ِّ ‫َم ِن ا ْق َت َب َس ُش ْع َب ًة ِم َن ال ُّن ُج ْو ِم َف َق ِد ا ْق َت َب َس ُش ْع َب ًة ِم َن‬


‫ زَا َد َما زَا َد‬،‫الس ْح ِر‬
“Barang siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum (perbintangan)
sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. Semakin bertambah
(ia mempelajari ilmu nujum) semakin bertambah pula (dosanya).” (HR
Abu Dawud dengan sanad yang shahih)
Padahal sihir termasuk:

ِّ ‫ ُم ْد ِم ُن ا ْلخَ ْم ِر َو َق ِاط ُع ال َّر ْح ِم َو ُم َص ِّد ٌق ب‬،‫َثل َا َث ٌة َلا َي ْدخُ ُل ْو َن ا ْل َج َّن َة‬


‫ِالس ْح ِر‬
“Tiga orang yang tidak akan masuk surga: pecandu khamar (minuman
keras), orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan, dan orang yang
mempercayai sihir7”. (HR Ahmad dan Ibnu Hibban dalam Shahih-
nya).
Allah menciptakan bintang-bintang bukan untuk dijadikan sebagai
saranan untuk meramal nasib. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam
kitab Shahih-nya dari Qatadah RA, bahwa ia berkata:
6 Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Muhammad Al-Utsaimin: II/5–6.
7 Mempercayai sihir yang di antara macamnya adalah ilmu nujum (astrologi), sebagaimana
yang telah dinyatakan dalam hadits: “Barang siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu
nujum, maka sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir….”

Jin; Hakikat bukan Khurafat


48
“Allah menciptakan bintang bintang ini untuk tiga hikmah : sebagai hiasan
langit, sebagai alat pelempar setan, dan sebagai tanda untuk petunjuk (arah
dan sebagainya). Maka barang siapa yang berpendapat selain hal tersebut
maka ia telah melakukan kesalahan, dan menyia-nyiakan nasibnya, serta
membebani dirinya dengan hal yang di luar batas pengetahuannya.”
Wallahu a’lam.

Mengapa tradisi Jawa tersebut dikategorikan syirik dan


terlarang?

Mengapa dianggap
No. Nama Tradisi Keterangan
syirik?
1 Kalender Ada tujuh hari. Masing- Hukum
Jawa masing memiliki makna mempraktikkan
berbeda, berdasarkan dan mempercayai
pandangan ahli nujum dan ramalan bintang
petungan Jawa. adalah haram.
2 Jam (Sa'at) Nilai dan makna khsusus Tidak ada dalilnya
dalam jam-jam tertentu. dalam Islam. Tradisi
Ditentukan oleh nilai neptu ini mirip dengan
yang diperhitungkan dari praktik Thiyarah.
hari dan pekannya
3 Naga dan Mencari perpaduan hari, Serupa dengan
Rijalolah pasaran, tahun, windu dan Thiyarah. Juga
mangsa yang menghasilkan merupakan celaan
penyatuan karakter baik. terhadap waktu /
Suatu hal yang dilakukan musim.
pada hari dengan karakter
jelek terganggu usaha
sehingga banyak kendala,
bahkan mengalami
kegagalan.
4 Neptu Nilai yang disandarkan Terdapat unsur
pada pasaran, hari, Thiyarah dan ilmu
pekan, bulan dan tahun. nujum di dalamnya.
Dalam perkembangannya
neptu merupakan hasil
“penemuan para ahli
nujum dan sarana ilmu
perhitungan (primbon).”

Ruqyah
49
5 Nujum Adalah ilmu ramalan Ilmu nujum adalah
bintang (astrologi). Namun haram.
dalam perkembangannya
nujum digunakan untuk
menyebut semua jenis
ramalan.
6 Weton Paduan hari dan pasaran Mirip dengan
saat seseorang dilahirkan, Thiyarah. Meyakini
misalnya Senin Wage atau bahwa waktu
Jum’at Pon. Weton memiliki tertentu memiliki
peran sentral dalam pengaruh ghaib yang
perhitungan dan ramalan khusus.
nasib Jawa. Namun, jika
penggunaan weton
sebatas identifikasi
waktu (misalnya
penanggalan
kelahiran, undangan
dan sebagainya),
tanpa ada
keyakinan manfaat
dan madharat di
dalamnya, tidak
mengapa.

7 Wuku Siklus tujuh harian atau Mirip dengan


mingguan dalam kalender Thiyarah. Meyakini
Jawa. Memiliki sifat dan bahwa waktu
karakter sendiri-sendiri serta tertentu memiliki
mempengaruhi kehidupan pengaruh ghaib
manusia. yang khusus. Juga
merupakan celaan
terhadap waktu /
musim
8 Penetapan Mirip dengan penanggalan Termasuk Thiyarah
tahun dan Cina yang menamai dan pencelaan
tahun dengan Shio terhadap waktu.
berlambang binatang.
Awal tahun baru yang
jatuh pada tanggal 1 Sura
akan memiliki nama sesuai
beberapa jenis binatang
sesuai harinya.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


50
9 Windu Siklus per delapan tahun. Termasuk Thiyarah
Masing-masing windu dan pencelaan
memiliki makna tersendiri terhadap waktu.
terkait sial atau bahagia; Selama sebatas
untung atau celaka. identifikasi
waktu, tanpa ada
keyakinan manfaat
dan madharat di
dalamnya, tidak
mengapa.

10 Bulan, hari Penentuan bulan, hari dan Termasuk Thiyarah.


dan waktu waktu tertentu sebagai
yang baik dan patokan untuk melakukan
yang buruk atau menunda pekerjaan.
Seperti Anggarakasih, Bagas
Padewan, Samparwangke,
Taliwangke, Sangarwangsa,
dan sebagainya.

Hukum Menggunakan Kalender Hijriah dibandingkan


Kalender Jawa

Hukum penggunaan kalender Hijriyah


Nash-nash (dalil-dalil) syar'i menunjukkan wajibnya menggunakan
kalender Qomariyah (berdasarkan peredaran bulan)yang kita kenal
dengan kalender Hijriyah, di antara dalil-dalil tersebut adalah firman
Allah :

         

"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: 'Bulan sabit


itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji'."(Al-
Baqarah: 189)
Allah menjadikan Hilal (bulan sabit) sebagai tanda berawal dan dan
berakhirnya bulan, maka dengan munculnya Hilal dimulailah bulan baru

Ruqyah
51
dan berakhirlah bulan yang telah lalu. Maka jadilah hilal-hilal itu sebagai
patokan waktu, dan ini menunjukkan bahwa hitungan bulan adalah
Qomari karena keterkaitannya dengan peredaran bulan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Maka Dia (Allah)
mengabarkan bahwa Hilal-hilal itu adalah patokan waktu bagi manusia,
dan ini umum dalam setiap urusan mereka, lalu Allah menjadikan Hilal-
hilal itu sebagai patokan waktu bagi manusia dalam hukum-hukum yang
ditetapkan oleh syari'at, baik sebagai tanda permulaan ibadah maupun
sebagai sebab diwajibkannya sebuah ibadah, dan juga sebagai patokan
waktu bagi hukum-hukm yang ditetapkan berdasarkan syarat yang
dipersyaratkan oelh seorang hamba. Maka hukum-hukum yangditetapkan
dengan syari'at atau dengan syarat maka patokan waktunya berdasarkan
Hilal, dan masuk ke dalam hal ini puasa, haji, ilaa' (sumpah dari seorang
suami untuk tidak men-jima' (berhubungan badan) istrinya dalam watu
kurang dari 40 hari), dan 'iddah (masa menunggu setelah dicerai)."
Allah SWT berfirman :

            

 
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi." (At-
Taubah: 36)
Allah menyifati penghitungan waktu dengan menggunakan peredaran
bulan, dan bahwasanya bulan-bulan Qomari apabila sampai pada bilangan
ini (12) dinamakan sebagai satu tahun. Dan inilah makna bilangan bulan
dalam ayat di atas.
Al-Fakhr ar-Razi berkata, "Para ulama berkata bahwa wajib bagi kaum
muslimin berdasarkan ayat ini untuk menghitung dalam perdagangan mereka,
waktu jatuh tempo utang mereka, zakat mereka, dan hukum-hukum yang lain
dengan peredaran bulan, dan tidak boleh menghitungnya dengan perhitungan
tahun selain hijriyah (masehi dan lain-lain)."8
Dan beliau rahimahullah menyebutkan bahwa bulan-bulan yang
dianggap (diperhitungkan) di dalam syariat Islam patokanya/landasan
adalah dengan melihat bulan, dan tahunnya adalah tahun Qomariyah

8 At-Tafsir al-Kabir: XVI/53

Jin; Hakikat bukan Khurafat


52
(hijriyah). 9

Dalil dari hadits


Adapun dalil dari hadits adalah sabda Rasulullah SAW:

‫إِ َذا َر َٔا ْي ُت ُم ا ْل ِهل َا َل َف ُص ْو ُم ْوا َوإِ َذا َر َٔا ْي ُت ُم ْو ُه َف َٔا ْفطِ ُر ْوا َف ِٕا ْن ُغ َّم عَ َل ْي ُك ْم َفا ْق ُد ُر ْوا َل ُه‬
"Apabila kalian melihat hilal (awal Ramadhan) maka berpuasalah, dan
apabila kalian melihatnya (pada akhir bulan) maka berbukalah (Idul fithri).
Maka apabila kalian tertutupi mendung genapkanlah bulan dengan tiga
puluh." 10
Rasulullah SAW menjadikan akhir bulan Sya>ban dan masuknya bulan
Ramadhan dengan melihat hilal, dan diqiyaskan dengan hal ini bulan-
bulan yang lain.

Dan kesimpulan dari dalil-dalil di atas secara tegas menyatakan


bahwa yang dipraktekkan dan dijadikan perhitungan adalah kalender
Hijriyah, hal itu yang menguatkan wajibnya berpegang teguh dengannya
dan bukan dengan kalender-kalender selainnya. Dan kalender ini cocok
dengan keadaan-keadaan manusia, karena ia cocok bagi setiap bangsa
karena mudahnya dan gampang dikomusikasikan untuk masing-masing
pihak. Dan generasi awal (salaf) umat Islam dari kalangan Shahabat RA,
dan Tabi'in telah bersepakat dalam penggunaan kalender ini.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin rahimahullah berkata, "Perhitungan
kalender harian dimulai dari terbenamnya matahari, dan bulan dimulai dengan
munculnya hilal, dan tahun dimulai dari hijrah (hijrah Nabi), dan inilah yang
dipraktekkan oleh kaum Muslimin, yang mereka ketahui dan dijadikan perhitungan
oleh Ahli Fiqih dalam kitab-kitab mereka."11
Dan berdasarkan pembahasan yang telah lalu, maka penggunaan
kalender Hijriyah dan masehi mempunyai beberapa keadaan:

9 At-Tafsir al-Kabir: XVII/35-36


10 HR Al-Bukhari 2/674 dan Muslim 2/762
11 Adh-Dhiya' al-Lami' min Khuthbah al-Jawami' hlm. 307

Ruqyah
53
Pertama: Menggunakan kalender Hijriyah saja
Hukum dari keadaan ini adalah bahwasanya petunjuk Syari'at mengarah
pada kewajiban mengamalkan kalender Hiriyah, dan bahwasanya
penghitungan waktu-waktu ibadah berdasar padanya dan itu adalah
syi'ar dan simbol Islam.

Kedua: Menggunakan kalender Hijriyah dan Jawa secara bersamaan


Telah kami sebutkan pada keadaan pertama bahwa pada asalnya
perhitungan yang harus digunakan adalah kaelender Hiriyah, dan
hukum ini mencakup seluruh idividu dan negeri-negeri Islam. Akan
tetapi tidak mengapa untuk memanfaatkan kalender masehi, akan tetapi
hanya sebagai pembantu kalender Hijriyah, yang dia (kalender masehi)
disebutkan di belakang kalender masehi ketika dibutuhkan atau ketika
ada maslahat yang kuat. Contohnya kita katakan, "Sekarang tanggal 23
Muharram 1432 bertetpatan dengan ... Suro."
Tidak mengapa kita kita mengambil—bukan mengganti—perhitungan
(kalender) umat-umat lain yang bermanfaat bagi kita dalam beberapa
kesempatan dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan perkara-
perkara dunia. Adapun yang berkaitan dengan musim yang empat,
dan penggunaannya dalam mengatur matapencaharian, pekerjaan, dan
pendidikan, maka hal ini tidak ada kaitannya dengan pembahasan kita
tentang kalender Hijriyah maupun Jawa.

Ketiga: Menggunakan kalender Jawa saja


Berdasarkan pembahasan yang telah lalu bahwasanya kalender Jawa
berkaitan dengan agama dan kebudayaan Jawa (yang belum tentu sesuai
dengan Islam). Ini tampak jelas dari nama-nama bulan yang ada dalam
kalender masehi. Maka sebagian besar nama-nama itu adalah nama
berhala yang berkaitan tuhan-tuhan Nasrani, atau nama-nama kaisar atau
nama-nama pendeta mereka. Oleh sebab itu penetapan kalender masehi
sebagai simbol bagi suatu Negara dan menggunakan perhitungan tanggal
dengannya dalam berbagai hal adalah bentuk tasyabbuh (meniru-niru)
orang Nasrani, dantelah banyak nash-nash Syar'iat yang mengharamkan
hal tersebut. Di antara nash tersebut adalah sabda Rasulullah SAW :

‫َم ْن تَشَ َّب َه ِب َق ْو ٍم َف ُه َو ِم ْن ُه ْم‬


Jin; Hakikat bukan Khurafat
54
"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari kaum
itu." 12
Hadits di atas mengandung larangan tasyabbuh dengan simbol-simbol
orang kafir, hari raya mereka kebiasaan-kebiasaan dan seragam-seragam
mereka serta apa-apa yang menjadi kekhususan mereka. Dan penggunaan
kalender Jawa masuk ke dalam ciri khas orang-orang yang kurang saleh
(penganut Kejawen) ataupun tradisi Hindu.
Pada era kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam diguna-
kan. Pada tahun ke-9 setelah Hirah, turun ayat 36-37 surat At-Taubah, yang
melarang menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan,
(sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama
yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang
empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana
mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah
beserta orang-orang yang takwa.
Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah
kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka
menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang
lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan
Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Oleh
setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk
mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.”

