Anda di halaman 1dari 93

MAKALAH

MIOKARD INFARK

DISUSUN OLEH
DESMILA HARIYANTI, S. Kep

RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER JAMBI


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infark miokard akut adalah suatu keadaan di mana terjadi nekrosis otot
jantung akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen yang
terjadi secara mendadak. Penyebab yang paling sering adalah terjadinya sumbatan
koroner sehingga terjadi gangguan aliran darah. Sumbatan tersebut terjadi karena
ruptur plak yang menginduksi terjadinya agregasi trombosit, pembentukan
trombus, dan spasme koroner.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti
angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan
yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien
sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang
berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan
dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam
keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi infark miokard ?
1.2.2 Bagaimana definisi infark miokard akut ?
1.2.3 Bagaimana etiologi infark miokard akut ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi infark miokard akut?
1.2.5 Bagaimana tanda dan gejala infark miokard akut?
1.2.6 Bagaimana jenis-jenis infark miokard?
1.2.7 Bagaimana prognosis infark miokard?
1.2.8 Bagaimana insidensi infark miokard ?
1.2.9 Bagaimana diagnosis infark miokard ?
1.2.10 Bagaimana komplikasi infark miokard ?
1.2.11 Bagaimana pencegahan infark miokard ?
1.2.12 Bagaimana sistem pelayanan kesehatan infark miokard ?
1.2.13 Bagaimana penatalaksanaan pada infark miokard ?
1.2.14 Bagaimana hasil-hasil penelitian infark miokard ?
1.2.15 Bagaimana etika keperawatan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui penanganan pada pasien dalam penyakit infark
miokard
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui anatomi fisiologi infark
miokard akut
1.3.2.2 Mahasiswa mampu mengetahui definisi infark miokard akut
1.3.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui etiologi infark miokard akut
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi infark miokard
akut
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala infark
miokard akut
1.3.2.6 Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis infark miokard
akut
1.3.2.7 Mahasiswa mampu mengetahui prognosis infark miokard
akut
1.3.2.8 Mahasiswa mampu mengetahui insidensi infark miokard akut
1.3.2.9 Mahasiswa mampu mengetahui diagnosis infark miokard
akut
1.3.2.10 Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi infark miokard
akut
1.3.2.11 Mahasiswa mampu mengetahui pencegahan infark miokard
akut
1.3.2.12 Mahasiswa mampu mengetahui sistem pelayanan
kesehatan infark miokard akut
1.3.2.13 Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan pada infark
miokard akut
1.3.2.14 Mahasiswa mampu mengetahui hasil-hasil penelitian infark
miokard akut
1.3.2.15 Mahasiswa mampu mengetahui etika keperawatan
1.4 Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan:
1.4.1 Perawat lebih mengerti dan paham mengenai penyakit infark
miokard.
1.4.2 Masyarakat paham dengan penyakit infark miokard sehinnga dapat
melakukan
pencegahan dan waspada pada penyakit infark miokard
1.4.3 Pasien yang mengidap hipertensi paham bagaimana penyakit infark
miokard.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Infark Miokard
Jantung berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada,
batas kanannya tepat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis
kelima kiri pada linea mid clavicular. Batas atas jantung terdapat pembuluh darah
besar (aorta, truncus pulmonalis, dll); bagian bawah terdapat diafragma; batas
belakang terdapat aorta descendens, oesophagus, dan columna vertebralis;
sedangkan di setiap sisi jantung adalah paru.

1. Atrium Kanan
Atrium kanan berada pada bagian kanan jantung dan terletak sebagian besar
di belakang sternum. Darah memasuki atrium kanan melalui :
é Vena cava superior pada ujung atasnya
é Vena cava inferior pada ujung bawahnya
é Sinus coronarius (vena kecil yang mengalirkan darah dari jantung sendiri)
Auricula dextra adalah penonjolan runcing kecil dari atrium, terletak pada bagian
depan pangkal aorta dan arteria pulmonalis. Pada sisi kiri atrium lubang
atrioventrikular kanan membuka ke dalam ventrikel kanan.

2. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan adalah ruang berdinding tebal yang membentuk sebagian
besar sisi depan jantung. Valva atrioventricular dextra (tricuspidalis) mengelilingi
lubang atrioventrikular kanan, pada sisi ventrikel. Katup ini, seperti katup jantung
lain, terbentuk dari selapis tipis jaringan fibrosa yang ditutupi pada setiap sisinya
oleh endocardium.Katup trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup. Basis setiap
daun katup melekat pada tepi lubang. Tepi bebas setiap daun katup melekat pada
chordae tendineae (tali jaringan ikat tipis) pada penonjolan kecil jaringan otot
yang keluar dari myocardium dan menonjol ke dalam ventrikel. Lubang
pulmonalis ke dalam arteria pulmonalis berada pada ujung atas ventrikel dan
dikelilingi oleh valva pulmonalis,terdiri dari tiga daun katup semilunaris.
3. Atrium Kiri
Atrium kiri adalah ruang berdinding tipis yang terletak pada bagian
berlakang jantung. Dua vena pulmonalis memasuki atrium kiri pada tiap sisi,
membawa darah dari paru. Atrium membuka ke bawah ke dalam ventrikel kiri
melalui lubang atrioventrikular. Auricula sinistra adalah penonjolan runcing kecil
dari atrium, terletak pada sisi kiri pangkal aorta.

4. Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri adalah ruang berdinding tebal pada bagian kiri dan belakang
jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal daripada ventrikel kanan. Valva
atrioventrikular sinistra (mitralis) mengelilingi lubang atrioventrikular kiri pada
bagian samping ventrikel, katup ini memiliki dua daun katup mendapat nama
yang sama dengan topi (mitre uskup), tepinya melekat pada chordae tendineae,
yang melekat pada penonjolan kerucut myocardium dinding ventrikel. Lubang
aorta membuka dari ujung atas ventrikel ke dalam aorta dan dikelilingi oleh ketiga
daun katup aorta, sama dengan katup pulmonalis.

5. Myocardium
Myocardium membentuk bagian terbesar dinding jantung. Myocardium
tersusun dari serat – serat otot jantung, yang bersifat lurik dan saling berhubungan
satu sama lain oleh cabang – cabang muscular. Serat mulai berkontraksi pada
embrio sebelum saraf mencapainya, dan terus berkontraksi secara ritmis bahkan
bila tidak memperoleh inervasi.

6. Endocardium
Endocardium melapisi bagian dalam rongga jantung dan menutupi katup
pada kedua sisinya. Terdiri dari selapis sel endotel, di bawahnya terdapat lapisan
jaringan ikat, licin dan mengkilat.
7. Pericardium
Pericardium adalah kantong fibrosa yang menutupi seluruh jantung.
Pericardium merupakan kantong berlapis dua, kedua lapisan saling bersentuhan
dan saling meluncur satu sama lain dengan bantuan cairan yang mereka
sekresikan dan melembabkan permukaannya. Jumlah cairan yang ada normal
sekitar 20 ml. Pada dasar jantung (tempat pembuluh darah besar, limfatik, dan
saraf memasuki jantung) kedua lapisan terus berlanjut. Terdapat lapisan lemak di
antara myocardium dan lapisan pericardium di atasnya.

8. Arteria Coronaria
Kedua arteria coronaria, kanan dan kiri, menyuplai darah untuk dinding
jantung. Arteri ini keluar dari aorta tepat di atas katup aorta dan berjalan ke bawah
masing – masing pada permukaan sisi kanan dan kiri jantung, memberikan cabang
ke dalam untuk myocardium. Arteri ini menyuplai masing – masing sisi jantung
tetapi memiliki variasi individual dan pada beberapa orang, arteria coronaria
dextra menyuplai sebagian ventrikel kiri. Arteri ini memiliki relatif sedikit
anastomosis antara arteria dextra dan sinistra.

2.2 Definisi Infark Miokard Akut


Infark Miokard adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung
karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard(ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard).
Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan akut terjadi oleh
karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat
aliran darah ke jaringan oto jantung.
Infark miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah
ke otot jantung. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan. Infark
miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner; prosesnya mula-mula
berawal dari rupturnya plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus
oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark miokard tergantung pada jenis arteri
yang oklusi dan aliran darah kolateral.
Tipe infark miokard didasarkan pada lokasi infark dan meliputi lapisan-
lapisan otot jantung. Infark miokard dikelompokkan sebagai
anterior,inferior,lateral atau posterior. Area infark dapat meliputi sub-
endokardium,epikardium atau seluruh lapisan(tiga lapisan) otot jantung atau
transmural. Kebanyakan infark miokard terjadi pada ventrikel kiri karena
suplaioksigen terbesar di tempat tersebut.
Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang
dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan dalam
dinding arteri.Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke
arteri bagiuan distal (Hudak & Gallo; 1997)

2.3 Etiologi Infark Miokard Akut


Etiologi infark miokard akut yaitu(Wajan Juni) :
1. Coronary arteri disease : arterosklerosis, artritis,trauma pada koroner,
penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan ateri koroner
2. Coronary artey emboli : infective endokarditis, cardiac myxoma,
cardiopulmonal bypass surgery, arteriografi koroner
3. Kelainan kongenital : anomali arteri koronaria
4. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard : tirotoksikosis,
hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta
5. Gangguan hematologi : anemia, polisitermia vera, hypercoagulabity,trombosis,
trombositosis dan DIC.
Infark miokard akut disebabkan oleh karena atherosclerosis atau
penyumbatan total atau sebagian oleh emboli dan atau thrombus
Faktor resiko yang menjadi pencetus terjadinya Infark Miokard akut adalah :
1. Faktor resiko yang dapat diubah
a) Mayor merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolimia dan pola
makan (diit tinggi lemak dan tingi kalori).
b) Minor stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) daninaktifitas
fisik.
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a) Hereditas/keturunan
b) Usia lebih dari 40 tahun
c) Ras, insiden lebih tinggi orang berkulit hitam. Sex, pria lebih sering daripada
wanita.
2.4 Patofisiologi Infark Miokard Akut
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan sel irreversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium
yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Jaringan yang mengalami infark dikeliingi oleh suatu daerah iskemik yang
berpotensi dapat hidup.
Proses terjadinya infark
Thrombus menyumbat aliran darah arteri koroner, sehingga suplai nutrisi
dan O2 ke bagian distal terhambat., sel otot jantung bagian distal mengalami
hipoksia iskhemik infark, kemudian serat otot menggunakan sisa akhir oksigen
dalam darah, hemoglobin menjadi teroduksi secara total dan menjadi berwarna
biru gelap, dinding arteri menjadi permeable, terjadilah edmatosa sel, sehingga sel
mati.
Mekanisme nyeri pada AMI
Hipoksia yang terjadi pada jaringan oto jantung memaksa sel untuk
melakukan metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan
asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zatiritatif lainnya seperti
histamine, kinin, atau enzim proteolitik sleuler merangsang ujung-ujung syaraf
reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat sraf aferen
simpatis, kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen,
dan dipersepsikan nyeri.
Perangsangan syaraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan :
1. Meningkatkan kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga
menghasilkan frekuensi denyut jantunglebih dari normal (takikardi).
2. Merangsang kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.
3. Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulai
cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsangf rasa
mual / muntah.
4. Vasokonstriksi pembuluh darah ferifer, sehinga alir balik darah vena ke atrium
kanan meningkat, dan akhirnya yekanan darah meningkat.
2.5 Tanda dan Gejala Infark Miokard Akut
Tanda dan gejala yang timbul pada Infark Mioma akut adalah sebagai
berikut.

1. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan
atas kiri, kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya
seperti ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik.
2. Takhikardi
3. Keringat banyak sekali
4. Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek
vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro
intestinal
5. Dispnea
6. Abnormal Pada pemeriksaan EKG (pelajari buku tentang EKG).
2.6 JENIS-JENIS INFARK MIOKARD
1. MIOKARD INFARK SUBENDOKARDIAL
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka
terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran
darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat
perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-
kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat
bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat
takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis
dapat relatif ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan
ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit.
2. MIOKARD INFARK TRANSMURAL
Pada lebih dari 90% pasien miokard infark transmural berkaitan dengan
trombosis koroner. Trombosis seing terjadi di daerah yang mengalami
penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk
disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom
intramural, spasme yang umumnya terjadi di tempat aterosklerotik yang emboli
koroner. Miokard infark dapat terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal
ini amat jarang.
Klasifikasi Infark Miokard
Infark dapat di kelompokkan menjadi beberapa kelompok anatomi umum :
a. Infark inferior mengenai permukaan diafragma jantung sering disebabkan oleh
oklusi koronaria kanan atau cabang desendensnya.
b. Infark dinding lateral mengenai dinding lateral kiri jantung sering disebabkan
oleh oklusi arteri sirkumfekta kiri.
c. Infark anterior mengenai permukaan anterior ventrikil kiri biasanya disebabkan
oleh penyumbatan arteri desendens anterior kiri.
d. Infark posterior mengenai permukaan posterior jantung biasanya disebabkan
oleh penyumbatan arteri koronaria kanan. (Santa Jota, 2002 )

2.7 PROGNOSIS INFARK MIOKARD


Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil
pegangan 3 faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung
terutama pada luas daerah infark).
2.8 INSIDENSI INFARK MIOKARD
Insiden infark miokard akut di Italia meningkat tajam, khususnya di kalangan
wanita muda, antara tahun 2001 dan 2005, menurut sebuah studi komprehensif
yang didanai oleh Yayasan Kesehatan Manusia (HHF), sebuah badan amal Italia
nirlaba untuk penelitian biomedis dan pendidikan kesehatan di Spoleto , Italia.
Hasilnya dipublikasikan dalam Aging Clinical Experimental Research.
"Studi ini menunjukkan bahwa informasi lebih lanjut tentang langkah-langkah
untuk mengurangi faktor risiko bagi terjadinya gagal jantung harus diarahkan
pada perempuan muda," kata Antonio Giordano, MD, PhD, Presiden dan Pendiri
Organisasi Kesehatan Sbarro Penelitian Bioteknologi (SHRO), terletak di
Fakultas Sains dan Teknologi di Temple University di Philadelphia dan Pendiri
dan Direktur dari Komite Penasehat Ilmiah HHF tersebut.
Penelitian menunjukkan bahwa jumlah infark miokard akut lebih dari 118.000
(yang 75.000 pria dan 43.000 wanita) pada tahun 2005 terhadap 96.000 pada
tahun 2001.
"Peningkatan ini 17,2% pada pria dan 29,2% pada wanita," kata penulis Prisco
Piscitelli, MD, seorang ahli epidemiologi di ISBEM (Euro Mediterania Biomedis
dan Ilmiah Institut) di Brindisi, Italia, SHRO dan HHF. "Jumlah terbesar rawat
inap untuk gagal jantung tercatat pada pria berusia 45 hingga 64 tahun (29.900
kasus pada 2005) dan pada perempuan di atas 75 tahun (26.500 kasus). Pada
wanita kelompok usia kemudian menyusul pria, yang telah 24.000 penerimaan
pada tahun 2005. "
Di seluruh papan, peningkatan jumlah rawat inap untuk gagal jantung 2001-
2005 ditemukan lebih tinggi pada perempuan di semua kelompok umur diperiksa,
mencapai puncak sebesar 36% pada wanita lebih dari tujuh puluh lima tahun
tetapi dengan 22% mengesankan ( dibandingkan dengan laki-laki 8% hampir
stasioner) ditemukan pada wanita muda berusia antara 45 dan 64 tahun.
"Dalam HHF kami sebelumnya dan survei SHRO pada kanker payudara, kami
juga menemukan bahwa wanita muda khususnya memiliki peningkatan risiko
penyakit," catatan Dr Giordano. "Kita harus melakukan lebih banyak untuk
melindungi dan lebih mendidik pasien perempuan pada usia empat puluhan dan
lima puluhan pada faktor-faktor risiko untuk kedua kanker payudara dan gagal
jantung."
Menurut Alessandro Distante, MD, PhD, Direktur Ilmiah ISBEM dan satu-
satunya Italia telah menerima penghargaan bergengsi dari American College of
Cardiology, "Jadi cepat dan besar peningkatan penerimaan untuk serangan jantung
pada wanita yang lebih muda mungkin menjadi yang pertama terlihat konsekuensi
dari perubahan radikal dalam gaya hidup perempuan atas empat puluh tahun
terakhir, dengan pertumbuhan paparan faktor risiko kardiovaskular seperti
merokok. "
Memperhatikan peningkatan jumlah serangan jantung pada wanita di atas 75
tahun, studi ini menegaskan pentingnya hilangnya efek perlindungan menopause
di negara ditandai dengan terus meningkatnya jumlah orang tua dan terutama
perempuan yang lebih tua.
Biaya rawat inap dan perawatan di rumah sakit serangan jantung di Italia
(termasuk angioplasti dan bypass) melebar 305-370 juta euro untuk tahun 2001
sampai 2005. Peningkatan biaya rehabilitasi pasca-peristiwa jantung meningkat
349000000-424000000 euro selama lima tahun.
"Mengingat selalu bahwa proporsi pasien masih meninggal tanpa mencapai
rumah sakit, biaya tahunan untuk infark miokard akut bagi mereka yang datang ke
rumah sakit sebesar 800 juta euro pada 2005 dengan biaya rata-rata € 3115 per
pasien. Hari ini, sangat kemungkinan jumlah yang telah melebihi satu miliar euro
per tahun, "kata Dr Piscitelli.

2.9 DIAGNOSIS

1. IMA dengan ST elevasi


2. Anamnesis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung.
Jika dicurigai dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner
atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard
sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemi, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis lainnya.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

1. Pemeriksaan fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat. Seringkali
ekstremitas pucat dan disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >
30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat STEMI. Sekitar seperempat pasien
infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan
atau hipotensi). Dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukan
manifestasi hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 galop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolic apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI.

2. IMA tanpa ST elevasi


Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium dengan
ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan menjadi manifestasi gejala yang sering ditemui pada
NSTEMI.
Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang
memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik jika
dibandingkan dengan yang nyeri dada pada saat istirahat. Walaupun gejala khas
rasa tidak enak di dada iskemi pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala
tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar
pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
3. Laboratorium
Tes Laboratorium Enzim Petanda Jantung adalah AST, CK, CK-MB,
LDH, Cardiac Troponin T, mioglobin dan juga telah dikembangkan tes high
sensitiviti C-Reaktif Protein(hs-CRP).
a) AST
AST juga cepat akan meningkat dan cepat menurun pada saat terkena
serangan jantung. Namun AST tidak spesifik untuk kelainan jantung karena selain
dalam otot jantung juga terdapat pada hepar dalam jumlah besar, ginjal dan organ
otak dalam jumlah kecil. AST sedapat-dapatnya diperiksa setiap hari selama 5
hari pertama dan bila perlu 2 kali sehari (pagi dan sore). SGOT pada IMA naik
dengan cepat, setelah 6 jam mencapai 2 kali nilai normal, biasanya kembali
normal dalam 2-4 hari.
b) LDH
LDH Merupakan enzim yang mengkatalisis perubahan reversibel dari
laktat ke piruvat. Ada 5 isoenzim LDH (LDH1-LDH2 terutama pada otot
jantung). Kadarnya meningkat 8-12 jam setelah infark mencapai puncak 24-28
jam untuk kemudian menurun hari ke-7. Enzim α-HBDH dan LDH termasuk
lambat meningkat dan lambat menurun. Keduanya dimintahkan pemeriksaan tiap
hari selama 5 hari pertama.LDH meninggi selama 10-14 hari.HBDH bahkan
beberapa hari lebih lama. Interpretasi LDH : Peningkatan LDH pada IMA dapat
mencapai 3-5 kali nilai rujukan.Peningkatan 5 atau lebih nilai rujukan ; anemia
megaloblastik, karsinoma tersebar, hepatitis, infark ginjal.Peningkatan 3-5 kali
nilai rujukkan pada infark jantung, infark paru, kondisi hemolitik, leukemia,
distrofi otot dan peningkatan 3 kali nilai rujukkan pada penyakit hati, syndrome
nefrotik, hipotiroidisme.

c) CK total
Creatine Kinase Adalah enzim yg mengkatalisis jalur kretin-kretinin dalam
sel otak & otot. Pada IMA CK dilepaskan dalam serum 48 jam setelah kejadian
dan normal kembali > 3 hari.Perlu dipanel dengan AST untuk menaikkan
sensitifitas. Peningkatan CK pada IMA : Peningkatan berat (5 kali nilai rujukan)
dan Peningkatan ringan – sedang (2-4 kali rujukan)

d) CK-MB
CK-MB Merupakan Isoenzim CK. Seperti kita ketahui ada beberapa jenis
CK yaitu CK-MM, CK-BB dan CK-MB. M artinya muscular/skelet (otot) dan B
artinya brain (otak). Jumlah CK-MB ternyata lebih banyak di dalam otot jantung
sehingga spesifik untuk kelainan jantung. CK-MB Meningkat pada angina
pektoris berat atau iskemik reversibel. Kadar meningkat 4-8 jam setelah
infark.Mencapai puncak 12-24 jam kemudian kadar menurun pada hari ke-3.
Kriteria untuk diagnosis IMA adalah : CK-MB > 16 U/l, CK-Total > 130 U/l dan
CK-MB > 6% dari CK Total.
e) CK-MB Mass Relative Index (%RI)
Ada istilah baru dalam pelaporan enzim CK-MB, dengan melaporkan CK-
MB Mass Relative Index. Nilai ini didapat dari CK-MB mass dibagi aktifitas CK-
Total dan dikalikan dengan 100% sehingga didapatkan % RI. Rumus adalah % RI
= (CK-MBmass / aktivitas CK-Tot) x 100%. Peningkatan RI memperlihatkan
keadaan miokard. Tidak absolut – kurangnya standardisasi uji CK-Mbmass dan
variabilitas pada jaringan.RI > 3 – 6 % dengan peningkatan aktivitas CK-Tot
(sekitar > 2x batas URR) menggambarkan nekrosis miokard.

f) Cardiac troponin
Filamen otot jantung terdiri atas :Actin, Myosin dan Troponin regulatory
complex. Troponin terdiri atas 3 sub-units TnC, TnT& TnI. BM TnT = 37.000
dan BM TnI = 24.000. Fraksi troponin total ditemukan bebas dalam sitosol.
Berikut penjelasan singkat tentang Troponin :

 Kompleks pengatur kontraksi otot


 Dilepaskan secara cepat, mis : dari cytosolic pool
 Prolonged release karena degradasi myofilaments
 Bentuk yang berbeda antara otot skelet dan miokard
 Spesifitas tinggi untuk cedera miokard.
 Sensitif untuk kerusakan miokard dalam jumlah kecil.

g) Myoglobin
Myoglobin adalah protein BM rendah (oxygen-binding heme protein).
Skeletal & cardiac muscle Mb identik.Kadar Serum meningkat dalam 2 jam
setelah kerusakan otot. Kadar puncak pada 6 – 7 jam. Kadar normal setelah 24 –
36 jam. NEGATIVE predictoryang sangat baik pada cedera miokard.
Pemeriksaan dua sampel, 2 – 4 jam terpisah tanpa peningkatan kadar adalah
bukan AMI. Dilaksanakan cepat , quantitative serum immunoassays.
h) CRP
CRP adalah C-Reactive Protein yang merupakan protein fase akut
dilepaskan ke dalam darah sebagai akibat adanya suatu inflamasi. CRP diukur
sebagai marker mediator inflamasi seperti IL-6 dan TNF-α untuk memahami
inflamasi aterosklerosis.Diproduksi di hati dan otot polos arteri koroner sebagai
respon terhadap sitokin inflamasi.Digunakan sebagai biomarker inflamasi
sistemik khususnya untuk Penyakit jantung koroner (PJK).Pemeriksaan
menggunakan metode imunoturbidimetrik dan imunofelometrik.CRP memiliki
batas deteksi 3-5 mg/L.

i) hsCRP
hsCRP adalah high sensitivity C-Reactive Protein, Istilah untuk pemeriksaan lebih
rendah kadar CRP. Istilah ini untuk mendeteksi konsentrasi CRP di bawah limit
(3-5 mg/L) tersebut digunakan istilah hs-CRP (limit 0,1 mg/L).

j) IMA
IMA adalah Ischaemia Modified Albumin. Salah satu biomarker baru yang
digunakan untuk Iskemik Jantung.

k) Cholesterol, Triglycerides, LDL dan HDL


Cholesterol, Triglycerides, LDL dan HDL merupakan paket pemeriksaan
lemak yang mengarah pada hiperlipidemia dan dislipidemia. Keempat
pemeriksaan ini berkaitan erat dengan resiko terjadinya penyakit jantung koroner,
karena terjadinya plak aterosklerosis berkaitan erat dengan deposit cholesterol
yang difagostosis oleh makrofag membentu sel busa di bawah lapisan endotel
pembuluh darah, membentuk suatu benjolan/plak yang dapat menyumbat aliran
darah. Disini terlihat LDL-C yang paling berbahaya, namun yang lebih berbahaya
lagi adalah LDL Oxidized. LDL Oxidized paling berbahaya karena :
Menyebabkan Plak Ateroma tidak stabil, Plak mudah Koyak, Terbentuk
Trombus/Embolus, Aliran darah tersumbat dan serangan jantung/stroke.

2.10 KOMPLIKASI
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrikel
15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum
2.11 PENCEGAHAN
Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
penyakit arteri koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:
· Berhenti merokok
· Menurunkan berat badan
· Mengendalikan tekanan darah
· Menurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obat
· Melakukan olah raga secara teratur.
2.12 SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
Pasien yang mengalami penyakit infark miokard harus segera dirujuk di rumah
sakit untuk memperoleh layanan kesehatan yang lebih intensif. Pasien harus
dirawat inap durumah sakit untuk proses penanganan.
Perawat mulai memberikan obat-obatan untuk membantu gejala-gejala akut yang
dialami pasien. Perawat melakukan Terapi Reperfusi, terapi perfusi dini akan
memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi
ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI.
Perawat juga bisa memeberikan Morfin, morfin sangat efektif untuk mengurangi
nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada
STEMI

2.13 PENATALAKSANAAN

1. STEMI

a). Tatalaksana pra rumah sakit


Sebagian besar kematian di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai
STEMI antara lain :

 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis


 Segera mengambil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
 Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICU/ICCU
serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih
 Melakukan terapi reperfusi

b). Tatalaksana di ruang emergensi


c). Tatalaksana umum

 Oksigen

Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
 Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin
intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi
nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Nitrat juga harus dihindari
pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24
jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

 Morfin

Morfin sangat efektif untuk mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis
2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
cairan iv dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin
0,5 mg IV.

 Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

 Penyekat beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung <60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

 Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat


disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle time untuk
memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon
time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

 ACE Inhibitor

ACE Inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap


mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Mekanisme
yang melibatkan penurunan remodelling ventrikel pasca infark dengan penurunan
remodelling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal jantung.
Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor
menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama
pasien STEMI

1. NSTEMI
Pasien STEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk
deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

1. Terapi antiiskemia

Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang dapat
diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi antiiskemi terdiri
dari nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan penyekat
beta oral (pada keadaan tertentu dapat diberikan intravena). Antagonis kalsium
nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak
toleran dengan obat penyekat beta.
2. Nitrat
Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeri dada iskemi. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat
sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian
nitrogliserin intravena (mulai 5-10ug/menit). Laju infus dapat ditingkatkan
10ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik
<100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral atau
dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama
12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau penggunaan sidenafil atau
obat sekelasnya dalam 24 jam sebelumnya.
3. Penyekat beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit.
Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau
diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren
setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan pada pasien dengan
kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan
pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat dengan dengan dosis 1-5 mg
dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20 mg.
4. Terapi antitrombotik
Oklusi trombus sub total pada koroner mempunyai peran utama dalam
patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan
thrombin-activated fibrin bertanggung jawab atas perkembangan klot.

1. Terapi antiplatelet:

 Aspirin

1. Klopidogrel :

Berdasarkan hasil penelitian klopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini


pertama pada NSTEMI.

1. Antagonis GP IIb/IIIa :

Guideline ACC/AHA menetapkan pasien-pasien resiko tinggi terutama pasien


dengan troponin positif yang menjalani angiografi, mungkin sebaiknya
mendapatkan antagonis GP IIb/IIIa.

1. Terapi antikoagulan
1. UFH (Unfractionated heparin)

Manfaat UFH jika ditambahi aspirin telah dibuktikan dalam tujuh penelitian acak
dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam tatalaksana NSTEMI
untuk lebih dari 15 tahun.

 LMWH (Low Molecular Weight Heparin)

2.14 HASIL-HASIL PENELITIAN INFARK MIOKARD


Penelitian menggunakan metode case-crossover, varian dari kasus-kontrol.
Studi ini sering dipakai jika ingin meneliti hubungan antara sebuah pajanan yang
transien (dalam hal ini kematian seseorang yang disayangi) yang bersifat
perubahan drastis yang mempengaruhi kejadian akut. (dalam hal ini infark
miokard non-fatal). Penelitian ini membandingkan laporan subyek yang
kehilangan seseorang yang disayangi beberapa hari sebelum onset MI sebagai
kasus, dan laporan subyek yang sama periode 1 – 6 bulan sebelum onset MI
sebagai kontrol. Metode self-matching ini mengeliminasi berbagai confounding
sebab kasus dan kontrol adalah subyek yang sama dalam faktor risiko, aktivitas
fisik dan obat-obatan yang dikonsumsi. Periode kontrol dipilih waktu 1 – 6 bulan
(31 – 180 hari sebelum onset MI) dimaksudkan untuk mengurangi recall bias,
karena pada periode ini subyek dianggap masih dapat mengingat dan melaporkan
dengan jelas jika ia mengalami kehilangan seseorang yang disayangi.
Dari 1985 peserta, 270 orang melaporkan kematian seseorang yang
disayangi dalam 6 bulan sebelum onset MI. Dari 270 orang tersebut, 19 orang
mengalami MI dalam kurun waktu 24 jam setelah kehilangan, 7 orang dalam 24-
48 jam, 5 orang dalam 48 – 72 jam, 21 orang dalam 4-7 hari setelah kehilangan.
Dari 19 orang yang mengalami MI dalam 24 jam, dikatakan orang yang
kehilangan tersebut bersifat moderately dan extremely meaningful.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa incidence rate ratio (IRR) terjadi MI
didapatkan paling tinggi pada kurun waktu 24 jam setelah kehilangan yaitu 21.1
(95% CI 13.1 – 34.1). IRR menurun secara progresif seiring bertambahnya hari
setelah kehilangan orang yang disayangi, menjadi 5.8 pada hari ke-7 (95% CI 3.7
– 9.2), tapi peningkatan yang signifikan tetap ada selama kurang lebih satu bulan
setelah kematian orang yang disayangi.
Secara berurutan pada kelompok MI 5%, 10%, dan 20% 10 year MI
risk,didapatkan number needed to harm adalah 1 per 1394, 678, dan 320 secara
berurutan (risiko berdasarkan Framingham Risk Score).
Studi ini juga menunjukkan bahwa pria lebih rapuh untuk terjadi
penurunan kualitas kesehatan daripada wanita terkait kehilangan orang yang
disayangi. Begitu pula kaum muda ternyata lebih rapuh daripada kaum yang lebih
tua. Risiko juga dilaporkan meningkat pada mereka yang merasakan amarah,
anxietas, atau depresi sekitar 2 jam sebelum onset (semua p < 0.001)
Hubungan antara kematian orang yang berarti sebagai faktor pemicu ini
dengan onset akut MI secara patofisiologi dapat dijelaskan melalui jalur
peningkatan afek negatif, seperti depresi, anxietas, dan amarah. Selain itu, stress
emosional juga dapat menyebabkan stress fisik melalui berkurangnya waktu tidur,
berkurangnya nafsu makan, penurunan kadar kolesterol dan LDL, serta kadar
kortisol yang meningkat. Kortisol meningkatkan aktivitas simpatis, sehingga
terjadi perubahan–perubahan hemodinamik akut seperti peningkatan resistensi
vaskular, yang dapat menyebabkan iskemia miokard transien dan/atau disrupsi
plak aterosklerosis.
Karena hasil penelitian menunjukkan bahwa asosiasi terkuat antara
kehilangan dan onset MI adalah dalam hitungan hari setelah kehilangan, dapat
disimpulkan bahwa onset MI bukanlah diakibatkan konsumsi obat kardiovaskular
yang terlewat. Tidak juga ada yang melaporkan lupa untuk mengonsumsi beta-
blocker yang dapat menyebabkanrebound dari hipertensi.
Stress emosional atau fisik dapat menyebabkan gejala – gejala yang mirip
dengan infark miokard akut, seperti nyeri dada, elevasi segmen ST, dan
peningkatan CK dan troponin. Sindrom yang bernama stress
cardiomyopathy atau Takotsubo cardiomyopathyatau broken heart syndrome ini
menyebabkan disfungsi ventrikel kiri yang berat namun bersifat transien dan akan
pulih dalam beberapa hari sampai minggu. Tidak menutup kemungkinan bahwa
beberapa kasus infark miokard dalam penelitian ini mungkin sebenarnya
adalah Takotsubo cardiomyopathy.
Studi ini memiliki beberapa kekurangan. Pertama, karena hanya 19 dari
270 orang yang melaporkan onset MI terjadi 24 jam setelah kehilangan orang
yang disayangi, maka tidak dapat dievaluasi apakah hubungan tertentu antara
yang meninggal dan yang ditinggalkan dapat menyebabkan variasi dalam hasil
penelitian. Kedua, dapat terjadi overestimasi dari IRR karena subyek yang
mengalami pajanan dalam periode kasus akan bercerita lebih detil dan
mengeluarkan emosinya lebih daripada pajanan yang terjadi pada periode kontrol.
Ketiga, beberapa subyek mungkin saja salah melaporkan detil waktu terjadinya
kehilangan, namun kehilangan seseorang yang disayangi adalah sebuah kejadian
yang jarang terlupakan, sehingga kemungkinan besar detil waktu yang dilaporkan
memang benar adanya. Keempat, karena studi case-crossover menggunakan
subyek sebagai kontrol-nya sendiri, maka perancu faktor risiko yang bersifat
kronik dapat disingkirkan, namun kita tidak dapat menyingkirkan kemungkinan
adanya pemicu lain yang terjadi bersamaan dengan kematian seseorang yang
disayangi.
2.15 ETIKA KEPERAWATAN
Sebagai profesi yang turut serta mengusahakan tercapainya kesejahteraan
fisik, material dan mental spiritual untuk mahluk insani dalam wilayah Republik
Indonesia, maka kehidupan profesi keperawatan di Indonesia selalu berpedoman
kepada sumber asalnya yaitu kebutuhan masyarakat Indonesia akan pelayanan
keperawatan.
Warga Keperawatan di Indonesia menyadari bahwa kebutuhan akan
keperawatan bersifat universal bagi klien (individu keluarga kelompok dan
masyarakat), oleh karenanya pelayanan yang diberikan oleh perawat selalu
berdasarkan kepada cita-cita yan luhur, niat yang murni untuk keselamatan dan
kesejahteraan umat tanpa membedakan kebangsaan, kesukuan, warna, kulit, umur,
jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.
Dalam melaksanakan tugas playanan keperawatan kepada klien, cakupan
tanggung jawab perawat Indonesia adalah meningkatkan derajat kesehatan,
mencegah terjadinya penyakit, mengurangi dan menghilangkan penderitaan serta
memulihkan kesehatan yang kesemuanya ini dilaksanakan atas dasar pelayanan
yang paripurna.
Dalam melaksanaka tugas professional yang berdaya guna dan berhasil guna para
perawat mampu dan ikhlas memberikan pelayanan yang bermutu dengan
memelihara dan meningkatkan integritas pribadi yang luhur dengan ilmu dan
keterampilan yang memadai serta dengan kesadaran bahwa pelayanan yang
diberikan merupakan bagian dari upaya kesehatan secara menyeluruh.
Dengan bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas
pengabdian untuk kepentingan kemanusiaan, Bangsa dan Tanah Air, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia menyadari bahwa Perawat Indonesia yang berjiwa
Pancasila dan berlandaskan pada UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan
kewajiban dalam bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, berpedoman
kepada dasar-dasar seperti tertera di bawah ini :

PERAWAT DAN KLIEN


1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan
martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama
yang dianut serta kedudukan sosial.

2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa


memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya,
adat-istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.
3. Kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya
kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
PERAWAT DAN PRAKTIK
1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan
melalui belajar terus-menerus.

2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi


disertai kejujuran professional dalam menerapkan pengetahuan serta
keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Pada informasi yang adekuat dan mempertimbangkan kemampuan serta
kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan
memberikan delegasi kepada orang lain.
4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi
keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku
professional.
PERAWAT DAN MASYARAKAT
Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk
memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat.
PERAWAT DAN TEMAN SEJAWAT
1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan perawat maupun dengan
tenaga kesehaan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan
kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2. Perawat bertindak malindungi klien dan tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan
illegal.
PERAWAT DAN PROFESI
1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar dan pelayanan
keperawatan serta menerapkan dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan
keperawatan.

