kuantitatif dan kualitatif adalah bahwa kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang
berupa angka-angka atau segala yang dapat dihitung, sedangkan kualitatif merupakan
pendekatan penelitian yang berupa pemaparan atau penalaran. Tidak ada yang salah dari
pemikiran itu, tapi, pernahkah anda berkeinginan untuk mengetahui lebih luas tentang dua
pendekatan ini? Bagi anda yang sedang mengerjakan tugas penelitian dan bingung tentang
pendekatan apa yang harus anda pakai dalam penelitian tersebut, mungkin informasi saya ini
bisa sedikit membantu anda.
PENDEKATAN KUANTITATIF
Pendekatan kuantitatif merupakan hasil perpaduan mazhab Marburg dengan aliran filsafat
positivisme dimana aliran filsafat ini lebih banyak menekuni ilmu-ilmu tua (old paradigm),
ilmu-ilmu kealaman. Pemahaman yang muncul di kalangan pengembang pendekatan
kuantitatif adalah peneliti dapat dengan sengaja mengadakan perubahan terhadap dunia
sekitar dengan melakukan eksperimen.
Pendekatan kuantitatif bersifat deduktif (dari umum ke khusus), karena berawal dari sebuah
teori. Pendekatan ini bertujuan untuk menguji hipotesis dan menegakkan fakta-fakta atau
kebenaran-kebenaran dari suatu teori. Teori-teori yang diajukan dijadikan sebagai standar
untuk menyatakan sesuai atau tidaknya sebuah gejala yang terjadi. Adanya hipotesis yang
diajukan merupakan sebagai penguatan atas asumsi bahwa penelitian kuantitatif bermaksud
untuk melihat keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Orientasi akhirnya
adalah untuk membuat sebuah simpulan yang dapat digeneralisasikan secara lebih luas.
Desain penelitiannya telah sejak awal dirancang secara lebih spesifik, memiliki kejelasan
arah, dan telah terinci secara jelas sejak awal peneliti hendak melakukan penelitian.Kejelasan
tersebut mencakup desain, subjek, variabel, data, dan teknik analisis yang akan digunakan.
Sehingga pendekatan kuantitatif lebih bersifat stabil atau tetap dan tidak memungkinkan
untuk terjadinya proses perancangan ulang prosedur penelitian.
Dalam proses pengumpulan data, pendekatan ini menggunakan angket, tes, wawancara,
observasi, dan check list dari sebagian populasi yang dianggap cukup representatif.
Kemudian, hasil pengumpulan data akan diolah secara statistik sehingga menghasilkan data
berupa angka-angka. Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penelitian ilmu eksak,
karena simpulan bersifat objektif, sesuai dengan keadaan sebenarnya tanpa dipengaruhi
pendapat atau pandangan pribadi dari peneliti.
Kebenaran pendekatan kuantitatif bersifat etik karena untuk menyatakan benar atau tidaknya
suatu gejala, peneliti harus mengacu pada teori yang digunakan. Segala ukuran kebenaran
haruslah sesuai dengan teori yang dipakainya. Contoh penelitian dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif adalah pengaruh kehidupan ekonomi keluarga dengan motivasi
belajar.
PENDEKATAN KUALITATIF
Pendekatan kualitatif merupakan model yang dikembangkan oleh mazhab Baden yang
bersinergi dengan aliran filsafat fenomenologi yang menekuni ilmu-ilmu sosial (social
science), dimana pelaksanaan penelitian ini menghendaki berdasarkan pada situasi wajar
(natural setting) sehingga kerap orang juga menyebutnya sebagai metode naturalistik.
Pendekatan kualitatif bersifat induktif (khusus ke umum), karena berawal dari data yang ada
bukan dari sebuah teori dan tidak bermaksud untuk menguji teori. Pendekatan ini akan
melakukan penggambaran secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti
sebagaimana adanya. Bukan berarti penelitian tidak memiliki asumsi awal yang menjadi
permasalahan dalam penelitian, namun pendekatan ini memang tidak berasal dari keinginan
untuk memecahkan masalah yang terlebih dahulu dihipotesiskan sehingga tidak ada upaya
untuk menguji hipotesis. Pendekatan kualitatif bersifat fleksibel atau dinamis dan
berkembang karena proses penggalian makna berjalan melalui proses yang
berkesinambungan secara kumulatif (bertambah) dan bermuara pada pencapaian makna pada
objek kajian sehingga memungkinkan terjadinya proses perancangan ulang prosedur
penelitian.