12 HR Abu Dawud dan Ahmad 2/50, 2/92 dengan sanad yang masih diperselisihkan.

Ruqyah
55
Jin; Hakikat bukan Khurafat
56
TRADISI KEJAWEN SAAT BAYI DALAM
KANDUNGAN HINGGA LAHIR

Selamatan Wanita Hamil

Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang berarti selamat,
bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari
insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Menurut Clifford Geertz, slamet
berarti gak ana apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak akan
terjadi apa-apa” (pada siapa pun). Konsep tersebut dimanifestasikan
melalui praktik-praktik slametan. Slametan adalah kegiatan-kegiatan
komunal Jawa yang biasanya digambarkan oleh ethnografer sebagai pesta
ritual, baik upacara di rumah maupun di desa, bahkan memiliki skala yang
lebih besar, mulai dari tedak siti (upacara menginjak tanah yang pertama),
mantu (perkawinan), hingga upacara tahunan untuk memperingati ruh
penjaga. Dengan demikian, slametan merupakan memiliki tujuan akan
penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum. Di samping
itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (talak balak). Dalam tradisi
slametan, unsur yang dicari bukanlah makan bersama di tempat si
empunya hajat, melinkan oleh-oleh berupa berkat (berkah) yang diyakini
sebagai makanan “bertuah.”
Dalam Primbon Betaljemur Adammakna, kehamilan selalu diiringi
ritual selamatan (slametan) setiap bulannya :

Bulan I : slametan dengan bubur abor-abor (bubur sumsum).


Bulan II : slametan dengan aneka makanan:
1. Nasi tumpeng kuluban (urap). Jenis sayur kuluban
harus ganjil
2. Bubur merah (beras merah diberi gula merah)

Ruqyah
57
3. Bubur putih (beras dengan santan)
4. Bubur merah putih (bubur putih di bawah, bubur
merah di atas)
5. Bubur baro-baro (bubur dedak halus diberi gula
merah dan parutan kelapa)
6. Pipis kental (tepung beras diberi garam, santan,
gula merah, dibungkus daun pisang lalu dikukus)
7. Segala macam jajan pasar dan kembang boreh
Bulan III : slametannya sama dengan Bulan II
Bulan IV : slametan dengan hidangan:
1. Nasi Punar (nasi kuning gurih) dengan lauk daging,
jeroan dan mata kerbau serta sambal goreng.
2. Apem.
3. Ketupat, dengan jenis Sinta, jago, Sidalungguh
dan Luwar.
Bulan V : slametan dengan hidangan berupa:
1. Nasi kuluban
2. Ulat-ulatan dari tepung beras yang diwarnai merah
dan hitam
3. Ketan mancawarna (aneka warna)dihidangkan
dengan enten-enten gula kelapa
Bulan VI : slametan dengan apem kocor dengan juruh gula
merah dan santan
Bulan VII : Lihat entri Slametan 7 bulan
Bulan VIII : slametan dengan hidangan bulus angrem, serabi
yang ditelungkupkan pada kelepon. Serabinya ibarat
bulus, kelepon ibarat telurnya.
Bulan IX : slametan dengan bubur procot. Jika telah lewat
sembilan bulan mendekati 10 bulan, diadakan
slametan dengan dawet plencing.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


58
Slametan setiap bulan kini sudah jarang dilakukan, namun khusus
slametan empat dan tujuh bulan masih membudaya di kalangan keluarga
Jawa, baik di desa maupun di kota.

Selamatan 4 Bulan (Ngupati)


Slametan bulan keempat kehamilan dipandang istimewa dalam tradisi
Jawa. Slametan ini disebut ngupati atau kupatan. Ngupati berasal dari
kata kupat atau ketupat, makanan yang terbuat dari beras dengan daun
kelapa (janur) sebagai pembungkus. Tradisi ngupati adalah slametan
yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan, agar anak yang masih
dalam kandungan ibu tersebut memiliki kualitas baik, sesuai dengan
harapan orangtua. Slametan ini biasanya menggunakan kupat sebagai
hidangan utama . Sebagian kalangan meyakini bahwa tradisi ngupati ini
penting karena dihubungkan dengan keyakinan Islam bahwa janin dalam
kandungan ditiupkan ruh pada umur empat bulan.

Selamatan 7 Bulan (Mitoni/Tingkeb)


Slametan tujuh bulan kandungan disebut juga mitoni, berasal dari kata
pitu (tujuh). Disebut juga Tingkeb atau tingkeban. Tingkep berarti tutup,
ada yang memaknai tingkeban ini sebagai upacara atau slametan penutup,
padahal dalam primbon ada slametan dalam setiap bulannya. Ada juga
yang memaknai tingkeban ini penutup karena setelah usia kandungan
tujuh bulan si isteri tak boleh lagi dicampuri oleh suaminya sampai masa
nifas berakhir.
Dalam slametan tujuh bulan, syaratnya cukup banyak dan padat.
Antara lain:
1. Dipilih hari Rabu atau Sabtu dengan tanggal ganjil sebelum 15‫ﺯ‬
2. Si ibu dimandikan keramas dengan air kembang setaman, tepung
beras mancawarna (tujuh macam warna), mangir, daun pandan wangi
dan daun kemuning. Yang memandikan adalah dukun atau kerabat
yang paling tua dengan siwur (gayung batok kelapa).
3. Ketika dimandikan si ibu duduk di atas tikar beralaskan daun apa-apa,
keluwih, kara, dadap srep, ilalang dan beraneka jenis kain. Kainnya
antara lain letrek, jingga, banguntalak, sindur, sembagi, selendang
lurik puluhwatu, yuyusekandang dan mori putih.

Ruqyah
59
4. Sesajen berupa nasi kuluban dan jajan pasar
5. Bubur merah, putih dan procot
6. Berbagai macam ampyang (nasi kering, ketela, kacang, wijen) yang
digoreng sangan (tanpa minyak) dan dicampur gula merah
7. Emping ketan digoreng sangan dicampur gula merah dan parutan
kelapa
8. Tumpeng robyong (dalam cething nasi) berlauk telur rebus, ikan, terasi,
disertai bawang merah dan cabai yang ditusuk lidi dan diletakkan
ddi pucuknya. Di lerengnya diberi ikan, krupuk dan berbagai macam
kuluban.
9. Penyon (semacam kue lapis kue beras)
10. Sampora (kue berbentuk tempurung dari tepung beras, diisi gula
merah)
11. Pring sedapur (kue tepung beras berbentuk tumpeng kecil berjumlah 9
pasang ditanami batang kecil 7 warna dari tepung beras)
Selain itu disiapkan sebuah kelapa gading yang digambari wajah dewa
Kamajaya dan Dewi Kamaratih, atau Arjuna dan Sembadra atau Panji dan
Candrakirana. Si ibu hamil berganti kain setelah mandi, perutnya diikat
longgar dengan lawe merah, putih dan hitam. Kemudian dukun atau
mertuanya menjatuhkan teropong (alat memintal benang), diterima oleh
ibu itu sendiri/dukun. Sambil mengatakan: pria atau wanita pun mau
asalkan selamat. Lalu dijatihkan kelapa gading bergambar tadi sambil
berkata: jika pria seperti Kamajaya, Arjuna atau Panji; jika wanita seperti
Kamaratih, atau Sembadra atau Candrakirana.
Setelah itu ibu hamil tadi memakai 7 helai kain secara bergantian. Dari
kain pertama sampai ketujuh orang tuanya mengatakan: belum pantas.
Kain tadi dibiarkan berserakan dan diduduki. Setelah itu baru memakai
kain lagi sebagai kemben, tak berbaju, tak berhias maupun memahai
perhiasan apapun. Setelah itu orang tuanya berkata: sudah pantas, sudah
pantas.
Di samping hidangan-hidangan tadi, ada juga acara makan rujak
buah. Kepercayaan mitologi dari sebagian masyarakat Jawa, di saat ibu
hamil makan rujak, jika dia merasa pedas atau kepedasan, maka besar
kemungkinan bayi yang dikandung adalah laki-laki, demikian juga
sebaliknya.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


60
Dalam tradisi lainnya juga, hingga kini masih diamalkan di desa-desa,
setelah upacara tujuh bulan perempuan hamil selalu membawa pisau
kecil atau gunting agar tidak diganggu oleh hyang jahat. Ini merupakan
pengaruh agama Tu dan Yang yang berkembang dari Asia Asia Tengah
dan meluas sampai ke Indonesia. Beberapa tradisi di Cina, Korea hingga
Polinesia menampakkan pengaruh yang sama, termasuk dalam upacara
tujuh bulan bagi wanita hamil.

Mengetahui Jenis Kelamin Janin

Dalam primbon, jenis kelamin bayi dapat diketahui meski masih di dalam
perut ibunya. Caranya bukan dengan USG namun dengan perhitungan.
Caranya ada orang yang bertanya: jika si bayi keluar pria atau wanita.
Kemudian neptu huruf nama si penanya dijumlahkan dengan neptu hari
dan pekan ketika ia bertanya, lalu jumlahnya dibagi dengan angka 3.
Jawabannya sebagai berikut:

Jika sisa pembagiannya 1 berarti janin itu pria.


Jika sisa pembagiannya 2 maka wanita.
Jika sisa pembagiannya 3 maka jenis kelaminnya.

Waktu Kelahiran Bayi Sesuai Hari dan Jam


Primbon Betaljemur Adammakna mencatat bahwa saat bayi lahir sebagai
berikut:

Ahad pukul 6, 7, 11, 1 atau 5


Senin pukul 8, 10, 1, 3 atau 5
Selasa pukul 7, 10, 12, 2 atau 5
Rabu pukul 7, 9, 12, 2 atau 4
Kamis pukul 8, 11, 1, 3 atau 4
Jum’at 8, 10, 12, 3 atau 4
Sabtu 7, 9, 11, 2 atau 4

Tidak diterangkan waktu-waktu apa yang dimaksud. Kemungkinan


besar waktu-waktu di atas adalah waktu yang baik untuk kelahiran bayi.

Ruqyah
61
Padahal kelahiran bayi berlangsung secara sunatullah dan dipengaruhi
banyak faktor. Tak jelas mengapa jam-jam di atas menjadi istimewa
dibandingkan waktu-waktu lainnya.

Doa Menjelang Kelahiran

Menurut Dewi Siti Fatimah, menjelang kelahiran dibaca doa sebagai


berikut:
Ungiduhu bilwakidi samadiminsari kulidikasad 1
Sementara jika kelahiran sulit atau menunggu lama membaca:
Mani luwih retna mulya, kama putih retna gumilang, pangeran tana
gumilang, rasa mawa karsa, dat mutrat nur putih mud putih mas kerat
sukma eling rasa urip jatining ana, nur langgeng sipat urip, nur dat, nur
Mohammad.
Tak jelas siapa Dewi Siti Fatimah, mungkin yang dimaksud adalah
putri Rasulullah, Fatimah RA. Doa pertama berbau bahasa Arab, namun
artinya agak membingungkan. Sementara doa kedua lebih mirip mantera,
namun diakhiri dengan istilah yang masyhur di kalangan sufi, yaitu nur
Muhammad. Di sini nampak sinkretisasi yang kental, mencampuradukkan
konsep doa, nisbah kepada ahlul bait, mantera dan konsep sufi.

Setelah bayi lahir: adzan, iqomat dan dukun

Setelah bayi dilahirkan, sebelum diberi adzan pada telinga kanan dan
qomat pada telinga kiri, bayi tidak boleh disentuh orang lain kecuali dukun.
Dipercaya bahwa bayi yang baru lahir masih suci, terbuka hatinya, tulang-
tulang, urat, darah, daging dan dzatnya. Jika sampai tersentuh orang yang
berdosa maka akan terkejut, tulang, urat dan dzat akan tertutup rapat.
Karena itu sunat diberi adzan untuk menolak godaan iblis yang disebut
Omisijan. Menangisnya bayi pada saat dilahirkan diyakini karena digoda
iblis, ditusuk dengan jari kanan dan kirinya. Jika diberi adzan si iblis tidak
berani mengganggu. Primbon juga mengajarkan membacakan surat “Inna
anjalna..,” mungkin yang dimaksud adalah Surat Al-Qadar, pada telinga
kanan. Sementara pada telinga kiri dibacakan surat “Kulhu” (Al-Ikhlas)
tiga kali pada telinga kiri.
1 Mungkinkah maksudnya adalah: U'idzuhu bil Wahidis Shamad min kulli hasad (Aku
menjadikan Al-Wahid As-Shamad (Allah) sebagai pelindung dari segala sesuatu yang
mendengkinya) ? Wallahu A'lam.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


62
Memotong Usus (Ari-Ari)

Usus diurut agar darahnya terkumpul lalu dipotong memakai welat (pisau
yang terbuat dari bambu wulung. Memotongnya harus dilapisi kunyit.
Setelah dipotong, darah yang keluar disapukan ke bibir si bayi. Setelah
dipakai welat dicuci agar bisa digunakan lagi pada kelahiran berikutnya.
Penggunaan welat bergantian ini memunculkan istilah “sedulur tunggal
welat” alias saudara yang dipotong ari-arinya dengan welat yang sama.
Jika welat tidak disimpan, maka dapat ditanam bersama dengan ari-ari
dan kunyitnya.

