5 6181611322346569745
5 6181611322346569745
Puja dan puji syukur penulis sembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan paper
ini yang berjudul “Antihipertensi Direct Vasodilator” tepat waktu. Karya ini
disusun dalam rangka memenuhi salah satu prasyarat dalam menempuh mata
kuliah Farmakologi- Toksikologi yang diampu oleh Ibu Ni Made Oka Dwicandra,
S. Farm., M. Farm., Apt
Dalam penyusunan paper ini, penulis banyak mengalami tantangan dan
hambatan akan tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak, tantangan ini dapat
diatasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Ida Ayu Manik Parthasutema, S.Farm., M.Farm. Apt selaku ketua
prodi Farmasi Klinis sekaligus dosen pembimbing penulis;
2. Ni Made Oka Dwicandra, S. Farm., M. Farm., Apt; selaku dosen
pengajar Farmakologi- Toksikologi;
3. Orang tua penulis, yang selalu mendukung dengan baik setiap
kebutuhan dan kegiatan yang penulis lakukan.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari yang sempurna baik
dari segi materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik membangun
sangat diharapkan guna memperbaiki karya ini dan karya penulis berikutnya
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan pada pola hidup dan pola makan akibat adanya perbaikan tingkat
kehidupan membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif
hipertensi (Karyadi, 2002). Tingginya prevalensi hipertensi, maka dibutuhkan
usaha-usaha untuk menekannya. Usaha yang dapat dilakukan
adalah dengan pengobatan yang tepat terhadap hipertensi sehingga tekanan darah
dapat terkontrol dalam batas normal sepanjang waktu (Karyadi, 2002).
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan, apabila hipertensi tidak
diketahui dan tidak dirawat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark
miokardium, stroke, atau gagal ginjal, dengan demikian, pemeriksaan tekanan
darah secara teratur mempunyai arti penting dalam perawatan hipertensi (Price,
2005).
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien
dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara perlahan sesuai
dengan umur, kebutuhan dan usia sampai tekanan darahnya terkontrol atau
kembali normal. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih
sering digunakan dalam dosis tunggal karenakepatuhan lebih baik, lebih murah,
dapat mengontrol hipertensi terus menerus dan lancar, dan melindungi pasien
terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jantung atau stroke
akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat
pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah dua obat dari golongan yang
berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan
mengurangi efek sampingnya (Mansjoer et al., 2001).
Masalah dalam penggunaan obat adalah penggunaan obat yang tidak tepat,
tidak efektif, tidak nyaman dan juga tidak ekonomis atau yang lebih populer
dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi masalah tersendiri dalam
pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masalah
ini dijumpai di unit-unit pelayanan kesehatan, misalnya di rumah sakit, klinik
kesehatan masyarakat, praktek pribadi, maupun di masyarakat luas. Dampak
negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari berbagai segi.
1
Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang tidak rasional
dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan, misalnya peningkatan
efek samping obat, meningkatkan kegagalan pengobatan, dan meningkatkan
resistensi antimikroba
Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III), di
Amerika paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka,
dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah dibawah
140/90 mmHg. Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih
rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi
dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan diatas dapat dirumuskan
permasalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Hipertensi?
2. Bagaimanakah Klasifikasi dari Hipertensi?
3. Bagaimanakah Gejala Umum dari Hipertensi?
4. Apa sajakah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi?
5. Bagaimanakah Pengobatan dari Hipertensi?
6. Bagaimanakah Mekanisme Kerja dan Tempat Kerja Obat Vasodilator?
7. Apa sajakah Contoh Obat Vasodilator Langsung dan Bagaimanakah
Efek Farmakokinetika, Toksisitas serta Penggunaan Secara Klinis?
1.3.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui:
1. Mengetahui definisi dari Hipertensi.
2. Mengetahui Klasifikasi dari Hipertensi.
3. Mengetahui Gejala Umum dari Hipertensi.
4. Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi.
5. Mengetahui Pengobatan dari Hipertensi.
6. Mengetahui Mekanisme Kerja dan Tempat Kerja Obat Vasodilator.
7. Mengetahui Contoh Obat Vasodilator Langsung dan Efek
Farmakokinetika, Toksisitas serta Penggunaan Secara Klinis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Klasifikasi etiologi hipertensi :
1) Hipertensi esensial (primer atau idiopatik)
Hipertensi esensial (primer atau idiopatik) adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologi yang jelas.
