1. Memiliki nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi
bimbingan dan konseling yang harus dimiliki konselor, yaitu:
a) Pengakuan keahlian
Kebutuhan tiap – tiap siswa berbeda baik secara jasmani maupun rohani. Kebutuhan
yang tidak terpenuhi akan menimbulkan kekecewaan yang akhirnya memunculkan
perilaku menyimpang. Guru BK di sekolah harus bisa memahami kebutuhan siswa
terutama kebutuhan psikis seperti kasih sayang, rasa aman, perasaan diterima dan diakui
lingkungan, dan lain-lain.
Siswa sebagai individu memiliki perbedaan, baik karakteristik fisik maupun psikisnya.
Setiap siswa berbeda dalam hal bakat, minat, pandangan hidup, dan lain – lain. Perbedaan
siswa tersebut harus mendapat perhatian secara lebih spesifik dari pembimbing atau
konselor. Sehingga siswa dapat berkembang sesuai dengan karakteristiknya.
Tiap – tiap individu ingin menjadi dirinya sendiri. Pelayanan bimbingan dan konseling
harus bisa mengantarkan siswa berkembang menjadi dirinya sendiri. Pembimbing atau
konselor tidak boleh mngarahkan siswa untuk berkembang ke arah yang pembimbing atau
konselor inginkan.
Tidak ada individu yang tidak memiliki masalah dan semua individu ingin masalahnya
terselesaikan. Yang berbeda adalah kompleksitas masalah yang dialami tiap individu. Pada
dasarnya setiap individu memiliki dorongan untuk menyelesaikan masalahnya, tapi karena
keterbatasan ada kalanya individu tersebut tidak berhasil. Pelayanan bimbingan dan
konseling harus diarahkan untuk membantu siswa menghadapi dan memecahkan masalah
yang ada dengan memanfaatkan dorongan-dorongan yang ada pada diri siswa.
2. Asas – asas yang berhubungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan dan
konseling
Asas-asas yang berhungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan dan konseling
menurut Prayitno dan Erman Amti (2013) adalah sebagai berikut:
a. Asas Kerahasiaan
b. Asas Kesukarelaan
Asas kesukarelaan yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan, baik
dari pihak si terbimbing atau klien maupun dari pihak konselor dalam mengikuti atau
menjalankan layanan. Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun
merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan
segenap fakta, data dan seluk beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor,
dan konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan
kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
c. Asas Keterbukaan
d. Asas Kekinian
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-
nunda pemberian bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberikan
bantuan dengan berbagai dalih. Dia harus mendahulukan kepentingan klien dari pada yang
lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan
bantuannya kini, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang
dilakukan itu justru untuk kepentingan klien.
e. Asas Kemadirian
f. Asas Kegiatan
Asas bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti, bila klien
tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil
usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus
dengan kerja giat dari klien sendiri. Asas kegiatan ini mengandung arti bahwa klien aktif
menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil
konseling.
g. Asas Kedinamisan
h. Asas Keterpaduan
i. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu,
maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun
proses penyelengaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan
norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak
menyimpang dari norma-norma yang dimaksutkan.
j. Asas Keahlian
Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik
dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling)
yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga
dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan
bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-
tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu. Asas keahlian selain mengacu kepada
kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga
kedapa pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh
karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling
secara baik.
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih tangan jika konselor
sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu
yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor
dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Di samping
itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan konseling hanya menangani
masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, dan
setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka
hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas
ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karso”. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan
konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap
kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling
pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.
8. Ada tiga macam pendekatan, yaitu (Syaiful Bahri Djamaraah Zain.2002:61):
1. Bimbingan Preventif
Pendekatan bimbingan ini menolong seseorang sebelum seseorang menghadapi
masalah. Caranya ialah dengan menghindari masalah itu (jika memungkinkan),
mempersiapkan orang tersebut untuk menghadapi masalah yang pasti akan dihadapi
dengan memberi bekal pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan untuk
menghadapi masalah itu.
2. Bimbingan Kuratif atau Korektif
Pendekatan ini pembimbing menolong seseorang jika orang itu menghadapi masalah
yang cukup berat hingga tidak dapat diselesaikan sendiri.
3. Bimbingan perseveratif
Bimbingan ini bertujuan meningkatkan sudah baik, yang mencangkup sifat
dan sikap yang menguntungkan tercapainya penyesuaian diri dan terhadap
lingkungan.kesehatan jiwa yang telah dimilikinya, kesehatan jasmani dan kebiasaan-
kebiasaan hidup sehat, kebiasaan cara belajar atau bergaul yang baik dan sebagainya
Bimbingan ini dapat dilakukan secara individual dan kelompok, sehingga ada pendekatan
individu dan pendekatan kelompok, yaitu:
a. Pendekatan individu
Pendekatan bimbingan individu dilakukan dengan pendekatan perseorangan. Tiap
orang dicoba didekati, dipahami dan ditolong secara perorangan.pendekatan ini
dilaksanakan melalui wawancara langsung dengan individu. Dalam pendekatan ini
terdapat hubungan yang dinamis. Individu merasa diterima dan dimengerti oleh
pembimbing. Dalam hubungan tersebut pembimbing menerima individu secara pribadi
dan tidak memberikan penilaian. Individu merasakan ada orang yang mengerti masalah
pribadinya, mau mendengarkan keluhannya dan curahan perasaannya. Pendekatan
bimbingan mencakup:
Informasi individual;
Penasihatan individual;
Pengajaran remedial individual;
Penyuluhan individual.
b. Pendekatan kelompok
Pendekatan bimbingan kelompok diberikan oleh pembimbing per kelompok.
Beberapa orang bermasalah sama, atau yang dapat memperoleh manfaat dari
pembimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok,
yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang), dan kelompok besar
(13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang).
Pendekatan bimbingan kelompok mencakup:
Informasi kelompok;
Penasihatan kelompok;
Pengajaran remedial kelompok;
Penyuluhan kelompok;
Home room;
Sosiodrama;
Karya wisata;
Belajar kelompok;
Kerja kelompok;
Diskusi kelompok;
Kegiatan club/pramuka.
9. Ada tiga hal yang harus dilakukan oleh seorang konselor dalam memulai proses
konseling yaitu: (1) membentuk kesiapan untuk konseling; (2) memperoleh informasi
riwayat kasus; dan (3) evaluasi psikodiagnostik (Mohammad Surya, 2003:136).
1. Kesiapan untuk bimbingan dan konseling
Kesiapan merupakan kondisi yang harus dipenuhi sebelum klien membuat hubungan
konseling. Kesiapan klien untuk ini ditentukan oleh berbagai faktor yaitu: (1) motivasi
untuk memperoleh bantuan , (2) pengetahuan klien tentang konseling, (3) kecakpan
intelektual, (4) tingkat tingkatan terhadap masalah dan dirinya sendiri, (5) harapan-
harapan terhadap peranan konselor, (6) sistem pertahanan dirinya.