Sedulur Papat Lima Pancer

Dalam kelahiran setiap bayi, kepercayaan Kejawen meyakini empat


sedulur (saudara) yang bersama lahir dan menyertai si bayi. Konsep ini
disebut sedulur papat lima pancer, empat saudara dan yang kelima di
tengah. Konsep ini memiliki takwil yang bermacam-macam:
Dalam pemikiran Jawa pra-Islam, konon konsep ini berasal adalah
penyelarasan antara jagad kecil (manusia-mikrokosmos) dengan jagad
besar alam semesta (makrokosmos). Empat saudara yang ada di jagad
besar adalah empat kiblat yang ada yaitu timur, selatan, barat dan utara.
Ditambah saudara pancer yaitu di tengah, tempat manusia itu berada.
Sedangkan empat saudara yang berkaitan dengan jagad kecil (manusia)
adalah apa-apa yang mengiringi kelahirannya. “Saudara Empat” itu
adalah Marmati, Kawah, Ari–ari (plasenta/ tembuni) dan Darah yang
umumnya disebut Rahsa. Semua itu berpusat di Pusar yaitu berpusat di
Bayi.
Mengapa disebut Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari – Ari, dan Rahsa?
Marmati itu artinya Samar Mati (Takut Mati) Umumnya bila seorang ibu
mengandung sehari - hari pikirannya khawatir karena Samar Mati. Rasa
khawatir tersebut hadir terlebih dahulu sebelum keluarnya Kawah (air
ketuban), Ari – ari, dan Rahsa. Oleh karena itu Rasa Samar Mati itu lalu
dianggap Sadulur Tuwa (Saudara Tua).
Perempuan yang hamil saat melahirkan, yang keluar terlebih dahulu
adalah Air Kawah (Air Ketuban) sebelum lahir bayinya, dengan demikian
Kawah lantas dianggap Sadulur Tuwa yang biasa disebut Kakang (kakak)
Kawah.

Ruqyah
63
Bila kawah sudah lancar keluar, kemudian disusul dengan ahirnya si
bayi, setelah itu barulah keluar Ari – ari (placenta/ tembuni). Karena Ari
– ari keluar setelah bayi lahir, ia disebut sebagai Sedulur Enom (Saudara
Muda) dan disebut Adhi (adik) Ari-Ari.
Setiap ada wanita yang melahirkan, tentu saja juga mengeluarkan Rah
(Getih=darah) yang cukup banyak. Keluarnya Rah (Rahsa) ini juga pada
waktu akhir, maka dari itu Rahsa itu juga dianggap Sedulur Enom.
Puser (Tali pusat) itu umumnya gugur (Pupak) ketika bayi sudah
berumur tujuh hari. Tali pusat yang copot dari pusar juga dianggap
saudara si bayi. Pusar ini dianggap pusatnya Saudara Empat. Dari situlah
muncul semboyan ‘Saudara Empat Lima Pusat’
Pengertian asal ini kemudian berkembang dengan adanya pengaruh
agama Hindu. Sedulur papat (empat saudara) kemudian dimaknai sebagai
unsur alam yang menjadi pembentuk jasad manusia. Empat anasir ini
adalah bumi/tanah, air, api dan angin. Sedang yang kelima pancer adalah
diri manusia itu sendiri.
Bagi orang Jawa semua ’sedulur’ tadi harus diruwat, dirawat dan
dihormati dengan cara diselamati dengan ‘bancakan’ atau tumpengan.
Mereka semua dianggap ‘pamomong’ atau penjaga manusia. Biasanya
penyebutan untuk mereka dan sekalian untuk unsur-unsur alam semesta
disebut dengan “sedulurku sing lahir bareng sedino, sing ora lahir bareng
sedino, sing kerawatan lan sing ora kerawatan.” Artinya : “Saudaraku yang
lahir bersamaan sehari denganku (air ketuban, ari-ari, darah kelahiran,
tali plasenta,dan ruh/jiwa ), saudara yang tidak lahir bersamaan (unsur
alam semesta), yang terawat maupun yang tidak terawat.”
Konsep sedulur papat lima pancer ini kemudian berkembang lagi
dengan adanya pengaruh Islam. Konon, Sunan Kalijaga menambahkan
pengertian baru yang bernafaskan Islam. Empat saudara itu adalah empat
jenis nafsu manusia sedangkan yang kelima pancer adalah hati nurani
atau "alam rahsa / sirr." Unsur empat nafsu adalah nafsu aluamah, sufiyah,
amarah dan muthmainah. Unsur-unsur tersebut kemudian dilambangkan
dalam bentuk gunungan pada wayang.
Nafsu aluamah berkaitan dengan insting dasar manusia. Yaitu keinginan
untuk makan, minum, berpakaian, bersenggama dan sebagainya.
Dikatakan bahwa nafsu aluamah ini terjadi karena pengaruh unsur tanah
yang menjadi unsur pembentuk jasad manusia. Dalam gunungan wayang,
nafsu aluamah dilambangkan dengan binatang kera.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


64
Nafsu sufiyah berkaitan dengan keinginan duniawi untuk dipuji, untuk
kaya, mendapat derajad dan pangkat, loba, tamak dan lain-lain. Nafsu
ini berpadanan dengan sifat udara yang menjadi unsur pembentuk jasad.
Sifat dari udara adalah selalu ingin memenuhi ruang selagi ruang itu
kosong. Dalam gunungan wayang, nafsu sufiyah dilambangkan dengan
binatang banteng.
Nafsu amarah berkaitan dengan keinginan untuk mempertahankan
harga diri, rasa marah, dan emosi. Dikatakan nafsu ini mendapat
pengaruh dari sifat panas api yang menjadi pembentuk jasad manusia.
Dalam gunungan wayang, nafsu amarah dilambangkan dengan binatang
harimau.
Nafsu muthmainah adalah nafsu yang mengajak ke arah kebaikan.
Dikatakan bahwa nafsu ini mendapat pengaruh sifat air yang juga menjadi
pembentuk jasad manusia. Dalam gunungan wayang, nafsu muthmainah
dilambangkan dengan binatang merak.
Untuk penyebutan unsur kelima atau pancer ada bermacam-
macam penafsiran. Ada yang mengatakan Nur Muhammad, ada yang
mengartikan sebagai ‘guru sejati’, ada yang menyebut ‘roso jati sejatining
roso’ (rasa sejati, sejatinya rasa). Intinya saudara pancer yang kelima itu
adalah unsur ’super ego’ yang menjadi sumber nilai bagi manusia. Ada
pula yang mengartikan pancer sebagai “bashiroh” yaitu mata hati yang
bersumber dari kesejatian ‘min Ruhi’ yang dianugerahkan oleh ilahi.
Dalam perspektif yang mencoba mengakurkan konsep Kejawen
dengan tasawuf Islam, keempat nafsu yang ada harus ‘dirawat’, diatur,
diseimbangkan dan harus berjalan dibawah kendali akal dalam bimbingan
hidayah ilahi. Itulah makna dari ‘angaweruhi’ (merawat) sedulur papat
limo pancer.

Tatacara Membuang Ari-Ari

Pentingnya ari-ari sebagai salah satu unsur “sedulur papat” membuat ia


diperlakukan khusus dalam tradisi Jawa. Ari-ari diletakkan dalam kendil
(kuali tanah liat) dengan dialasi daun sente (talas) dan diberi kembang
boreh, minyak wangi, kunyit yang dipakai saat memotong ari-ari, garam,
jarum, benang, ikan petek, gantal (gulungan daun sirih yang diikat
dengan benang lawe) dua buah. Juga disertakan kemiri gepak jendul,
kertas bertuliskan huruf Jawa, Arab dan latin serta uang segobang.

Ruqyah
65
Kendil kemudian ditutup dengan lemper dan dibungkus dengan kain
mori yang baru. Setelah itu kendil bisa dihanyutkan ke sungai, digantung
di pojok rumah bagian luar atau ditanam dalam tanah. Yang melakukan
harus ayah si bayi dengan berpakaian rapi, berkeris dan mencangkul
sendiri lubang untuk menanamnya. Kemudian, pada setiap hari weton si
bayi, kubur ari-ari tersebut diberi sesaji kembang telon.
Ada kebiasaan lain terkait ari-ari tersebut. Jika bayi rewel, menangis
terus dan tak bisa dihentikan dengan berbagai cara, maka tempat
menanam ari-arinya disiram dengan air dingin.

Selamatan tedak siten (turun tanah)

Peringatan tedak-siten/tujuhlapanan atau 245 (dua ratus empat puluh


lima) hari sedikit istimewa, karena untuk pertama kali kaki si bayi
diinjakkan ke atas tanah. Untuk itu diperlukan kurungan ayam yang
dihiasi sesuai selera. Jika bayinya laki-laki, maka di dalam kurungan juga
diberi mainan anak-anak dan alat tulis menulis serta lain-lainnya (jika
si bayi ambil pensil maka ia akan menjadi pengarang, jika ambil buku
berarti suka membaca, jika ambil kalung emas maka ia akan kaya raya,
dan sebagainya) dan tangga dari batang pohon tebu untuk dinaiki si
bayi tapi dengan pertolongan orang tuanya. Kemudian setelah itu si Ibu
melakukan sawuran duwit (menebar uang receh) yang diperebutkan para
tamu dan anak-anak yang hadir agar memperoleh berkah dari upacara
tedak siten.

Tatacara menyapih bayi

Sebuah proses yang dilaksanakan untuk memisahkan bayi dari susuan


ibunya, karena dianggap sudah waktunya, biasanya setelah bayi berumur
2 tahun. Anak dikelilingkan rumah sebanyak tiga kali. Lalu ia dibawa ke
sebuah pohon pisang yang di bawahnya telah diberi jembangan berisi
air kembang setaman dan dilapisi tape ketan. Kepala si anak kemudian
dibenturkan perlahan ke pohon pisang sambil membaca mantra: “Sang
Wewe Putih, kowe tak upahi tape sepengaron nanging janji bisa nyapih si
jabang bayi, aja nganti nangis.” (Wahai Wewe Putih, kuberi upah tape satu
jembangan asalkan dapat menyapih si bayi jangan sampai menangis.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


66
Setelah itu si anak diminumi ramuan kunir, ketumbar, terawas yang
ditumbuk dan diberi sedikit air. Ampasnya dibuat tapel (ditempelkan di
kepala) dengan dibubuhi kapur sedikit.

Supitan (Khitanan) dan Tetesan

Supitan adalah khitan bagi anak lelaki, sementara tetesan bagi anak
perempuan. Namun tetesan hanyalah khitan simbolik, yang dipotong
adalah kunyit/kunir. Yang khas, sebagaimana ritual-ritual lainnya, selalu
ada selamatan dengan hidangan dan sesaji tertentu. Hidangan dan sesajinya
berupa bubur merah dan putih, baro-baro, tumpeng gundul (tanpa lauk),
gula merah 1 tangkep, sebuah kelapa utuh, empluk berisi: beras, kemiri,
kluwak , pisang ayu, sirih kuning, pinang dengan tangkainya, kembang
telon, kemenyan, lawe, ayam hidup dan lain-lain.
Untuk supitan sajen ditambah besi tua (gerangan) berupa sabit,
cangkul, pisau atau linggis yang diletakkan di atas nampan.

Obat-obatan untuk Ibu dan Bayi

Primbon Jawa yang bersifat ensiklopedis memuat juga beraneka resep


dan ramuan obat atau jamu. Periode kehamilan, kelahiran, menyusui dan
perkembangan bayi dilengkapi dengan beraneka obat-obatan dan jamu.
Antara lain:
Jamu untuk wanita hamil
Obat setelah bersalin
Obat memperbanyak air susu
Obat, tapel dan pupuk (bedak) bayi
Obat melahirkan prematur
Obat dan rapal melahirkan terlalu lama
Obat ari-ari tak keluar
Obat wanita agar dicintai suami
Obat ingin punya anak
Obat jika datang bulan

Ruqyah
67
Obat bayi sakit cacar/gabag
Obat cacar untuk bayi dan orang tua
Obat bayi sakit sawan
Obat bayi sakit kembung
Obat bayi sakit panas
Obat bayi muntaber
Yang menarik, jamu dan obat-obatan tadi dilengkapi juga dengan
rapalan, mantra dan ritual tertentu yang bersifat klenik. Hal ini didasari
anggapan bahwa gangguan kesehatan disebabkan karena godaan dan
gangguan makhluk halus. Aneka rapal dan mantra tadi berifat bujukan
agar makhluk halus tadi tak mengganggu. Biasanya juga disertai
“sogokan” berupa sesaji dan hidangan tertentu.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


68
SYIRIK DAN BID'AH
DALAM TRADISI SLAMETAN BAYI

D
i antara syubhat yang melanda kaum Muslimin ketika
dihadapkan kepada tradisi-tradisi non-Islam, adalah pertanyaan:
"Itu hal yang baik… kenapa dilarang? Mana sisi buruknya?"
Hal serupa pula mungkin yang hinggap di benak kita, setelah membaca
uraian tradisi Jawa di atas. "Namanya slametan, maksudnya adalah doa
dan pengharapan kepada Yang Maha Kuasa. Kok dilarang..” Dan, betapa
banyak ritual dan tradisi non-Islam yang diaku-akukan sebagai sesuatu
yang mempunyai kemiripan bentuk dan filosofinya dengan Islam. “Cara
dan ritual bisa berbeda, namun tujuannya satu, yaitu Allah,” kilah yang
sering kita dengar.
Fenomena di atas hampir mirip dengan asbabun nuzul (sebab turunnya)
ayat ke-3 surat Az-Zumar. Diriwayatkan oleh Juwaibir dari Ibnu Abbas,
bahwa ada tiga suku bangsawan (Bani Amir, Bani Kinanah dan Bani
Salamah) yang menyembah berhala. Mereka beranggapan bahwa malaikat
adalah putri-putri Allah. Mereka pun beralasan, tujuan menyembah
berhala semata-mata hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah.1
Kemudian, turunlah firman Allah yang menampik semua klaim mereka:

          

             

          

“Ingatlah! Hanya milik Allah-lah dien yang murni (dari syirik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami
tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”
1 Al-Qur’an Miracle, hal 914.