Lebih kurang dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya
multifaktor meliputi genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi :
kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah
terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain: diet, kebiasaan merokok, stres
emosi,obesitas dan lain-lain (Gunawan et al., 2007).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi pada 5 - 10% kasus hipertensi. Termasuk dalam
kelompok hipertensi sekunder antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal
(hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan
(konstrasepsi hormonal, kontikosteroid, simpatomimetik amin, kokain,
siklosporin, eritropoetin,dan lain-lain) (Gunawan et al., 2007).
4
Gejala hipertensi pada kebanyakan pasien adalah tidak adanya gejala khusus.
Tanda hipertensi adalah pada tekanan darahnya yaitu kategori prehipertensi atau
hipertensi (Dipiro et al, 2005).
Gejala hipertensi antara lain sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing,
wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah normal. Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai
berikut: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan
kabur yang terjadi karena adanya kerusakan otak, mata, jantung dan ginjal
5
d) Merokok
Nikotin dalam rokok berkhasiat sebagai vasokonstriktif dan
meningkatkan tekanan darah. Merokok memperkuat efek buruk
hipertensi terhadap sistem pembuluh darah.
e) Pil anti hamil
Mengandung hormon wanita estrogen, yang juga bersifat retensi garam
dan air yang dapat meningkatkan tekanan darah.
f) Hormon pria dan kortikosteroid
Hormon pria dan kortikosteroid juga berkhasiat retensi air. Setelah
penggunaan hormon ini dihentikan pada umumnya tekanan darah
menurun dan menjadi normal kembali.
g) Kehamilan
Yang terkenal adalah kenaikan tekanan darah yang dapat terjadi selama
kehamilan. Mekanisme hipertensi ini serupa dengan proses ginjal, bila
uterus diregangkan terlampau banyak (oleh janin) dan menerima kurang
darah, maka dilepaskannya zat–zat yang meningkatkan tekanan darah
(Tjay and Rahardja, 2002).
Faktor-faktor lain yang bisa dimodifikasi antara lain tekanan darah, tidak
adanya aktifitas (inaktivitas), kelainan metabolik (diabetes mellitus, lipid darah,
asam urat dan obesitas).
6
Hipertensi mungkin dapat diturunkan dengan terapi tanpa obat (non
farmakoterapi) atau terapi dengan obat (farmakoterapi). Sebaiknya
dipertimbangkan untuk terapi tanpa obat terlebih dahulu sebelum diberikan terapi
dengan obat. Terapi menggunakan obat diberikan jika pasien membutuhkannya.
1) Pengobatan secara non farmakologis
Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dengan perubahan gaya
hidup (life style modification) berupa diet rendah garam, berhenti merokok,
mengurangi konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang teratur dan penurunan
berat badan bagi pasien dengan berat badan berlebih. Selain dapat
menurunkan tekanan darah, perubahan gaya hidup juga terbukti
meningkatkan efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan resiko
kardiovaskuler (Gunawan et al., 2007).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan hipertensi ringan
atau memperingankan hipertensi meliputi penurunan berat badan, diet garam,
diet lemak, berhenti merokok, membatasi minum kopi, membatasi minum
alkohol, cukup istirahat dan tidur, olah raga yang cukup bertenaga dan
menghindari stress.
2) Pengobatan secara farmakologis
Pemilihan obat didasarkan pada tingkat tekanan darah, kerusakan organ
dan tingkat keparahan serta adanya penyakit lain. Monoterapi digunakan
untuk beberapa pasien dengan hipertensi sedang (yang telah terbukti adalah
thiazide dan Beta bloker). Kesuksesan pengobatan menuntut kepatuhan
terhadap instruksi diet dan penggunaan obat yang dianjurkan (Katzung,
2001).
Pengobatan dengan antihipertensi harus selalu dimulai dengan dosis
rendah agar tekanan darah jangan menurun atau terlalu drastis dengan
mendadak. Kemudian, setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikkan
sampai tercapai efek yang diinginkan (metode: start low, go slow). Begitu
pula penghentian harus secaraberangsur pula (Tjay and Rahardja, 2002).
Terdapat enam golongan antihipertensi : diuretika, penghambat
adrenergik, vasodilator, CCB (Calciun Channel Blocker), ACEI (Angiotensin
7
Converting Enzym Inhibitor) dan ARB ( Angiotensin Receptor Blocker)
(Ganiswarna, 2007).