Beberapa hambatan yang sering dijumpai dalam mencapai kesiapan konseling adalah:
a. Penolakan secara kultural terhadap hal-hal diatas;
b. Situasi fisik dalam konseling;
c. Pengalaman pertama dalam konseling yang tidak menyenangkan;
d. Kurangnya pengertian terhadap konseling;
e. Kurang dapat melakukan pendekatan;
f. Dalam lembaga, kurang terdapat iklim penerimaan terhadap konseling.
2. Metode Penyiapan Klien
Untuk mencapai kesiapan klien dalam konseling, dapat ditempuh metode-metode
sebagai berikut.
a. Melalui pembicaraan dengan berbagai pihak/lembaga mengenai topik-topik
masalah dan pelayanan konseling yang diberikan.
b. Menciptakan iklim kelembagaan yang merangsang untuk meminta bantuan.
c. Menghubungi sumber-sumber referal misalnya dari organisasi sekolah, guru, dan
sebagaunya.
d. Memberikan informasi kepada klien tertentu tentang dirinya dan prospeknya.
e. Melalui proses pendidikan itu sendiri.
f. Tekni-teknik survei terhadap masalah-masalah klien.
g. Orientasi prakonseling.
3. Riwayat Kasus
Riwayat kasus adalah suatu kumpulan informasi yang sistematis tentang kehidupan
klien sekarang dan masa lalu. Bentuk-bentuk riwayat kasus yang dapat dibuat dalam
berbagai bentuk, yaitu:
a. Riwayat konseling psikoterapeutik, yaitu lebih memusatkan kepada masalah-
masalah psikoterapeutik dan diperoleh melalui wawancara konseling.
b. Catatan komulatif, yaitu sistem catatan tentang berbagai aspek yang
menggambarkan perkembangan seseorang.
c. Biografi dan Autobiografi.
d. Tulisan-tulisan yang dibuat kasus sebagai dokumen pribadi.
e. Grafik waktu tentang kehidupan kasus.
4. Psikodiagnosis
Dalam bidang medis, diagnosis mempunyai arti sebagai proses, yaitu memeriksa
gejala, pemeriksaan sebab-sebab, mengadakan observasi, menempatkan gejala-gejala
dalam katagori, dan memperkirakan usaha-usaha peyembuhan. Dalam bidang psikologis,
proses diagnosis mempunyai beberapa arti dan tidak dapat dipisahkan secara tegas
seperti dalam bidang medis.
Psikodiagnosis mempunyai dua arti. Pertama, sebagai suatu klasifikasi atau taksonomi
masalah-masalah yang sama dengan klsifikasi psikiatris untuk gangguan neurotis,
psikosis, dan karakter. Kedua, sebagai suatu prosedur menginterpretasikan data kasus.
5. Penggunaan Tes dalam Psikodiagnostik
Penggunaan tes dalam psikodiognostik dimaksudkan untuk memperoleh data
kepribadian klien melalui sempel, perilaku dalam situasi yang standar, sehingga
diperoleh data terapeutik. Penggunaan tes dalam dalam psikodiagnostik di dasarkan
kepada asumsi bahwa kepribadian sebagai suatu yang dinamis dan dapat diukur melalui
sempel perilaku.
Penggunaan tes dalam psikodiagnostik berfungsi untuk:
a. Menyeleksi data yang diperlukan bagi konseling;
b. Meramalkan keberhasilan konseling;
c. Memperoleh informasi yang lebih terperinci;
d. Merumuskan diagnostik yang lebih tepat.
10. Teknik-teknik hubungan antara konselor dengan klien yaitu:
1. Teknik Rapport
“Teknik rapport” mempunyai makna sebagai suatu kondisi saling memahami dan
mengenali tujuan bersama. Tujuan utama teknik rapport adalah untuk menjembatani
huhungan antara konselor dengan klien, sikap penerimaan bagi minat yang mendalam
terhadap klien dan masalahnnya.
a. Beberapa teknik yang digunakan untuk mencapai rapport, antara lain, melalui:
b. Pemberian salam yang menyenangkan;
c. Topik pembicaraan yang sesuai;
d. Susunan ruangan yang menyenangkan;
e. Sikap yang ditandai dengan, (a) kehangatan emosi, (b) realisasi tujuan bersama,
(c) menjamin kerahasiaan, (d) kesadaran terhadap hakikat klien secara alamiah.
2. Refleksi perasaan
Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk
kata-kata yang segar dan sikap yang esensial (perlu). Refleksi ini merupakan teknik
penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan
sebelum pemberian informasi dan tahap interpretasi dimulai.
B. Proses Konseling
Pendekatan yang berpusat pada klien menggunakan sedikit teknik, akan tetapi
menekankan sikap konselor. Teknik dasarnya adalah mencakup, mendengar, dan
menyimak secara aktif, refleksi, klarifikasi bagi klien. Teknik-tenik ini dilaksanakan
dengan jalan wawancara, terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau tidaj
langsung.
C. Kritik dan Kontribusi
Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
1. Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penutup perilaku,
tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan rasional.
2. Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori.
3. Tujuan untuk setiap klien adalah untuk memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum,
dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
4. Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung
lokasi letak konselor dan klien.
5. Meskipun terbukti bahwa konseling diakui efektif, tetapi bukti tidak cukup sistematik
dan lengkap. Terutama berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
6. Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan
interpersonal.
a) Pemantapan sikap dan keperibadian yang agamis yang senantiasa mendekatkan diri
kepada yang khaliq melalui peningkatan kualitas iman dan taqwa.
b) Pemahaman tentang kemampuan dan potensi diri sderta pengembangannya secara
optimal.
c) Pemahaman tentang bakat dan minat yang dimiliki serta penyalurannya.
d) Pemahaman tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki serta bagaimana
mengembangkannya.
e) Pemahaman tentang kekurangan dan kelemahan yang dimiliki serta bagaimana
mengatasinya.
f) Kemampuan mengambil keputusan serta mengarahkan diri sesuai keputusan yang
diambil.
g) Perencanaan dan pelaksanaan hidup sehat, kreatif dan produktif.
3. Tujuan Bimbingan Pribadi
Berdasarkan makna bimbingan pribadi di atas, dapat diketahui bahwa bimbingan
pribadi bertujuan untuk membantu individu agar bisa memecahkan masalah-masalah
yang bersifat pribadi. Bimbingan pribadi juga bertujuan agar individu mampu mengatasi
sendiri,mengambil sikap sendiriatau memecahkan masalah sendiri yang menyangkut
keadaan batinnya sendiri. Dengan perkataan lain, agar individu mampu mengatur dirinya
sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, dan pengisian waktu luang.