Ruqyah
69
Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang
mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak akan memberi petunjuk kepada
pendusta dan orang yang sangat ingkar.” (Az-Zumar: 3).
Ayat tersebut menyatakan ajaran Islam sebagai sebuah ajaran mandiri,
mempunyai aturan dan tata-laksanan sendiri yang sama sekali tidak sama
dengan ajaran lain. Kalau pun ada ajaran lain yang mirip atau bahkan
sama, maka motivasi saat mengamalkannya adalah mengamalkan ajaran
Islam, bukan ajaran lain. Puasa pada hari-hari tertentu yang sudah ada
sebelum Nabi Muhammad SAW di utus, misalnya. Kalau pun kemudian
Nabi menetapkannya sebagai ajaran Islam, maka dalam melaksanakan
puasa tersebut motivasi kita adalah melaksanakan syariat Muhammad
SAW, bukan syariat sebelumnya.
Lalu, bagaimana dengan tradisi yang sama sekali berbeda, kemudian
diaku-akukan sebagai cara yang mempunyai tujuan akhir yang sama?

Islam adalah syariat. Kejawen adalah syariat lain. Masing-masing


berdiri sendiri, dan tidak ada kaitan satu dengan yang lain.

Kepada Siapa Memohon Keselamatan?

Tradisi Jawa terkait dengan bayi yang berada dalam kandungan hingga
lahir, umumnya berupa slametan. Ritual, sesajian berikut dengan
filosofi yang dikandung di dalamnya, mengacu kepada sebuah doa dan
pengharapan agar sang jabang bayi selamat selama dalam kandungan, dan
kelak lahir menjadi manusia yang baik dan berguna bagi sesama. Apalagi,
sebagaimana disebutkan di awal pembahasan, slametan juga dimaksudkan
untuk tolak balak. Masalahnya, kepada siapa kita berdoa dan berharap?
Balak dari mana yang kita khawatirkan akan turun, yang oleh karenanya
kita mengadakan slametan untuk (berharap dapat) menangkalnya?

Slametan memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali


tatanan kultur umum. Di samping itu juga untuk menahan kekuatan
kekacauan (talak balak). Dalam tradisi slametan, unsur yang dicari
bukanlah makan bersama di tempat si empunya hajat, melainkan
oleh-oleh berupa berkat (berkah) yang diyakini sebagai makanan
“bertuah.”

Berdoa kepada selain Allah untuk memenuhi kebutuhan atau menolak


bala atau untuk mencari kesembuhan dari penyakit kesemuanya dapat

Jin; Hakikat bukan Khurafat


70
mengotori akal dan membutakan mata hati. Allah berfirman:

            

          

            

    

"Katakanlah, 'Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu


yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak
(pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan
dikembalikan ke belakang sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita."
(Al-An'am : 71).
Berdoa kepada «sesuatu» yang tidak dapat memberikan manfaat dan
mudharat, yang tidak mampu memerintah dan melarang, tidak mampu
mendengar dan tidak mampu memperkenankan doa, baik itu dari
kalangan para nabi dan rasul, jin atau malaikat, bintang-bintang atau
benda langit lainnya, pepohonan dan bebatuan serta orang-orang yang
sudah mati, kesemuanya adalah kezhaliman yang besar, merupakan
kesesatan dari jalan yang lurus dan perbuatan syirik terhadap Allah yang
Maha Agung. Allah berfirman:

               

 
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat
dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika
kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu
termasuk orang-orang yang zhalim." (Yunus : 106).
Juga firman Allah:

             

    

Ruqyah
71
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah
sesembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doanya)
sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka."
(Al-Ahqaaf : 5).
Berdoa kepada selain Allah adalah perbuatan syirik dan merupakan
dosa besar, bahkan dosa terbesar. Segala bentuk dosa bisa diampuni oleh
Allah bagi siapa yang Allah kehendaki, kecuali dosa syirik. Sebagaimana
firman Allah:
               

     


"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya." (An-Nisaa: 48).

Untuk Siapa Sesajian Itu?

Kalau kita amati makanan dalam pelaksanaan slametan di atas, menu yang
wajib yang disyaratkan sangat beragam. Bahkan, beda bulan kehamilan,
beda pula menunya. Slametan dilakukan tak hanya sekali. Dilakukan setiap
bulan (sembilan kali); meski faktanya kini yang banyak dilakukan hanya
bulan ke-empat dan ke-tujuh. Sulit dimengerti, mengapa harus sebanyak
itu ritual slametan dilakukan. Sama sulitnya menjawab pertanyaan,
mengapa makanan yang disajikan harus baku seperti daftar di atas, tidak
boleh berubah?
Tradisi Jawa penuh dengan nilai mistik dan filosofis. Sekadar tedak siti
(upacara menginjak tanah yang pertama), menginjak telur saat perkawinan
dan lainnya, memiliki simbolisasi yang khusus dan kuat. Maka, ketika
harus tumpeng urap dengan jumlah sayur yang ganjil, nasi kuning lauk
jeroan dan seterusnya, bukan sekadar variasi menu layaknya sebuah
warung makan menyajikan hidangannya. Ada makna dan simbol tertentu
yang dibingkai dalam sebuah maksud utama: mengharap keselamatan,
menghindari mara-bahaya. Lalu, untuk siapa sajian khusus tersebut
dihidangkan?
Yang pasti bukan untuk Allah, karena Nabi Muhammad SAW tidak
pernah mencontohkan hal tersebut. Kalau para pelaku tradisi Jawa

Jin; Hakikat bukan Khurafat


72
tersebut berkeyakinan semua sesajian itu ditujukan untuk Allah, maka
sekali-kali niat tersebut tidak akan pernah sampai.

          

         

           

 

"Dan mereka menyediakan sebagian hasil tanaman dan hewan (bagian)


untuk Allah sambil berkata menurut persangkaan mereka, 'Ini untuk Allah
dan yang ini untuk berhala-berhala kami.' Bagian yang untuk berhala-
berhala mereka tidak akan sampai kepada Allah, dan bagian yang untuk
Allah akan sampai kepada berhala-berhala mereka. Sangat buruk apa yang
telah mereka tetapkan itu." (Al-An>am : 136).
Sebab, selain mengandung unsur syirik (dengan mengharap dan
menolak sesuatu bukan kepada Allah, bahkan mempersembahkan sajian
khusus untuk selain-Nya), cara tersebut tidak pernah dicontohkan oleh
Nabi SAW. Sebuah ibadah mahdhah yang dilakukan tanpa ada contoh dari
Nabi SAW, akan sia-sia (tertolak). Rasulullah SAW bersabda :

‫هذا َما َل ْي َس ِم ْن ُه َف ُه َو َر ٌّد‬


َ ‫َم ْن َٔا ْح َد َث ِفي َٔا ْم ِرنَا‬
"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang
bukan berasal darinya, maka amalan tersebut tertolak." (HR. Bukhari
dan Muslim).

Pengaruh Agama Lain

Dalam tradisi lainnya juga, hingga kini masih diamalkan di desa-


desa, setelah upacara tujuh bulan perempuan hamil selalu membawa
pisau kecil atau gunting agar tidak diganggu oleh hyang jahat. Ini
merupakan pengaruh agama Tu dan Yang yang berkembang dari
Asia Asia Tengah dan meluas sampai ke Indonesia. Beberapa tradisi
di Cina, Korea hingga Polinesia menampakkan pengaruh yang sama,
termasuk dalam upacara tujuh bulan bagi wanita hamil.

Ruqyah
73
Semakin jelas, sulit untuk menganggap tradisi-tradisi Jawa di atas
sebagai bentuk kulturasi budaya Islam di Indonesia. Selain jauhnya
perbedaan ritual di antara kedua ajaran tersebut, pengaruh agama selain
Islam justru lebih menonjol—sebagaimana keterangan di atas.
Coba simak ritual berikut, yang sangat kental dengan ajaran non-
Islam:

Selain itu disiapkan sebuah kelapa gading yang digambari wajah dewa
Kamajaya dan Dewi Kamaratih, atau Arjuna dan Sembadra atau Panji
dan Candrakirana. Si ibu hamil berganti kain setelah mandi, perutnya
diikat longgar dengan lawe merah, putih dan hitam. Kemudian
dukun atau mertuanya menjatuhkan teropong (alat memintal
benang), diterima oleh ibu itu sendiri/dukun. Sambil mengatakan:
pria atau wanita pun mau asalkan selamat. Lalu dijatihkan kelapa
gading bergambar tadi sambil berkata: jika pria seperti Kamajaya,
Arjuna atau Panji; jika wanita seperti Kamaratih, atau Sembadra atau
Candrakirana.

Setelah itu ibu hamil tadi memakai 7 helai kain secara bergantian.
Dari kain pertama sampai ketujuh orang tuanya mengatakan: belum
pantas. Kain tadi dibiarkan berserakan dan diduduki. Setelah itu baru
memakai kain lagi sebagai kemben, tak berbaju, tak berhias maupun
memahai perhiasan apapun. Setelah itu orang tuanya berkata: sudah
pantas, sudah pantas.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


74
Mengapa Tradisi Tersebut Terlarang?

Nama
No. Keterangan Penjelasan
Tradisi

1. Slametan Dalam tiap Dalam slametan terkandung


wanita bulan ada makna memohon agar
hamil. ritual slametan diberi keselamatan dan
dengan aneka dihindarkan dari mara-
ragam hidangan bahaya. Permohonan itu
yang sudah tidak ditujukan kepada Allah.
ditentukan. Beda Padahal, memohon (berdoa)
bulan, beda jenis kepada Allah hukumnya syirik.
hidangan. Pelakunya kadang meyakini
doa yang ditujukan dalam
slametan itu hanya kepada
Allah. Namun, cara yang
dilakukan sama sekali
keliru, karena tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi SAW.
Islam mempunyai tuntunan
sendiri dalam hal ini.

Dalam slametan Meski tujuan yang diakukan


bulan ke- sama, namun cara yang
empat, sebagian ditempuh berbeda dengan
kalangan apa yang dilakukan oleh Nabi
meyakini bahwa SAW. Beliau tidak pernah
tradisi ngupati ini melakukan hal seperti itu.
penting karena
dihubungkan
dengan
keyakinan
Islam bahwa
janin dalam
kandungan
ditiupkan ruh
pada umur
empat bulan.

Ruqyah
75
2. Mengetahui Caranya ada Jenis kelamin janin dapat
jenis orang yang diketahui dengan metode
kelamin bayi bertanya: jika si ilmiah. Cara yang ditempuh
bayi keluar pria dalam tradisi Jawa ini sangat
atau wanita, jauh dari unsur rasio /
lalu neptu huruf keilmuan. Lebih didasarkan
nama si penanya kepada sebuah kepercayaan
dijumlahkan yang diterima mentah-
dengan neptu mentah.
hari dan pekan Dari mana keyakinan/
ketika ia kepercayaan itu berasal?
bertanya, lalu
jumlahnya dibagi
dengan angka 3.

3. Hari Primbon Sekali lagi, baik-buruknya


dan Jam Betaljemur nasib seseorang sama sekali
Kelahiran Adammakna tidak dipengaruhi oleh waktu
Bayi mencatat (hari apa dan jam berapa ia
ketentuan khusus dilahirkan). Lihat keterangan
hari dan jam sebelumnya tentang konsep
kelahiran bayi. waktu dalam Islam.
Meski tidak
diterangkan
waktu-waktu apa
yang dimaksud.
Kemungkinan
besar waktu-
waktu di atas
adalah waktu
yang baik untuk
kelahiran bayi.

4. Doa Lafal-lafal Selain tidak tersebut dalam


menjelang tertentu yang sunnah Nabi SAW, sini
kelahiran dipercaya bisa nampak sinkretisasi yang
membantu kental, mencampuradukkan
proses persalinan. konsep doa, nisbah kepada
ahlul bait, mantera dan
konsep sufi.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


76
5. Adzan dan Setelah bayi lahir, Adzan dan Iqamat untuk
Iqamat yang dikumandangkan bayi yang baru lahir memang
hanya boleh adzan dan ada sunnahnya. Namun,
dilakukan iqamat yang kenapa harus dukun yang
oleh dukun. hanya boleh melakukannya? Sedangkan
dilakukan oleh pembacaan surat "Inna
dukun. Juga Anzalna" (Al-Qadar?) tidak
dianjurkan ada sama sekali riwayatnya
membaca surat dalam sunnah Nabi SAW.
"Inna Anzalna."

6. Memotong Ada ritual Bid'ah, karena tidak pernah


dan khusus dalam diajarkan oleh Nabi SAW.
Membuang memperlakukan Bahkan adanya ritual khusus
Ari-ari ari-ari. dengan pakaian dan sesajian
tertentu dalam membuang
ari-ari mengindikasikan
adanya unsur syirik—
menganggapnya mampu
memberikan manfaat dan
mudharat.

7. Sedulur Hampir mirip Keyakinan adanya makhluk


Papat Lima dengan konsep lain yang menjaga manusia,
Pencer "Sedulur Alus." tidak sesuai dengan ajaran
Meyakini Islam. Dalam Islam, ada
bahwa manusia malaikat yang diutus oleh
mempunyai Allah untuk menjaga manusia.
"saudara ghaib" "Dan dialah yang mempunyai
yang menjaga kekuasaan tertinggi di
kehidupannya atas semua hamba-Nya,
sehari-hari. dan diutus-Nya kepadamu
Sejalan dengan malaikat-malaikat penjaga,
konsep Hindu sehingga apabila datang
tentang empat kematian kepada salah
unsur alam (air, seorang di antara kamu, ia
api, bumi/tanah diwafatkan oleh malaikat-
dan angin). malaikat kami, dan malaikat-
malaikat kami itu tidak
melalaikan kewajibannya."
(surat Al-An'am: 61).