[cGMP]
8
antihipertensi vasodilator. Karena reflex simpatis tetap utuh, tetapi vasodilator
tidak dapat menyebabkan hipotensi ortostatik atau disfungsi seksual. Vasodilator
bekerja dengan baik dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lain yang
melawan respons kompensasi kardiovaskular. (Katzung, 2001)
9
Hydralazine telah tersedia selama bertahun-tahun, meskipun pada mulanya
diduga tidak efektif karena cepat terjadi takifilaksis terhadap efek-efek
hipertensi. Sekarang telah diketahui manfaat dari kombinasi terapi, dan
hydralazine dapat digunakan dengan lebih efektif, terutama pada hipertensi
yang parah.
Farmakokonetika :
Hydralazine diabsorbsi dengan baik dan dengan cepat dimetabolisme oleh hati
selama lintas-pertama, sehingga biavailabilitasnya rendah (rata-rata 25%) dan
bervariasi di antara individu. Hydralazine dimetabolisme sebagian dengan
asetilasi pada suatu kecepatan yang bersifat bimodal dalam distribusinya di
dalam populasi. Sebagai akibatnya, individu yang merupakan asetilator cepat
mempunyai metabolism lintas-pertama lebih besar, biovailabilitas rendah, dan
manfaat antihipertensinya menjadi lebih kecil pada dosis yang digunakan bila
dibandingkan dengan asetilator lambat. Waktu paruh Hydralazine dalam
rentang dua sampai dengan empat jam; akan terapi, efek vaskularnya lebih
panjang daripada konsentrasinya di dalam darah-sebuah pengamatan konsisten
dengan bukti eksperimental dari bentuk ikatan yang sangat kuat pada jaringan
vascular.
Toksisitas:
Efek samping Hydralazine yang paling sering adalah sakit kepala, mual,
anoreksia, palpitasi, berkeringat dan flushing. Pada pasien dengan penyakit
jantung iskemik, reflex takikardi dan stimulasi simpatis dapat menyebabkan
angina atau aritmia iskemik. Dengn dosis 400 mg/hari atau lebih, terdapat 10-
20% insiden terutama pada pasien yang merupakan asetilator lambat-sindroma
arthralgia, myalgia, ruam-ruam pada kulit, dan demam yang menyerupai lupus
ertematosus. Sindroma tersebut tidak dihubungkan dengan terjadinya
kerusakan ginjal dan membalik dengan penghentian Hydralazine. Neuropati
perifer dan demam obat adalah efek samping lain yang serius, tetapi tidak
lazim.
Penggunaan Secara Klinis:
Hidralazin biasanya digunakan sebagai obat kedua atau ketiga setelah
diuretic dan β blocker karena takifilaksis akibat retensi cairan dan reflex
10
simpatis akan mengurangi efek anti hipertensinya. β blocker dapat mengatasi
retensi cairan oleh diuretic dan menghambat reflex takikardia. Dosis
pemberiannya 25-100 mg dua kali sehari. Untuk hipertensi darurat seperti
pada glomerulo nefritis akut dan eklampsia, dapat juga diberikan secara i.m.
atau i.v. dengan dosis 20-40 mg. Dosis maksimal per hari 200 mg/hari kecuali
untuk individu dengan asetilator cepat, dosis maksimum 300 mg/hari dapat
digunakan. Dosis untuk asetilator lambat adalah 2 mg/kg/hari dan asetilator
cepat adalah 30 mg/kg/hari (Shepherd, et al., 1981).
2. Minoxidil
11
terutama merupakan sesuatu yang mengganggu pada wanita, relative sering
terjadi. Minoxidil menggambarkan bagaimana toksisitas pada satu orang dapat
menjadi terapi bagi orang lain.Minoxidil topical (sebagai Rogaine) sekarang
digunakan sebagai stimulasi untuk menumbuhkan rambut pada penyembuhan
kebotakan.
Penggunaan Secara Klinis
Minoxidil untuk hipertensi hanya tersedia untuk pemberian oral. Pada
umumnya, penggunaan pada pasien diawali dengan 5 atau 10 mg/hari dalam
dua dosis, dan dosis harian kemudian ditingkatkan bertahap menjadi 40
mg/hari. Dosis yang lebih tinggi sampai dengan 80 mg/hari pernah digunkan
untuk mengobati hipertensi parah.
Bahkan lebih dari hydralazine, penggunaan minoxidil dihubungkan dengan
terjadinya stimulasi reflex simpatis dan retensi ntrium dan cairan. Minoxidil
harus digunakan dalam kombinsi dengan suatu penyakit β dan suatu diuretic
loop.