2. Perawat berperan aktif dalam berbagai pengembangan profesi


keperawatan.
3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian tentang penyakit infark miokard pada pemeriksaan fisik sebgai berikut :
Menggunakan metode sistem B1-B6
1. Breath (Pernafasan)
Gejala : - Dispenia dengan atau tanpa kerja, dispenia nokturnal
- Batuk dengan atau tanpa sputum
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda : - Peningkatan frekuensi pernapasan, napas sesak/kuat
- Bunyi napas : krekel/mengi
- Sputum : bersih, merah muda kental
2. Blood (Sirkulasi)
Gejala : Riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner,GJK, masalah
tekanan darah, diabetes melitus
Tanda : - TD : dapat normal atau naik turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri
- Nadi : dapat normal : penuh/tak kuat,atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat,tidak teratur(distrimia) mungkin terjadi
- Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra: s3/s4 mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel
- Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi oto papilar
- Friksi : dicurigai perikarditis
- Irama jantung : dapat teratur atau tak teratur
- Edema : distensi vena jaguler,edema dependen/perifer,edema umum,
krekels,mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel
- Warna : pucat atau sianosis/kulit abu-abu,kuku datar pada membran mukosa
dan bibir
3. Brain (Integritas Ego)
Gejala : - menyangkal gejala penting/adanya kondisi
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit
- Kuatir dengan keluarga,kerja dan keuangan
Tanda : - menolak, menangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri,nyeri
4. Bowel (Usus)
Tanda : normal atau bunyi usus menurun
5. Bladder
6. Bone (Muskulusskleletal)
Skeletal & cardiac muscle Mb identik.Kadar Serum meningkat dalam 2
jam setelah kerusakan otot. Kadar puncak pada 6 – 7 jam. Kadar normal setelah
24 – 36 jam. NEGATIVE predictoryang sangat baik pada cedera miokard.
Pemeriksaan dua sampel, 2 – 4 jam terpisah tanpa peningkatan kadar adalah
bukan AMI. Dilaksanakan cepat , quantitative serum immunoassays.
Pengkajian dilakukan dengan tehnik wawancara, observasi pemeriksaan fisik
dan cacatan medik pasien
Data perawatan yang ditemukan pada pasien Infark Miocard Akut
é Data Subyektif
Pasien mengeluh lemah, pasien mengeluh nyeri dada, seperti ditusuk-tusuk,
berdebar-debar, dan pasien mengatakan berkeringat,pasien mengatakan sulit
bernafas.
é Data Obyektif
Pasien berkeringat dingin, pasien cemas, pasien bertanya-tanya, tekanan
darah meningkat/ menurun, denyut nadi meningkat / menurun, respirasi
meningkat / menurun , tingkat kesadaran menurun, adanya edema, oliguria, pasien
terlihat mual muntah, batuk, nafas pendek.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari
pengkajian. Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Infark Miocard
Akut (IMA) adalah (Doenges, M. E., 2000; Carpenito, L. J., 2000)
é Nyeri akut berhubungan dengan refleks spasma otot sekunder terhadap kelainan
visceral jantung
é Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan sistem traspor oksigen
terhadap infark miocard
é Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan kesehatan dan status
ekonomi
é Resiko tinggi terhadap curah jantung berhubungan dengan penurunan preload /
peningkatan tahan vaskuler sistemik
é Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau
penghentian aliaran darah
é Resiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
fungsi organ (ginjal)
é Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung
/ implikasi penyakit jantung dan status kesehatan akan datang

3.3 Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawtan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawtan dan aktivitas keperawtan. Tujuan perencanaan untuk
mengurangi menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan
perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,
penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective), penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan (Gafar, La Ode Jumadi, 1999; 63). Untuk
menentukan prioritas perencanaan dapat berdasarkan kebutuhan dasar A. Maslow,
sifat masalah, berat ringannya masalah, dan keluhan pasien.
Adapun rencana tindakan yang akan diberikan pada pasien infark miocard
akut adalah (Doenges, M.E., 2000 ; Carpenito, L.J., 2000)
Nyeri akut berhubungan dengan refleks spasma otot sekunder terhadap kelaianan
viseral jantung
Rencana Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol
Intervensi :
Observasi dan catat lokasi, beratnya(skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, timbul)
Rasional : Membentu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang
kemajuan / perbaikan penyakit, terjadinya koplikasi, dan keefektipan intervensi
Berikan pasien melakukan posisi yang nyaman (posisi semi fowler)
Rasional : Tirah bering pada posisi semi fowler menurunkan tekanan intra abdomen, namun
pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah
Dorong tehnik relaksasi, contoh latihan nafas dalam
Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping
Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan anti angina
Rasional : Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner, yang
meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokard.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan sistem transpor oksigen terhadap
Infark Miocard
Rencana tujuan : terjadinya peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mempengaruhi intervensi atau bantuan
Berikan lingkungan yang tenang batasi pengunjung
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhn oksigen tubuh dan
menurunka regangan jantung dan paru-paru
Berikan bantuan dalam kativitas bila perlu
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu
sendiri
Gunakan tehnik penghematan energi, misalnya: mandi dengan duduk
Rasional : Mendorong pasien melakakan kegiatan dengan membatasi penyimpangan energi
dan mencegah kelemahan
Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan kesehatan dan status ekonomi
Rencana tujuan : ansietas berkurang atau teratasi intervensi
Intervensi :
Berikan informasi tentang Infark Miokard Akut (IMA)
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat
Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik
Rasional : Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan dapat menurunkan ansietas

3.4 Pelaksanaan
Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang
diberikan perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksanaan, rencana
perawatan, pemenuhan kriteria hasil dan tindakan keperawatan mandiri dan
tindakan kolaboratif (Aziz, A.H., 2001)
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi dari
masing-masing diagnosa tersebut diatas

3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan
merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah
dibuat pada tahap perencanaan (Aziz, A.H., 2001)
Hasil yang diharapkan dari diagnosa-diagnosa yang muncul pada pasien
Infark Miokard Akut (IMA) yaitu:
Nyeri hilang / terkontrol
Terjadinya peningkatan toleransi aktivitas
Ansietas berkurang atua teratasi
Curah jantung dalam rentan normal
Menunjukkan perfusi adekuat
Mempertahankan keseimbangan cairan
Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung sendiri rencana pengobatan tujuan
pengobatan dan efek samping / reaksi merugikan
3.6 LEGAL ETIS PADA INFARK MIOKARD
Dalam kasus ini, peran perawat sebagai advokat harus bertanggung jawab
membantu klien dan keluarga dalam hal inform concern atas tindakan
keperawatan yang dilakukan. Selain itu juga harus mempertahankan dan
melindungi hak-hak klien serta memastikan kebutuhan klien terpenuhi.

SEGI ETIK KEPERAWATAN


} Otonomi
Prinsip bahwa individu mempunyai hak menentukan diri sendiri,
memperoleh kebebasan dan kemandirian. Perawat yg mengikuti prinsip ini akan
menghargai keluhan gejala subjektif (misal : nyeri), dan meminta persetujuan
tindakan sebelum prosedur dilaksanakan.
} Nonmaleficience
Prinsip menghindari tindakan yg membahayakan. Bahaya dapat berarti
dgn sengaja, risiko atau tidak sengaja membahayakan. Perawat harus mengetahui
tindakan keperwatan pada pasien infark miokard dan melaksanakannya dengan
benar dengan tujuan menyembuhkan pasien.

} Beneficience
Prinsip bahwa seseorang harus melakukan kebaikan. Perawat melakukan
kebaikan dengan mengimplementasikan tindakan yg menguntungkan/bermanfaat
bagi klien.Dapat terjadi dilema bila klien menolak tindakan tersebut, atau ketika
petugas kesehatan berperan sebagai peneliti. Perawat harus melakukan tindakan
keperawatan ketika pasien merasakan nyeri dan memberikan obat anti nyeri
kepada pasien.
} Justice
Prinsip bahwa individu memiliki hak diperlakukan setara. Perawat harus
memperlakukan pasien sama dengan yang lain, maksud dari pernyataan tersebut
adalah tidak membeda-bedakan pasien berdasarkan kelas karena semua pasien
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
} Fidelity
Perawat harus mempertanggungjawabkan semua tindakan asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien.
} Veracity
Perawat harus memberi motivasi pada pasien agar pasien mempunyai
semangat untuk hidup karena pada penyakit ini pasien selalu berpikir mendekati
ajal.
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Infark miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke
otot jantung. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan. Infark
miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner; prosesnya mula-mula
berawal dari rupturnya plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus
oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark miokard tergantung pada jenis arteri
yang oklusi dan aliran darah kolateral. Adapun gejalanya seperti Nyeri hebat pada
dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri, kebanyakan
lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk, ditekan,
tertindik,Takhikardi, Keringat banyak sekali, Kadang mual bahkan muntah
diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang disalurkan dari area
kerusakan miokard ke trakus gastro intestinal,Dispnea.

4.2 SARAN
Diharapkan kepada perawat lebih paham pada penyakit infark miokard,
beserta cara pencegahan dan pengobatannya, sehingga dapat menjalakan asuhan
keperawatan untuk kesembuhan pasien. Perawat juga harus lebih fokus dalam
menjalankan intervensi keperawatan pada pasien infark miokard.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges,Marilynn E. Dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.jakarta:EGC


Price,Sylvia A.dkk. 2006.Patofisiologi. Jakarta:EGC
Udjianti,Wajan Juni.2010.Keperawatan Kardiovaskuler.jakarta:Salemba medika
http://riandesandri.wordpress.com/2012/02/20/risiko-infark-miokard-pasca-
kematian-seseorang-yang-disayangi-dalam-kehidupan/ . Diakses pada
tanggal 2 Maret 2010 pukul 13.00
http://as-kep.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-infark-miokard-
akut.html. Diakses pada tanggal 2 Maret 2010 pukul 13.20
http://jesty-etikakeperawatan.blogspot.com/2010/02/kode-etik-
keperawatan.html .Diakses pada tanggal 3 Maret 2010 pukul 06.00
http://suka2-bayu.blogspot.com/2012/01/askep-infark-miokard-
acut.html . Diakses pada tanggal 29 Februari 2010 pukul 14.00
http://www.kotakmedis.com/2011/11/infark-miokard-akut-2/. Diakses pada
tanggal 27 Februari 2010 pukul 15.31
http://shidiqwidiyanto.blogspot.com/2010/01/infark-miokard-akut.html. Diakses
pada tanggal 29 Februari 2010 pukul 16.00
MAKALAH
JANTUNG BAWAAN PADA ANAK

DISUSUN OLEH
DESMILA HARIYANTI, S. Kep

RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER JAMBI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu
kelainan formasi dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung. “congenital”
hanya berbicara tentang waktu tapi bukan penyebabnya, yang artinya adalah “lahir
dengan” atau “hadir pada kelahiran”.
Nama alternatif lainnya untuk penyakit jantung bawaan termasuk:
congenital heart defect, congenital heart malfomation, congenital cardiovascular
disease, congenital cardiovascular defect, dan congenital cardiovascular
malformation.
Penyakit jantung congenital adalah bentuk yang paling sering dijumpai
pada kerusakan utama pada kelahiran bayi-bayi, mempengaruhi hampir 1% dari
bayi-bayi baru lahir (8 dari 1000). Penyakit jantung congenital dapat mempunyai
beragam penyebab. Penyebab-penyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti
bahan-bahan kimia, obat-obatan dan infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu
ibu, abnormalitas chromosome, penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan faktor-
faktor yang tidak diketahui (Idiopathic).
Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang bersalah. Contohnya, jika seorang
ibu mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka infeksinya dapat
mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi kandungannya (dan juga organ-
organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, maka
fetusnya dapat menderita fetal alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB.
Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga
menyebabkan PJB. Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang
digunakan untuk jerawat(acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat
anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin) dan valproate.
Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko
mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus,
terutama pada wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol
selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai
penyakit keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada special dietnya
selama kehamilan, bertendensi juga mempunyai bayi dengan PJB.
Kelainan chromosome dapat menyebabkan penyakit jantung congenital
(chromosome mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh
anak-anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan chromosome.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan PJB (CHD) ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB
(CHD).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari PJB (CHD).
2. Mengetahui etiologi dari PJB (CHD).
3. Mengetahui patofisiologi dari PJB (CHD).
4. Mengetahui manifestasi klinis dari PJB (CHD).
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik PJB (CHD).
6. Mengetahui penatalaksanaan medis PJB (CHD).
7. Mengetahui komplikasi PJB (CHD).
8. Mengetahui deteksi PJB (CHD).
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB (CHD).

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1. Manfaat teoritis
1. Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami
pemahaman tentang konsep penyakit PJB (CHD) pada anak.
2. Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang
konsep penyakit PJB (CHD) yang sesuai dengan standart kesehatan demi
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai
referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.

1.4.2. Manfaat praktis


Mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
anak dengan PJB (CHD) dengan baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi PJB (CHD)


Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah
sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah
ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada
bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi.
Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini
menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah
mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan pembuluh
darah besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua
penyakit jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera setelah lahir, tidak jarang
penyakit jantung bawaaan baru bermanifestasi secara klinis setelah pasien berusia
beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun ( Markum, 1996).

2.2. Etiologi PJB (CHD).


Penyakit jantung bawaan dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebab-
penyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan
dan infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas chromosome,
penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan faktor-faktor yang tidak diketahui
(idiopathic). Namun pada dasarnya penyebab penyakit jantung bawaan ini
berkaitan dengan kelainan perkembangan embrionik, pada usia lima sampai
delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar dibentuk
Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang dipersalahkan, contohnya
jika seorang ibu mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka
infeksinya dapat mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi kandungannya
(dan juga organ-organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama
kehamilan, maka fetusnya dapat menderita fetal alcohol syndrome (FAS)
termasuk PJB.
Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga
menyebabkan PJB. Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang
digunakan untuk jerawat (acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat
anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin) dan valproate.
Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko mengembangkan
PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus, terutama pada
wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan,
berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit keturunan
phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada special dietnya selama kehamilan,
bertendensi juga mempunyai bayi dengan PJB.
Kelainan chromosome dapat menyebabkan penyakit jantung congenital
(chromosome mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh
anak-anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan chromosome.