4. Bentuk-bentuk Layanan Bimbingan Pribadi
Ada beberapa bentuk layanan bimbingan pribadi, yaitu pertama, layanan informasi.
Informasi tentang tahap-tahap perkembangan dapat mencakup perkembangan fisik,
motorik, bicara, emosi, sosial, penyesuaian sosial, bermain, kreativitas, penertian, moral,
seks, dan perkembangan kepribadian. Sedangkan informasi tentang keadaan masyarakat
dewasa ini dapat mencakup informasi tentang ciri-ciri masyarakat maju, makna ilmu
pengetahuan,dan pentingnya iptek bagi kehidupan manusia.
Bimbingan sosial bermakna suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan
memecahkan masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik,
penyesuaian diri dan sebagainya bimbingan sosial juga bermakna suatu bimbingan atau
bantuan dari pembimbing kepada individu agar dapat mewujudkan pribadi yang mampu
bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkunagnnya secara baik.
Selain problem yang menyangkut dirinya sendiri, individu juga dihadapkan pada
problem yang terkait dengan orang lain.
Tujuan utama bimbingan sosial adalah agar siswa yang dibimbing mampu melakukan
interaksi sosial secara baik dengan lingkungannya. Sedangkan secara umum tujuan dari
pelayanan bimbingan sosial adalah membantu individu dalam memecahkan dan
mengatasi kesulitan –kesulitan dalam masalah sosial, sehingga individu dapat
menyesuaikan diri secara baik dan wajar dalam lingkungan sosialnya. Dalam konteks
manusia sebagai makhluk sosial dan ciptaan Allah Swt. Dahlan (1989) menyatakan
tujuan bimbingan sosial adalah agar individ mampu mengembangkan diri secara optimal
sebagai makhluk sosial dan makhluk ciptaan Allah Swt.
C. Bimbingan Belajar
Menurut surya (1988) beberapa aspek masalah individu yang memerlukan layanan
bimbingan belajar adalah :
a. Pengenalan kurikulum
b. Pemilihan jurusan
c. Cara belajar yang tepat
d. Perencanaan pendidikan , dll.
Tujuan bimbingan belajar secara umum adalah membantu individu (siswa) agar
mencapai perkembangan yang optimal, sehingga tidak menghambat perkembangan
belajar siswa. Sedangkan tujuan bibingan belajar secara khusus adalah agar siswa
mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar. Dalam konteks
kemandirian, tujuan bimbingan belajar adalah agar siswa mandiri dalam belajar.
a. orientasi kepada para siswa (khususnya siswa baru) tentang tujuan institusional
(tujuan sekolah, isi kurikulum pembelajaran, struktur organisasi sekolah, cara-cara
belajar yang tepat, penyesuaian diri dengan corak pendidikan di sekolah ).
b. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama mengikuti
pelajaran di sekolah baik secara individual maupun kelompok.
c. Bantuan dalam memilih jurusan atau program study yang sesuai, memilih kegiatan-
kegiatan nonakademis yang dapat menunjang belajar, serta penyebaran informasi
mengenai program study yang tersedia dalam jenjang pendidikan tertentu.
d. Layanan pengumpulan data siswa yang berkenaan dengan kemampuan intelektual,
bakat khusus, arah minat, cita-cita, pemilihan program-program study atau jurusan
tertentu dan lainnya.
e. Bantuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar seperti sulit untuk
berkonsentrasi, kurang siap menghadapi ujian, kurang paham cara belajar yang baik
dan sebagainya.
f. Bantuan dalam hal membentuk kelompok belajar dan mengatur kegiatan-kegiatan
kelompok supaya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
D. Bimbingan Karier
Sedangkan menurut Winkel (1991) bimbingan karier adalah bantuan dalam n diri
menghadapi dunia pekerjaan, pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan serta membekali
diri agar siap memangku jabatan tersebut dan dala menyesuaikan diri dengan tuntutan-
tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasukinya.
Secara umum tujuan bimbingan karier di sekolah adalah agar siswa mampu
memahami, merencanakan, memilih, menyesuaikan diri, dan mengembangkan karier-
karier tertentu setelah mereka tamat dari pendidikannya. Sedangkan secara umum
menurut Tohirin ( 2007:132) tujuan pelayanan bimbingan karier di sekolah dan madrasah
adalah:
a. Agar siswa memperoleh informasi tentang karier atau jabatan atau profesi tertentu
b. Agar siswa memperoleh pemahaman tentang karier atau jabatan atau profesi tertentu
secara benar
c. Agar siswa mampu merencanakan dan membuat pilihan-pilihan karier tertentu kelak
setelah selesai dari pendidikan
d. Agar siswa mampu menyesuaikan diri dengan karier yang dipilihnya kelak
e. Agar siswa mampu mengembangkan karier setelah selesai dari pendidikannya.
Secara implisit, tujuan bimbingan dan konseling telah disebutkan dari makna
bimbingan dan konseling diatas. Tujuan bimbingan dan konseling pada bidang kehidupan
berkeluarga adalah agar siswa memperoleh pemahaman yang benar tentang kehidupan
berkeluarga. Selain itu bertujuan agar para siswa mampu memecahkan masalah-masalah
yang berkenaan dengan kehidupan berkeluarga.
4. Bentuk-bentuk Layanan Pengembangan Kehidupan Berkeluarga
Tujuan layanan bimbingan dan konseling bidang kehidupan beragama adalah agar
siswa memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang ajaran agamanya. Dengan
perkataan lain dapat memecahkan berbagai problem yang berkaitan dengan kehidupan
beragama yang dihadapi individu baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
keluarga dan masyarakat.
Tujuan layanan konseling perrangan adalah agar klien memahami kondisi dirinya
sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya
sehingga klien mampu mengatasinya. Dengan perkataan lain, konseling perorangan
bertujuan untuk mengentaskan masalah yang dialami. Secara lebih khusus , tujuan
layanan konseling perorangan adalah merujuk kepada fungsi-fungsi bimbingan dan
konseling. Pertama, merujuk kepada fungsi pemahaman maka tujuan layanan konseling
adalah agar klien memahami seluk beluk yang dialami secara mendalam dan
komprehensif, positif, dan dinamis. Kedua, merujuk kepada fungsi pengentasan, maka
layanan konseling perorangan bertujuan untuk mengentaskan klien dari masalah yang
dihadapinya.
Layanan bimbingan kelompok membahas materi atau topik-topik umum baik topik
tugas maupun topik bebas. Yang dimaksud topik tugas adalah topik atau pokok bahasan
yang diberikan oleh pembimbing (pimpinan kelompok) kepada kelompok untuk dibahas.
