Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fenomena fluoresensi terkait erat dengan yang penyerapan energi oleh molekul

dalam bentuk cahaya tampak (atau ultraviolet). Untuk memahami fenomena

fluoresensi, kita harus memahami terlebih dahulu mengenai proses penyerapan

cahaya.

Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah

tereksitasi oleh berkas cahaya yang berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena

proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi.

Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan semula dengan melepaskan

energi berupa cahaya. Fluoresensi menggunakan dua spektrum yaitu spektrum

eksitasi dan spektrum emisi.

Spektroskopi fluoresensi merupakan suatu metode yang didasarkan pada

penyerapan energi oleh suatu materi sama seperti metode spektroskopi lainnya.

Bedanya terletak pada energi yang dibebaskannya setelah terjadi peristiwa

penguraian (eksitasi). Dengan spektroskopi fluoresensi, energi yang dipancarkan

lebih kecil dari energi untuk eksitasi, karena sebagian energi yang digunakan untuk

getaran (vibrasi). Akibat panjang gelombang untuk eksitasi berbeda dengan panjang

gelombang untuk pancaran (emisi) dan perubahan panjang gelombang.

Pengukuran intensitas fluoresensi dapat dilakukan dengan suatu fluorometer

filter sederhana. Instrument yang dipergunakan bermacam-macam mulai dari yang

paling sederhana (filter fluorometer) sampai ke yang sangat kompleks yang

spektrofotometer.

1|FLUORESENSI
B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian dari fluoresensi

2. Spektroskopi fluoresensi atom

3. Prinsip dari spektroskopi fluoresensi

4. Jenis fluoresensi dan proses emisi

5. Eksitasi dan deteksi fluoresensi

6. Pengamatan spektra fluoresensi

7. Aplikasi spektroskopi fluoresensi

C. TUJUAN MAKALAH

Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian dari fluoresensi,

spektroskopi fluoresensi atom, prinsip dari spektroskopi fluoresensi, jenis fluoresensi

dan proses emisi, eksitasi dan deteksi fluoresensi, dan pengamatan spektra

fluoresensi, dan aplikasi spektoskopi fluoresensi.

2|FLUORESENSI
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FLUORESENSI

Fluoresensi adalah penyerapan energi cahaya oleh molekul pada satu panjang

gelombang dan diemisi secara spontan pada daerah lain yang biasanya lebih lama

panjang gelombangnya. Senyawa Fluoresensi memiliki dua spektrum karakteristik:

spektrum eksitasi (panjang gelombang dan jumlah cahaya yang diserap) dan

spektrum emisi (panjang gelombang dan jumlah cahaya yang dipancarkan).

Spektrum ini sering disebut sebagai ciri khas senyawa fluoresensi. Tidak ada dua

senyawa memiliki ciri fluoresensi yang sama. Ini adalah prinsip yang membuat

teknik analisis fluorometri sangat spesifik (Naresh, 2014).

Fluorometri adalah instrument pengukuran fluoresensi. Instrumen yang

digunakan untuk mengukur fluoresensi disebut fluorometer atau fluorimeter. Sebuah

fluorometer menghasilkan panjang gelombang cahaya yang diperlukan untuk

meluapkan analit di sekitarnya, dan selektif mengirimkan panjang gelombang cahaya

yang dipancarkan, kemudian mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan. Cahaya

yang dipancarkan sebanding dengan konsentrasi analit yang diukur (sampai

konsentrasi maksimum). Monokromator Fluorometer menggunakan sebuah

spektrofluorometer, filter optik (filter fluorometer), atau sumber cahaya seperti LED

dan laser untuk memilih eksitasi dan emisi panjang gelombang (Naresh, 2014).

Fluorometri dipilih untuk mengukur fluoresensi karena sensitivitas tinggi,

spesifitas tinggi, sederhana, dan biaya rendah dibandingkan dengan teknik analisis

lainnya. Fluorometri 1000 kali lebih sensitif daripada pengukuran absorbansi.

Fluorometri merupakam teknik yang diterima secara luas dan kuat yang digunakan

3|FLUORESENSI
untuk berbagai lingkungan, industri, diagnosa medis, sekuensing DNA, forensik,

analisis genetik, dan aplikasi bioteknologi. Fluorometri adalah alat analisis yang

berharga untuk kedua analisis kuantitatif dan kualitatif (Naresh, 2014).