Pendekatan kualitatif datanya berupa kata-kata, kalimat, gambar, perilaku, replika, manuskip
dan banyak hal lain yang tidak didominasi oleh angka. Pengumpulan data biasanya melalui
wawancara dan observasi langsung. Simpulan analisisnya lebih bersifat subjektif, karena
peneliti terlibat langsung dalam penelitian sehingga ia memasukkan pendapat atau pandangan
pribadinya ke dalam simpulan namun bukan berarti penelitiannya tidak ilmiah karena peneliti
tetap akan mencocokkannya dengan teori yang sesuai. Pendekatan ini lebih banyak
digunakan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.
Kebenaran pendekatan kualitatif bersifat emik karena terletak lebih kepada sisi informan,
sehingga tujuan utama pendekatan ini adalah pemahaman yang mendalam (verstehen)
terhadap fenomena kehidupan masyarakat yang diteliti. Contoh penelitian dengan
menggunakan pendekatan kualitatif adalah tradisi suatu suku di pedalaman Indonesia.
Menurut Koentjaraningrat (1990), ilmu antropologiyang mengandung pengetahuan yang
lebih banyak berdasarkan pengertian daripada pengetahuan menggunakan pendekatan
kualitatif dalam penelitiannya, karena dalam ilmu antropologi mencoba memperkuat
pengertiannya dengan menerapkan pengertian itu dalam kenyataan beberapa masyarakat yang
hidup, tetapi dengan cara mengkhusus dan mendalam. Berbeda dengan pendekatan
kuantitatif, pendekatan ini mencoba menguji kebenaran dari pengertian dan kaidah-kaidah itu
dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta mengenai kejadian dan gejala sosial-budaya
yang menunjukkan asas-asas kesamaan sehingga pendekatan ini sering dipergunakan cara-
cara mengolah fakta sosial dalam jumlah besar. Namun, pendekatan kuantitatif sekarang ini
mulai juga menjadi suatu metode analisa yang sangat penting dalam ilmu antropologi.
Sumber referensi:
Idrus, Muhammad (2009). Metode penelitian ilmu sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tetapi itu baru separuh jalan. Selanjutnya, bila peneliti tersebut mampu menunjukkan bahwa hubungan
disiplin-kinerja itu juga berlaku di tempat lain, maka ia telah mencapai apa yang disebut External Validity
atau Generalizing Power.
Dua karakter inilah yang akan menjadi karakter terpenting yang membedakan antara penelitian kualitatif
dan penelitian kuantitatif. Jadi, ini bukan sekedar soal angka atau non angka.
Kesimpulannya, penelitian kuantitatif sebenarnya tidak hanya berurusan dengan “kuantita”. Paling tidak
dalam ilmu sosial, kata “kuantitatif” ditafsirkan secara bebas sebagai “keakuratan” deskripsi suatu variabel
dan keakuratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, serta memiliki daerah aplikasi
(generalisasi) yang luas.
Tetapi, bagaimana dengan penelitian deskriptif (yang juga kuantitatif), yang hanya melibatkan satu variabel
(univariat), atau banyak variabel tetapi tidak saling berhubungan satu-sama lain (misalnya hubungan
korelasional, atau kausal)? Jawabannya, ini juga sah disebut sebagai penelitian kuantitatif. Tetapi penelitian
deskriptif seperti ini tetap terbatas pada kemampuannya untuk menjelaskan realitas seperti apa adanya saja.
