Anda di halaman 1dari 6

Penatalaksanaan pasien flail chest menggunakan fiksasi bedah

dengan claw-type titanium plate

Abstrak
Latar Belakang: Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan fiksasi bedah tulang
rusuk dengan claw-type titanium plate menggunakan tindakan konservatif dalam pengelolaan
pasien flail chest. Metode: Penelitian retrospektif dengan 23 pasien yang flail chest, yang
dirawat di rumah sakit kami dari Oktober 2010-Februari 2014. Pasien tersebut menerima
tindakan fiksasi bedah dengan menggunakan claw-type titanium plate (kelompok fiksasi
bedah). Kelompok usia dan jenis kelamin yang cocok pada 29 pasien yang menerima tindakan
konservatif dan disebut dengan kelompok tindakan konservatif. Variabel yang dinilai meliputi
jumlah kasus yang menjalani ventilasi mekanis, waktu ventilasi, lama rawatan di RS, kejadian
komplikasi pernafasan, kejadian deformitas toraks dan volume ekspirasi paksa pasca operasi
pada detik pertama (FEV1). Hasil: Kelompok dengan perlakuan fiksasi bedah menjalani
ventilasi mekanis yang lebih sedikit, waktu ventilasi yang lebih pendek, lama rawatan di rumah
sakit yang lebih pendek, kejadian komplikasi pernafasan dan deformitas toraks yang lebih
rendah dan fungsi paru yang membaik dibandingkan dengan kelompok pengobatan
konservatif. Pasien yang menjalani operasi sebelumnya memiliki waktu ventilasi mekanis yang
lebih pendek. Kesimpulan: Fiksasi flail chest dengan claw-type titanium plate adalah metode
yang baik dan efisien dalam pengelolaan pasien dengan flail chest.
Latar Belakang
Flail chest adalah trauma yang mengancam jiwa dan biasanya didefinisikan dengan
terjadinya fraktur pada tiga atau lebih tulang rusuk secara berturut-turut di 2 atau lebih tempat
yang ditandai dengan gerakan paradoks dinding dada yang tertahan. Kematian yang terkait
dengan flail chest sekitar 20-30%. Selain menjadi morbiditas yang akut, dada flail juga
menyebabkan rasa sakit dan kecacatan yang lama. Tatalaksana flail chest bervariasi sesuai
dengan tingkat keparahan cedera. Pengobatan konservatif tidak cukup untuk mendapatkan
hasil maksimal. Ada bukti yang berkembang bahwa fiksasi bedah merupakan pilihan yang
sering digunakan karena keuntungan waktu ventilasi mekanis yang lebih pendek dan
komplikasi yang berkurang akibat ventilasi mekanis. Meskipun mahal, fiksasi bedah harus
direkomendasikan untuk merawat pasien flail chest dengan tepat. Selain itu, telah dilaporkan
bahwa fiksasi internal dengan reduksi terbuka menggunakan claw-type titanium plate adalah
metode yang dapat digunakan untuk mengobati fraktur tulang rusuk. Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan fiksasi bedah dengan claw-type titanium plate dengan tindakan
konservatif dalam tatalaksana pasien dengan flail chest. Penelitian ini akan menambah bukti
dalam untuk mendukung penggunaan claw-type titanium plate dalam praktik klinis.
Metode
Pasien
Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada pasien dengan didiagnosis flail
chect dan dirawat di RS kami dari Oktober 2010-Februari 2014. Persetujuan tertulis telah
diterima dari masing-masing peserta dan protokol penelitian telah disetujui komite etik.
Indikasi fiksasi bedah meliputi: flail chest dengan ≥3 fraktur tulang rusuk berturut-turut di ≥2
lokasi; pernapasan paradoks yang parah. Kriteria eksklusi: usia <20 atau>80 tahun; trauma
parah pada kepala atau sumsum tulang belakang; luka ekstra toraks yang parah sehingga
menyebabkan kematian selama follow up; dan kehamilan. Sebanyak 23 pasien dengan fiksasi
bedah dengan claw-type titanium plate dan didefinisikan sebagai kelompok fiksasi bedah. Dari
23 kasus, 17 kasus diakibatkan kecelakaan mobil, 4 karena jatuh dan 2 karena luka bakar.