Spektroskopi fluorosensi dicatat menggunakan Perkin-Elmer LS 50

spektrofotometer Luminesensi dilengkapi dengan lampu xenon dan sekuarsa (10 mm

x 10 mm x 45 mm). Eksitasi dan emisi celah keduanya ditetapkan pada 5 nm.

Spektrum fluoresensi sinkron dicatat bersamaan saat perpindahan eksitasi dan emisi

monokromator dalam kisaran panjang gelombang eksitasi 220-700 nm, perbedaan

panjang gelombang konstan dengan ∆λ. Spektra mencatat interval ∆λ dari 10 sampai

100 nm, dalam jarak 5 nm (Pis, 2011).

Pengukuran fluoresensi dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing

sampel. Spektrofotometer dihubungkan ke komputer yang disediakan dengan FL

Data Manager Sofware (Perkin-Elmer) untuk memperoleh spektral dan mengolah

data. Intensitas Fluoresensi diplot sebagai fungsi dari panjang gelombang eksitasi.

Pemindaian sinkron garis peta spektra fluoresensi diplot dengan menggunakan

Software berbasis windows Orgin Pro 7.5 (Pis, 2011).

B. SPEKTROSKOPI FLUORESENSI ATOM

Fluoresensi atom adalah proses spektroskopi yang didasarkan pada penyerapan

radiasi dari panjang gelombang tertentu oleh uap atom selanjutnya dideteksi pada

radional yang dinonaktifkan dengan via emisi dalam arah (biasanya) ortogonal ke

sumber eksitasi. Penyerapan kedua dan proses emisi atom selanjutnya terjadi pada

panjang gelombang yang karakteristik dari spesies atom yang ditunjukkan. SFA

merupakan metode yang sensitif dan selektif untuk penentuan nomor unsur pada

4|FLUORESENSI
lingkungan dan biomedis yang penting seperti merkuri, arsenik, selenium, bismut,

antimon, telurium, timah, dan kadmium (Rodas, dkk., 2010).

Jenis utama dari fluoresensi atom adalah (a) resonansi fluoresensi, (b) garis

lurus fluoresensi dan (c) garis bertahap fluoresensi. Resonansi fluoresensi terjadi

ketika atom menyerap dan tidak memancarkan radiasi pada panjang gelombang yang

sama, ini adalah bentuk dominan dari fluoresensi diukur oleh ahli kimia analitik.

Panjang gelombang ini dapat berbeda. Garis lurus fluoresensi terjadi, ketika sebuah

atom bergerak dari keadaan dasar ke keadaan elektronik sehingga menyebabkan

atom tereksitasi lebih tinggi dan kemudian mengalami transisi radiasi langsung ke

tingkat metastabil di atas keadaan dasar. Jalur bertahap fluoresensi terjadi ketika

tingkat energi bagian atas bergerak dan garis fluoresensi berbeda. Atom dapat

mengalami deaktivasi, yang disebabkan oleh tabrakan ke keadaan yang lebih rendah

daripada kembali ke keadaan dasar (Rodas, dkk., 2010).

Intensitas radiasi fluoresensi tergantung pada sejumlah faktor yaitu:

(a) intensitas sumber eksitasi, (b) konsentrasi atom yaitu atomiser, (c) proses efisiensi

kuantitatif (yaitu rasio energi yang dipancarkan oleh fluoresensi diserap per

satuan waktu) dan (d) setiap tingkat penyerapan terjadi di atomiser. Radiasi

fluoresensi linear tergantung pada radiasi sumber dan efisiensi fluoresensi kuantum

dari transisi selama penyerapan dihindari. Jika konsentrasi atom rendah sinyal

fluoresensi bervariasi secara linear terhadap total atom konsentrasi. Intensitas

SFA tambahan sebanding dengan konsentrasi analit dalam sampel dan efisiensi

optik dari instrumen industri dimana padatan digunakan untuk eksitasi dan koleksi

radiasi (Rodas, dkk., 2010).

Kerugian fluoresensi atom adalah (a) pendinginan dan (b) gangguan.

Pendinginan terjadi ketika atom bertabrakan dengan molekul lain

5|FLUORESENSI
di sumber atomisasi. Sedangkan gangguan spektral disebabkan oleh sumber

pancaran dan emisi atomiser yang kemudian diminimalkan ketika HG dan CV

digunakan (Rodas, dkk., 2010).