3. Natrium Nitroprusside
12
Apabila tidak terdapat gagal jantung, tekanan darah menurun, sebagai akibat
penurunan tahanan vaskular, sedangkan curah jantung tidak berubah atau
sedikit menurun. Pada pasien-pasien dengan gagal jantung dan curah jantung
rendah, curah meningkat sebagai akibat penurunan afterload.
Farmakokinetika:
Nitroprusside merupakan besi yang kompleks, kelompok cyanide, dan sebuah
gugus nitroso. Nitroprusside segera dimetabolisme dengan cara ambilan ke
dalam sel-sel darah merah dengan pembebasan cyanide. Selanjutnya cyanide
dimetabolisme oleh enzyme mitokondrial rhodanase, dengan bantuan donor
sulfur, ke thiocyanate. Thiocyanate didistribusi ke dalam cairan ekstraseluler
dan dieliminasi dengan lambat oleh ginjal.
Toksisitas:
Toksisitas paling serius berkaitan dengan terjadinya akumulasi cyanide:
asidosis metabolik, aritmia, hipotensi berlebihan, dan yang dapat menyebabkan
kematian. Pada beberapa kasus, toksisitas terjadi setelah pemberian
nitroprusside dosis rendah, menimbulkan dugaan adanya kelemahan pada
metabolisme cyanide. Pemberian natrium thiosulfat sebagai donor sulfur dapat
mempermudah metabolism cyanide. Hydroxocobolamin berikatan dengan
cyanide membentuk cyanocobalamin yang tidak toksik. Keduanya dianjurkan
penggunaannya sebagai profilaksis atau pengobatan pada keracunan cyanide
selama infuse nitroprusside. Dapat terjadi akumulasi thiocyanate pada
pemberian nitroprusside jangka panjang, biasanya seminggu atau lebih, khusus
pada pasien dengan insufiensi ginjal sehingga tidak dapat mengekskresi
thiocyanate secara normal. Manifestasi toksisitas thiocyanate adalah
kelemahan, disorientasi, psikosis, spasme otot, serta konvulsi, diagnosisnya
ditegagkan dengan konsentrasinya di dalam serum yang lebih dari 10 mg/dL.
Jarang terjadi, hipotiroidisme lambat, sebagai akibat dari hambatan ambilan
thiocyanate iodide oleh tiroid. Dilaporkan juga terjadinya methemoglobinemia
selama infuse nitroprusside.
Penggunaan Secara Klinis:
Nitroprusside secara cepat menurunkan tekanan darah dan efeknya menghilang
dalam 1-10 menit setelah penghentian obat. Obat diberikan dengan cara infus
13
intravena. Natrium nitroprusside di dalam air bersifat sensitive terhadap cahaya
dan oleh karenannya harus segera diberikan pada setiap kali penggunaan dan
dibalut dengan timah tak tembus cahaya (opaque foil). Larutan infuse
seharusnya diganti setelah beberapa jam. Dosis diberikan mulai pada 0,5
µg/kg/menit dan dapat dinaikkan sampai dengan 10 µg/kg/ menit sesuai
kebutuhan untuk mengontrol tekanan darah. Kecapatan infuse yang lebih
tinggi, apabila diberikan selama lebih dari satu jam, dapat menyebabkan
toksisitas. Karena efikasi dan mula kerjanya yang cepat, obat tersebut
seyogyanya diberikan dengan pompa infuse dan tekanan darah arteri secara
terus menerus dipantau melalui rekaman intra-arterial.
4. Diazoxide
14
pasien. Hipotensi tersebut dapat menyebabkan stroke dan infarktus
miokardium. Respon refleks simpatis dapat memicu terjadinya angina,
iskemia berfakta EKG dan gagal jantung pada pasien dengan penyakit jantung
iskemia, oleh karenanya, diazoxide seyogyanya dihindarkan.
Diazoxide menghambat rilis insulin dari pankreas diduga dengan cara
membuka kanal kalium di dalam membran sel β dan diazoxide digunakan
untuk pengobatan hipoglikemia pada insulinoma. kadang-kadang
hiperglikemia menyulitkan penggunaan diazoxide, khususnya pada orang
dengan insufiensi ginjal.
Berlawanan dengan diuretik thiazide, diazoxide menyebabkan retensi air dan
garam. Bagaimanapun, karena obat tersebut hanya digunakan dalam jangka
pendek, keadaan tersebut jarang menjadi masalah.
