Askep SLE Sistemic Lupus Erythematosus
Askep SLE Sistemic Lupus Erythematosus
KEPERAWATAN DEWASA
ASKEP SINDROM LUPUS ERITEMATHOSUS
Oleh
Syamsul Putra
1010324057
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2011
WOC
TINJAUAN TEORI
stimulasi
antigen
spesifik
Kerusakan jaringan
Degradasi Antibodi
jaringan Depresi Mengendap membentuk
kompleks
dengan
Psikosis pada arteri DNA
Terbentuk
endapan Kejang
Degradasi
pada sendi Neuropati Inflamasi jaringan
arteriole
sensorimotor terminalis
Mengendap
atralgia dimembran
basal
Artritis Perikarditis glomerulus
Pembengkakan Filtrasi
sendi terganggu
A. Pengertian
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut
dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya
berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
B. Prevalensi
Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. SLE lebih sering
ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Amerika, Cina, dan mungkin juga
Filipina. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda – beda Dari berbagai
sumber didapatkan data antara lain :
a. Prevalensi penyakit SLE adalah 0,06% dari populasi umum. (Kirsch,et all)
b. Di Amerika Serikat, insiden penyakit SLE adalah 14.6 – 50.8 kasus/100.000
orang sedangkan prevalensinya 24- 100/100.000 orang. The Lupus
Foundation of America
( LFA ) memperkirakan sekitar 1,5 juta penduduk Amerika Serikat menderita
penyakit SLE dengan berbagai tipe terutama wanita. Orang Amerika
keturunan Afrika, Hispanik, orang Amerika asli dan orang Asia memiliki resiko
besar untuk menderita penyakit SLE.
c. Prevalensi penyakit SLE di Swedia adalah 36/100.000 orang.
d. Di Inggris prevalensinya hampir sama dengan orang Asia 40/100.000
e. Di negara Eropa prevalensi SLE 20/100.000 orang
f. Penyakit SLE lebih sering menyerang pada usia 15 – 40 tahun tetapi semua
umur bisa saja terkena, penyakit SLE lebih sering menyerang pada wanita
daripada pria ( 9 : 1 ) sedangkan pada anak-anak meningkat 10 : 1.
g. Pada wanita Eropa umur 15 -24 tahun prevalensinya 1/700 orang wanita
h. Pada wanita Amerika-Afrika umur 15 – 24 tahun prevalensinya 1/245 orang
wanita
Yang menarik perhatian adalah penyakit SLE jarang ditemukan di Afrika. Ada
2 kemungkinan penyebabanya yaitu :
- faktor resiko lingkungan lebih banyak di AmerikaSerikat dan Eropa
dibanding kan dengan Afrika.
- Campuran dari gen keturunan Afrika dengan orang Eropa
menghasilkan gen-gen yang meningkatkan
i. kerentanan terhadap penyakit SLE ini. Terdapat juga tendensi familial. Faktor
ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit
j. Di Indonesia sendiri jumlah prevalensi penderita SLE secara tepat belum
diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika
yaitu 1.500.000 orang Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang
sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang
inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang
dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum
terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi,
pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Oleh karena itu penting
sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk
penyakit SLE terhadap kesehatan serta dampak psikologi dan sosialnya yang
cukup berat untuk penderita maupun keluarganya. Kurangnya prioritas di
bidang penelitian medik untuk menemukan obat-obat penyakit SLE yang
baru, aman dan efektif, dibandingkan dengan penyakit lain juga merupakan
masalah tersendiri (Yayasan Lupus Indonesia).
C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa
turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks
imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya merangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang
kembali.
D. Etiologi
E. Klasifikasi
Discoid Lupus
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat
untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing
oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk
menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).
F. Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
G. Evaluasi Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan
hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta
penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis.
Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia,
leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi
diagnostik lainnya mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai
bersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan
SLE
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun
1. Monitoring teratur
2. Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup
4. Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang
adekuat.
5. Rencanakan kehamilan/hindari kehamilan .
I. Pemeriksaan Penunjang
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus.
PENGKAJIAN
Tn A merasa dirinya adalah orang yang paling buruk dengan penyakit yang
dideritanya, ia selalu mengatakan bahwa ini tidak adil dan merasa bahwa
seharusnya bukan dia yang mengalaminya. TN A juga selalu menceritakan
keadaaan nya sebelum ia didiagnosis menderita SLE ia selalu pergi ke Dokter jika
merasa keadaan tubuhnya tidak baik.lalu mengapa Dokter tidak pernah
menceritakan tentang penyakit ini sebelum nya sehingga ia bisa mencegahnya dari
awal.
Pada saat dilakukan pengkajian Tn A lebih banyak menunduk dan diam, sesekali
memalingkan pandangan nya ke luar jendela, dengan tatapan mata kosong. Dapat
diajak komunikasi yang bersifat assertif, berbicara dengan nada suara lemah
meningkat. Tn A adalah seorang pekerja keras dan sebagai tulang punggung
keluarga. Keluarga mengatakan bahwa terkadang TN A menangis dan marah tanpa
sebab. Tn A kelihatan putus asa dengan keadaannya sekarang, Selain itu Tn A juga
merasa sangat takut jika seandainya penyakitnya ini tidak dapat disembuhkan.
Emosi yang tidak stabil.
Konsep diri
Gambaran diri :
Merasa tak berguna dengan keadaan tubuh yang semakin mengurus (BB
menurun)
Ideal diri :
Harga diri :
Identitas diri:
Peran :
Diagnosa
Citra tubuh
Harga diri
NOC
a. Harga diri
Defenisi : penilaian pribadi terhadap diri sendiri
Indicator dengan skala 1-5 , Diharapkan setelah perawatan dalam ............, :
1. Verbalisasi dari penerimaan diri
2. Penerimaan dari keterbatasan diri
3. Pemeliharaan dari postur tubuh yg tegak
4. Dapat Mempertahankan kontak mata
5. Mendeskripsikan diri
6. Perhatian untuk orang lain
7. Dapat Membuka komunikasi dengan orang lain
8. Pemenuhan peran yang signifikan secara pribadi
9. Keseimbangan partisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
10. Level keyakinan
11. Penerimaan pujian dari orang lain
12. Kemauan untuk menghadapi orang lain
13. Gambaran kesuksesan dalam pekerjaan
14. Gambaran kesuksesan dalam kelompok social
15. Deskripsi dari kebanggan diri
16. Perasaan tentang nilai diri.
NIC
Defenisi : meningkatkan persepsi pasien sadar dan tidak sadar dan sikap
terhadap / tubuhnya
Aktivitas :
identifikasi efek dari kebudayaan pasien, suku, jenis kelamin, dan umur dari
gangguan citra tubuh
membantu pasien menentukan perubahan actual dari citra tubuh atau pada
setiap level fungsi tubuh.