C. PRINSIP SPEKTROSKOPI FLUORESENSI

Fluoresensi dan fosforesensi adalah proses emisi foton yang terjadi selama

relaksasi molekul dari keadaan tereksitasi elektronik. Proses-proses fotonik

melibatkan transisi antara elektronik dan vibrasi molekul fluoresensi poliatomik

(Fluorophores). Fluorofor memegang peranan penting dalam spektroskopi

fluoresensi. Fluorofor adalah molekul yang mengandung cincin aromatik seperti

tirosin, Tryiptofan, Fluoresein, dll (Naresh, 2014).

Diagram Jablonski di bawah ini menunjukkan respresentasi yang tepat dari

struktur dan transisi yang relevan. Molekul telah menjadi elektronik setelah

penyerapan terlihat Visible ((400-700 nm), UV (200-400 nm), atau NIR (700-1100

nm) radiasi. Proses eksitasi ke keadaan tereksitasi dari keadaan dasar sangat singkat

sekitar 10-15 s. Setelah eksitasi, molekul cepat berpindah ke tingkat vibrasi terendah

dari keadaan elektronik (Naresh, 2014).

Gambar 1. Diagram Jablonski

6|FLUORESENSI
Langkah pertama (i) adalah eksitasi, di mana cahaya diserap oleh molekul,yang

ditransfer ke keadaan tereksitasi secara elektronik yang berarti bahwa sebuah

elektron bergerak dari keadaan dasar singlet, S0, ke keadaan singlet tereksitasi S1’. Ini

diikuti dengan relaksasi getaran atau konversi internal (ii), dimana molekul

inimengalami transisi dari elektronik atas ke yang lebih rendah S1’ tanpa radiasi

apapun. Akhirnya, emisi terjadi (iii), biasanya 10-8 detik setelah eksitasi, ketika

kembali elektron kekeadaan dasar lebih stabil, S0, memancarkan cahaya pada

panjanggelombang yang sesuaidengan perbedaan energi antara kedua negara

elektronik (Fosbury, 2013).

Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hνA

maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan berpindah ke

tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Waktu yang dibutuhkan untuk

proses tersebut kurang dari 1 piko detik (Fosbury, 2013).

Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1

dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1 ns, kemudian atom tersebut akan

melepaskan sejumlah energi sebesar hνf yang berupa cahaya. Karenanya energi atom

semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar

S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium). Emisi

fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan tingkat

energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda yang menunjukan

tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 (Fosbury, 2013).

Dengan teori, eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi dan kembali

ke keadaan dasar dapat diulang banyak kali tanpa kehilangan fluoresensi. Dalam

prakteknya, hal ini tidak mungkin karena beberapa elektron tereksitasi dalam

keadaan triplet, T1, (intersystem crossing) di mana mereka kembali ke keadaan dasar

7|FLUORESENSI
dan melepaskan energi sebagai pendar atau bereaksi dengan molekul lain termasuk

oksigen. Sebagai hasil dari interaksi dengan oksigen produk sampingan dari

fluorophore terbentuk. Penghancuran fluorophores dan hilangnya fluoresensi yang

disebabkan oleh paparan cahaya disebut photobleaching (Hoeseini, 2012).

D. JENIS FLOURESENSI DAN PROSES EMISI

Fluoresensi stokes adalah pengurangan energi foton, yang memiliki panjang

gelombang lebih panjang dari foton yang diserap. Pergeseran stokes adalah

pergeseran elektron yang cepat ke tingkat vibrasi terendah dari S1. Gas encer pada

suhu tinggi mempunyai emisi pada panjang gelombang yang lebih pendek

dibandingkan penyerapan terjadi. Ini disebut Anti-Stokes fluoresensi. Hal ini terjadi

ketika energi panas ditambahkan ke keadaan tereksitasi atau senyawa memiliki

banyak tingkat energi vibrasi yang sangat padat. Resonansi fluoresensi adalah emisi

foton yang memiliki energi yang sama seperti foton diserap. Jenis fluoresensi tidak

pernah diamati dalam larutan karena interaksi pelarut, tapi tidak terjadi pada gas dan

kristal (Hoeseini, 2012).

E. EKSITASI DAN DETEKSI FLUORESENSI

Untuk mendeteksi fluoresensi dari fluorofor yang diinginkan, sumber

cahaya dan detektor cahaya harus dicocokkan dengan penyerapan dan

emisi fluoresensi dari fluorofor tersebut. Sumber cahaya biasanya laser

dengan panjang gelombang yang sesuai daya serap yang cukup dimiliki

fluorofor. Fenomena optik umumnya diukur dan divisualisasikan sebagai satu titik

dimensi pengukuran dan dua dimensi dan pencitraan dua dimensi

pencitraan (Hosseini, 2012).