Paling jauh penelitian deskriptif hanya menjelaskan hubungan korelasional, bukan hubungan kausal. Jika
begitu, maka yang dimaksud “internal validity” di dalam penelitian deskriptif-kuantitatif (non-kausal) tidak
mengacu pada hubungan satu variabel dan lain variabel. ”internal validity” dalam hal ini hanya menunjuk
pada validitas “instrumen” untuk mengumpulkan data. Jika instrumen telah valid (dan reliabel), maka data
diharapkan juga valid dan reliabel. Jika proses analisis dan penyimpulan juga valid maka penelitian deskriptif
ini telah dianggap valid.
Ciri-ciri Utama Penelitian Kuantitatif
Beberapa ciri penelitian kuantitatif berikut ini mudah-mudahan memperjelas pemahaman kita tentang
penelitian kuantitatif. Ciri-ciri tersebut adalah:
1. Permasalahan penelitian terbatas dan sempit
Sejak awal peneliti kuantitatif telah berusaha membatasi lingkup penelitiannya, dengan mengidentifikasikan
satu atau beberapa variabel saja. Peneliti berusaha keras untuk memilih variabel yang menurutnya paling
penting untuk diteliti. Obsesinya adalah menemukan sesedikit mungkin variabel, tetapi yang mungkin
menjelaskan realitas kebenaran sebanyak mungkin.
Di kalangan ilmuwan eksakta, dipercayai bahwa alam semesta ini diatur oleh hukum-hukum yang sederhana.
Jika mereka menemukan suatu penjelasan yang melibatkan banyak variabel, mereka menjadi gelisah, dan
merasa ada yang salah. Misalnya, mereka percaya ada satu hukum “sederhana” yang menyatukan empat
kekuatan besar di alam semesta (interaksi lemah, elektromagnetik, gravitasi, dan interaksi kuat) dalam satu
hukum (mereka menyebutnya “The Grand Unified Theory”).
Jika menggunakan rumus regresi, dikenal satu pemeo “less is more”. Maksudnya, semakin sedikit prediktor
(variabel X) semakin baik dan semakin besar kekuatan memprediksi variabel Y. Pendeknya, menemukan
gambaran luas dan umum tentang sesuatu bukanlah cita-cita peneliti kuantitatif. Tetapi ia memilih satu aspek
realitas yang sangat spesifik dan “kecil” untuk diteliti.
2. Mengikuti pola berpikir deduktif
Secara umum, pola berpikir deduktif berjalan seperti ini: Pengamatan Hipotesis Pengumpulan Data
Pengujian Hipotesis Kesimpulan
Albert Einstein percaya betul pada superioritas metode deduktif ini dan mengatakan (dalam Suriasumantri,
1981) Tak ada metode induktif yang mampu menuju pada konsep fundamental dari ilmu alam. Kegagalan
dalam menyadari hal ini merupakan kesalahan dasar filosofis dari banyak sekali peneliti dalam abad 19.
Sekarang kita sadari dengan sepenuhnya betapa salahnya para ahli teori yang berpendapat bahwa teori
datang secara induktif dari pengalaman. Sekedar untuk diingat, jumlah bab di dalam skripsi/tesis/disertasi
pada umumnya adalah lima. Jumlah bab ini bukan sekedar urusan administrasi, tetapi merupakan cerminan
struktur logis pengembangan sains.
3. Mempercayai angka (statistika atau matematika) sebagai instrumen untuk menjelaskan kebenaran.
Ketika suatu saat seseorang mengomentari Albert Einstein tentang teorinya yang rumit (dalam bentuk
hitungan-hitungan matematika) bahwa “itu hanya teori, tidak ada gunanya bila tidak cocok dengan realitas
di lapangan”. Einstein menjawab “Anda benar, hanya observasi yang mampu membimbing kita menuju ke
kebenaran. Saya tidak percaya pada matematika”.
Tentu saja kita tak pernah tahu apakah dialog ini benar-benar terjadi. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa semua
peneliti kuantitatif (termasuk Einstein) selalu menggunakan bahasa angka untuk mengungkapkan pikiran-
pikiran mereka. David Hume pernah mengatakan, pemikiran abstrak tanpa kuantitas dan angka adalah
khayalan dan debat kusir belaka (dalam Lawrence, 1989).