Ruqyah
77
Konon, Sunan Mereka, para malaikat adalah
Kalijaga utusan Allah. Tidak ada
kemudian tuntunan tentang perlakuan
"mengawinkan" khusus yang harus kita
dengan konsep berikan kepadanya.
sufistik Islam. Sementara itu, masing-masing
manusia juga diciptakan
qarin baginya. Qarin adalah
jin atau setan yang selalu
membuntuti ke manapun kita
pergi. Sesekali ia membujuk
dan merayu kita untuk jatuh
ke dalam jurang kemaksiatan.
Sesekali meninabobokkan kita
agar lalai dari kewajiban. Pada
kali lain juga membisikkan
angan-angan hingga si
korban menunda amal dan
tobatnya.

8. Tedak Siten Ritual ketika Pada umur 245 hari


(turun pertama kali kaki (sebagaimana keterangan
tanah) si bayi diinjakkan di atas), akal bayi belum
ke tanah. berfungsi normal. Lalu,
darimana ditebak bakatnya
sesuai barang/mainan yang
diambil?
Sawuran duit yang
diperebutkan karena
dianggap bertuah, selain
mengandung unsur syirik,
juga bid>ah.

9. Sang Wewe Ritual dengan Mantra tentang Wewe Putih


Putih sesajen makanan mengindikasikan kuat bahwa
Menyapih dan kembang yang dimaksud adalah
Bayi setaman. jin. Sebab, sesajen yang
digunakan adalah kembang
setaman—yang diyakini
sebagai makanan jin. Ritual
semacam ini adalah bentuk
meminta pertolongan kepada
jin.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


78
10. Khitanan ala Sebagaimana Khitan memang salah satu
Kejawen ritual-ritual sunnah dalam Islam. Namun,
lainnya, selalu ada penyelenggaraannya tanpa
selamatan dengan memakai ritual semacam itu.
hidangan dan Bentuk sesajen yang selalu
sesaji tertentu. lekat dalam tradisi Kejawen
Hidangan dan identik dengan ritual Hindu.
sesajinya berupa Apalagi, dilihat dari komposisi
bubur merah dan "menu" sesajen (kemenyan,
putih, baro-baro, ayam hidup, dan sebagainya)
tumpeng gundul identik dengan persembahan
(tanpa lauk), kepada jin.
gula merah 1
tangkep, sebuah
kelapa utuh,
empluk berisi:
beras, kemiri,
kluwak , pisang
ayu, sirih kuning,
pinang dengan
tangkainya,
kembang telon,
kemenyan, lawe,
ayam hidup dan
lain-lain.

11. Obat- Diantaranya Mantra (dalam Islam disebut


obatan untk dilengkapi juga ruqyah) bagian dari bentuk
Ibu dan Bayi dengan rapalan, peribadatan. Oleh karena itu,
mantra dan ritual harus ada tuntunannya dari
tertentu yang sunnah Nabi SAW. Di luar
bersifat klenik. mantra/ruqyah syar'iyyah,
hukumnya haram.

Ruqyah
79
Hukum Meminta Tolong Kepada Jin2

Kita mengetahui bahwa Rasulullah SAW diutus kepada jin dan manusia
untuk menyeru mereka kepada jalan Allah Ta'ala dan beribadah hanya
kepada-Nya semata. Sehingga bila bangsa jin itu ingkar dan kafir kepada
Allah, menurut nash dan ijma’, mereka akan masuk ke dalam neraka. Dan
bila mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya SAW, menurut jumhur
ulama, mereka akan masuk ke dalam surga. Jumhur menegaskan pula
bahwa tidak ada seorang rasul dari kalangan jin, yang ada adalah pemberi
peringatan dari kalangan mereka. 3
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah
menjelaskan: “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa
meminta bantuan kepada jin ada tiga bentuk:
Pertama : Meminta bantuan dalam perkara ketaatan kepada
Allah Ta’ala, seperti menjadi pengganti dalam
menyampaikan ajaran agama. Contohnya, apabila
seseorang memiliki teman jin yang beriman dan
jin tersebut menimba ilmu darinya. kemudian
menjadikan jin tersebut sebagai da’i untuk
menyampaikan syariat kepada kaumnya atau
menjadikan dia pembantu di dalam ketaatan kepada
Allah Ta’ala, maka hal ini tidak mengapa.
Bahkan terkadang menjadi sesuatu yang terpuji dan
termasuk dakwah kepada Allah Ta'ala. Sebagaimana
telah terjadi bahwa sekumpulan jin menghadiri
majelis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
dibacakan kepada mereka Al-Quràn. Selanjutnya,
mereka kembali kepada kaumnya sebagai pemberi
peringatan. Di kalangan jin sendiri terdapat orang-
orang yang shalih, ahli ibadah, zuhud dan ada
pula ulama, karena orang yang akan memberikan
peringatan semestinya mengetahui tentang apa
yang dibawanya, dan dia adalah seseorang yang taat
kepada Allah Ta’ala dalam memberikan peringatan
tersebut.

2 Dinukil dari voa-islam.com


3 Majmu’ Fatawa, 11/169, Tuhfatul Mujib, hal. 364

Jin; Hakikat bukan Khurafat


80
Kedua : Meminta bantuan kepada jin dalam perkara yang
mubah. Diperbolehkan, dengan syarat wasilah
(perantara) untuk mendapatkan bantuan jin tersebut
adalah sesuatu yang mubah dan bukan perkara
yang haram. Perantara yang tidak diperbolehkan
seperti bila jin itu tidak mau memberikan bantuan
melainkan dengan mendekatkan diri kepadanya
dengan menyembelih, sujud, atau selainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan
sebuah riwayat bahwa ‘Umar radhiallahu ‘anhu
terlambat datang dalam sebuah perjalanan hingga
mengganggu pikiran Abu Musa radhiallahu
‘anhu. Kemudian mereka berkata kepada Abu
Musa radhiallahu ‘anhu: “Sesungguhnya di antara
penduduk negeri itu ada seorang wanita yang
memiliki teman dari kalangan jin. Bagaimana jika
wanita itu diperintahkan agar mengutus temannya
untuk mencari kabar di mana posisi ‘Umar?” Lalu
dia melakukannya, kemudian jin itu kembali dan
mengatakan: “Amirul Mukminin tidak apa-apa dan
dia sedang memberikan tanda bagi unta shadaqah
di tempat orang itu.” Inilah bentuk meminta
pertolongan kepada mereka dalam perkara yang
diperbolehkan.
Ketiga : Meminta bantuan kepada mereka dalam perkara
yang diharamkan seperti mengambil harta orang
lain, menakut-nakuti mereka atau semisalnya. Maka
hal ini sangat diharamkan dalam agama. Kemudian
bila caranya itu adalah syirik maka meminta tolong
kepada mereka adalah syirik dan bila wasilah
itu tidak syirik, maka akan menjadi sesuatu yang
bermaksiat.
Seperti bila ada jin yang fasik berteman dengan
manusia yang fasik, lalu manusia yang fasik itu
meminta bantuan kepada jin tersebut dalam perkara
dosa dan maksiat.

Ruqyah
81
Maka meminta bantuan yang seperti ini hukumnya
maksiat dan tidak sampai ke batas syirik. 4
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan: “Adapun masalah
tolong menolong dengan jin, Allah Ta’ala telah menjelaskan di dalam
firman-Nya:

          

“Dan tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan ketakwaan dan


jangan kalian saling tolong menolong di dalam perbuatan dosa dan
maksiat.” (Al-Maìdah: 2).
Boleh ber-ta’awun (kerja sama) dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang
harus kamu ketahui dulu tentang mereka, bahwa dia bukanlah setan yang
secara perlahan membantumu namun kemudian menjatuhkan dirimu
dalam perbuatan maksiat dan menyelisihi agama Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dan telah didapati, bukan hanya satu orang dari kalangan ulama
yang dibantu oleh jin.” 5
Al-Lajnah Ad-Daìmah (Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)
menjelaskan: “Meminta bantuan kepada jin dan menjadikan mereka
tempat bergantung dalam menunaikan segala kebutuhan, seperti
mengirimkan bencana kepada seseorang atau memberikan manfaat,
termasuk kesyirikan kepada Allah Ta’ala dan termasuk bersenang-senang
dengan mereka. Dengan terkabulkannya permintaan dan tertunaikannya
segala hajat, termasuk dari katagori istimta’ (bersenang-senang) dengan
mereka. Perbuatan ini terjadi dengan cara mengagungkan mereka,
berlindung kepada mereka, dan kemudian meminta bantuan agar bisa
tertunaikan segala yang dibutuhkannya. Allah Ta’ala berfirman:

          

         

              

  

4 Al-Qaulul Mufid hal. 276-277, Fatawa ‘Aqidah Wa Arkanul Islam hal. 212, dan Majmu’
Fatawa 11/169
5 Tuhfatul Mujib, hal. 371

Jin; Hakikat bukan Khurafat


82
“Dan ingatlah hari di mana Allah menghimpun mereka semuanya dan
Allah berfirman, ‘Wahai segolongan jin (setan), sesungguhnya kamu
telah banyak menyesatkan manusia.’ Kemudian berkatalah kawan-kawan
mereka dari kalangan manusia, ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian
dari kami telah mendapatkan kesenangan dari sebahagian yang lain dan
kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami’.”
(Al-An’am: 128).

          

“Dan bahwasanya ada beberapa orang dari laki-laki di antara manusia


meminta perlindungan kepada laki-laki di antara jin kemudian jin-jin itu
menambah kepada mereka rasa takut.” (Al-Jin: 6).
Meminta bantuan jin untuk mencelakai seseorang atau agar
melindunginya dari kejahatan orang-orang yang jahat, hal ini termasuk
dari kesyirikan. Barangsiapa demikian keadaannya, niscaya tidak akan
diterima shalat dan puasanya, berdasarkan firman Allah SWT:

     

“Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya amalmu akan terhapus.” (Az-


Zumar: 65).
Barangsiapa diketahui melakukan demikian, maka tidak dishalatkan
jenazahnya, tidak diringi jenazahnya, dan tidak dikuburkan di pekuburan
orang-orang Islam.” 6

Kesimpulan
Meminta bantuan kepada jin adalah boleh dalam perkara yang bukan
maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun demikian, kami
memandang agar hal itu dihindari pada zaman ini, mengingat kebodohan
yang sangat menyelimuti umat. Sehingga banyak yang tidak mengerti
perkara yang mubah dan yang tidak mengandung maksiat, atau mana
tata cara yang boleh dan tidak mengandung pelanggaran agama serta
mana pula yang mengandung hal itu. Wallahu a’lam.

6 Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 1/162-163

Ruqyah
83
Jin; Hakikat bukan Khurafat
84
TUNTUNAN ISLAM TERKAIT KELAHIRAN

L
ahirnya seorang bayi merupakan awal dari kehidupannya di
dunia. Dia mulai merasakan aktivitas hidup di dunia ini. Tentunya
tak patut ayah dan ibu yang menginginkan buah hatinya menjadi
anak yang shalih membiarkan hari-hari pertamanya berjalan tanpa dihiasi
tuntunan syariat yang mulia ini, bahkan dikotori oleh hal-hal yang tidak
diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Banyak hal dipandang oleh masyarakat sebagai adat untuk menyambut
kelahiran seorang bayi. Ada yang memasang lentera di kuburan ari-ari
(plasenta) bayi, ada yang memasang gunting atau senjata tajam lain di
dekat kepala bayi, ada yang meletakkan rangkaian bawang dan cabai
merah di atas kepala bayi, ada pula yang memasang gelang dari benang
untuk penangkal bala’ bagi si bayi. Bahkan sebagian orang meyakini,
kalau hal itu tidak dilakukan, maka keselamatan si jabang bayi pun
terancam. Kalau sudah begini, dikhawatirkan kesyirikan akan masuk
tanpa terhindarkan.
Sebenarnya apa yang harus dilakukan pada hari-hari pertama setelah
kelahiran telah diajarkan oleh Allah. Melalui sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kita bisa melihat dengan jelas penetapan syariat dalam
hal ini. Kita simak, apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam terhadap seorang bayi yang baru saja lahir.

Aqiqah

Imam Ahmad rahimahullâh dan mayoritas ulama juga berpendapat bahwa


apabila ditinjau dari segi syar’i maka yang dimaksud dengan aqiqah
adalah menyembelih (an-nasikah). Maksudnya, menyembelih binatang
pada hari ke-7 dari kelahiran bayi.