8|FLUORESENSI
1. Detektor cahaya

Prinsip detektor cahaya didasarkan pada pengubahan interaksi cahaya dan

materi menjadi sinyal listrik. Photodetector paling umum dan dasar adalah

fotomultiplier (PMTs) dan fotodioda (PDs) yang mengukur satu titik saja. Untuk

mendapatkan scan spasial, serangkaian photodetectors diperlukan. Charged

Coupled Devices (CCDs) adalah salah satu detektor yang biasa digunakan untuk

deteksi spasial (Hosseini, 2012).

Fotodioda mengakibatkan peningkatan foton dari bahan semikonduktor dan

menghasilkan sinyal listrik yang sebanding dengan foton. Fotodioda adalah jenis

yang cocok untuk mendeteksi sinyal optik yang lemah. Tabung fotomultiplier

menyebabkan efek foton berlipatganda oleh ionisasi di beberapa elektroda. CCDs

banyak digunakan pada spektroskopi karena bergerak cepat dan pengukuran

spasial sensitif. (Hosseini, 2012).

2. Serat Optik

Serat optik umumnya terdiri dari inti, cladding, dan jaket (Gambar 2). Cahaya

disebarkan melalui ini serat karena indeks refraksi yang lebih tinggi dari inti.

Sudut penerimaan serat, disebut sebagai Numerical Aperture (NA) adalah

spesifikai dari serat optic yang menggambarkan berbagai sudut dimana serat

menerima dan memancarkan cahaya. Andaikan nco adalah indeks bias dari inti,

dan ncl adalah indeks bias cladding, NA dan θ, sudut cahaya dengan sumbu

melalui pusat serat, dapat dihitung dengan persamaan :

NA  sin θ  2
n co - n cl2

9|FLUORESENSI
Gambar 2. Serat Optik

F. PENGAMATAN SPEKTRA FLUORESENSI

Ketika sebuah cahaya foton dengan energi yang cukup (biru atau UV)

berinteraksi dengan atom, molekul atau kristal dapat bertindak seperti sebuah atom

yang elektronnya berpindah dari tingkat terendah, keadaan dasar ke keadaan

tereksitasi. Elektron ini terkadang segera kembali ke keadaan awal dengan

memancarkan foton pada panjang gelombang yang sama. Ini disebut resonansi

fluoresensi (Fosbury, 2013).

G. APLIKASI SPEKTROSKOPIS FLUORESENSI

1. Laser Induksi spektroskopis fluoresensi pada jaringan manusia untuk

diagnosa kanker

Kanker adalah salah satu penyakit yang sangat ditakuti setiap waktu dan sangat

berpengaruh tinggi. Tumor sering timbul dari jaringan yang memiliki sel-sel cepat

dan aktif dalam perbaikan seperti mukosa yang berubah pada permukaan

organ berongga (rongga mulut, saluran pencernaan,dan organ reproduksi wanita dan

lain-lain). Teknik spektroskopi laser menggunaan radiasi non-pengion yang

memastikan bahwa diagnosis dapat dibuat berulang kali tanpa efek samping yang

merugikan (Naresh, 2014).

10 | F L U O R E S E N S I
Laser Induksi Fluoresensi (LIF) telah digunakan untuk mendiagnosa kanker

dalam dua cara. Salah satunya dengan pemberian sistematik dari obat seperti bentuk

hematoporpirin yang selektif dipertahankan oleh tumor. Fluoresensi ini digunakan

untuk mendeteksi dan melihat adanya tumor. Eksitasi foto mengarah untuk mengisi

keadaan triplet melalui persimpangan intersistem. Molekul dalam keadaan triplet

dapat bergerak bereaksi langsung dengan biomolekul atau menyebabkan keadaan

singlet oksigen yang beracun pada jaringan utama. Kerusakan yang dihasilkan oleh

jaringan utama dimanfaatkan untuk terapi fotodinamik tumor (Naresh, 2014).

2. Penelitian mengenai polusi minyak bumi di laut

Spektroskopi fluoresensi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk

mendeteksi lapisan minyak pada permukaan air, penentuan kontaminasi minyak

dalam air laut dan khususnya penentuan senyawa turunan minyak bumi serta

identifikasi sumber pencemaran. Komponen utama minyak adalah hidrokarbon.

Sedangkan komponen lainnya merupakan turunan dari hidrokarbon yang

mengandung atom tunggal belerang, oksigen, atau nitrogen.