Karena tradisi kuantitatif yang sangat kuat inilah, maka peneliti ilmu sosial pun merasa “kurang ilmiah” jika
tidak menjelaskan penemuan-penemuannya dalam bentuk angka. Tetapi kadang-kadang hal ini terjadi
secara berlebihan. Banyak peneliti ilmu sosial, misalnya, memaksakan diri menggunakan rumus regresi (y =
a+bx) pada hal data yang dia miliki hanya berskala ordinal atau bahkan nominal. Angka yang dihitung pasti
muncul. Tetapi angka-angka dalam rumus itu sebenarnya “statistically nonsense”.
Sedangkan predictive validity tercapai jika suatu instrumen mampu meramalkan apa yang terjadi di masa
depan sesuai dengan hasil tes. Berikut adalah peta reliabilitas dan validitas instrumen.
Prosedur Penelitian Kuantitatif
Proses yang secara umum terjadi dalam penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut:
Pengamatan Hipotesis Pengumpulan Data Pengujian Hipotesis Kesimpulan Hukum/Teori/Prinsip
Pengamatan Hipotesis.
Dengan proses deduktif seperti ini, seorang peneliti kuantitatif akan bekerja di suatu sitem yang tertutup
(closed system) di mana proses penelitian berjalan secara linear, algoritmik, dan output penelitian telah
ditentukan sebelumnya.
Dengan logika berpikir seperti di atas, maka kita bisa mengerti bila jumlah bab dalam skripsi/tesis/disertasi
adalah lima. Lima bab tersebut biasanya seperti berikut (tanpa menutup kemungkinan adanya variasi dari
masing-masing perguruan tinggi).
Bab I : Permasalahan Penelitian
A : Latar Belakang
B : Pokok Permasalahan
C : Tujuan Penelitian
D : Manfaat Penelitian
Bab II : Kerangka Teoritik
A : Definisi Variabel-variabel
B : Definisi Operasional Variabel
C : Indikator
D : Model Penelitian
E : Pertanyaan Penelitian/Hipotesis
Bab III : Metodologi
A : Metode, Jenis dan Pendekatan
B : Populasi-Sampel
C : Instrumentasi
D : Analisis Data
Bab IV : Analisis Data Temuan
A : Deskripsi tentang Objek/Subjek Penelitian
B : Temuan dan Analisis
Bab V : Kesimpulan & Saran
A : Kesimpulan
B : Saran
Tetapi, sebagai catatan terakhir, perlu disinggung sedikit tentang desain penelitian kuantitatif. Tidak seperti
desain penelitian kualitatif yang bersifat “longgar” dan ‘fleksibel”, desain penelitian kuantitatif sangat bersifat
“kaku” dalam arti tidak mudah dirubah begitu selesai dibuat. Variabel-variabelnya jelas dan ditentukan
dengan sangat hati-hati. Metodologinya di rancang sampai ke detil-detil terkecil. Tetapi isi desainnya sama
saja dengan penelitian kualitatif (pokok permasalahan, kerangka teori, dan metodologi). Ingat dalam
penelitian kualitatif, digunakan istilah “fokus”.
Karena itu, peneliti kuantitatif dituntut berpikir tajam dan spesifik sejak awal. Kesalahan kecil saja bisa
mempengaruhi seluruh proses penelitian. Kadangkala peneliti kuantitatif harus menghabiskan waktu
berbulan-bulan sebelum desain penelitiannya disetujui oleh dosen pembimbing untuk dilaksanakan di
lapangan.
Masalah Populasi dan Sampel dalam Penelitian Kualitatif
Populasi di dalam penelitian kualitatif tidak dijadikan tujuan generalisasi dari temuan penelitian. Populasi
dalam konotasi kuantitas (keseluruhan objek yang diteliti) tidak dikenal/diperlukan dalam penelitian
kualitatif.