2.3. Kasifikasi PJB (CHD)


Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung bawaan.
Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada
adanya sianosis serta vaskularisasi paru, yaitu :
1. PJB Non Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah Terdapat
defek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka adanya pirau
(kebocoran) darah dari kiri kekanan karena tekanan jantung dibagian kiri lebih
tinggi dari pada bagian kanan, meliputi :
a. Defek septum ventrikel (VSD) DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak
terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik
kanan pada systole. Manifestasi klinik Pada pemeriksaan selain didapat
pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-
ujung jari hiperemik, diameter dada bertambah, sering terlihat pembenjolan dada
kiri. Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela
intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat implus jantung
yang hiperdinamik. Penatalaksanaan. Pasien dengan VSD besar perlu ditolong
dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin
dan diuretik, misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat
dengan membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, maka operasi
dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena
tanpa tindakan tesebut harapan hidup berkurang.
b. Defek septum atrium Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu
lubang pada foramen ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen oval
atau septum atrium, tekanan pada sisi kanan jantung meningkat. Manifestasi klinis
Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas.
Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rongen ditemukan adanya
pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan katerisasi jantung.
Penatalaksanaan
Kelainan tesebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft
pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.

c. Duktus Atereosus Persisten DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila
bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena infeksi rubela pada ibu
dan prematuritas Manifestasi klinis Neonatus menunjukkan tanda-tanda
respiratori distres seperti mendengkur tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan
pertumbuhan anak maka anak akan mengalami dyspnea, kardio megali, hipertrofi
ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap peningkatan volume darah,
adanya tanda ‘machinery type’. Murmur jantung akibat aliran darah turbulen dari
aorta melewati duktus menetap. Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena
pembesaran ventrikel kiri. Penatalaksanaan
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasnya diobati
dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot lunak pada
duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk dilakukan
operasi.

2. PJB Non Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Normal.


a. Stenosis Aorta. Pada kelainan inistriktura terjadi diatas atau dibawah
katup aorta. Katupnya sendiri mungkin terkena atau retriksi atau tersumnbat
secara total aliran darah Manifestasi klinik
Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac output menurun. Tanda-
tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak
terpenuhi, hal ini menjadi serius dapat menyebabkan kematian, ini juga ditandai
dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum, diagnosa
ditegakkan berdasarkan gambaran ECG yang menunjukkan adanya hipertropi
ventrikel kiri, dan dari kateterisasi jantuing yang menunjukkan striktura.
Penatalaksanaan Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan
pada saat anak mampu dilakukan pembedahan.

b. Stenosis pulmonal Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya


striktura pada katup, normal tetapi puncaknya menyatu. Manifestasi klinik.
Tergantung pada kondisi stenosis. Anak dapat mengalami dyspnea dan kelelahan,
karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan O2
dari cardiac output yang meningkat. Dalam keadaan stenosis yang berat, darah
kembali ke atrium kanan yang dapt menyebabkan kegagalan jantung kongesti.
Stenosis ini di diagnosis berdasarkan murmur jantuing sistolik, ECG dan
kateteerisasi jantung. Penatalaksanaan
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan paad katup yang dilakukan pada saat anak
berusia 2-3 tahun.

c. Koarktasio Aorta Kelainan pada koarktasi aorta, aorta berkontriksi


dengan beberapa cara. Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus
arteriosus. Kelainan ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi
berat. Untuk itu, penting melakukan skrening anak saat memeriksa kesehatannya,
khususnya bila anak mengikuti kegiatan-kegiatan olahh raga.
Manifestasi klinik Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah
proksimal pada kelainan dan penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi
paad lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terassa kuat, tetapi lemah
pada popliteal dan femoral. Kadang-kadang dijumpai adanya murmur jantung
lemah dengan frekuensi tinggi. Diagnosa ditegakkan dengan aortagrapy.
Penatalaksanaan Kelainan dapat dikoreksi dengan pengangkatan bagian aorta
yang berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan
suatu graf.

3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang


Tetralogi Of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel
(VSD), obstruksi aliran keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal), overriding
aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan (Wahab, A, Samik, 2003).
Menurut Kirklin, tetralogi of fallot yang murni tidak hanya sederatan kompleks
tersebut diatas tetapi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: VSD (defek
sekat ventrikel) harus besar, paling sedikit harus sebesar lubang aorta, stenosis
pulmonal derajat tinggi, sedemikian sehingga tekanan pada ventrikel kanan sama
atau lebih besar daripada tekanan pada ventrikel kiri. Dengan demikian jelas akan
ada shunt dari kanan ke kiri. Sebenarnya, secara hemodinamik yang memegang
peranan adalah adanya VSD dan stenosis pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini
yang terpenting adalah obstruksi atau stenosis pulmonal. Misalnya, VSD sedang
kombinasi dengan stenosis pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih
lebih rendah daripada tekanan ventrikel kiri. Tentu saja shunt akan berjalan dari
kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin besar (karena pertumbuhan), defek
pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi derajat stenosis menjadi lebih berat,
arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan
sama dengan ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel besar, shunt tidak
ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena melakukan
pekerjaan. Isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap,
tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kiri, shunt
menjadi dari kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi, sebenarnya gejala klinis
sangat tergantung pada derajat stenosis, juga pada besarnya defek sekat.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui
foramen ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih
besar daripada tekanan pada atrium kiri.

4. PJB Sianostik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah


a. Transposisi Arteri Besar Apabila pembuluh darah besar mengalami
transposisi aorta, arteri aorta dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh.
Anak tidak akan hidup kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau kelainan
septum ventrikular atau atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah arteri-
vena. Manifestasi klinik Transportasi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung
pada adanya kelainan stsu stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan
merupakan PDA atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.
Penatalaksanaan Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah.
Pada saat prosedur suatu kateter balon dimasukkan ketika katerisasi jantung untuk
memperbesar kelainan septum intra arterial. Pada cara blalock Halen dibuat suatu
kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara Mustard
digunakan untuk koreksi yang permanent septum dihilangkan dibuatkan
sambungan sehingga darah yang teroksigenasi dari vena pulmonalis kembali ke
ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah tidak terosigenasi kembali dari
vena cava ke arteri pulmonale untuk keperluan sirkulasi paru – paru. Kemudian
akibat kelainan ini telah berkurang secara nyata dengn adanya koreksi dan paliatif

2.3. Patofisiologi PJB (CHD)


Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah
jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem
sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sistem sirkulasi
sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara
rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung
yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang
bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah.
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah
dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke
kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel
tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri
sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui
defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut
dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen
pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan
sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal
sebagai berikut :
– Peningkatan kerja jantung, dengan gejala : kardiomegali, hipertrofi,
takhikardia.
– Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan,
intoleransi terhadap aktivitas.
– Hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipnea
– Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis,
sianosis. Pathway

2.4. Manifestasi Klinis PJB (CHD)


Gejala-gejala dan tanda-tanda dari PJB dihubungkan dengan tipe dan
keparahan dari kerusakan jantung. Beberapa anak tidak mempunyai gejala atau
tanda-tanda, dimana yang lainnya mengembangkan sesak napas, cyanosis (warna
kulit yang biru disebabkan berkurangnya oksigen didalam darah), nyeri dada,
syncope, kurang gizi atau kurang pertumbuhannya. Kerusakan atrial septal
(sebuah lubang di dinding antara atrium kanan dan kiri), misalnya dapat
menyebabkan sedikit atau sama sekali tidak ada gejala. Kerusakan dapat
berlangung tanpa terdeteksi untuk puluhan tahun. Aortic Stenosis (halangan aliran
darah pada klep aortic karena katup yang abnormal) juga umumnya tidak
menyebabkan gejala-gejala terutama ketika stenosis (penyempitan) ringan. Pada
kasus aortic stenosis berat yang mana kasus ini jarang terjadi, gejala-gejala dapat
timbul selama masa bayi dan anak-anak. Gejala-gejala dapat termasuk pingsan,
pusing, nyeri dada, sesak napas dan keletihan yang luar biasa. Ventricular septal
defect (VSD) adalah contoh lain dimana gejala-gejala berhubungan dengan
kerusakan yang berat. VSD adalah suatu lubang didinding antara kedua ventrikel.
Ketika kerusakannya kecil, anak-anak tidak menderita gejala-gejala, dan satu-
satunya tanda VSD adalah suara desiran jantung yang keras. Jika lubangnya besar,
dapat terjadi gagal jantung, kurang gizi dan pertumbuhan yang lambat. Pada
kasus-kasus yang lain dengan komplikasi pulmonary hypertension yang permanen
(kenaikan tekanan darah yang parah pada arteri-arteri dari paru-paru), cyanosis
dapat terjadi. Tetralogy of Fallot (TOF) adalah suatu kerusakan jantung yang
merupakan kombinasi dari VSD dan halangan aliran darah keluar dari ventricle
kanan. Cyanosis adalah umum pada bayi dan anak-anak dengan TOF. Cyanosis
dapat timbul segera setelah kelahiran dengan episode mendadak dari cyanosis
parah dengan pernapasan yang cepat bahkan mungkin menjadi pingsan. Selama
latihan, anak-anak yang lebih dewasa dengan TOF bisa mendapat sesak napas
atau pingsan. Coarctation dari aorta adalah bagian yang menyempit dari arteri
besar ini. Umumnya tidak ada gejala waktu kelahiran, namun hal ini dapat
berkembang lebih awal, misalnya minggu pertama sesudah kelahiran. Seorang
bayi dapat mengalami gagal jantung congestive atau hipertensi.

2.5. Pemeriksaan Diagnostik PJB (CHD)


– Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
– Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada
ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
– Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi
aliran darah dan arahnya.
– Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil
tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat
menentukan dalam diagnosis anatomik.
– Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru

2.6. Penatalaksanaan Medis PJB (CHD)


2.6.1. Penatalaksanaan Konservatif
1. Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan
– Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan
diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular
– Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah
penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis
bakterial.

2. Pembedahan :
– Operasi penutupan defek
– Pemotongan atau pengikatan duktus (dianjurkan saat berusia 5-10 tahun)
– Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien
dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
– Pemotongan atau pengikatan duktus tanpa pembedahan dilakukan
dengan cara penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi
jantung.

2.7. Komplikasi PJB (CHD)


– Endokarditis
– Obstruksi pembuluh darah pulmonal
– CHF
– Hepatomegali
– Enterokolitis nekrosis
– Gangguan paru yang terjadi bersamaan
– Perdarahan gastrointestinal (GI)
– Penurunan jumlah trombosit
– Hiperkalemia
– Aritmia
– Gagal tumbuh

2.8. Deteksi Dini PJB (CHD)


Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering
ditemukan, yaitu berkisar 10% dari seluruh kelainan bawaan dan PJB sering
menjadi penyebab utama kematian pada masa neonatus. Perkembangan di bidang
diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun
bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar
pada neonatus dengan PJB yang kritis. Bahkan dengan perkembangan
ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta
disfungsi miokard pada masa janin. Usaha pencegahan terhadap timbulnya
gangguan organogenesis jantung pada masa janin, sampai saat ini masih belum
memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi adanya multifaktor yang saling
berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan. Walaupun cara diagnostik
canggih dan akurat telah berkembang dengan pesat, namun hal ini tidak bisa
dilakukan oleh setiap dokter terutama di daerah dengan sarana diagnostik yang
belum memadai. Hal ini tidak menjadi alasan bahwa seorang dokter tidak mampu
membuat diagnosis dini dan sekaligus terapi awal, yang dilanjutkan dengan
rujukan untuk terapi definitif yaitu bedah korektif di pusat pelayanan jantung.
Oleh karena itu, perlu dipahami perubahan-perubahan sirkulasi fetal ke neonatal
dan berbagai penyimpangannya dalam periode minimal 1 bulan pertama.
Keberhasilan deteksi dini merupakan awal keberhasilan tatalaksana lanjutan PJB
kritis pada neonatus. Gejala sianosis sentral pada penyakit jantung bawaan biru
(Cardiac cyanosis) sering belum terdeteksi pada saat neonatus keluar rumah sakit.
Terdapat beberapa keadaan yang juga memberikan gejala hampir sama yaitu :
1. Penyakit parenkhim paru Penyakit parenkhim paru selalu disertai distres
nafas yang segera memerlukan ventilator dan ditemukan kelainan pada
pemeriksaan foto polos dada
2. Sirkulasi fetal persisten Sirkulasi fetal yang persisten akibat faktor
intrauterin sehingga dinding arteria pulmonalis tetap menebal dan tekanannya
tetap tinggi yang sering ditandai distres nafas yang ringan atau sedang, riwayat
asfiksia, sindroma aspirasi mekonium dan prematuritas serta riwayat ibu
mengkonsumsi steroid pada bulan terakhir kehamilan.
3. Kelainan sistem saraf sentral
4. Kelainan hematologi Tetap terbukanya duktus pada beberapa jam atau
hari setelah lahir akan mempertahankan pasokan darah ke sistem sirkulasi paru
tetap normal (ductus dependent pulmonary circulation). Kondisi ini meniadakan
gejala sianosis sentral (masking effect) sehingga tidak ada persangkaan adanya
PJB biru pada neonatus yang sedang kita hadapi. Peningkatan kebutuhan oksigen
oleh tangisan atau aktivitas minum serta peningkatan saturasi oksigen kearah nilai
normal mengakibatkan rangsangan penutupan duktus. Pada saat ini baru timbul
gejala sianosis sentral walaupun kadang masih bersifat transient, yaitu terutama
pada saat menangis atau aktivitas minum. Penutupan duktus masih terjadi secara
anatomis tetapi secara fungsionil masih terbuka. Pada kondisi seperti ini
pemeriksaan saturasi oksigen secara serial dengan cara pulse oxymetri memang
diperlukan. Hyperoxic-test, pemberian oksigen 100 % dengan kecepatan 1
liter/menit selama 10 menit, bila saturasi O2 >98% bukan PJB sianosis, bila
saturasi O2 >90% kemungkinan suatu PJB sianosis, tapi bila saturasi O2 tetap
V.kiri Backward mechanism Darah kembali ke atrium kiri Kembali ke paru via
vena pulmonalis Edema paru Kemampuan recoil n complience paru Sesak
Ketidakefektifan Pola Napas