Ada beberapa teknik yang bisa diterapkan dalam layanan bimbingan kelompok, yaitu
teknik umum dan permainan kelompok.
a) Perencanaan
b) Pelaksanaan
c) Evaluasi
d) Analisis hasil evaluasi
e) Tindak lanjut
f) Laporan
• Tindak lanjut
• Laporan
I. Layanan Mediasi
1. Makna Layanan Mediasi
Dalam arti luas, mediasi bisa dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengantai
atau menjadi wasilah atau menghubungkan yang semula terpisah. Dan juga bermakna
menjalin hubungan antara dua kondisi yang berbeda dan mengadakan kontak
sehingga dua pihak yang semula terpisah menjadi terkait.
2. Tujuan Layanan Mediasi
Secara umum, layanan mediasi bertujuan agar tercapai kondisi hubungan yang
positif dan kondusif diantara para klien atau pihak-pihak yang bertikai atau
bermusuhan.
Secara lebih khusus, layanan mediasi bertujuan agar terjadi perubahan atas
kondisi awal yang negatif (bertikai atau bermusuhan) menjadi kondisi baru (kondusif
dan bersahabat) dalam hubungan antara kedua belah pihak yang bermasalah.
3. Isi Layanan Mediasi
Isi atau masalah-masalah yang dibahas dalam layanan mediasi adalah hl-hal
yang berkenaan dengan hubungan yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang sedang bertikai.
4. Teknik Layanan Mediasi
Ada dua teknik yang bisa diterapkan dalam layanan mediasi, yaitu teknik
umum dan khusus. Pertama, teknik umum yang termasuk dalam teknik umum adalah:
(a) Penerimaan terhadap klien dan posisi duduk
(b) Penstrukturan
(c) Ajakan untuk berbicara
Kedua, teknik khusus. Beberapa teknik khusus yang bisa diterapkan dalam
layanan mediasi adalah:
(a) Informasi dan contoh pribadi
(b) Perumusan tujuan, pemberian contoh, dan latihan bertingkah laku
(c) Nasihat.
b. Himpunan Data
Himpunan data adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang
relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan
secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Kegiaran
ini memiliki fungsi pemahaman. Konselor sebagai penyelenggara Himpunan data
memiliki fungsi: Menghimpun data, mengembangkan data dan menggunakan data
Operasionalisasi dalam kegiatan ini adalah 1) Perencanaan Menetapkan jenis dan
klasifikasi data serta sumber-sumbernya, menetapkan bentuk himpunan data,
menetapkan dan manata fasilitas, menetapkan mekanisme pengisian, pemeliharaan dan
penggunaan serta menyiapkan kelengkapan administrative. 2) Pelaksanaan Memetik
dan memasukkan ke dalam HD sesuai dengan klasifikasi, memanfaatkan data,
memelihara dan mengembangkan HD. 3) Evaluasi dan Analisis Mengkaji evisiensi
sistematika dan penggunaan fasilitas yang digunakan, memerikasa kelengkapan,
keakuratan, keaktualan dan kemanfaatan HD, serta melaksanakan analisis terhadap hasil
evaluasi berkenaan dengan kelengkapan, keakuratan, keaktualan, kemanfaatan dan
efisiensi penyelenggaraannya. 4) Tindak Lanjut Dalam hal ini adalah mengembangkan
himpunan data yang mencakup: bentuk, klasifikasi dan sistematika data, kelengkapan,
keakuratan, ketepatan dan keaktualan data, kemanfaatan data, Penggunaan teknologi.
Data yang terhimpun harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya dalam kegiatan
layanan bimbingan dan konseling[2]. Teknis penyelenggaraan serta menyusun laporan
HD, menyampaikan laporan dan mendokumentasi laporan.
c. Konfrensi Kasus
Konferensi kasus adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam
suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi
kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh
keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh
kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien. Kegiatan konferensi
kasus memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan serta tidak menyinggung klien[3].
Operasionalisme dalam kegiatan ini adalah : 1) Perencanaan Konferensi kasus harus
dibicarakan terlebih dahulu dan mendapat persetujuan dari klien yang bermasalah. Dan
seluruh peserta pertemuan harus diyakinkan oleh konselor dan memiliki sikap yang teguh
untuk merahasiakan segenap aspek dari kasus yang dibicarakan. 2) Pelaksanaan
Konselor harus mengarahkan pembicaraan sehingga seluruh peserta dapat
mengemukakan data atau keterangan yang mereka ketahui dan mengembangkan pikiran
untuk memecahkan masalah siswa. 3) Analisis dan Evaluasi Hasil yang diharapkan dari
konferensi kasus yang sukses apabila konselor memperoleh data atau keterangan
tambahan yang amat berarti bagi pemecahan masalah siswa dan terbangunnya komitmen
seluruh peserta pertemuan untuk menyokong upaya pengentasan masalah siswa.
4) Tindak Lanjut Seluruh hasil pertemuan dicatat dan didokumentasikan secara rapi
oleh konselor dan sebanyak-banyaknya dipergunakan untuk menunjang jenis-jenis
layanan masalah siswa yang bersangkutan.
d. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan,
kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui
kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan
untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga
untuk mengentaskan permasalahan klien. Kegiatan kunjungan rumah memiliki fungsi
pemahaman dan pengentasan. Dalam hal ini Kasus Diidentifikasi terlebih dahulu dan
dianalisis perlu tidak diadakannya Kunjungan Rumah sebagai tindak lanjut dari
penanganan kasus tersebut. KR menjangkau lapangan permasalahan
klien yang menjangkau kehidupan keluarga dan terlaksanakan yaitu
menghubungi pihak-pihak terkait dengan keluarga. Materi yang perlu diperhatikan
dihadapan orang tua tidak boleh melanggar asas kerahasiaan klien, dan intinya semata-
mata untuk memperdalam masalah klien, serta tidak merugikan klien. Peran klien sendiri
sangat penting dalam kegiatan ini, yaitu klien menyetujui Kunjungan Rumah yang akan
dilakukan konselor dan mempertimbangkan perlu tidaknya ia terlibat saat kunjungan
rumah. Operasionalisasi dalam kegiatan ini adalah 1) Perencanaan Menetapkan kasus
yang memerlukan KR, meyakinkan klien akan KR, menyiapkan data dan informasi yang
akan dikomunikasikan dengan keluarga, menetapkan materi KR dan meyiapkan
kelengkapan administrasi. 2) Pelaksanaan Pelaksanaannya adalah mengkomunikasikan
rencana pelaksanaan KR, melakukan KR berupa: Bertemu anggota keluarga (ortu/wal),
Membahas masalah klien, Melengkapi data, Mengembangkan komitmen,
Menyelenggarakan konseling keluarga , dan merekam dan menyimpulkan hasil KR
3) Evaluasi dan Analisis Mengevaluasi proses pelaksanaan KR, mengevaluasi
kelengkapan dan keakurautan data hasil KR serta komitmen ortu/wali, mengevaluasi
penggunaan data dalam rangka pengentasan masalah klien. Dan menganalisis terhadap
efektifitas penggunaan hasil KR terhadap penanganan kasus. 4) Tindak Lanjut Tindakan
selanjutnya adalah mempertimbangkan apakah perlu dilaksanakan KR ulang atau lanjutan
dan mempertimbangkan tindak lanjut layanan dengan menggunakan hasil KR yang
lebih lengkap dan akurat. Serta menyusun laporan KR, menyampaikan laporan dan
mendokumentasi laporan.
e. Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang
lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan
penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran
atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat
memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya
melalui pihak yang lebih kompeten. Fungsi kegiatan ini adalah pengentasan[5]. Sebelum
di-ATK-kan maka Konselor hendaknya memperhatikan keadaan kenormalan klien dan
subtansi masalah klien. Yang harus dipertimbangkan dalam Alih tangan kasus ini adalah
karena masalah yang ada bukan lagi wewenang Konselor. Konselor melakukan kontak
awal dengan ahli lain, melalui cara yang cepat dan tepat. Jika ditanggapi positif oleh ahli
lain yang dihubungi, maka klien bertemu dengan ahli lain tersebut dengan membawa
surat pengantar jika diperlukan. Operasionalisasi yang perlu dilakukan dalam Alih tangan
kasus ini adalah 1) Perencanaan Menetapkan kasus yang akan di ATK, meyakinkan
klien akan ATK, menghubung ahli lain yang menjadi arah ATK, menyiapkan materi
ATK dan kelengkapan administratif. 2) Pelaksanaan Mengkomunikasikan rencana ATK
kepada pihak terkait dan mengalihtangankan klien kepada pihak terkait itu. 3) Evaluasi
dan Analisis Membahas hasil ATK melalui: Klien, laporan dari ahli lain dan analisis
hasil ATK kemudian mengkaji hasil ATK terhadap pengentasan masalah klien. Serta
Melakukan analisis terhadap efektifitas ATK terhadap pengentsan masalah klien secara
menyeluruh. 4) Tindak Lanjut Tindak lanjut yang dilakukan adalah menyelenggarakan
layanan lanjutan oleh konselor jika diperlukan atau klien memerlukan ATK ke ahli lain
lagi. Serta Menyusun laporan kegiatan ATK, menyampaikan laporan dan
mendokumentasilaporan.
Seperti telah disebutkan dalam pembahasan di atas bahwa konseling merupakan salah
satu teknik bimbingan. Melalui metode ini upaya pemberian bantuan diberiakan secara
individual dan langsung bertatap muka (berkomunikasi) antara pembimbing ( konselor )
dengan siswa (klien). Dengan perkataan lain pemberian bantuan diberikan dilakukan
melalui hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang
dilaksanakan dengan wawancara antara (pembimbing) konselor dengan siswa(
klien).Masalah – masalah yang dipecahkan melalui teknik konseling, adalah masalah –
masalah yang bersifat pribadi.
Dalam konseling individual, konselor dituntut untuk mampu bersikap penuh simpati dan
empati. Simpati ditunjukan oleh konselor melalui sikap turut merasakan apa yang sedang
dirasakan oleh klien (siswa). Sedangkan empari adalah usaha konselor menempatkan diri
dalam situasi diri klien dengan segala masalah – masalah yang dihadapinya. Keberhasilan
konselor bersimpati dan berempati akan memberikan kepercayaan yang sepenuhnya
kepada konselor. Keberhasilan bersimpati dan berempati dari konselor juga akan sangat
membantu keberhasilan proses konseling.
Apabila merajuk kepada teori – teori konseling, setidaknya ada tiga cara konseling yaitu:
Directive counseling
Non derective counseling
Ecleretive counseling.
Konseling yang menggunakan metode ini, dalam prosesnya yang aktif atau paling
berperan adalah konselor. Dalam praktiknya konselor berusaha mengarahkan klien sesuai
dengan masalahnya. Selain itu, konselor juga memberikan saran, anjuran dan nasihat
kepada klien. Praktik konseling yang dilakukan oleh para penganut teori behavioral
counseling umumnya menerapkan cara – cara di atas dalam konselingnya. Karena praktik
yang demikian, konseling ini juga dikenal dengan konseling yang berpusat pada konselor.
Praktik konseling direktif mendapat kritik terutama dari para penganut paham bahwa
tujuan utama dalam konseling adalah kemandirian klien ( siswa ). Apabila klien masih
dinasihati dan diarahkan berarti belum mandiri; sehingga tujuan utama konseling belum
tercapai. Oleh sebab itu, para penganut paham ini menganjurkan konseling yang berpusat
pada siswa ( client centered ).
Seperti telah di sebutkan diatas, konseling nondirektif atau konseling yang berpusat
pada siswa muncul akibat kritik terhadap konseling direktif ( konseling berpusat pada
konselor). Konselor nondirektif di kembangkan berdasarkan teori client centered (
konseling yang berpusat pada klien atau siswa ). Dalam praktik konseling nondirektif,
konselor hanya menampung pembicaraan, yang berperan adalah konselor. Klien atau
konseli bebas berbicara sedangkan konselor menampung dan mengarahkan. Metode ini
tertentu sulit di terapkan kepada kepribadian tertutup ( introvert ), karena klien ( siswa )
dengan kepribadian tertutup biasanya pendiam dan sulit diajak bicara. Cara ini juga
belum bisa diterapkan secara efektif untuk murid sekolah dasar dan dalam keadaan siswa
SMP. Metode ini bisa diterapkansecara efektif untuk siswa SMA dan mahasiswa di
perguruan tinggi.
Kenyataan bahwa semua teori cocok untuk semua individu, semua masalah siswa, dan
semua situasi konseling. Siswa disekolah atau di madrasah memiliki tipe – tipe
kepribadian yang tidak sama. Oleh sebab itu, tidak mungkin di terapkan metode
konseling direktif saja atau non direktif saja. Agar konseling berhasil secara efektif dan
efesien, tertentu harus melihat siapa siswa ( klien ) yang akan di bantu atau di bombing
dan melihat masalah yang dihadapi siswa dan melihat situasi konseling. Apabila terhadap
siswa tertentu tidak bisa di terapkan metode derektif, maka mungkin bisa diterapkan
metode nondirektif begitu juga sebaliknya. Atau apabila mungkin adalah dengan cara
menggabungkan kedua metode di atas. Penggabungan kedua metode konaseling di atas
disebut metode aklaktif ( eclective counseling). Penerapan metode dalam konseling
adalah dalam keadaan tertentu konselor menasihati dan mengarahkan konseli ( siswa )
sesuai dengan masalahnya, dan dalam keadaan yang lain konselor memberikan
kebebasan kepada konseli ( siswa ) untuk berbicara sedangkan konselor mengarahkan
saja.