Toksisitas:
Saat pertama kali dipasarkan, disarankan pemberian dosis 300 mg dengan
injeksi cepat. Hipotensi berlebihan dapat dihindari dengan mengawali
pemberian pada dosis rendah (50-150 mg) jika diperlukan, dapat diulangi
pemberian dosis 150 mg setiap lima menit sehingga dicapai penurunan
tekanan darah pada tingkat yang dikehendaki. Hampir semua pasien merespon
secara maksimum pada tiga atau empat dosis. Alternatifnya, diazoxide dapat
diberikan dengan infus intravena pada kecepatan 15-30 mg/menit. Pada
penurunan ikatan protein, dapat terjadi hipotensi setelah pemberian diazoxide
dengan dosis yang lebih rendah pada pasien dengan gagal ginjal kronis, dan
pada pasien-pasien tersebut seyogyanya diberikan diazoxide dengan dosis
yang lebih rendah. Diazoxide dapat menyebabkan efek hipotensi yang lebih
besar jika sebelumnya pasien sudah mendapatkan penyakat-β untuk mencegah
reflek takikardi dan hal tersebut dihubungkan dengan peningkatan curah
jantung.
15
5. Alprosstadil IV
16
6. Papaverine
Papaverine merupakan turunan sintetik dari opium yang bekerja pada otot
polos spasmolitik melali penghambatan oksidatif fosforilasi dan gangguan
dengan ca++ selama kontraksi otot sebagi juga peningkatan Camp dari
penghambatan siklik nukleotida phosphodiesterase : paling menonjol efek
Pada pembuluh darah, termasuk koroner otak, paru, gastrointestinal,
sphincter, relaksasi dan periver arteri Menekan rangsangan otot jantung
Farmakokinetik:
Onset dalam waktu cepat, durasi obat selama 12 jam jika melalui oral,
mengikat protein : 90%, waktu eliminasi setengah obat 0,5- 1,5 jam di
metabolisme hati melalui glukuronidasi dan ekskresi pada urine
Toksisitas:
Dosis parenteral tinggi dapat menyebabkan aritmia jantung. Injeksi intravena
dapat menyebabkan priapisim terkait dosis dan vibrosis local yang telah
dilaporkan setelah terapi jangka panjang efek lainnya dapat menyebabkan
gangguan gastrointestinal, kemerahan pada kulit, sakit kepala, kantuk, ruam
kulit, berkeringat dan hipotensi ortostatik dan pusing.
Penggunaan Secara Klinis:
Pada sediaan larutan injeksi 30mg/ml, Untuk pengobatan Kejang Arterial
(dosis dewasa ) formulasi oral pelepasan yang berkelanjutan : 150 mg PO
setiap 8-12jam atau 300ml/oral setiap 12 jam, Pada larutan injeksi : 30-65mg
(sampai 120mg jika diperlukan IV/IM boleh diulangi setiap 3jam.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang
persisten. Batasan hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Yang dapat diklasifikasikan menjadi 2
menurut etiologi yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder, Dimana
hipertensi tidak memberikan gejala khas tetapi ada beberapa gejala seperti
nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur dan hasil pengukuran tekanan
darah yang tinggi
Faktor-faktor resiko hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu factor yang tidak
bias dimodifikasi dan factor yang dapat dimodifikasi serta Tujuan pengobatan
hipertensi adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler akibat
tekanan darah tinggai dengan cara–cara seminimal mungkin mengganggu
kualitas hidup pasien, Pengobatan hipertensi dengan 2 cara yaitu pengobatan
farmakologi dan pengobatan non-farmakologi.
Vasodilator adalah golongan obat yang berfungsi untuk membuka atau
melebarkan pembuluh darah. Obat ini bekerja pada otot dinding pembuluh
darah (arteri dan vena) dengan mencegah otot tersebut berkonstraksi sehingga
rongga pembuluh darah akan melebar, beberapa contoh obat dari golongan
vasodilator seperti hydralazine, minoxidil, natrium nitroprusside, diazoxide,
Alprosstadil IV, Papaverine
3.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih focus dan detail dalam menjelaskan makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya lebih dapat dipertanggung
jawabkan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Chobanian, et al. 2003. The seventh report od joint national committee (JNC).
Dipiro, J. T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth Edition. The Mc.
Farmakologi FK UI.
Karyadi, E. 2002, Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat dan Jantung
Medika.
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol. 2.
Jakarta: EGC.
19
Puspitawati, Puput. 2009. “Kajian Ketepatan Pemilihan dan Dosis Obat
Muhammadiyah Surakarta.
Sweetman, S.C. 2009, Martindale The Complete Drug Reference 36th Ed.
Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek
Kelompok Gramedia.
20