Kelompok usia dan jenis kelamin dikomparasikan dengan pasien flail chest yang
mendapat perawatan konservatif di RS kami dari Oktober 2010-Februari 2014 juga disertakan
dalam penelitian ini, dan didefinisikan sebagai kelompok pengobatan konservatif. Kelompok
tersebut terdiri dari 21 kasus akibat kecelakaan mobil, 5 kasus cedera jatuh, 1 kasus pukulan
tangan dan 2 kasus luka bakar. Pasien dalam kelompok pengobatan konservatif tidak memilih
operasi fiksasi internal karena kesulitan ekonomi atau alasan pribadi. Serupa dengan penelitian
sebelumnya, segmen flail chest dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan radiografi dada:
posterolateral (PL) flail segment dan anterolateral (AL) flail segment. Posterolateral (PL) flail
segment berdasarkan fraktur posterior yang mempengaruhi garis sudut tulang belakang
posterior. Anterolateral (AL) flail segment berdasarkan fraktur anterior yang terletak di daerah
sudut anterior. Kontraksi paru dinilai berdasarkan radiografi dada dan CT praoperasi yang
dihitung menurut sistem penilaian kontur paru yang diusulkan oleh Balci dkk.
Metode pengobatan
Pasien pada kelompok tindakan konservatif menjalani stabilisasi toraks menggunakan
fiksasi dada untuk mengurangi gerakan paradoks dinding dada yang membesar sesegera
mungkin. Pasien tanpa kesulitan bernafas diberi oksigen, hemostasis konvensional, obat nyeri,
mucolitik, resusitasi cairan dan terapi hormon yang diperlukan dalam penanganan kontusio
paru. Pemberian antibiotik kombinasi dilakukan untuk mencegah infeksi paru. Pasien dengan
kesulitan bernapas serius atau koma, dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi untuk
memberikan dukungan ventilator mekanis: synchronization gap mandatory ventilation
(SIMV)+pressure support ventilation (PSV)+positive end-expiratory pressure (PEEP). Pasien
dengan syok diberi cairan dan terapi infus darah. Pasien dengan pneumotoraks menerima
tindakan drainase thoracic tertutup. Pengobatan untuk beberapa trauma/cedera memerlukan
konsultasi dengan ahli bedah dari departemen terkait.
Pasien pada kelompok fiksasi internal bedah menjalani perawatan konservatif di atas.
Sebelum fiksasi bedah, persiapan pra operasi dilakukan untuk pasien dengan anestesi umum
dan intubasi endotrakeal. Pasien berada dalam posisi terlentang kontralateral. Posisi sayatan
dipilih menurut lokasi tulang rusuk yang berbeda. Insisi Posterolateral lebih sering digunakan
pada kebanyakan pasien. Prosedur operasi ditunjukkan pada Gambar 1a-e. Insisi digambar di
kulit pasien. Perhatian khusus diberikan untuk menjaga periosteum, otot interkostal, saraf dan
pembuluh darah. Potongan periosteum dihindari semaksimal mungkin. Pemotongan tulang tepi
tulang rusuk secara anatomis diperoleh dengan menggunakan fiksasi reduksi. Rusuk yang retak
distabilkan dan diperbaiki dengan menggunakan claw-type titanium plate yang dipotong
dengan panjang sesuai dengan yang diinginkan. Pelat itu menempel pada diaphysis tulang
rusuk. Steel clamp digunakan untuk menambah claw feet agar memegang rusuk erat.