5 DO:
– GDA abnormal
– Frekuensi, irama dan kedalaman napas abnormal
– Diaforesis
– Hiperkapnea
– Hipoksia
– PCH
– Somnolen
– Takikardi
DS :- Edema paru Kemampuan recoil n complience paru gangguan pada
gangguan pertukaran gas Gangguan Pertukaran Gas

6 DO:
– Tidak tertarik untuk makan
– BB turun atau tidak mengikuti kurva pertumbuhan
– Bising usus hiperaktif
– Konjunctiva dan membran mukosa pusat
– Tonus otot buruk
DS :- sesak nafsu makan menurun ketidakseimbangan nutrisi Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

7 DO:
– Perubahan status mental
– Penurunan TD
– Nadi melemah
– Turgor kulit menurun
– Kulit dan membran mukosa mengering
– Ht meningkat
– kelemahan
DS :- sesak kesulitan minum Resiko Kekurangan Volume Cairan Resiko
Kekurangan Volume Cairan

8 DO:
– Ukuran tubuh tidak sesuai umur (grafik pertumbuhan)
DS :- Perfusi ke sel Lack of nutrient Sel kekurangan nutrisi Regenerasi dan
pertumbuhan terganggu gangguan tumbuh kenbang Gangguan Tumbuh Kembang

9 DO:
– perubahan aktual pada struktur tubuh (clubbing finger)
DS : – Sianosis kronis Clubbing finger GG. body image Gangguan Body Image
10 DO:
– Denyut jantung dan TD abnormal sbg respon thd aktivitas
– Perubahan EKG selama aktivitas yg menunjukkan aritmia atau iskemia
DS :- perfusi sel menurun Lack of O2 Aerob  anaerob ATP Energi Kelemahan
Intoleransi aktivitas Intoleransi Aktivitas

11 DO:-
DS :- darah membendung di V.kanan Darah stuck di dlm jantung Kemungkinan
adanya MO hematogen Menginfeksi jantung Resiko infeksi
2.9. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi
pompa.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi
pompa.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat
mekanisme backward.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru
akibat edema paru.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang dihasilkan
dari metabolisme yang berubah.
7. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk
regenerasi dan perkembangan sel-sek tubuh.
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan akibat sesak.
9. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kesulitan minum akibat
sesak napas.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan pembendungan darah dalam jantung.
11. Gangguan body image berhubungan dengan adanya clubbing finger akibat
sianosis yang kronik

2.10. Rencana Keperawatan


No. Dx.keperawatan Tujuan/KH Intervensi Rasional
1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam pasien dapat
mentoleransi gejala-gejala akibat penurunan curah jantung.
Kriteria hasil :
1. TTV dalam ambang normal
2. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
3. Saturasi oksigen normal
4. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis
5. GCS normal 1. Monitor tanda-tanda vital, Observasi kwalitas dan kekuatan
denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit.
2. Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat.
3. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal / masker sesuai indikasi
4. Identifikasi derajat cyanosis ( sircum oral, membran mucosa, clubbing)
5. Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung disorientasi cemas
6. Secara kolaborasi, berikan tindakan farmakologis berupa digitalis, digoxin 1.
Abnormalitas TTV, terutama pulsasi nadi dan jantung menunjukkan
ketidakadekuatan curah jantung.
2. Istirahat dapat mengurangi beban kerja jantung.
3. Oksigen tambahan dapat membantu pemenuhan saturasi oksigen tanpa
menggunakan energi yang berlebih.
4. Sianosis menunjukkan tanda keinadekuatan perfusi karena penurunan curah
jantung.
5. Penurunan kesadaran dapat dikarenakan ketidakadekuatan curah jantung.
6. Digitalis dapat memperkuat kerja jantung sehingga kebutuhan dapat terpenuhi.

2 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi


pompa. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital stabil
2. tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3. tingkat kesadaran mambaik.
4. Saturasi oksigen normal 1. Pantau/catat status neurologis secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standar GCS.
2. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, respon
terhadap cahaya.
3. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
4. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, mengejan.
5. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 1. Mengkaji tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan
dan perkembangan kerusakan SSP.
2. Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap
cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
3. Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh
penurunan kesadaran.
4. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang
dapat meningkatkan TIK.
5. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti
dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
6. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan
volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

3 Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi


pompa. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam pasien
dapat menunjukkan perfusi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam rentang normal
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis, suhu ekstremitas hangat
3. Denyut distal dan proksimal kuat dan simetris
4. Tingkat sensasi normal
1. Observasi TTV
2. Observasi adanya tanda-tanda sianosis dan gangguan perfusi (kebiruan pada
ujung ekstremitas, mukosa, akral dingin)
3. Palpasi dan observasi pulsasi nadi perifer
4. Berikan rangsangan pada daerah perirer, misal pada ujung kaki 1. TTV normal
menunjukkan kenormalan sistem tubuh.
2. Sianosis menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
3. Pulsasi yang kuat pada bagian distal dapat mengindikasikan keadekuatan
perfusi.
4. Adanya parasthesia mengindikasikan keinadekuatan perfusi

4 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat mekanisme


backward. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam
pasien dapat menunjukkan keefektifan pola napas.
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi napas dalam ambang normal, napas tanpa usaha yang berlebihan
2. Chest expansion yang normal
3. GDA dan Hb dalam ambang normal
4. Anak dalam keadaan tenang
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan
2. Observasi penyimpangan dada, selidiki penurunan ekspansi paru atau ketidak
simetrisan gerakan dada.
3. Kaji ulang hasil GDA, Hb sesuai indikasi
4. Minimalkan menangis atau aktivitas pada anak 1. Frekuensi napas yang tinggi
menunjukkan usaha pemenuhan oksigen demand yang berarti masih adanya
masalah pada pemenuhan permintaan oksigen
2. Kelainan dapat terlihat pada penggunaan otot bantu napas dalam memenuhi
kebutuhan oksigen.
3. GDA dan Hb normal menunjukkan keseimbangan hemostasis.
4. Menangis dan aktivitas berlebihan dapat menyebabkan oksigen demand
semakin bertambah.

5 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru


akibat edema paru. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien menunjukkan mekanisme pertukaran gas yang baik. Kriteria hasil:
1. Tidak terdapat dyspnea, tarikan dinding dada dan PCH tidak ada atau berkurang
2. tidak terdapat suara napas tambahan
3. blood gas dalam batas normal 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan pernapasan, pantau kepatenan
oksigenasi
2. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
3. Lakukan tes uji BGA. 1. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
2. Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. Untuk mengidentifikasi
adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
3. Gangguan pertukaran gas dapat menyebabkan masalah yang lebih serius,
misalnya Asidosis metabolik.

6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang dihasilkan dari


metabolisme yang berubah.
a. Kaji perkembangan peningkatan tanda-tanda vital, seperti adanya sesak
b. Bantu pasien dalam aktivitas yang tidak dapat dilakukannya
c. Dukung pemenuhan nutrisi

7 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk


regenerasi dan perkembangan sel-sek tubuh. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan anak dapat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan atau
perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil:
1. Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia anak. 1. Berikan
diet/nutrisi yang cukup.
2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
3. Berikan suplemen besi.
4. Berikan kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan membantu anak
untuk melakukan tugas perkembangan sesuai usianya. 1. Memperbaiki status gizi.
2. Untuk mengetahui/mengontrol tingkat pertumbuhan dan perkembangan.
3. Untuk mencegah terjadinya anemia.
4. Untuk menghindari stress dan membantu anak dalam perkembangannya.

8 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


penurunan nafsu makan akibat sesak. Tujuan: Setelah diberikan Asuhan
keperawatan selama …x24 jam pasien akan menunjukkan keseimbangan nutrisi.
Kriteria Hasil :
1. Intake nutrisi adekuat
2. BB dalam ambang normal sesuai usia
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
a. Anjurkan ibu untuk terus menyusui walaupun sedikit tapi sering
b. Pasang IV infus jika terajdi ketidak adekuatan nutrisi
c. Jika anak sudah tidak menyusu, berikan makanan sedikit tapi sering dengan diet
sesuai instruksi
d. Observasi pemberian makanan atau menyusui 1. ASI memberikan cukup ntrisi
untuk bayi yang masih menyusu

2. Nutrisi parenteral membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang tidak dapat


masuk secara peroral
3. Makanan sedikit tapi sering dapat menstimulasi keinginan anak untuk makan
lenih banyak.
4. Pemberian makan secara intensif dapat memperbaiki status gizi anak.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak
biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan
penatalaksanaan yang berbeda.
Adapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan sangat bervariasi,
ada yang hanya menyebabkan gangguan ringan pada fungsi jantung tetapi ada
juga kelainan yang cukup fatal hingga mengganggu fungsi kerja jantung dalam
mendistribusikan darah ke seluruh tubuh. Pada umumnya kelainan Jantung
bawaan dapat dideteksi sejak lahir, namun tak jarang gejalanya baru muncul
setelah bayi berumur beberapa minggu atau beberapa bulan.
Gejala umum dari penyakit jantung bawaan adalah sesak nafas dan bibir
terlihat kebiru-biruan. Kelainan yang termasuk dalam penyakit Jantung bawaan
banyak sekali jenis nya, mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung
serta gangguan pada pembuluh darah jantung. Apapun jenis kelainan pada
penyakit jantung bawaan, semuanya mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi
darah, karena Jantung sebagai salah satu organ vital dalam tubuh memiliki tugas
memompa dan mengalirkan darah keseluruh bagian tubuh.
3.2. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang PJB, sehingga dapat lebih mengenali dengan gejala-gejala yang
ditimbulkan, baik gejala yang dapat dirasakan maupun tidak, serta dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

A.H Markum. (1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta : Fakultas
kedokteran UI
Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA, Tynan M. (1987). Fetal circulation
and circulatory changes at birth. In : Anderson RH, Macartney FJ,
Shinebourne EA and Tynan M, eds. Paediatric Cardiology. Vol.2 Churchill
Livingstone, 1987: 109.
Anonim. (2011). Jenis dan Gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Biru.
[Internet]. Bersumber dari
:http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/gizi+dan+kesehatan/Bayi/jenis.dan.gej
ala.penyakit.jantung.bawaan.pjb.biru/001/001/1637/63/3. (Diakses pada
tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Anonim. (2012). Askep Kelainan Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber
dari : http://junitri.wordpress.com/2012/04/24/askep-kelainan-jantung-
bawaan/. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Anonim.(2012). Penyebab Kerusakan Jantung Bawaan. [Internet].
Bersumber dari : http://www.anakku.net/penyakit-jantung-bawaan-pada-
bayi-baru-lahir.html. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47
WIB).
Artman M, Mahony L, Teitel DF. (2002). Neonatal Cardiology. The McGraw-Hill
Companies Medical Publishing Division.
Carpenito J.Lynda. (2001). Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi
Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Febrina, D, Rizkia. (2011). Penyakit jantung bawaan. [Internet]. Bersumber dari
: http://id.scribd.com/doc/55410647/penyakit-jantung-bawaan. (Diakses
pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Hanifah, Rizka. (2010). Deteksi Dini dan Tata Laksana Penyakit Jantung
Bawaan. [Internet]. Bersumber dari
:http://www.berbagimanfaat.com/2010/05/deteksi-dini-dan-tata-laksana-
pjb.html. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Madiyono B. (1997). Kardiologi anak masa lampau, kini, dan masa mendatang :
Perannya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit kardiovaskuler.
Jakarta : Pidato pada upacara pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam
ilmu kardiologi anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ontoseno T. (1996). Kelainan Jantung Bawaan Dan Etiologinya Masa Kini.
Buletin Toraks Kardiovaskuler Indonesia.
Saenz RB, Diane KB, Laramie C. Triplett, M.D. (2003). Caring for Infants
with Congenital Heart Disease and Their Families. University of Mississippi
Medical Center Jackson, Mississippi American academy of Family
Physician.
Wilkinson JL. (2002). Initial management and referral for surgical intervention of
neonates with critical congenital heartd disease. Indones J Pediatr Cardiol
Anonim. (2010). Penyakit Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari
:http://www.totalkesehatananda.com/congenital1.html. (Diakses pada
tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan
manusia dengan sempurna. Memberikan nikmat terbesaar iman dan islam yang
tertancap mantap dilubuk hati kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Dekompensasi Cordis“
Penyusun menyadari bahwa Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak terdapat
kekeliruan, seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penulis akan sangat
berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun, bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.