Ruqyah
85
Ada banyak hadits Nabi yang menjelaskan tuntunan ini:
1. Salman bin Amir Ad-Dhabi berkata: Rasululloh bersabda :
“Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan
dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” (HR Al-Bukhari no. 5472).
Makna menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi atau
menghilangkan semua gangguan yang ada.1
2. Samurah bin Jundab berkata: Rasulullah bersabda :
“Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari
ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama, dan dicukur
rambutnya.” 2
3. Aisyah berkata: Rasulullah bersabda:
“Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama (setara) dan
bayi perempuan satu kambing.” 3
4. Diriwayatkan: “Bahwasanya Rasulullah bersabda menqaqiqahi Hasan
dan Husain dengan satu kambing dan satu kambing.”4
5. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa di antara kalian yang ingin menyembelih (kambing)
karena kelahiran bayi, maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua
kambing yang sama (setara) dan untuk perempuan satu kambing.” 5

Memberi nama yang baik

Disyariatkan memberi nama anak yang lahir dengan nama yang pada
hari yang ketujuh sebagaimana hadits di atas atau pada saat dilahirkan
langsung karena Rasulullah SAW telah menamai putranya yang baru
lahir dengan nama Ibrahim, beliau berkata: “Tadi malam telah dilahirkan
anak laki-laki bagiku, maka saya menamainya dengan nama bapakku
Ibrahim.” (HR Muslim)

1. Fathul Bari: IX/593 dan Nailul Authar: V/35 Cet. Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah
2 HR Abu Dawud no. 2838, At-Tirmidzi no. 1552, An-Nasa’i: VII/166, Ibnu Majah no. 3165,
Ahmad: V/7-8, 17-18, 22, dan Ad Darimi: II/81; shahih
3 HR Ahmad: II/31, 158, 251 dan At-Tirmidzi no. 1513, Ibnu Majah no. 3163, dengan sanad
yang hasan
4 HR Abu Dawud no. 2841 dengan sanad yang shahih
5 HR Abu Dawud no. 2843, An-Nasa’i: VII/162-163, dan Ahmad no. 2286, 3176, dengan
sanad hasan

Jin; Hakikat bukan Khurafat


86
Tahnik dan Mendoakan Keberkahan

Istri beliau, Aisyah binti Abi Bakr RA menuturkan:


“Apabila didatangkan bayi yang baru lahir ke hadapan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau mendoakan barakah kepadanya
dan mentahniknya.”6
Tahnik adalah mengunyah kurma sampai lumat hingga bisa ditelan,
kemudian menyuapkannya ke mulut bayi. Apabila tidak didapatkan
kurma, maka diganti dengan makanan manis lain yang bisa digunakan
untuk mentahnik. Para ulama bersepakat bahwa istihbab (disenangi)
melakukan tahnik pada hari kelahiran anak. Demikian dijelaskan oleh
Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tahnik ini.
Gambaran perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini bisa
kita lihat dalam hadits Anas bin Malik RA:
“Aku membawa Abdullah bin Abi Thalhah al Anshari kepada Rasulullah
SAW pada hari kelahirannya, dan waktu itu beliau menggunakan
mantelnya sedang mengecat untanya dengan ter. Lalu beliau bertanya:
“Apakah engkau membawa kurma?” Aku menjawab: “Ya.” Kemudian
kuberikan pada beliau beberapa buah kurma, lalu beliau masukkan ke
mulut dan mengunyahnya. Kemudian beliau membuka mulut bayi dan
meludahkan kurma itu ke mulut bayi. Mulailah bayi itu menggerak-
gerakkan lidahnya untuk merasakan kurma tersebut. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kesukaan Anshar adalah kurma,”
dan beliau memberinya nama Abdullah.” 7
Hadits Anas bin Malik di atas juga memberikan penjelasan kepada
kita bahwa tahnik dilakukan dengan menggunakan kurma, dan ini yang
disenangi. Apabila dilakukan dengan selain kurma, maka tahnik itu pun
telah terlaksana, namun kurma lebih utama. Dari sini pula kita memetik
faidah bahwa tahnik dilakukan oleh orang yang shalih, baik laki-laki
ataupun perempuan.8
Inilah tuntunan syariat bagi setiap orang tua yang mengharap kebaikan
bagi anaknya. Tak layak semua ini dilewatkan begitu saja, karena sebaik-
baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu a’lamu bish-shawab.

6 HR Al-Bukhari no. 5468 dan Muslim no. 2147


7 HR Al-Bukhari no. 5470 dan Muslim no. 2144
8 Lihat: Syarh Shahih Muslim dan Subulus Salam: IV/194

Ruqyah
87
Mencukur rambut dan bersedekah

Dianjurkan agar mencukur rambutnya pada hari ketujuh dan


mengeluarkan sedekah berupa perak seberat rambut yang dicukur. Hal
ini berdasarkan hadits Abu Rafi`Radhiyallâhu 'anhu, ia berkata:
“Ketika Fathimah RS melahirkan Al-Hasan, ia berkata, ‘Wahai
Rasulullah, bolehkah aku melumuri putraku ini dengan darah hewan
aqiqah?’ ‘Tidak, tetapi cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan
perak seberat rambut yang dicukur kepada fakir miskin.’.”
Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi juga menyebutkan dalam Minhajul
Muslim (hkm. 437), kalau tidak ada perak bisa emas yang senilai atau
berupa uang.
Imam Malik Rhm meriwayatkan bahwa Fathimah RA menimbang
rambut Al-Hasan dan Al-Husain, demikian juga rambut Ummu Kultsum,
lalu menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.
Ibnu Ishaq menyebutkan dalam Sirah-nya bahwa Rasulullah SAW
pernah berkata kepada Fathimah RA setelah melahirkan Al-Hasan,
“Wahai Fathimah, cukurlah rambutnya, lalu bersedekahlah dengan
mengeluarkan perak seberat timbangan rambutnya.” Lalu Fathimah pun
menimbangnya, dan ternyata beratnya adalah satu dirham atau kurang
sedikit.
Syaikh Waliyullah Ad-Dahlawi Rhm, ketika menjelaskan hadits di atas
mengatakan tentang sebab perintah bersedekah dengan perak tersebut:
“Sesungguhnya anak itu jika telah berpindah dari janin menjadi bayi
merupakan sebuah nikmat yang wajib disyukuri. Bentuk kesyukuran
yang terbaik adalah dengan menggantinya. Mengingat bahwa rambut
bayi merupakan bagian dari perkembangan janin, dan menghilangkannya
merupakan pertanda kemerdekaannya menuju perkembangan sebagai
anak, maka sudah seharusnya bila rambutnya itu ditimbang dengan
perak. Pengkhususan perak di sini adalah karena emas terlalu mahal, dan
hanya orang kaya yang punya, sedangkan perbendaharaan selain emas
dan perak tidak seimbang dengan timbangan rambut sang anak.”

Jin; Hakikat bukan Khurafat


88
Mengolesi kepala dengan minyak wangi

Mengolesi kepalanya si bayi dengan minyak wangi sebagai pengganti apa


yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah yang mengolesi kepala bayi
dengan darah hewan aqiqah, kebiasaan mereka ini tidak benar sehingga
Islam meluruskannya dengan mengoleskan minyak wangi dikepalanya,
sebagaimana dalam hadits Buraidah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil:
IV/389.

Ruqyah
89
Jin; Hakikat bukan Khurafat
90
WATAK DAN NASIB

Ramalan Watak dan Nasib

Primbon Jawa memuat berbagai ramalan watak manusia, bahkan sejak


masih jabang bayi. Ramalan-ramalan itu sesuai dengan banyak hal, antara
lain:
Menurut wuku kelahiran
Menurut hari lahir
Menurut hari dan jam lahir
Menurut pekan lahir
Menurut hari dan pekan lahir
Menurut tanggal lahir
Menurut bulan lahir
Menurut mangsa lahir
Menurut neptu hari/pekan lahir
Menurut hitungan neptu hari/pekan bagi 9
Menurut hitungan neptu hari/pekan bagi 8
Menurut hari/tanggal lahir
Sesuai letak tahi lalat
Sesuai letak toh (tanda lahir)
Sesuai hitungan huruf pertama dan terakhir namanya
Sesuai ciri fisik
Dari jatuhnya benih

Ruqyah
91
Dalam ramalan-ramalan tersebut, watak dan sifat manusia dikaitkan
dengan waktu, ciri-ciri fisik dan proses pembuahannya. Di sini terlihat
filosofi tentang nasib manusia yang ditentukan oleh hal-hal di sekelilingnya,
mencermati faktor-faktor penentu ini menjadi sebuah “ngelmu” yang
biasanya dimiliki oleh para dukun dan orang pintar. Primbon merangkum
beraneka hal tadi sehingga menjadi pegangan utama para dukun Jawa.

Sengkala

Sengkala adalah rintangan hidup yang dialami oleh manusia yang


diakibatkan adanya energi negatif atau aura hitam yang ada dalam diri
seseorang sehingga mengakibatkan penderitaan lahir batin. Contohnya
adalah ada orang yang rajin bekerja dan berusaha namun selalu mengalami
kegagalan, padahal ada orang lain yang usahanya santai-santai saja selalu
saja dinaungi keberuntungan.
Pada asalnya, istilah sengkala mungkin berasal dari Sang Kala atau
Batara Kala. Dewa pembawa sial dalam mitologi Hindu yang dibuahkan
secara sumbang oleh Batara Guru (rajanya para dewa) saat bangkit
nafsunya melihat Dewi Uma. Mani Batara Guru jatuh ke laut dan menjadi
Batara Kala. Setelah besar, Kala menghadap ayahnya dan disabda bahwa
makanannya adalah orang-orang yang menyandang sengkala. Batara
Kala kemudian menebar sial di antara anak manusia yang tak beruntung
(sukerta).
Penyebab Sengkala bisa bermacam-macam. Ada sengkala yang sudah
dibawa sejak lahir (ini biasanya akibat perbuatan jelek dikehidupan/
reinkarnasi sebelumnya), ada sengkala akibat berbuat zalim/tidak baik
kepada orang lain di masa sekarang, ada sengkala yang sengaja ‘ditanam’
orang dengan tujuan jahat karena bermusuhan dengan kita, dan lain-lain
sebab.
Berbagai Jenis Sengkala dapat dikategorikan menjadi 29 yaitu:
1. Kebo kemali (sulit dapat jodoh)
2. Bahu laweyan (jika menikah, pasangan atau anak anda meninggal)
3. Jlomprong (sepanjang hidup terus menerus dirundung sakit)
4. Cluwak bodas (dengan pasangan selalu bentrok)
5. Sambit (hidup selalu susah/gagal akibat lupa bayar hutang)

Jin; Hakikat bukan Khurafat


92
6. Cekal kendit (karir macet, jabatan tak pernah naik)
7. Gotro Pati (rejeki seret, kerja siang malam tak ada hasil)
8. Kantong bolong (sebesar apapun hasil yang didapat selalu habis,
boros)
9. Gendring bumi (usaha selalu gagal karena tanah yang ditempati
wingit, angker/keramat)
10. Ruwing (sial terus menerus karena menyakiti orang tua)
11. Rerewo bodes (sering ingkar janji, hidup jadi apes)
12. Bandor sari (hidup sial karena dikutuk/disumpah ibu)
13. Jeblak (hidup sial karena dikutuk/disumpah ayah)
14. Cengis (selalu difitnah orang)
15. Gabuk (sudah tahunan menikah belum punya anak)
16. Cluring (hidup sial, usaha gagal, sering sakit pula alias sial
multidimensi)
17. Branjang sunu (sial karena makan makanan haram)
18. Srigunting (selalu ditolak dalam urusan asmara)
19. Blunuk glontar (hidup sengsara karena menolak cinta seseorang)
20. Blorong (tidak betah kerja, selalu pindah-pindah karena berbagai
masalah)
21. Pantek jangkar (jiwa labil karena salah salah/belum siap belajar ilmu)
22. Gombak gimbal (sial karena bagian tubuh ada yang diubah misalnya
operasi plastik dll)
23. Jebluk (sering mengalami kecelakaan)
24. Borong cokro (sial karena ingkar nadzar misalnya pada makam kera-
mat)
25. Surengkala (dimana-mana dimusuhi orang)
26. Cleret timbal (kesialan karena hukum karma akibat perbuatan di masa
lalu)
27. Gendrung bedes (sial karena sering berbuat maksiat)
28. Blongkang suji (sial karena membunuh orang)

Ruqyah
93
29. Birowo (sial karena disabda orang sakit)
Dalam tradisi Jawa, solusi untuk mengatasi sengkala adalah dengan
mengikuti ruwatan.

Ruwatan dan Sukerta1

Ruwatan merupakan upacara adat yang bertujuan membebaskan


seseorang, komunitas, atau wilayah dari ancaman bahaya. Inti upacara
ini sebenarnya adalah do’a, memohon perlindungan dari ancaman bahaya
seperti bencana alam, juga do’a memohon pengampunan, dosa-dosa
dan kesalahan yang telah dilakukan yang dapat menyebabkan bencana.
Upacara ini berasal dari ajaran budaya Jawa kuno yang bersifat sinkretis,
namun sekarang diadaptasikan dengan ajaran agama.
Ruwatan bermakna mengembalikan ke keadaan sebelumnya,
maksudnya keadaan sekarang yang kurang baik dikembalikan ke keadaan
sebelumnya yang baik. Makna lain ruwatan adalah membebaskan orang
atau barang atau desa dari ancaman bencana yang kemungkinan akan
terjadi, jadi bisa dianggap upacara ini sebenarnya untuk tolak bala’.
Upacara ini berasal dari cerita Batara Kala, yaitu raksasa yang suka
makan manusia. Menurut kepustakaan “Pakem Ruwatan Murwa Kala”
Javanologi gabungan dari beberapa sumber, antara lain dari Serat Centhini
(Sri Paku Buwana V), bahwa orang yang harus diruwat disebut anak
atau orang “Sukerta” ada 60 macam penyebab malapetaka, yaitu sebagai
berikut:
1. Ontang-Anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
2. Uger-Uger Lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki
dengan catatan tidak anak yang meninggal.
3. Sendhang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang
bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan.
4. Pancuran Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang
bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki.
5. Anak Bungkus, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh
selaput pembungkus bayi (placenta).
6. Anak Kembar, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau

Kebudayaan Jawa, dimuat dalam wattpad.com. ١

Jin; Hakikat bukan Khurafat


94
kembar “dampit” yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan
(yang lahir pada saat bersamaan).
7. Kembang Sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang
kedua-duanya perempuan.
8. Kendhana-Kendhini, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan.
9. Saramba, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki.
10. Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.
11. Mancalaputra atau Pandawa, yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-
laki.
12. Mancalaputri, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.
13. Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan
dan 1 orang anak laki-laki.
14. Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1
orang anak perempuan.
15. Julung Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.
16. Julung Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya
matahari.
17. Julung Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.
18. Tiba Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.
19. Jempina, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan
sudah lahir.
20. Tiba Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus.
21. Margana, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.
22. Wahana, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.
23. Siwah atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit
dua macam warna, misalnya hitam dan putih.
24. Bule, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih “bule”
25. Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.
26. Walika, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.
27. Wungkuk, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.

