Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PASIEN

CEDERA KEPALA RINGAN (CKR)

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/ deskripsi penyakit
Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat
perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
penyebab peningkatan tekanan intra kranial (TIK). (Brunner & Suddarth,
2002).
1.2 Etiologi
1.2.1 Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari
trauma:
a. Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b. Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup
& terbuka).
c. Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
(Arief mansjoer, 2000).
1.2.2 Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena
komplikasi :
a. Oedema otak
b. Hipoksia otak
c. Kelainan metabolik
d. Kelainan saluran nafas
e. Syok

1.3 Tanda gejala

1.3.1 Fase emergency


Tampak laserasi
Memar
Hematom
Keluar darah dari yelinga
Fraktur tulang tengkorak
Gangguan sensori
Hipertensi/hipotensi

1.3.2 Fase akut


Cidera kepala ringan-sedang
Disorientasi ringan
Amnesia post trauma
Sakit kepala
Gangguan pendengaran
Kelemahan motorik
Penurunan kesadaran
Cidera kepala sedang-berat
Tidak sadar dalam waktu lama (>24 jam)
Cidera otak
Gangguan akibat kerusakan saraf cranial

1.3.3 Fase penyembuhan


Sakit kepala, konsentrasi menurun
Gangguan memori
Insomnia
Penyembuhan dalam waktu lama
Epilepsy
Kerusakan permukaan

1.3.4 Fase post koma


Tidur lebih lama
Tidak berinisiatif
Biucara sedikit
1.4 Patofisioogi

Cedera kepala dapat bersif at terbuka (menembus melalui durameter) atau


tertutup(tr auma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala
terbuka memungkinkan patogen-patogen lingkungan memiliki akses langsung
ke otak. Apabila terjadi perdarahan dan peradangan akan menyebabkan
peningkatantekanan intrakranial. (Elizabeth, J. 2001).

1.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostik tengkorak dengan sinar X dapat mengidentifikasi


lokasi fraktur atau hematoma. CT Scan atau MRI dapat dengan cermat
menentukan letak dan luas cedera. (Elizabeth, J. 2001).

1.6 Kompikasi

Komplikasi yang muncul dari CKR yaitu dapat menyebabkan kemunduran


pada kondisi pasien karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral
progressif dan herniasi otak. Edema serebral adalah penyebab paling umum
dari peningkatan tekanan intrakranial pada pasien yang mendapat cedera
kepala.
Komplikasi lain yaitu defisit neurologi dan psikologi (tidak dapat mencium
bau-bauan, abnormalitas gerakan mata, afasia, defek memori dan epilepsi).
(Brunner & Suddarth, 2002).

1.7 Penataaksanaan

1. Kontusio ringan atau sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah
baring.
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah dan evakuasi
hematoma searah bedah.
3. Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotik
4. Pemberian diuretik obat inflamasi.

1.8 Pathway
11. Rencana asuhan kien dengan gangguan cedera kepala ringan

2.1 Pengkajian

2.1.1 Data Subjektif


a. Aktivitas / Istirahat
Data Subjektif : adanya kelemahan/kelelahan

Data Objektif : kesadaran menurun, lethargi/kelesuan, hemiparese, hilang


keseimbangan, adanya trauma tulang, kelemahan otot/spasme.
b. Peredaran Darah
Data Objektif : tekanan darah tinggi/hypertensi, denyut nadi (brachialis,
tachycardi, dysrhitmia).
c. Integritas Ego
Data subjektif : cemas
Data objektif : tampak bingung, mudah tersinggung
Data
d. Eliminasi
Data Subjektif : verbal tidak dapat menahan buang air kecil dan buang air
besar.
Data Objektif : incontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan / Cairan
Data Subjektif : mual
Data Objektif : muntah yang memancar/proyektif, masalah kesukaran
menelan (batuk, air liur yang berlebihan, sukar makan).

f. Persyarafan
Subjektif : pusing, kejang, adanya kehilangan kesadaran,
masalah penglihatan, bunyi berdengung ditelinga.
Data Objektif : kesadaran menurun, coma, perubahan status mental
(perubahan orientasi, respon, pemecahan masalah), perubahan penglihatan
(respon terhadap cahaya, simetris/tidak), kehilangan sensitifitas (bau, rasa,
dengar), wajah tidak simetris, tidak ada repleks tendon, hemiparise,
adanya perdarahan mata, hidung, kejang.
g. Kenyamanan / Nyeri
Data Subjektif : nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasinya.
Data Objektif : respon menarik diri terhadap rangsangan, wajah
mengerut, kelelahan, merintih.
h. Pernapasan
Data Objektif : perubahan pola napas (periode apnoe dengan perubahan
hyerventilasi), wheezing, stridor dan ronchi.
i. Keamanan
Data Subjektif : ada riwayat kecelakaan.
Data objektif : terdapat trauma/fraktur/dislokasi, perubahan
penglihatan, kulit (kepala/wajah mengalami luka, abrasi, warna), keluar
darah dari telinga dan hidung.
j. Konsep Diri
Data Subjektif : adanya perubahan tingkah laku.
Data Objektif : kecemasan, berdebar-debar, bingung, delirium, interaksi
sosial.
k. Interaksi Sosial
Data Objektif : afasis/disartria (gangguan mengartikan pembicaraan orang
lain).

2.2 Diagnosa Kepeawatan

2.2.1 potensial atau aktual tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan
gangguan/kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata.

2.2.2 Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya


proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.