Cara ini dilakukan untuk membantu siswa (klien) memecahkan masalah melalui
kegiatan kelompok. Masalah yang dipecahkan bersifat kelompok, yaitu yang disarankan
bersama oleh kelompok (beberapa orang siswa) atau bersifat individual atau perorangan,
yaitu masalah yang disarankan oleh individu (seorang siswa) sebagai anggota kelompok.
Penyelenggaraan bimbingan kelompok antara lain dimaksudkan untuk mengatasi
masalah bersama atau individu yang menghadapi masalah dengan menempatkanya
dalaam kehidupan kelompok.
Program ini dilakukan dilakukan di luar jam perlajaran dengan menciptakan kondisi
sekolah atau kelas seperti di rumah sehingga tercipta kondisi yang bebas dan
menyenangkan. Dengan kondisi tersebut siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti
di rumah sehingga timbul suasana keakraban. Tujuan utama program ini adalah agar
guru dapat mengenal siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara
efsien.Bentuk Bimbingan Kelompok.
2. Karyawisata
3. Diskusi kelompok
4. Kegiatan Kelompok
Kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam bimbingan, karena
kelompok dapat memberikan kesempatan pada individu (para siswa) untuk berpartisipasi
secara baik. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil apabila dilakukan secara
kelompok. Melalui kegiatan kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan
dorongan-dorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya. Dengan
demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri.
5. Organisasi Siswa
Organisasi siswa khususnya di lingkungan sekolah dan madrasah dapat menjadi salah
satu teknik dalam bimbingan kelompok. melalui organisasi siswa banyak masalah-
masalah siswa yang baik sifatnya individual maupun kelompok dapat dipecahkan.
Melalui organisasi siswa, para siswa memperoleh kesempatan mengenal berbagai aspek
kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa dalam organisasi siswa dapat mengembangkan
bakat kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta harga diri siswa.
6. Sosiodrama
7. Psikodrama
8. Pengajaran Remedial
Metode yang tepat untuk anak kecanduan obat terlarang adalah metode Bimbingan
kelompok Dengan berdiskusi dengan beragam kelompok, diharapkan klien akan makin
meningkat kepercayaan diri untuk hidup normal dan juga tumbuh sikap kepemimpinan
diri, keluarga, dan masyarakat, sehingga setelah melakukan konseling klien menjadi
orang yang berguna, Mempersiapkan materi yang akan disampaikan klien kepada peserta
diskusi yaitu penjelasan tentang identitas diri dan kisah panjang tentang proses
kecanduan sejak awal hingga saat ini beserta upaya-upaya penyembuhan yang telah
dilaluinya dan Mempersiapkan peserta agar mempunyai minat untuk berdiskusi dengan
klien pecandu narkoba, dan tidak segan-segan mengeritik dan memberi masukan.
1. Tahap Awal/Pendahuluan
Tujuan tahapan konseling ini adalah terbangunnya relasi antara konselor dan klien.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan konseling ini ialah: (1) Mengembangkan tata
formasi, (2) Menyambut kehadiran klien, (3) Menciptakan hubungan yang baik, (4)
Mendengarkan keluhan klien, dan (5) Mempersetujukan tujuan.
Keterampilan dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor agar tujuan tahapan
konseling ini dapat tercapai adalah:
a. Mengubah keragu-raguan klien dengan mengembangkan tata ormasi dan iklim
hubungan konseling awal.
b. Penstrukturan konseling, terutama bilamana klien datang bukan atas inisiatif sendiri,
tetapi atas permintaan orang tua, guru, wali kelas atau kepala sekolah.
c. Mengumpulkan informasi tentang klien dengan mendasarkan pada bobot masalah yang
dihadapi oleh klien dan bantuan yang dibutuhkan/diperlukannya.
d. Penampilan dalam pertemuan awal, dalam arti penampilan konselor dalam menerima
kehadiran klien serta menciptakan iklim komunikasi yang menyenangkan klien.
e. Attentif/attending behavior, untuk menciptakan suasana tenteram dan klien merasa
dihargai, diterima, dan diperhatikan
f. Bertanya, agar konseling dapat belangsung. Bertanya merupakan salah satu
keterampilan dasar konseling utama mengingat bahwa konseling dilaksanakan dengan
wawancara atau tanya jawab antara konselor dan klien.
g. Menggunakan penguat atau dorongan minimal, agar klien secara terbuka dan berlanjut
mengeluarkan/berceritera tentang permasalahan dan apa yang dipikirkan, dirasakan dan
dikehendaki terkait dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan penyelesaiannya.
Keterampilan dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor agar tujuan tahapan
konseling ini dapat tercapai adalah:
a. Menanggapi atau merespons hal-hal yang dikemukan oleh klien, baik yang
berhubungan dengan pikiran, perasaan, kemauan maupun keluhannya.
b. Memparaphrase yaitu pernyataan konselor dengan bahasa dan kata-kata sendiri yang
berisi ungkapan perasaan dan pikiran klien.
c. Merefleksi atau memantulkan pikiran, perasaan atau pengalaman klien, yaitu
memantulkan ungkapan pikiran, perasaan dan pengalaman klien tanpa menambah atau
mengurangi makna dan bobot pikiran,perasaan dan pengalaman klien.
d. Mengarahkan/lead sesuai dengan kebutuhan klien, yaitu permintaan konselor kepada
klien agar memberi penjelasan atau ulasan mengenai hal yang diungkapkan atau
dinyatakan.
e. Menginterpretasi/interpretation, yaitu konselor mengutarakan arti atau makna
pernyataan, kata-kata atau perbuatan yang dilakukan oleh klien.
f. Mengkonfrontasi/confrontation, yaitu konselor memberi komentar dan mengarahkan
perhatian klien atas beberapa hal yang menurut konselor tidak sesuai satu/kontradiksi
dengan yang lain.
g. Menggunakan contoh pribadi, yaitu konselor memberi contoh berdasarkan
pengalaman pribadinya kepada klien untuk membangkitkan semangat klien
menyelesaikan masalahnya.
h. Mengupas masalah dan menyimpulkan, yaitu konselor menelaah permasalahan yang
dihadapi klien atas keluhan, ungkapan pikiran, perasaan dan kemauannya, kemudian
disimpulkan sebagai dasar pengarahan klien menentukan alternative pemecahan masalah.