Kemudian, operasi eksplorasi toraks dilakukan pada pasien yang membutuhkan operasi
ini. Insisi kecil dibuat di tempat fiksasi sehingga mencegah infeksi pasca operasi. Elektrokauter
"koagulasi" digunakan untuk mengendalikan pendarahan aktif. Pasien dengan laserasi paru
diperlakukan berbeda sesuai ukuran dan kedalaman laserasi dengan reseksi baji sebagai
pilihan. Setelah drainase toraks tertutup, penutupan otot dilakukan dengan jahitan absorbable.
Operasi lain dilakukan pada pasien dengan beberapa cedera bila diperlukan. Sebelum fiksasi
internal bedah pasien yang dikombinasikan dengan syok, perdarahan subarachnoid atau cedera
miokard menerima terapi simtomatik lainnya. Fiksasi bedah internal digunakan segera setelah
kondisi pasien membaik dan tanda vital stabil. Semua operasi selesai dalam waktu 10 hari
setelah masuk. Pasien mendapat perawatan suportif pasca operasi.
Analisis statistik
Perangkat lunak SPSS 11.0 digunakan untuk pengolahan data dalam penelitian ini. Data
pengukuran dinyatakan sebagai mean±standard deviation (x±s). Perbandingan antara
kelompok dengan uji t atau uji chi-square atau uji Fisher. P<0,05 dianggap signifikan.
Hasil
Perbandingan kelompok konseling konservatif dan bedah
Karakteristik dasar pasien pada kelompok perawatan konservatif dan kelompok fiksasi
bedah disajikan pada Tabel 1. Tidak ada perbedaan bermakna pada usia, jenis kelamin, jumlah
fraktur tulang rusuk, tingkat keparahan pada paru-paru, jenis flail segment, penyebab dan jenis
cedera flail chest, dan cedera yang menyertai pada kelompok konseling konservatif dan bedah
(P>0,05). Pasien dalam kelompok perawatan konservatif mendapat terapi konservatif,
sementara pasien dalam kelompok fiksasi bedah menerima terapi konservatif dan fiksasi bedah
menggunakan claw-type titanium plate. Ukuran konservatif umum kedua kelompok dijelaskan
pada Tabel 2. Perbedaan ukuran konservatif tidak signifikan antara kedua kelompok (P>0,05).
Hasil pengobatan pada kedua kelompok dibandingkan pada Tabel 3. Ini menunjukkan
bahwa kelompok fiksasi bedah memiliki kasus yang secara signifikan lebih sedikit
menggunakan ventilasi mekanis (P<0,01), waktu ventilasi yang lebih pendek dan waktu ICU
lebih pendek dibandingkan pada kelompok perlakuan konservatif (P< 0,01; P<0,05). Selain itu,
kejadian komplikasi pernafasan dan deformitas toraks secara signifikan lebih besar pada
kelompok perlakuan konservatif dibandingkan kelompok bedah (P<0,005). Gambar CT
representatif dari tipikal kasus yang mengalami fiksasi bedah menunjukkan flail chest dikoreksi
setelah fiksasi bedah (Gambar 2). Ini akan membantu memperbaiki fungsi paru-paru.
Komplikasi terkait operasi dan tindak lanjut
Pasca operasi, 6 pasien mengeluhkan rasa sakit karena kompresi claw-type pada
neurovascular bundlle. Selain itu, 1 pasien menderita infeksi dan 1 pasien mengalami reaksi
penolakan pada kelompok fiksasi bedah. Selama follow up, osteomielitis terjadi pada pasien
dengan infeksi. Selama follow up, fiksasi bedah gagal pada pasien yang mengalami infeksi
karena osteomielitis. Kemudian dilakukan torakoplasti (Gambar 3a-b). Fiksasi bedah berhasil
pada pasien lain (Gambar 3c). Pasien dari kedua kelompok ditindaklanjuti selama 13,98±3,57
bulan (kisaran:12-30 bulan). Tidak ada dilaporkan kematian atau fracture plat.