Hanya beberapa hidrokarbon yang dapat berpendar, sedangkan yang

lainnya tidak menunjukkan kemampunan untuk berpendar. Kandungan senyawa

fluoresensi kurang lebih 10% dari massa minyak. Pada saat yang sama minyak

bumi kuat menyerap radiasi, terutama ultraviolet dan cahaya biru. Terlepas dari

minyak bumi, media luminesensi dan fluoresesnsi merupakan fenomena

yang memungkinkan pengujian minyak. Fluoresensi minyak memiliki

panjang gelombang lebih dari 260 nm dan mencakup daerah spektral sinar

ultraviolet dan cahaya tampak. Fenomena yang paling signifikan pada jarak

270-400 nm (Naresh, 2014).

11 | F L U O R E S E N S I
3. Penentuan akurat glukosa

Glukosa dianggap sebagai komponen utama karbohidrat dari hewan dan

tumbuhan dalam sistem biologi. Kadar glukosa merupakan indikator dari kondisi

kesehatan manusia: jumlah abnormal glukosa memberikan informasi yang signifikan

dari banyak penyakit seperti diabetes atau hipoglikemia. Fluorofotometri digunakan

karena sangat akurat dalam mendeteksi glukosa (Naresh, 2014).

12 | F L U O R E S E N S I
BAB III

KESIMPULAN

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Fluoresensi adalah penyerapan energi cahaya oleh molekul pada satu panjang

gelombang dan diemisi secara spontan pada daerah lain yang biasanya lebih lama

panjang gelombangnya dengan menggunakan spektrum emisi dan eksitasi.

2. Spektroskopi Fluoresensi Atom adalah spektroskopi yang didasarkan pada

penyerapan radiasi dari panjang gelombang tertentu oleh uap atom selanjutnya

dideteksi pada radional yang dinonaktifkan dengan via emisi dalam arah

(biasanya) ortogonal ke sumber eksitasi.

3. Prinsip spektroskopi fluoresensi sesuai dengan diagram jablonski yaitu ketika

suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hνA maka elektron-

elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan berpindah ke tingkat energi

yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Waktu yang dibutuhkan untuk proses

tersebut kurang dari 1 piko detik.

4. a. Jenis fluoresensi tidak pernah diamati dalam larutan karena interaksi pelarut,

tapi tidak terjadi pada gas dan kristal.

b. Proses emisi yaitu :

1. Fluoresensi stokes

2. Pergeseran stokes

3. Resonansi fluoresensi.

13 | F L U O R E S E N S I
5. Eksitasi dan deteksi flouresensi dilakukan dengan mencocokkan sumber cahaya

dan detektor cahaya dengan penyerapan dan emisi fluoresensi dari fluorofor

tersebut yaitu dengan menggunakan detektor cahaya dan serat optik.

6. Pengamatan spectra fluoresensi yaitu ketika sebuah cahaya foton dengan energi

yang cukup (biru atau UV) berinteraksi dengan atom, molekul atau kristal dapat

bertindak seperti sebuah atom yang elektronnya berpindah dari tingkat terendah,

keadaan dasar ke keadaan tereksitasi.

7. Aplikasi spektroskopi fluoresensi yaitu

a. Laser Induksi spektroskopis fluoresensi pada jaringan manusia untuk diagnosa

kanker.

b. Penelitian mengenai polusi minyak bumi di laut.

c. Penentuan akurat glukosa.

14 | F L U O R E S E N S I
DAFTAR PUSTAKA

Fosbury, F., 2013, Fluoresences Spectroscopy Of Minerals; 1-Using A Spectrometer,


Journal The Fluoresent Mineral Society.

Hoseini, H. N., 2012, Fluoresences Spectroscopy for Quantitative Demarcation of


Glioblastoma Usiing 5-Aminolevulinic Acid, Linkoping studies in Science and
Technology Dissertations, 1463.

Naresh, K., 2014, Application of Fluoresence Spectroscopy, Journal Of Chemical


and Phamaceutical Sciences, 5.

Pis, L., Majek P., dan Jana S., 2011, Synchronous Fluoresences Spectrocopy for
Differentiatiating Between Brandies and Wine Distillates, Acta Chimica Sloava,
(4)1; 47-58.

Rodas, S., Corns T. W., Chen B., and Stocwell B.P., 2010, Ato,ic Fluorecences
Spectrometry: a suitable detection technique in speciation studies for arsenic,
selenium, antimony, and mercury, Journal of Analytical Spectrofotometry, 25:
933-946.

15 | F L U O R E S E N S I
LAMPIRAN

16 | F L U O R E S E N S I

Anda mungkin juga menyukai