2.2.3 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan


produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terinfeksinya hipotalamus.

2.2.4 aktual atau potensial terjadinya gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat
menurunnya kesadaran
2.3 Peencanaan

Diagnosa 1 : potensial atau aktual tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan
gangguan/kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata.

2.3.1 Tujuan : jalan efektif.

Kriteria hasil pola napas dalam batas normal frekuensi 14 – 20 x/menit dan
iramanya teratur, tidak ada stridor, ronchi dan wheezing, gerakan dada
simetris tidak ada retraksi, nilai AGD normal, Ph 7,35 - 7,45, PaO2 80 - 100
mmHg, PaCO2 35 - 45 mmHg.
2.3.2 Intevensi

a) Kaji kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi napas.

Rasional : perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau


menandakan luasnya keterlibatan otak.
b) Atur posisi klien dengan posisi semi fowler (15o – 45o).
Rasional : untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya
kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik. Catat
sifat, warna dan bau sekret. Lakukan bila tidak ada retak pada tulang basal
dan robekan dural.
Rasional : Penghisapan biasanya dibutuhkan jika klien koma atau dalam
keadaan imobilisasi dan tidak dapat memberikan jalan napasnya sendiri.
c) Anjurkan klien latihan napas dalam apabila sudah sadar.
Rasional : Mencegah / menurunkan atelektasis
d) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therafy.
Rasional : untuk mencegah terjadinya komplikasi

Diagnosa 2 : Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan


adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.

2.3.3 Tujuan : Peningkatan tekanan intrakranial tidak terjadi.


Kriteria hasil; Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti
tekanan darah meningkat, pupil melebar, kesadaran tambah buruk, nilai GCS<15.
2.3.4 Intevensi
a) Kaji status status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda TIK;
terutama GCS.

Rasional : mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial


peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
b) Monitor tanda-tanda vital setiap jam sampai keadaan klien stabil.
Rasional : normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan pada sat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
c) Naikkan kepala dengan sudut 15o-45o tanpa bantal dan posisi netral.
Rasional : meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi
kongesti dan edema.
d) Monitor asupan setiap delapan jam sekali.
Rasional : pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema
serebral.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan anti edema seperti
manitol, gliserol dan lasix.
Rasional : dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak,
menurunkan edema otak dan TIK.
f) Berikan oksigen sesuai program terapy.
Rasional : menurunkan hipoksemia yang dapat meningkatkan vasodilatasi dan
volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

Diagnosa 3 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terinfeksinya hipotalamus.

2.3.5 Tujuan : cairan elektrolit tubuh seimbang.


Kriteria hasil; asupan dan pengeluaran seimbang yaitu asupan cairan selama 24
jam satu sampai dua liter dan pengeluaran urine satu sampai dua cc/kgBB/jam,
turgor kulit lain, nilai elektrolit tubuh dalam batas normal.
2.3.6 Intervensi

a) Monitor asupan tiap delapan jam sekali dan timbang berat badan setiap
hari bila dapat dilakukan.

Rasional : indikator langsung dari hidresi/perfusi organ dan fungsi,


memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
b) Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih dari 2000 cc.
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
c) Pasang dawer cateter dan monitor warna, bau dan aliran urine.
Rasional : untuk memudahkan pengukuran pengeluaran.
d) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lasix.
Rasional : dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel
otak, menurunkan udema otak dan TIK.
e) Kolaborasi dengan analis untuk pemeriksaan lab.
Rasional : menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa
dan kebutuhan akan terapi.

Diagnosa 4 : aktual atau potensial terjadinya gangguan pemenuhan nutrisi, kurang


dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi
akibat menurunnya kesadaran

2.3.4 Tujuan : kekurangan nutrisi tidak terjadi.

Kreteria hasil BB klien normal, tanda-tanda malnutrisi tidak ada, Hb tidak


kurang dari 10 gr%.
2.3.5 Intervensi
a) Kaji kemampuan mengunyah, menelan, reflek batuk dan
pengeluaran sekret.
Rasional : kelemahan otot dan refleks yang hipoaktif / hiperaktif dapat
mengidentifikasikan kebutuhan akan metode makan alternatif.
b) Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising usus.
Rasional : kelemahan otot dan hilangnya peristaltik usus merupakan
tanda bahwa fungsi defekasi hilang yang kemudian berhubungan dengan
kehilangan persyarafan parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba.
c) Timbang berat badan.
Rasional : mengkaji keefektifan aturan diet.
d) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering baik melalui NGT
maupun oral.
Rasional : dapat diberikan jika klien tidak mampu untuk menelan.
e) Tinggikan kepala klien ketika makan dan buat posisi miring dan
netral setelah makan.
Rasional : latihan sedang membantu dalam mempertahankan tonus otot /
berat badan dan melawan depresi.
f) Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemeriksaan HB,
Albumin, protein total dan globulin.
Rasional : pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status
nutrisi.
III. Daftar Pustaka

Arief mansjoer. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, jakarta FKUI.


2. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar KeperawatanMedikal bedah. Edisi 8,
Vol. 3, jakarta, EGC.
3. Doengoes. E. marlynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan keperawatan, jakarta, EGC.
4. Elisabeth j.corwin,2001 buku saku patofisiologi.jakarta EGC.

Banjarmasin 20, Desember 20017

Ners Muda

(..................................)

Preseptor Akademik

(..........................................)

Anda mungkin juga menyukai