Ruqyah
95
28. Dengkak, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol,
seperti punggung onta.
29. Wujil, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.
30. Lawang Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya
“Candikala” yaitu ketika warna langit merah kekuning- kuningan.
31. Made, yaitu anak yang lahir tanpa alas (tikar).
32. Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan “Dandhang” (tempat
menanak nasi).
33. Memecahkan “Pipisan” dan mematahkan “Gandik” (alat landasan dan
batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).
34. Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada “tutup
keyongnya”.
35. Orang tidur di atas kasur tanpa sprei (penutup kasur).
36. Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun
pisang.
37. Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan
padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap.
38. Orang yang menempatkan barang di suatu tempat (dandhang -
misalnya) tanpa ada tutupnya.
39. Orang yang membuat kutu masih hidup.
40. Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu.
41. Orang yang duduk didepan (ambang) pintu.
42. Orang yang selalu bertopang dagu.
43. Orang yang gemar membakar kulit bawang.
44. Orang yang mengadu suatu wadah/tempat (misalnya dandhang diadu
dengan dandhang).
45. Orang yang senang membakar rambut.
46. Orang yang senang membakar tikar dengan bambu (galar).
47. Orang yang senang membakar kayu pohon “kelor”.
48. Orang yang senang membakar tulang.
49. Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar

Jin; Hakikat bukan Khurafat


96
sekaligus.
50. Orang yang suka membuang garam.
51. Orang yang senang membuang sampah lewat jendela.
52. Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah
(dikolong) tempat tidur.
53. Orang yang tidur pada waktu matahari terbit.
54. Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam (wayah surup).
55. Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang
(wayah bedhug).
56. Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.
57. Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ke tetangga.
58. Orang yang suka mengaku hak orang lain.
59. Orang yang suka meninggalkan beras di dalam “lesung” (tempat
penumbuk nasi).
60. Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran “wijen” (biji-
bijian).
Itulah 60 jenis “Sukerta” yaitu jenis-jenis manusia yang telah dijanjikan
oleh Sang Hyang Betara Guru kepada Batara Kala untuk menjadi santapan
atau makanannya, bahkan menurut Pustaka Raja Purwa (jilid I halaman
194) karya pujangga R. Ng. Ranggawarsito disebutkan ada 136 macam
Sukerta. Menurut mereka yang percaya, orang-orang yang tergolong di
dalam kriteria tersebut di atas dapat menghindarkan diri dari malapetaka
(menjadi makanan Betara Kala) tersebut, jika ia mempergelarkan wayangan
atau ruwatan dengan cerita Murwakala. Ada juga lakon wayang kulit
ruwatan yang misalnya: Baratayuda, Sudamala, Kunjarakarna dan lain-
lain.
Selain Ruwat Sukerta, terdapat juga “Ruwat Sengkala atau Sang
Kala” yang artinya menjadi mangsa Sangkala yaitu jalan kehidupannya
sudah terbelenggu serta penuh kesulitan, tidak bisa sejalan dengan alur
hukum alam (ruang dan waktu) ini disebabkan oleh kesalahan-kesalahan
perbuatan atau tingkah lakunya pada masa lalu.
Adapun sesaji yang disiapakan yaitu kain tujuh warna, beras kuning,
jarum kuning, dan bunga tujuh rupa. Untuk tolak bala’ bagi orang yang
mengalami sial harus menjalani siraman air suci dan menggunting

Ruqyah
97
rambut, rambut tersebut dihanyutkan ke sungai untuk menuju laut.
Prosesi ini biasanya diawali dengan pertunjukan wayang kulit dengan
lakon Murwakala yang menceritakan proses lahirnya Batara Kala dan
kesialan yang dibawanya. Lalu turunlah Batara Wisnu sebagai Dalang
Kandabuana yang meruwat para sukerta.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


98
PERKARA GHAIB DALAM KACAMATA ISLAM

M
asa depan adalah misteri (perkara ghaib). Bagian dari keyakinan
seorang Muslim adalah tidak ada satu pun yang mengetahui
perkara ghaib selain Allah Ta’ala.

              

            

  

"Katakanlah, 'Aku tidak berkuasa memberi kemanfaatan bagi diriku dan


tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali sesuatu yang dikehendaki
Allah. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku akan berbuat
kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira
bagi orang-orang yang beriman." (Al-A’raf: 188).

             

 

"Katakanlah, 'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui
perkara yang ghaib, kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan
mereka akan dibangkitkan'." (An-Naml : 65).
Dalam salah satu fatwanya, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
mengatakan, “Ilmu tentang perkara ghaib hanya pada Allah, dan hanya
dikhususkan baginya. Ia mengetahui apa yang telah, sedang dan akan

Ruqyah
99
terjadi; Ia mengetahui bagaimana sesuatu itu akan terjadi. Mengetahui
apa yang akan terjadi di akhirat; di surga dan neraka. Mengetahui
siapa saja yang selamat (ahli surga) dan siapa yang celaka (ahli neraka).
Semua ilmu ghaib itu mutlak hanya milik Allah. Sedangkan para Rasul,
hanya mengetahui ketika telah diberitahu oleh Allah melalui wahyu.
Sebagaimana firman-Nya:

             

"(Dialah Allah) yang mengetahui yang ghaib. Ia tidak memperlihatkan


kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang
diridhai-Nya…." (Al-Jin : 26-27).1

Sebelum Terjadi, Nasib itu Bagian dari Perkara Ghaib

Demikian pula dengan nasib seseorang. Dalam ajaran Islam, tidak dikenal
adanya cirri atau pertanda khusus yang bisa digunakan untuk menebak
nasib seseorang. Bayi yang lahir baik siang atau malam hari; mempunyai
tahi lalat di tempat tertentu atau tidak; tanggal berapapun dia lahir,
semuanya sama. Tidak ada keistimewaan kelahiran di satu tempat atau
waktu tertentu dibanding yang lain.
Bayi yang lahir ibarat secarik kertas putih. Ayah-ibunya—atau
siapapun yang mendidiknya kelak—lah yang akan mempengaruhi warna
atau tulisan di kertas tadi. Islam tidak mengenal dosa turunan, atau nasib
bawaan orang-tua. Islam memandangnya sebagai hal yang rasional, apa
adanya. Sekali lagi, tergantung siapa yang kuat memberikan pengaruh /
pendidikan kepada si bayi. Rasulullah SAW bersabda :

‫ُك ُّل ُم ْو ُل ْو ٍد ُي ْو َل ُد عَ َلى ا ْل ِف ْط َر ِة َف َٔا َب َوا ُه ُي َه ِّودَا ِن ِه َٔا ْو ُي َن ِّص َرا ِن ِه َٔا ْو ُي َم ِّج َسا ِن ِه‬
"Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Ayah-bundanyalah
yang akan menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(Muttafaqun Alaihi).
Anak yang mempunyai sifat nasib buruk kelak di waktu dewasa, sama
sekali tidak terkait dengan bawaan orang tua. Islam tidak mengenal dosa
warisan yang diterima mutlak seorang anak dari kedua orang-tuanya.
1 http://www.binbaz.org.sa/mat/4201

Jin; Hakikat bukan Khurafat


100
Allah berfirman:

      

"… dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain…"
(Az-Zumar : 7).

     

"… tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya." (At-Thur:


21).
Sekali lagi, penentuan baik-buruknya nasib seseorang tergantung
mutlak kepada kehendak Allah. Dua orang bayi kembar yang memiliki
persamaan waktu dan tempat lahir serta ciri-ciri fisik sekalipun, sangat
mungkin memiliki nasib yang bertolak-belakang satu dengan lainnya.
Bagaimana proses penetapan nasib/takdir seseorang, digambarkan
dalam sebuah sabda Nabi SAW :

‫ ُث َّم َي ُك ْو ُن عَ َل َق ًة‬،‫إِ َّن َٔا َح َد ُك ْم ُي ْج َم ُع خَ ْل ُق ُه ِفي َب ْط ِن ُٔا ِّم ِه َٔا ْر َب ِع ْي َن َي ْوم ًا ن ُْط َف ًة‬
ُ‫ ُث َّم ُي ْر َس ُل إِ َل ْي ِه ا ْل َم َل ُك َف َي ْن ُفخ‬،‫ ُث َّم َي ُك ْو ُن ُم ْض َغ ًة ِمث َْل َذ ِل َك‬،‫ِمث َْل َذ ِل َك‬
‫ ب َِك ْت ِب ِر ْز ِق ِه َو َٔا َج ِل ِه َوعَ َم ِل ِه َو َش ِق ٌّي َٔا ْو‬:‫ات‬ ٍ ‫ َو ُي ْؤ َم ُر ِب َٔا ْر َب ِع َك ِل َم‬،‫ِف ْي ِه ال ُّر ْو َح‬
.‫َس ِع ْي ٌد‬
"Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya
sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi
setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging
selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat
lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan
empat perkara : menetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan
atau kebahagiaannya." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin
Mas'ud RA).
Semenjak itulah, Allah telah menetapkan keadaan seseorang terkait
rezeki, ajal, amal serta nasibnya kelak (celaka atau bahagia). Dan semenjak
itu pulalah, ketetapan tersebut menjadi perkara ghaib yang hanya diketahui
oleh Allah semata. Kita sendiri yang menjalani kehidupan, tidak pernah
tahu apa yang akan terjadi esok; bagaimana nasib dan keadaan kita. Tidak

Ruqyah
101
ada daya dan upaya manusia yang mampu mengubah takdir tersebut.
Rasulullah SAW menggambarkan:

‫َواعْ َل ْم َٔا َّن ْال ُٔا َّم َة َل ْو ْاج َت َم َع ْت عَ َلى َٔا ْن َي ْن َف ُع ْو َك ِبشَ ْي ٍء َل ْم َي ْن َف ُع ْو َك إِ َّلا ِبشَ ْي ٍء‬
‫ َوإِنِ ْاج َت َم ُعوا عَ َلى َٔا ْن َي ُض ُّر ْو َك ِبشَ ْي ٍء َل ْم َي ُض ُّر ْو َك إِ َّلا‬،‫َق ْد َك َت َب ُه الل ُه َل َك‬
‫الص ُح ِف‬ ُّ ‫ ُر ِف َع ِت ْال َٔا ْقل َا ُم َو َج َّف ِت‬،‫ِبشَ ْي ٍء َق ْد َك َت َب ُه الل ُه عَ َل ْي َك‬
“Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk
mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat
memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan
bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu ,
niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah
Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.”
(HR. Tirmdzi).
Pena untuk menulis takdir telah diangkat, dan lembaran tempat
tertulisnya takdir pun telah mongering. Tidak ada daya dan upaya manusia
yang mampu membuatnya lari menghindari takdir. Kalau memang nasib
mujur, bagaimanapun seisi bumi ingin menimpakan bala, niscaya tidak
bisa melebihi kadar bala yang memang Allah telah tentukan sebelumnya.
Begitupun sebaliknya.
Meski demikian, Allah SWT Maha Pengasih dan Penyayang. Takdir itu
bisa berubah dengan doa (permohonan) seorang hamba kepada Rabbnya.
Dalam satu sabdanya, Rasulullah SAW menjelaskan :

‫الدعَ ا ُء َي ْن َف ُع ِم َّما َن َز َل َو ِم َّما َل ْم َي ْن ِز ْل َو إِ َّن ا ْل َبل َا َء‬


ُّ ‫َلا ُي ْغ ِن ْي َح َذ ٌر ِم ْن َق ْد ٍر َو‬
ُّ ‫َل َي ْن ِز ُل َف َي َت َل َّقا ُه‬
‫الدعَ ا ُء َف َي ْع َت ِل َجانِ إِ َلى َي ْو ِم ا ْل ِق َيا َم ِة‬
“Kewaspadaan tidak akan terlalu berpengaruh terhadap takdir, tapi doa
bermanfaat untuk apa yang telah dan yang belum terjadi. Sesungguhnya
bala bencana itu akan turun lalu bertemu dengan doa dan keduanyapun
berkelahi sampai hari kiamat.”2
Kita tidak pernah tahu, apakah ditakdirkan bernasib baik atau buruk.
Kalau toh kita khawatir mendapatkan nasib buruk, Islam mengajarkan
kita untuk berdoa. Untuk memulai beberapa kegiatan, banyak doa yang

2 Al-Hakim berkata, “Hadits ini sanadnya shahih dan mereka berdua (Al-Bukhari dan Muslim)
tidak mengeluarkannya.”

Jin; Hakikat bukan Khurafat


102
disunnahkan, yang mengandung unsur perlindungan diri dari nasib
buruk.

Contoh Doa Memohon Perlindungan dari Nasib Sial

Doa memakai pakaian

‫َال ّل ُه َّم إِنِّي َٔا ْس َٔا ُل َك ِم ْن خَ ْي ِر ِه َوخَ ْي ِر َما هُ َو َل ُه َو َٔاعُ ْو ُذ ب َِك ِم ْن َش ِّر ِه َو َش ِّر َما‬
‫هُ َو َل ُه‬
"Ya Allah, sungguh, aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya
serta kebaikan yang ada padanya; dan aku berlindung kepadamu dari
keburukannya dan keburukan yang ada padanya." (HR. Abu Dawud,
Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Sunni).
Doa pagi dan petang

‫َر ِّب َٔا ْس َٔا ُل َك خَ ْي َر َما ِفي هَ َذا ا ْل َي ْو ِم َوخَ ْي َر َما َب ْع َد ُه َو َٔاعُ ْو ُذ ب َِك ِم ْن َش ِّر َما ِفي‬
‫هَ َذا ا ْل َي ْو ِم َو َش ِّر َما َب ْع َد ُه‬
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan hari ini dan setelahnya; dan
aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hari ini dan setelahnya." (HR.
Muslim).