3. Tahap Penutup
Tujuan tahapan konseling ini ialah menilai keberhasilan dan merumukan tindak lanjut
pelaksanaan konseling.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan konseling ini ialah: (1) Membuat kesimpulan,
dan (2) Menutup atau mengakhiri konseling.
Keterampilan Dasar Konseling yang harus dikuasai oleh konselor agar tujuan tahapan
konseling ini dapat dicapai adalah:
a. Keterampilan dasar konseling yang bersiat umum, yaitu merumuskan tujuan konseling
yang masih kabur, memperkuat hasrat klien untuk melakukan sesuatu tindakan, menilai
hasil pelaksanaan konseling, membuat catatan, serta menutup konseling sedemikian rupa
sehinga suasana atau iklim konseling menjadi relaks kembali setelah klien mengalami
ketegangan selama proses konseling.
b. Keterampilan kusus seperti mengunakan reward atau ganjaran, memberi contoh atau
modeling, latihan relaksasi, latihan asertif, sensitisasi atau desensitisasi sistematis, dan
reassuring atau memberi bantuan dukungan/jaminan/dorongan/bombongan/semangat dan
keyakinan keada klien akan keberhasilan klien dalam menyelesaikan masalahnya.
21. Langkah langkah -dan teknik-teknik dalam Bimbingan Konseling adalah:
A. Langkah-langkah Bimbingan Konseling
Langkah ini dimaksud untuk mengenal kasus beserta gejala gejala yang Nampak.
dalam langkah ini pembimbing mencatat kasus kasus yang perlu mendapat bimbingan
dan perlu memilih kasus yang mana akan mendapatkan bantuan terlebih dahulu dalam
contoh, Mardi di pilih dan ditetapkan sebagai kasus berdasarkan gejala gejala yang
Nampak.
2. Langkah diagnose
Langkah diagnose yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus
beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan ialah
mengumpulkan data dengan cara mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai
teknik pengumpulan data.
3. Langkah Prognosa
Langkah prognosa yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi yang
dilaksanakan untuk membimbing kasus.
4. Langkah Terapi
Langkah terapi yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini
merupakan pelaksanaan apa yang telah ditetapkan dalam prognosa. Pelaksanaan ini tentu
memakan banyak waktu dan proses yang kontinu dan sistematis serta memerlukan adanya
pengamatan yang cermat.
Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan
memperoleh hasil atau tidak. Dalam contoh diatas apakah pelaksanaan pemberian
bimbingan belajar dan sosial kepeda putra telah memberikanhasil dimana prestasi belajar
putra meningkat atau perilaku putra berubah sehingga mulai disenangi oleh teman-
temanya atau belu. Apabila sudah memberikan hasil, apa langkah-langkah selanjutnya
yang perlu di ambil? Begitu juga selanjutya apabila belum berhasil.
B. Teknik-teknik Konseling
1. Persiapan Konseling
Pada tahap ini ada tiga hal yang harus dilakukan oleh seorang konselor untuk
memulai proses konseling yaitu: membentuk kesiapan untuk konseling, memperoleh
riwayat kasus, dan evaluasi psikodiagnostik.
b. Riwayat Kasus
Riwayat kasus adalah suatu kumpulan fakta yang sistematis tentang kehidupan klien
sekarang dan masa yang lalu. Secara sederhana riwayat kasus bias dikatakan melakukan
identifikasi terhadap masalah-masalah yang dialami klien.
Menurut Surya (1988: 160),riwayat kasus dapat dibuat dalam berbagai bentuk yaitu:
riwayat konseling psikoterapeutik, yang lebih memusatkan pada maslaha-masalah
psikoterapeutik dan diperoleh melalui wawancara konseling; catatan kumulatif, yaitu
suatu catatan tentang berbagai aspek yang menggambarkan perkembangan seseorang;
biografi dan autobiografi; tulisan-tulissan yang dibuat sendiri oleh siswa yang berkasus
sebagai dokumen pribadi; serta grafik waktu tentang kehidupan siswa yang berkasus.
c. Evaluasi Psikodiagnostik
Dalam bidang medis, diagnosis diartikan sebagai suatu proses memeriksa gejala,
memperkirakan sebab-sebab, mengadakan observasi, menempatkan gejala dalam
kategori, dan memperkirakan usaha-usaha penyembuhannya. Secara umum bidang
diagnosis dalam psikologis berarti pernyataan tentang masalah klien, perkiraan sebab-
sebab kesulitan, kemungkinan teknik-teknik konseling untuk memecahkan masalah, dan
memperkirakan hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien di masa yang akan
datang.
Teknik rapport dalam konseling merupakan suatu kondisi saling memahami dan
mengenal tujuan bersama. Tujuan utama teknik ini adalah untuk menjembatani hubungan
antara konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien
dan masalahnya.
Melalui teknik ini maka akan tercipta hubungan yang akrab antara konselor dank lien
yang ditandai dengan saling mempercayai. Implementasi teknik rapport dalam konseling
yaitu: pemberian salam yang menyenangkan; menetapkan topic pembicaraan yang sesuai;
susnan ruang konseling yang menyenangkan; sikap yang ditandai dengan kehangatan
emosi, realisasi tujuan bersama, dan menjamin kerahasiaan klien; serta kesadaran
terhadap hakikat klien secara alamiah.
b. Perilaku Attending
c. Teknik Structuring
Structuring adalah proses penetapan batasan oleh konselor tentang hakikat, batas-
batas dan tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu pada khususnya.
Structuring memberikan kerangka kerja atau orientasi terapi kepada klien. Structuring ada
yang bersifat inplisit di mana secara umum peranan konselor diketahui oleh klien dan ada
yang bersifat formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan membatasi
proses konseling.
d. Empati
Empati merupakan kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh
klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati
dilakukan bersamaan dengan attending, karena tanpa attending tidak aka nada empati. Empati
ada dua macam yaitu empati primer yang apabila konselor hanya memahami perasaan,
pikiran, keinginan, dan pengalaman klien dengan tujuan agar klien terlibat pembicaraan dan
terbuka. Empati yang kedua yaitu empati tingkat tinggi yang apabila kepahaman konselor
terhadap perasaan, keinginan, dan pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien
karena konselor ikut dengan perasaan tersebut.
e. Refleksi Perasaan
Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk
kata-kata yang segar dan sikap yang diperlakukan terhadap klien. Refleksi perasaan bisa
berwujud positif, negatif, dan ambivalen.
f. Teknik Eksplorasi
Eksplorasi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk menggali perasaan klien yang
tersimpan. Eksplorasi pikiran yaitu keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran,
dan pendapat klien. Eksplorasi pengalaman yaitu keterampilan atau kemampuan konselor
untuk menggali pengalaman-pengalaman klien yang telah dilaluinya.