Istilah sampel (sampling) di dalam penelitian kualitatif masih dapat digunakan, misalnya sampel purposif,
sampel internal (internal sampling), dan sampel waktu (time sampling). Sampel purposif adalah sampel yang
“secara sengaja” dipilih oleh peneliti, karena sampel ini dianggap memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat
memperkaya data penelitian. Sampel internal adalah keputusan yang diambil oleh peneliti tentang siapa yang
perlu diwawancarai, kapan melakukan observasi, atau dokumen apa atau sebanyak apa dokumen yang perlu
dikaji. Sementara itu, sampel waktu (time sampling) adalah waktu-waktu tertentu yang sengaja dipilih
peneliti untuk mengumpulkan data. Waktu di sini boleh hari minggu ke-berapa, bulan apa, atau tahun berapa.
Instrumen dalam Penelitian Kualitatif
Satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti mungkin
menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data seperti tape recorder, video kaset, atau kamera.
Tetapi kegunaan atau pemanfaatan alat-alat ini sangat tergantung pada peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai
instrumen (disebut “Paricipant-Observer”) di samping memiliki kelebihan-kelebihan, juga mengandung
beberapa kelemahan. Kelebihannya antara lain, pertama, peneliti dapat langsung melihat, merasakan, dan
mengalami apa yang terjadi pada subjek yang ditelitinya. Dengan demikian, peneliti akan lambat laut
“memahami” makna-makna apa saja yang tersembunyi di balik realita yang kasat mata (verstehen). Ini
adalah salah satu tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian kualitatif.
Kedua, peneliti akan mampu menentukan kapan penyimpulan data telah mencukupi, data telah jenuh, dan
penelitian dihentikan. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dibatasi oleh instrumen (misalnya
kuesioner) yang sengaja membatasi penelitian pada variabel-variabel tertentu saja. Ketiga, peneliti dapat
langsung melakukan pengumpulan data, menganalisanya, melakukan refleksi secara terus menerus, dan
secara gradual “membangun” pemahaman yang tuntas tentang sesuatu hal. Ingat, dalam penelitian kualitatif,
peneliti memang “mengkonstruksi” realitas yang tersembunyi (tacit) di dalam masyarakat.
Sementara beberapa kelemahan peneliti sebagai instrumen adalah pertama, sungguh tidak mudah menjaga
obyektivitas dan netralitas peneliti sebagai peneliti. Keterlibatan subjek memang bagus dalam penelitian
kualitatif, tetapi jika tidak hati-hati, peneliti akan secara tidak sadar mencampuradukkan antara data
lapangan hasil observasi dengan pikiran-pikirannya sendiri.
Kedua, pengumpulan data dengan cara menggunakan peneliti sebagai instrumen utama ini sangat
dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam menulis, menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian.
Peneliti juga harus memiliki sensitifitas/kepekaan dan “insight” (wawasan) untuk menangkap simbol-simbol
dan makna-makna yang tersembunyi. Lyotard (1989) mengatakan “lantaran pengalaman belajar ini sifatnya
sangat pribadi, peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mengungkapkannya dalam bentuk tertulis”.
Ketiga, peneliti harus memiliki cukup kesabaran untuk mengikuti dan mencatat perubahan-perubahan yang
terjadi pada subjek yang ditelitinya. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian dianggap selesai jika kesimpulan
telah diambil dan hipotesis telah diketahui statusnya, diterima atau ditolak.
Tetapi peneliti kualitatif harus siap dengan hasil penelitian yang bersifat plural (beragam), sering tidak
terduga sebelumnya, dan sulit ditentukan kapan selesainya. Ancar-ancar waktu tentu bisa dibuat, tetapi
ketepatan jadwal (waktu) dalam penelitian kualitatif tidak mungkin dicapai seperti dalam penelitian
kuantitatif. (@TM)
Report this ad
Report this ad
BAGIKAN INI:
Twitter
Facebook
Google
TINGGALKAN BALASAN
Report this ad
BERLANGGANAN
Entries (RSS)
Comments (RSS)
ARSIP
Januari 2018
Desember 2017
November 2017
Oktober 2017
September 2017
Agustus 2017
Juli 2017
Juni 2017
Mei 2017
April 2017
Maret 2017
Februari 2017
Januari 2017
Desember 2016
November 2016