Jambi, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
BAB II KAJIAN TEORI
2.1. Anatomi fisiologi 3
2.2. Pengertian 5
2.3. Jenis Dekompensasi cordis 6
2.4. Etiologi 8
2.5. Patofisiologi 10
2.6. Manifestasi Klinis 12
2.7. Komplikasi 12
2.8. Derajat Beratnya DC 12
2.9. Penatalasanaan 13
2.10. Pencegahan 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 pengkajian 15
3.2 Pemeriksaan Fisik 16
3.3 Pemeriksaan Diagnostik 17
3.4 Diagnosa Keperawatan 18
3.5 Intervensi 19
3.5 Implementasi 26
3.6 Evaluasi 26
BAB IV PENUTUP
4.1 kesimpulan 28
4.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan
dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai
oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat
atau aktivitas), dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan
struktur atau fungsi jantung.
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. Dimana jenis
penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive Heart
Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang
berusia 25 tahun. Sedang pada anak–anak yang menderita kelainan jantung
bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan
sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun.
Perlu diketahui, bahwa dekompensasi kordis pada bayi dan anak memiliki
segi tersendiri dibandingkan pada orang dewasa, yaitu :
1.Sebagian besar penyebab gagal jantung pada bayi dan anak dapat diobati
(potentially curable).
2.Dalam mengatasi gagal jantung tidak hanya berhenti sampai gejalanya
hilang, melainkan harus diteruskan sampai ditemukan penyebab dasarnya
3.Setelah ditemukan penyebabnya, bila masih dapat diperbaiki maka harus
segera dilakukan perbaikan.
4.Lebih mudah diatasi dan mempunyai prognosis yang lebih baik daripada
gagal jantung pada orang dewasa.
Menurut data yang diperoleh penulis hingga sekarang penyakit jantung
merupakan pembunuh nomor satu (Sampurno,1993). WHO menyebutkan rasio
penderita gagal jantung di dunia adalah satu sampai lima orang setiap 1000
penduduk. Penderita penyakit jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai 20
juta atau sekitar 10% dari jumlah penduduk di Nusantara ( www.depkes.go.id ).
1.2. Tujuan
1.Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan dengan masalah
penyakit jantung.
2.Tujuan Khusus
a.Memperoleh gambaran tentang pengkajian dengan masalah penyakit jantung.
b.Memperoleh gambaran tentang masalah dan diagnosa keperawatan dengan
masalah penyakit jantung.
c.Memperoleh gambaran tentang rencana keperawatan dengan masalah penyakit
jantung.
d.Melakukan tindakan keperawatan serta evaluasi proses tindakan keperawatan
dengan masalah penyakit jantung.
e.Melakukan evaluasi hasil yang dibahas melalui catatan perkembangan dengan
masalah penyakit jantung.f.Memperoleh gambaran tentang faktor penunjang dan
faktor penghambat dalam penerapan asuhan keperawatan dengan masalah
penyakit jantung.

1.3. Manfaat
1.Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya seorang perawat
2.Manfaat Praktis Hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan dan masukan
mengenai Asuhan Keperawatan Perkemihan Infeksi Saluran Kemih.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi dan Fisiologi Jantung


1.Anatomi Jantung Beban Awal
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir
pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu
memperbanyak tumpang tindih antara filament-filamen aktin dan miosin,
sehingga kekuatan kontraksi dan curah jantung meningkat. Hubungan ini
dinyatakan dengan Hukum Starling, yaitu peregangan serabut-serabut miokardium
selama diastol akan meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistol (Carleton,P.F
dan M.M. O’Donnell, 1995).
Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya volume diastolik
ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat
terjadi pada diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan
tekanan pada akhir diastol untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel
dan curah jantung, namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume
ventrikel tidak selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan
yang berlebihan dapat mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema
akibat transudasi cairan dan mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan
tekanan. Perubahan dalam volume intrakardia dan perubahan akhir pada tekanan
bergantung pada kelenturan daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung
yang sangat besar, daya regangnya dapat menampung perubahan volume yang
relative besar tanpa peningkatan tekanan yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang
ventrikel yang gagal, yang kurang lentur, penambahan volume yang kecil dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan yang bermakna dan dapat berlanjut menjadi
pembendungan dan edema ( Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ).
Kontraktilitas menunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan
kontraksi atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-perubahan
dalam panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin
atau digoksin, akan meningkatkan kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis
akan menekan kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas
miokardium ( Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ).
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus
dicapai untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace ,
ada tiga variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius
intraventrikel, tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri
yang meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan
sistolik ventrikel, sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius
intraventrikel. Pemberian vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi
lain dari gagal jantung dapat mengurangi beban akhir ( Carleton,P.F dan M.M.
O’Donnell, 1995 ).

2.Fisiologi Jantung
Terdiri dari tiga tipe otot jantung yang utama yaitu otot atrium, otot
ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan, sebagai pencetus
rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama
seperti otot rangka dengan kontraksi otot yang lebih lama. Sedangkan serat khusus
penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab
serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif malahan serat ini
menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja
sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung.
Fungsi umum otot jantung
1)Sifat Ritmisitas/otomatis Otot jantung secara potensial dapat
berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung dapat membentuk
rangsangan (impuls) sendiri. Pada keadaan fisiologis, sel-sel miokardium
memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.
2)Mengikuti hukum gagal atau tuntas
Bila impuls yang dilepas mencapai ambang rangsang otot jantung maka seluruh
jantung akan berkontraksi maksimal, sebab susunan otot jantung merupakan suatu
sinsitium sehingga impuls jantung segara dapat mencapai semua bagian jantung.
Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama. Kekuatan berkontraksi
dapat berubah-ubah bergantung pada faktor tertentu, misalnya serat otot jantung,
suhu, dan hormon tertentu.
3)Tidak dapat berkontraksi tetanik Refraktor absolut pada otot jantung
berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung, merupakan upaya tubuh
untuk melindungi diri.
4)Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot
Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal,
otot tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu. Serat otot jantung akan
bertambah panjang bila volume diastoliknya bertambah. Bila peningkatan
diastolik melampaui batas tertentu kekuatan kontraksi akan menurun kembali.

2.2. Pengertian
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan jantung tidak mampu lagi
memompa darah yang cukup memenuhi kebutuhan metabolisme jarngan akan
oksigen dan nutrisi. (Brunner,2001).
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad
ramali.1994)Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa
jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
(Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997 ).
Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan
suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi
ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi
kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya
umur hidup (reduced longevity). Termasuk di dalam kedua batasan tersebut
adalah suatu spektrum fisiologi-klinis yang luas, mulai dari cepat menurunnya
daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung yang luas, takiaritmia atau
bradikardia yang mendadak), sampai pada keadaan-keadaan di mana proses
terjadinya kelainan fungsi ini berjalan secara bertahap tetapi progresif {misalnya
pada pasien dengan kelainan jantung yang berupa pressure atau. volume overload
dan hal ini terjadi akibat penyakit pada jantung itu sendiri, seperti hipertensi,
kelainan katup aorta atau mitral dll).
Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung
tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena
(venous return) ke jantung dalam keadaan normal.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya (Carleton,P.F
dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997).
Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis
adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

2.3. Jenis-jenis Dekompensasi Cordis


a.Gagal Jantung Backward & Forward Hipotesis
backward failure pertama kali diajukan oleh James Hope pada tahun 1832: apabila
ventrikel gagal untuk memompakan darah, maka darah akan terbendung dan
tekanan di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik. Hipotesis forward
failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hipotesis backward failure.
Menurut teori ini manifestasi gagal Jantung timbul akibat berkurangnya aliran
darah (cardiac output) ke sistem arterial, sehingga terjadi pengurangan perfusi
pada organ-organ yang vital dengan segala akibatnya. Kedua hipotesis tersebut
saling melengkapi, serta menjadi dasar patofisiologi gagal Jantung. Kalau
ventrikel gagal mengosongkan darah maka menurut hipotesis backward failure :
a.Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhirfase diastolik (end-
diastolicpressure) meninggi.
b.Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium di belakang ventrikel yang gagal.
c.Atrium ini akan bekerja lebih keras (sesuai dengan hukum Frank – Starling)
d. Tekanan pada vena dan kapiler di belakang ventrikel yang gagal akan
meninggi.
e.Terjadi transudasi pada jaringan interstitial (baik pulmonal maupun sistemik)
Akibat berkurangnya curah Jantung serta aliran darah pada jaringan/organ yang
menyebabkan menurunnya perfusi (terutama pada ginjal dengan melalui
mekanisme yang rumit), yang akan mengakibatkan retensi garam dan cairan serta
memperberat ekstravasasi cairan yang sudah terjadi. Selanjutnya terjadi gejala-
gejala gagal Jantung kongestif sebagai akibat bendungan pada jaringan dan organ.
Kedua jenis kegagalan ini jarang bisa dibedakan secara tegas, karena kalau gagal
Jantung kongestif, pada kenyataannya, kedua mekanisme ini berperan, kecuali
pada gagal jantung yang terjadinya secara mendadak. Contoh forward failure :
gagal ventrikel kanan akut yang terjadi akibat emboli paru yang masif, karena
terjadinya peninggian isi dan tekanan pada ventrikel kanan serta tekanan pada
atrium kanan dan pembuluh darah balik sistemik, tetapi pasien sudah meninggal
sebelum terjadi ekstravasasi cairan yang menimbulkan kongesti pada vena-vena
sistemik. Baik back¬ward maupun forward failure dapat terjadi pada infark
jantung yang luas. Forward failure terjadi akibat berkurangnya output ventrikel
kiri dan renjatan kardiogenik dan yang akan menimbulkan manifestasi
berkurangnya perfusi jaringan/organ. Sedangkan backward failure terjadi karena
adanya output yang tidak sama (inequal) antara kedua ventrikel, yang meskipun
bersifat sementara berakibat terjadinya edema paru yang akut.
Hipotesis backward dan forward failure yang klasik ini meskipun banyak celah
kelemahannya ditinjau dengan perkembangan konsep patofisiologi gagal jantung
saat ini, masih tetap dapat menjadi pegangan untuk menjelaskan patogenesis gagal
jantung terutama bagi para edukator.

b.Gagal Jantung Right-Sided dan Left-Sided


Penjabaran backward failure adalah adanya cairan bendungan di belakang
ventrikel yang gagal merupakan petanda gagal jantung pada sisi mana yang
terkena. Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi dan
kelainan-kelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal jantung kiri
(left heart failure).Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, cairan yang
terbendung akan berakumulasi secara sistemik : di kaki, asites, hepatomegali,
efusi pleura dll, dan menjadikan gambaran klinisnya sebagai gagal jantung kanan
(rightheart failure)
c.Gagal Jantung Low-Output dan High-Output
Gagal Jantung golongan ini menunjukkan bagaimana keadaan curah Jantung
(tinggi atau rendahnya) sebagai penyebab terjadinya manifestasi klinis gagal
Jantung. Curah Jantung yang rendah pada penyakit jantung apa pun (bawaan,
hipertensi, katup, koroner, kardiomiopati) dapat menimbulkan low-output failure.
Sedangkan pada penyakit-penyakit dengan curah jantung yang tinggi misalnya
pada tirotoksikosis, beri-beri, Paget’s, anemia dan fistula arteri-vena, gagal
jantung yang terjadi dinamakan high-output failure.

d.Gagal Jantung Akut dan Menahun


Manifestasi klinis gagal jantung di sini hanya menunjukkan saat atau lamanya
gagal jantung terjadi atau berlangsung. Apabila terjadi mendadak, misalnya pada
infark jantung akut yang luas, dinamakan gagal jantung akut (biasanya sebagai
gagal jantung kiri akut). Sedangkan pada penyakit-penyakit jantung katup,
kardiomiopati atau gagal jantung akibat infark jantung lama, terjadinya gagal
jantung secara perlahan atau karena gagal jantungnya bertahan lama dengan
pengobatan yang diberikan, dinamakan gagal jantung menahun.

e.Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik


Secara implisit definisi gagal jantung adalah apabila gagal jantung yang terjadi
sebagai akibat abnormalitas fungsi sistolik, yaitu ketidak mampuan mengeluarkan
darah dari ventrikel, dinamakan sebagai gagal jantung sistolik. Jenis gagal jantung
ini adalah yang paling klasik dan paling dikenal sehari-hari, penyebabnya adalah
gangguan kemampuan inotropik miokard. Sedangkan apabila abnor-malitas kerja
jantung pada fase diastolik, yaitu kemampuan pengisian darah pada ventrikel
(terutama ventrikel kiri), misalnya pada iskemia jantung yang mendadak,
hipertrofi konsentrik ventrikel kiri dan kardiomiopati restriktif, gagal jantung yang
terjadi dinamakan gagal jantung diastolik. Petanda yang paling nyata pada gagal
jantung di sini adalah : fungsi sistolik ventrikel biasanya normal (terutama dengan
pengukuran ejection fraction misalnya dengan pemeriksaan ekokardiografi).
2.4. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal
seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati.
Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada
pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung).
Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada
setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di
dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price.
Sylvia A, 1995)
a)Kelainan otot jantung (menurunnya kontraktilitas jantung)
·Arterosklerosis koroner
·Hipertensi arterial
·Penyakit otot degenerative
b)Penyakit jantung lain
·Stenosis katub semiluner
·Tamponade pericardium
·Insufisien katup AV
·Hipertensi maligna

c)Faktor sistemik
·Hipoksia

2.5. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap
gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :
1.Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik.
2.Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron,
dan
3.Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi
akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal
jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya
aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokonstriksi
arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya
seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat
dipertahankan.Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai
serangkaian peristiwa :
a.Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus.
b.Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus.
c.Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I.
d.Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
e.Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
f.Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium


atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer
dalam sel-sel miokardium; tergantung dari jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau
serial. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta,
ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding. WOC Dekompensasi
Cordis

2.6. Manifestasi Kliis


Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem
pulmonal antara lain :
1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
5. Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara
lain :
1. Dyppnea Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu
pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
2. Batuk
3. Orthopea
4. Reles paru
5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :


1. Edema perifer
2. Distensi vena leher
3. Hati membesar
4. Peningkatan central venous pressure (CPV)

2.7. Komplikasi
Komplikasi dari decompensatio cordis adalah:
1. Syok kardiogenik.
2. Episode tromboemboli.
3. Efusi dan tamporiade pericardium

2.8. Derajat Beratnya Dekompensasi Cordis


·Derajat I(Tanpa Keluhan): Aktifitas terbatas, dalam sehari tak ada keluhan
·Derajat II(Ringan): Aktifitas sehari sedikit terbatas , ada keluhan
·Derajat III(Sedang): Aktifitas sangat terbatas, menimbulkan keluhan
·Derajat IV(Berat): Keadaan istirahat menimbulkan keluhan

2.9.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang
potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
1.Non medikamentosa. Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan
adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus
dikurangi benar–benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen
yang relatif meningkat. Sering tampak gejala–gejala jantung jauh berkurang
hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah
garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang
diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80–
100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.