Menanggulangi Kejahatan yang Datang dari Luar

Dalam ajaran Islam, nasib buruk dan kesialan juga bisa dialami seseorang
karena kejahatan orang lain—baik sengaja dilakukan atau tidak. Yang
sengaja dilakukan namanya sihir, sedangkan yang tidak sengaja dikenal
dengan penyakit ain.
Sihir
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-
jampi, perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau
melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang
terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya. Sihir ini mempunyai
hakikat, diantaranya ada yang bisa mematikan, membuat sakit, membuat
seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya atau memisahkan

Ruqyah
103
pasangan suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci lainnya
atau membuat kedua belah pihak saling mencintainya.3
Cara mengatasi gangguan sihir ini adalah dengan ruqyah syar’iyyah.
Kepada korban dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk mengusir pengaruh
ghaib yang datang dari setan. Lafal ruqyah harus berasal dari ayat-ayat
Al-Qur’an atau doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.4

Ain
Penyakit ain adalah penyakit ghaib yang dapat menghinggapi seseorang
melalu pandangan mata. Ada orang-orang tertentu yang memiliki
kelainan ghaib. Misalnya saja A. Nah, bila A, karena satu dan lain sebab
memandang A dengan penuh kedengkian kepada B, maka B bisa terkena
dampak penyakit ain.
Tanda-tanda anak yang terkena ‘ain di antaranya adalah menangis
secara tidak wajar (bukan karena lapar, sakit atau mengompol), kejang-
kejang tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu pada ibunya tanpa
sebab, dan tanda-tanda yang tidak wajar lainnya. Umumnya tidak bisa
dijelaskan secara medis. Juga kondisi tubuh yang cenderung kurus.
Ain tidak hanya timbul oleh pandangan kedengkian. Bila A meman-
dang B dengan pandangan cinta dan kekaguman, B bisa terkena dampak-
nya. Gejalanya sama dengan yang ditimbulkan oleh pandangan kedeng-
kian.
Penyakit ‘ain itu benar-benar ada dan bukan khurafat yang dihubung-
hubungkan dengan pujian. Sebagaimana anggapan sebagian besar
masyarakat Indonesia bahwa pujian kepada seorang anak akan menyebab-
kab sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َا ْل َع ْي ُن َح ُُّق َو َل ْو َك َان َش ْي ٌء َساب ُِق ا ْل َق ْد َر َل َس َب َق ْت ُه ا ْل َع ْي ُن‬


“’Ain itu benar adanya. Seandainay ada sesuatu yang bisa mendahului
takdir, tentu akan didahului oleh ‘ain.” (HR. Muslim)
Jadi, bukan pujian yang menyebabkan dampak buruk bagi anak yang
dipujinya, melainkan bermula dari pandangan mata sang pemujinya, baik

3 Al-Mughni, (X/104)
4 Banyak buku-buku tuntunan ruqyah Islami yang sudah diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
Salah satu diantaranya adalah sebuah masterpiece karangan Syaikh Wahid Abdussalam
Bali, yang diterbitkan AQWAM dengan judul Ruqyah.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


104
pujian itu karena ada rasa iri atau karena benar-benar ada kekaguman.
Ada dua kondisi mengatasi penyakit ain.
A. Preventif
Melindungi diri dan anak dengan membaca ruqyah-ruqyah yang
disyariatkan Islam, di antaranya:

ِ ‫َٔاعُ ْو ُذ ب َِك ِل َم‬


‫ات الل ِه ال َّتا َّم ِة ِم ْن ُك ِّل َش ْي َطانٍ َوهَ ا َّم ٍة َو ِم ْن ُك ِّل عَ ْي ٍن ل ٓا َّم ٍة‬
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari se-
tiap setan, binatang berbisa, dan dari setiap mata yang jahat.” (Riwayat
Bukhari)
Atau membaca doa yang digunakan Rasulullah SAW untuk me-
lindungi Hasan dan Husain,

ِ ‫ُٔا ِع ُيذ ُك َما ب َِك ِل َم‬


‫ات ال َّل ِه ال َّتا َّم ِة ِم ْن ُك ِّل َش ْي َطانٍ َوهَ ا َّم ٍة َو ِم ْن ُك ِّل عَ ْي ٍن لا َّم ٍة‬
“Aku berlindung kepada Allah untukmu berdua dengan kalimat-kalimat
Allah yang sempurna, dari segala setan, binatang yang berbisa, dan pan-
dangan mata yang jahat.” (Riwayat Bukhari).
Atau bisa juga dengan membaca doa yang dibacakan oleh malaikat
Jibril AS ketika Nabi SAW mendapat gangguan setan, yaitu:

‫يك ِم ْن ُك ِّل َش ْي ِء ُي ْؤ ِذ ْي َك ِمن َش ِّر ُك ِّل َن ْف ِس َو عَ ْي ِن َح ِاس ِد‬


َ ‫ب ِْس ِم الل ِه ٔا ْر ِق‬
َ ‫َال ّل ُه َيشْ ِف‬
‫يك‬
“Dengan menyebut nama Allah, aku membacakan ruqyah untukmu dari
segala sesuatu yang menganggumu dari kejahatan setiap jiwa dan pen-
garuh ‘ain. Semoga Allah menyembuhkanmu.”
Sedangkan bila kita merasa sebagai orang yang berpotensi mem-
berikan penyakit ain, untuk mencegah penyakit ain ini, jika kita me-
lihat sesuatu yang baik ada pada diri kita, anak, harta kita atau yang
lainnya yang menakjubkan, hendaklah membaca doa:

‫َما َشا َء الل ُه َلا َح ْو َل َو َلا ُق َّو َة إِ َّلا بِال ّل ِه‬

Ruqyah
105
“ Masya Allah (atas kehendak Allah), tidak ada kekuatan melainkan hanya
dengan (pertolongan) Allah.”

B. Kuratif
Jika pelakunya diketahui, maka orang tersebut diperintahkan un-
tuk berwudhu. Bekas wudhu orang tersebut digunakan untuk me-
mandikan anak yang terkena ‘ain.
Tapi jika tidak diketahui perbanyak membaca surat Al-Ikhlas,
muawwidzatain (An-Nas dan Al-Falaq), Al-Fatihah, ayat Kursi (Al-
Baqarah: 255), 2 ayat terakhir surat Al-Baqarah, dan mendoakan
dengan doa-doa yang disyariatkan. Membaca pada air disertai tiu-
pan, kemudian diminumkan pada anak yang sakit dan sisanya di-
siramkan ke tubuhya, atau dibacakan pada minyak dan minyaknya
dioleskan ke tubuhnya. Lebih baik lagi jika bacaan itu dibacakan
pada air zam-zam.
Selain dua hal di atas, nasib kurang beruntung juga bisa berasal dari:

Nama yang Buruk


Nama adalah doa. Oleh sebab itu, Nabi SAW memerintahkan kepada para
orang-tua untuk memberikan nama yang baik bagi anaknya. Beliau juga
berkali-kali mengganti nama beberapa orang shahabat yang dinilai tidak
sesuai.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi SAW mengganti nama (se-
orang wanita) ‘Ashiyah (pelaku maksiat) dan berkata: Engkau Jami-
lah (Cantik/Indah).5
Muhammad bin ‘Amr bin ‘Atha’ juga meriwayatkan bahwasanya ia
pernah menemui Zainab binti Abu Salamah. Lalu Zainab bertanya
kepada Muhammad tentang nama saudara perempuannya yang
ada bersamanya.
Muhammad berkata, «Aku menjawab, ‘Namanya adalah Barrah
(yang baik/berbakti)’.”
Zainab berkata, “Gantilah namanya! karena Nabi SAW menikah
dengan Zainab binti Jahsy yang nama (sebelumnya) adalah Barrah,
5 Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Lihat kitab Shahih
Al-Adab Al-Mufrad oleh Al-Albani no. 630/820, hlm. 306. Lihat pula Ash-Shahihah, no. 213.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


106
lalu beliau menggantinya menjadi Zinab.”
Beliau pernah masuk menemui Ummu Salamah setelah menikah
dengannya, dan namaku (dahulu juga) Barrah, kemudian beliau
mendengar Ummu Salamah memanggilku, ‘Barrah’, maka beliau
bersabda:
“Janganlah kalian menganggap diri kalian suci, karena Allah lebih
mengetehui siapa di antara kalian yang barrah (yang baik) dan yang
fajiroh (tidak baik). Beri nama dia Zainab”.
Ummu Salamah berkata, “Dia (namanya sekarang) Zainab.”
Aku (Muhammad) bertanya kepadanya (Zainab binti Abu Sala-
mah), “Lantas aku beri nama apa?”
Zainab menjawab, “Gantilah (namanya) dengan nama yang telah
diberikan Rasulullah SAW, berilah dia nama Zainab (juga). (HR.
Bukhari) .
Dari Ibnu Abbas, bahwa nama Juwairiyah dahulu adalah BarrAh.
Lalu nabi mengubah namanya menjadi Juwairiyah. (HR. Bukhari)
Dari Aisyah RA, bahwa pernah disebutkan seorang laki-laki yang
bernama Syihab di sisi Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW bers-
abda, “Namamu adalah Hisyam.” (HR. Bukhari).
Dari Sa’id bin Al-Musayyib dari ayahnya dari kakeknya: Bahwasan-
ya dia (kakeknya) pernah mendatangi Nabi SAW lalu beliau bertan-
ya, “Siapa namamu?” Ia menjawab, “Hazn (sedih).” Beliau berkata,
“Engkau adalah Sahl (mudah).”
Ia berkata: “Aku tidak mau mengganti naman yang telah diberikan
ayahku!”
Ibnul Musayyib berkata: Sehingga ia terus-menerus merasa sedih
setelah itu. (HR. Bukhari).
Dari Laila Istri Basyir, ia bercerita tentang Basyir bin Al-Khashay-
ishah, yang dahulu namanya adalah Zahm, lalu Nabi SAW meng-
gantinya menjadi Basyir (HR. Bukhari).
Yang harus dicatat dalam penggantian nama ini adalah, nama yang
baru harus lebih baik dariapada nama sebelumnya. Ini berbeda dengan
tradisi Jawa. Nama yang dianggap mengandung sengkala, diganti den-
gan nama lain yang belum tentu lebih baik daripada sebelumnya. Kemu-
dian, proses penggantian nama berlangsung cukup sederhana. Cukup

Ruqyah
107
diumumkan, tanpa harus mengadakan ritual tertentu.

Demikianlah, peran mengubah takdir mutlak ada pada Allah—


sebagaimana peran untuk menentukan takdir sebelumnya. Manusia
hanya mampu berdoa, menggantungkan segalanya kepada keputusan
dan kebijakan Allah saja. Lalu, mengapa masih harus pakai ramal-
meramal, kemudian sibuk mengadakan berbagai ritual untuk mengusir
nasib buruk—yang akhirnya terjebak dalam kesyirikan?

Mengapa Tradisi Tersebut dikategorikan Syirik dan


terlarang?

Nama
No. Keterangan Penjelasan
Tradisi

1. Meramal Nasib seseorang Nasib masa depan termasuk


watak dan bisa ditentukan perkara ghaib. Ilmunya hanya
nasib dari waktu dimiliki oleh Allah Ta'ala.
(jam, hari, Meramalnya, berarti sama
bulan, wuku dengan mengaku tahu ilmu
dan neptu ghaib. Di sinilah kesyirikan itu
kelahiran, timbul.
ciri fisik dan Agama Islam sangat keras dalam
sebagainya. melarang hal-hal ghaib. Di atas,
telah dikemukakan ancaman bagi
orang yang mendatangi tukang
ramal dan mempercayainya.

2. Ruwatan Sebuah Ruwatan itu sendiri dilakukan


ritual untuk karena adanya sebuah
menghilangkan kepercayaan dalam agama
nasib sial yang Hindu, yaitu tentang adanya
secara alamiah Betara Kala. Jadi, jelas ini bukan
dibawa oleh tradisi Islam.
seseorang Sementara dalam ajaran Islam,
semenjak lahir. untuk menanggulangi nasib
Menggunakan buruk yang ditimbulkan oleh
beraneka sihir atau ain adalah dengan cara
sesajian, mirip meruqyah. Untuk nama yang
tradisi Hindu. tidak cocok/buruk, cukup dengan
menggantinya.

Jin; Hakikat bukan Khurafat


108
Telaah Islam Tentang Ramalan

Membenarkan atau percaya pada dukun dan paranormal merupakan


salah satu pintu kesyirikan. Allah berfirman:

 ...       

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai


pengetahuan tentangnya… " (Al-Isrâ': 36).

 ...    ...

"…Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa..." (Al-Hujurât: 12).

 ...            

"(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada
Rasul yang diridhai-Nya…" (Al-Jin: 26-27).
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw bersabda:

‫ول َف َق ْد َك َف َر ب َِما ُٔا ْن ِز َل عَ َلى ُم َح َّم ٍد‬


ُ ‫َم ْن َٔاتَى عَ َّرا ًفا َٔا ْو َكا ِه ًنا َف َص َّد َق ُه ب َِما َي ُق‬
"Barang siapa yang mendatangi paranormal atau dukun lalu membenarkan
apa yang mereka katakan, maka ia telah mengkufuri apa yang diturunkan
kepada Muhammad.”
Kufur di sini bukan berarti kafir dengan hakikatnya. Sekiranya
kufur yang dimaksud dalam hadits di atas ialah kufur besar, maka
tertolaklah shalatnya untuk selamanya, bukan hanya empat puluh hari.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw yang disampaikan oleh istri beliau.
Bahwasanya Nabi Saw bersabda:

‫َم ْن َٔاتَى عَ َّرا ًفا َف َس َٔا َل ُه عَ ْن َش ْي ٍء َف َص َّد َق ُه َل ْم ُت ْق َب ْل َل ُه َصل َا ٌة َٔا ْر َب ِع َين َي ْو ًما‬
"Barang siapa yang mendatangi paranormal lalu menayakan sesuatu
kemudian membenarkan apa yang ia katakan, maka tidak akan diterima
shalatnya selama empat puluh hari.”

Ruqyah
109

Anda mungkin juga menyukai