Sering klien mengemukakan ide, pikiran, perasaan, serta pengalaman secara berbelit-
belit dan tidak terarah sehingga intinya sulit dipahami. Untuk itu maka konselor perlu
menangkap pesan untama dari apa yang disampaikan oleh klien dan menyampaikannya
kepada klien dengan bahasa konselor sendiri. Tujuan dari paraphrase adalah mengatakan
kembali esensi atau inti ungkapan klien.
h. Teknik Bertanya
Dalam proses konseling, konselor harus mengupayakan agar klien selalu terlibat
dalam pembicaraan. Untuk itu, konselor harus mampu memberikan dorongan minimal
kepada klien,yaitu suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah
dikatakan klien.
Teknik ini memungkinkan klien untuk terus berbicara dan dapat mengarahkan agar
pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan minimal juga dapat meningkatkan eksplorasi
diri. Dorongan minimal diberikan secara selektif yaitu ketikan klien menunjukkan tanda-
tanda akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan atau pada saat klien kurang
memusatkan pikirannya pada pembicaraan dan saat konselor ragu terhadap pembicaraan
klien.
j. Interpretasi
Interpretasi merupakan usaha konselor mengulas pikiran, perasaan, dan perilaku atau
pengalaman klien berdasarkan atas teori-teori tertentu.tujuan utama teknik ini adalah
untuk memberikan rujukan, pandangan atau tingkah laku klien, agar klien megerti dan
berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru.
Agar pembicaraan dalam konseling maju secara bertahap dan arah pembicaraan
semakin jelas, maka setiap periode waktu tertentu konselor bersama klien perlu
menyimpulkan pembicaraan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan bersama konselor.
Selain itu, untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap. Tujuan
lainnya yaitu untuk meningkatkan kualitas diskusi serta mempertajam atau memperjelas
fokus atau arah wawancara konseling.
m. Teknik-teknik Memimpin
Keberhasilan konselor memimpin dalam sesi konseling juga ditentukan oleh tipe-tipe
kepemimpinan konselor yang demokratis, otoriter, atau permisif (masa bodoh). Teknik
ini bertujuan agar pembicaraan klien tidak menyimpang dari fokus yang dibicarakan dan
agar arah pembicaraan terfokus pada tujuan konseling.
n. Teknik Fokus
Konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang
terseleksi terhadap pembicaraandengan klien. Fokus akan membantu klien untuk
memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan. Fokus ada empat macam dalam
konseling yaitu: fokus pada diri klien, fokus pada orang lain, fokus pada topik, serta
fokus mengenai budaya.
Dalam wawancara konseling selalu ada fokus yang membantu klien untuk menyadari
bahwa persoalan pokok yang dihadapinya adalah “A”. Mungkin banyak masalah yang
berkembang di dalam wawancara konseling, tetapi konselor harus membantu klien agar
ia memfokuskan pada masalah tertentu (misalnya masalah “A” dan lain-lain).
o. Teknik Konfrontasi
p. Menjernihkan (Clarifying)
Dalam konseling, teknik ini dilakukan oleh konselor dengan mengklarifikasi ucapan-
ucapan klien yang tidak jelas, samar-samar, atau agak karuan. Tujuan teknik ini ialah
untuk menyatakan pesannya secara jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan
alas an-alasan yang logis. Tujuan yang lain adalah klien menjelaskan, mengulang dan
mengilustrasikan pengalamannya.
q. Memudahkan (Facilitating)
Facilitating adalah suatu teknik membuka komunikasi agar klien dengan mudah
berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara
bebas. Melalui teknik ini, komunikasi dan partisipasi meningkat dan proses konseling
berjalan secara efektif.
r. Diam sebagai Suatu Teknik
Diam dalam konseling bisa dijadikan sebagai suatu teknik. Dalam konseling, diam
bukan berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada, yaitu melalui perilaku
nonverbal. Dalam konseling, diam bisa memiliki beberapa makna yaitu:
Tujuan teknik ini adalah pertama menanti klien yang sedang berpikir. Kedua, sebagai
protes apabila klien berbicara berbelit-belit. Ketiga, menunjang perilaku attending dan
empati sehinggaklien bebas berbicara.
s. Mengambil Inisiatif
Pengambilan inisiatif perlu dilakukan oleh konselor ketika klien kurang bersemangat
untuk berbicara, lebih sering diam, dan kurang partisipatif. Teknik ini diterapkan apabila
untuk mengambil inisiatif apabila klien kurang bersemangat, klien lambat berpikir untuk
mengambil keputusan, serta klien kehilangan arah pembicaraan.
t. Memberi Nasihat
u. Pemberian Informasi
v. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus membantu klien untuk dapat
membuat rencana suatu program untuk action (melakukan tindakan sesuatu) guna
memecahkan masalah yang dihadapinya. Atau rencana perbuatan nyata yang produktif
bagi kemajuan klien. Rencana yang baik harus merupakan kerja sama antara konselor
dengan klien.
w. Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, bersama klien konselor membuat suatu kesimpulan. Atau
konselor membantu klien membuat kesimpulan yang menyangkut diri klien selama
melakukan konseling.
x. Teknik Mengakhiri
b. Evaluasi Program
Jenis evaluasi program ini dilakukan demi untuk peningkatan mutu program
bimbingan dan konseling di sekolah dibagi menjadi beberapa kegiatan layanan, yaitu:
Dalam evaluasi proses, yang dievaluasi adalah proses pelayanan bimbingan dan
konseling secara keseluruhan dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan. Eveluasi
proses ini bertujuan untuk mengetahui efesiensi dan efektivitas proses dan pada
gilirannya untuk meningkatkan kualitas proses bimbingan itu sendiri.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu program, dituntut suatu
proses pelaksanaan yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan. Didalam proses
pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah banyak faktor yang terlihat
khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan. Hal itu dapat diuraikan seperti
berikut:
d. Evaluasi Hasil
Aspek yang paling penting keberhasilan suatu program dari pelaksanaan program itu
sendiri. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil yang diharapkan sesuai dengan
tujuan pelayanan bimbingan dapat tercapai atau tidak, akan tercermin dalam diri siswa
yang mendapat pelayanan bimbingan itu sendiri.
Hal – hal yang menyangkut diri siswa sesuai dengan tujuan pelayanan bimbingan dapat
dilihat dalam segi :
a) Pandangan para tamatan / lulusan tentang program pendidikan di sekolah yang telah
ditempuhnya.
b) Kualitas prestasi (performance)\ bagi tamatan / lulusan.
c) Pekerjaan / jabata yang dilakukan oleh siswa yang telah menamatkan program
pendidikannya .
d) Proporsi tamatan / lulusan yang bekerja dan yang belum bekerja.