2.Medikamentosa. Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan


diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan
gagal jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-
inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai
setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal
dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan
dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil
yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik
atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan
penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic
Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac
Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-
Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung
akibat iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan
kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard,
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut.

3.Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a.Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b.Operasi katup mitral.
c.Aneurismektomi.
d.Kardiomioplasti.
e.External cardiac support.
f.Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
g.Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
h.Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
i.Ultrafiltrasi, hemodialisis.

2.10. Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama
pada kelompok dengan risiko tinggi.
1.Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard.
2.Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan.
3.Pengobatan hipertensi yang agresif.
4.Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung.
5.Memerlukan pembahasan khusus.
6.Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang
mendasari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1Pengkajian
1.Anamnase
Nama:
Umur :
Pekerjaan :
Penanggung jawab :
Agama :
Status perkawinan :
Alamat :
No . medical record :
Tanggal masuk :
Diagnose medic :
Tanda – tanda vital :
Nadi :
Tekanan darah :
Pernafasan:
Suhu:
2.Riwayat Kesehatan

3.2Pemeriksaan Fisik
1.Aktivitas dan Istirahat
·Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (keringat malam hari).
·Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu,
dispneu.
2.Sirkulasi
·Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital:
kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi,
serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock
hipovolema.
·Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang
keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
3.Integritas Ego
·Tanda: Menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan
kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian
neurotik.
4.Makan/cairan
·Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
·Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising
terdengar krakela dan mengi.
5.Neurosensori
·Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
·Tanda: Kelemahan
6.Pernafasan
·Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
·Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah,
gelisah.
7.Keamanan
·Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
·Tanda: Kelemahan tubuh
8.Penyuluhan/pembelajaran
·Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
·Tanda: Menunjukan kurang informasi.
3.3Pemeriksaan Penunjang
1.EKG : Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial
akut, dan guna mengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel.
2.Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik
pada penyakit jantung kotoner.
3.Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran
jantung
4.esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk
menyajikan data tentang fungsi jantung
5.Faktor Lain
·Kebiasaan merokok
Yaitu bahwa rokok mengandung nikotin dan zat beracun yang berbahaya dan
dapat merusak fungsi jantung. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan faktor
resiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapnya kolesterol pada
pembuluh darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.
·Hipertensi
Yaitu meningkatnya tekanan darah sistolik karena pembuluh darah tidak elastis
serta naiknya tekanan diastolic akibat penyempitan pembuluh darah tersebut,
aliran darah pada pembuluh koroner juga naik.
·Obesitas
Yaitu penumpukan lemak tubuh, sehingga menyebabkan kerja jantung tida normal
dan menyebabkan kelainan.
·Kolesterol tinggi
Yaitu mengendapnya kolesterol dalam pembuluh darah jantung koroner
menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi
lebih berat.
·Diabetes Mellitus
Karena kadar glukosa yang berlebih bisa menimbulkan penyakit yang agak berat
dan bersifat herediter.
·Ketegangan jiwa/stress
Stres terjadi bias meningkatkan aliran darah dan penyempitan pada pembuluh
darah koroner.
·Keturunan
·Kurang makan sayur dan buah
3.4Diagnosa
1.Intoleransi aktivitas b/d kelelahan atau dipnue akibat turunnya curah jantung
2.Resiko penurunan perfusi jaringan
3.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
4.Kelebhian volume cairan
5.Gangguan pertukaran gas
6.Kerusakan intregitas kulit
7.Ketidakseimbangan nutrisi > kebutuhan tubuh
8.Ketidakefektifan pola nafas b/f keletihan otot-otot pernafasan disfungsi
neuromuscular, sindrom hipoventilasi
9.Ansietas b/d kesulitan nafas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak
adekuat
3.5Intervensi

3.6Implementasi
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang
telah disusun / ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien
secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri
ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim
kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien. Berikut ini metode dan langkah
persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh
perawat :
1.Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukaan
2.Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3.Menyiapkan lingkungan terapeutik
4.Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5.Memberikan asuhan keperawatan langsung
6.Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan
keluarganya.Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali
keadaan klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan
keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam
catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan
respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan
implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang
didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan
standar keperawatan.
3.7Evaluasi
Evaluasi keperawatan ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Evaluasi merupakan proses yang dilakuakn untuk menilai pencapaian tujuan atau
menilai respon klien terhadap tindakan leperawatan seberapa jauh tujuan
keperawatan telah terpenuhi. Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua
yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Dalam evalusi kuantitatif yang
dinilai adalah kuatitas atau jumlah kegiatan keperawatan yang telah ditentukan
sedangkan evaluasi kualitatif difokoskan pada masalah satu dari tiga dimensi
struktur atau sumber, dimensi proses dan dimensi hasil tindakan yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
1.Mengumpulkan data keperawatan pasien.
2.Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien.
3.Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4.Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal
yang berlaku.
Hasil yang diharapkan:
1.Mengalami penurunan kelelahan dan dispnea.
a.Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun emosional.
b.Berada pada posisi yang tepat yang dapat mengurangi kelelahan dan dispnu.
c.Mematuhi aturan pengobatan.
2.Mengalami penurunan kecemasan.
a.Menghindari situasi yang menimbulkan stress.
b.Tidur nyenyak di malam hari.
c.Melaporkan penurunan stres dan kecemasan.
3.Mencapai perfusi jaringan yang normal.
a.Mampu beristirahat dengan cukup.
b.Melakukan aktivitas yang memperbaiki aliran balik vena; latihan harian sedang;
rentang gerak ekstremitas aktif bila tidak bisa berjalan atau harus berbaring dalam
waktu lama, mengenakan kaus kaki penyokong.
c.Kulit hangat dan kering dengan warna normal.
d.Tidak memperlihatkan edema perifer.
4. Mematuhi aturan perawatan diri.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita ketahui, bahwa penyakit dekompensasi
kordis masih merupakan masalah yang memiliki tingkat mortalitas yang tinggi
terutama pada bayi dan anak, jika tidak ditangani dengan baik. Gagal jantung
adalah kelainan patofisiologik yang mana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan akibat dari meningkatnya
beban awal atau beban akhir atau menurunnya kontraktilitas miokard.
Penanganan dari gagal jantung memerlukan perhitungan serta pertimbangan yang
tepat agar tidak memperburuk keadaan jantung dari penderita. Selain itu edukasi
mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila
timbul keluhan dan dasar pengobatan sangatlah penting terutama bagi orang tua
dan keluarga pasien agar dapat membantu memaksimalkan proses penyembuhan
dan menurunkan angka mortalitas. Istirahat serta rehabilitasi, pola diet, kontrol
asupan garam, air, monitor berat badan adalah cara–cara yang praktis untuk
menghambat progresifitas dari penyakit ini.

4.2. Saran
Saran sesuai dengan masalah yang telah disimpulkan oleh penulis, pada
akhir makalah penulis memberikan saran bahwa untuk penaggulangan penyakit
decompensatio cordis, masyarakat harus mengurangi kebiasaan merokok,
pengurangan makanan berkolesterol tinggi, makanan berlebih yang menyebabkan
obesitas, perbanyak makan sayur dan buah, kurangi stress dan lainnya yang telah
tertulis dalam makalah guna memperkecil resiko decompensatio cordis.
DAFTAR PUSTAKA

http://khakarangga.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-pada
decompensatio.html
http://download-askep-askeb.blogspot.com/2013/05/askep-pada-klien-dengan-
decompensasi.html
Hendra, Arjatmo. 1996. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID I. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan
manusia dengan sempurna. Memberikan nikmat terbesaar iman dan islam yang
tertancap mantap dilubuk hati kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Penyakit Dekompensasi Kordis
(DK)“ Penyusun menyadari bahwa Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak terdapat
kekeliruan, seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penulis akan sangat
berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun, bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.

Jambi, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
1.3. Manfaat Penulisan ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi .............................................................................. 3
2.2. Pengertian ................................................................................................. 5
2.3. Jenis-jenis Dekompensasi Kordis ............................................................ 6
2.4. Etilogi ....................................................................................................... 9
2.5. Patofisiologi ............................................................................................. 9
2.6. Manifestasi Klinis .................................................................................... 11
2.7. Komplikasi ............................................................................................... 11
2.8. Derajat Beratnya Dekompensasi Kordis .................................................. 12
2.9. Penatalaksanaan ....................................................................................... 12
2.10. Pencegahan ............................................................................................. 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian ................................................................................................ 15
3.2. Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 15
3.3. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 16
3.4. Diagnosa ................................................................................................... 17
3.5. Intervensi .................................................................................................. 18
3.6. Implementasi ............................................................................................ 18
3.7. Evaluasi .................................................................................................... 19
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan .............................................................................................. 21
4.2 Saran .......................................................................................................... 21
DAFTRA PUSTAKA ..................................................................................... 22

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan
manusia dengan sempurna. Memberikan nikmat terbesaar iman dan islam yang
tertancap mantap dilubuk hati kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Mikard Infark (MI)“ Penyusun
menyadari bahwa Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari
beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak terdapat
kekeliruan, seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penulis akan sangat
berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun, bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.

Jambi, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.4. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.5. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.6. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
1.7. Manfaat Penulisan ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Fisiologi Infark Miokard ........................................................... 4
2.2. Definisi Infark Miokard .......................................................................... 6
2.3. Etilogi Infark Miokard ............................................................................. 7
2.4. Patofisologi Infark Miokard ..................................................................... 8
2.5. Tanda dan Gejala Infark Miokard ............................................................ 9
2.6. Jenis-jenis Infark Miokard ....................................................................... 9
2.7. Diagnosis Infark Miokard ......................................................................... 10
2.8. Insiden Infark Miokard ............................................................................ 10
2.9. Diagnosis .................................................................................................. 12
2.10. Komplikasi ............................................................................................. 16
2.11. Pencegahan ............................................................................................. 17
2.12. Sistem Pelayanan Kesehatan .................................................................. 18
2.13. Penatalaksanaan ..................................................................................... 18
2.14. Hasil-hasil Penelitian Infark Miokard .................................................... 22
2.15. Etika Keperawatan ................................................................................. 25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian ................................................................................................ 28
3.2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 29
3.3. Perencanaan .............................................................................................. 30
3.4. Pelaksanaan .............................................................................................. 31
3.5. Evaluasi .................................................................................................... 32
3.6. Legal Etis pada Infark Miokard ............................................................... 32
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan .............................................................................................. 34
4.2. Saran ......................................................................................................... 34
DAFTRA PUSTAKA ..................................................................................... 35

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan
manusia dengan sempurna. Memberikan nikmat terbesaar iman dan islam yang
tertancap mantap dilubuk hati kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Bawan
(CHD)“ Penyusun menyadari bahwa Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak terdapat
kekeliruan, seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penulis akan sangat
berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun, bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.

Jambi, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.8. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.9. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.10. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
1.11. Manfaat Penulisan ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi PJB (CHD) ................................................................................. 4
2.2. Etilogi PJB (CHD) ................................................................................... 4
2.3. Kasifikasi PJB (CHD) .............................................................................. 5
2.4. Patosiologi PJB (CHD) ............................................................................ 9
2.5. Manifestasi Klinis PJB (CHD) ................................................................. 10
2.6. Pemeriksaan Diagnostik PJB (CHD) ....................................................... 11
2.7. Penatalaksanaan Medis PJB (CHD) ......................................................... 11
2.8. Komplikasi PJB (CHD) ........................................................................... 12
2.9. Deteksi Dini PJB (CHD) .......................................................................... 12
2.10. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul ..................................... 16
2.11. Rencana Keperawatan ............................................................................ 16
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .............................................................................................. 22
3.2. Saran ......................................................................................................... 22
DAFTRA PUSTAKA ..................................................................................... 23

Anda mungkin juga menyukai