Penilaian fungsi paru
Fungsi paru pasien dalam dua kelompok dievaluasi pasca operasi (Tabel 4). Kelompok
fiksasi bedah memiliki volume ekspirasi paksa pasca operasi secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok pertama (FEV1) dibandingkan kelompok perlakuan konservatif (P<0,001), yang
mengindikasikan fungsi paru yang lebih baik.
Hubungan waktu operasi dengan waktu ventilasi mekanis
Pada kelompok fiksasi bedah, hubungan antara waktu operasi dengan waktu ventilasi
mekanis dianalisis lebih lanjut. Waktu rata-rata untuk operasi adalah 4 hari. Selanjutnya, 23
kasus pada kelompok fiksasi bedah dibagi menjadi dua subkelompok: subkelompok A (≤4 hari,
12 kasus) dan subkelompok B (>4 hari, 11 kasus). Subkelompok A memiliki waktu ventilasi
mekanis yang jauh lebih singkat daripada subkelompok B (Tabel 5, P <0,001).
Diskusi
Flail chest merupakan patahnya beberapa tulang rusuk yang berdekatan di banyak
tempat, sering disertai oleh kontusio paru. Hal ini diamati bahwa segmen yang gagal bergerak
ke arah berlawanan dengan dinding dada lainnya. Hal ini merupakan konsekuensi
patofisiologis yang bervariasi, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan pernapasan dan
peredaran darah. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif untuk membandingkan
fiksasi bedah dengan menggunakan claw-type titanium plate dengan perlakuan konservatif
dalam pengelolaan pasien dengan flail chest. Kelompok fiksasi bedah lebih sedikit mengalami
kasus yang mengharuskan mereka menggunakan ventilasi mekanis, waktu pemakaian ventilasi
mekanis yang lebih pendek, lama rawat ICU yang lebih singkat, komplikasi pada saluran
pernafasan yang lebih sedikit, kelainan toraks yang kurang dan perbaikan FEV1 dibandingkan
kelompok metode konservatif. Selain itu, kami menemukan bahwa pasien dengan waktu yang
lebih singkat untuk operasi tampaknya memiliki waktu ventilasi yang lebih pendek.
Pemgobatan flaif chest berfokus pada stabilisasi dinding dada, termasuk tindakan
konservatif seperti packing dan strapping, external fixation of fractured ribs, internal
pneumatic stabilization dengan mechanical ventilation dan fiksasi bedah. Telah ditunjukkan
bahwa hasil jangka panjang dari pendekatan nonoperatif tidak seoptimal yang diharapkan
karena nyeri dinding dada persisten, permanen nonunion dan mal-union pada dinding dada.
Selain itu, pengamatan jangka panjang terhadap hasil pasien yang menjalani fiksasi bedah
untuk fraktur tulang rusuk menunjukkan bahwa hingga 90% pasien dapat kembali bekerja
dengan sedikit keterbatasan sekitar 2 bulan pasca operasi. Rekomendasi National Institute for
Health and Clinical Excellence di Inggris telah merekomendasikan fiksasi dalam penanganan
pasien dengan fraktur berat. Sebuah penelitian menunjukkan indikasi potensial untuk
perbaikan operasi tulang rusuk yang retak, seperti dada bengkak, patah tulang rusuk yang
menyakitkan, patah tulang yang tahan terhadap manajemen nyeri konservatif dan fraktur tulang
rusuk nonunion. Penelitian terbaru menganggap kegagalan pengelolaan konservatif dan
perburukan status pernafasan sebagai indikasi intervensi bedah. Sebaliknya, kami
mempertahankan keyakinan bahwa pernapasan paradoks yang parah juga merupakan indikasi
kuat untuk fiksasi bedah flail chest, dibandingkan dengan stabilisasi pneumatik internal dengan
ventilasi mekanis, fiksasi bedah bisa segera mencapai stabilisasi dada pijar untuk memperbaiki
pernapasan.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa fiksasi bedah mengurangi waktu ventilasi
mekanis dibandingkan dengan perlakuan konservatif (4,1±6,1 banding 13±7,6). Fiksasi bedah
bisa sangat mengurangi waktu ventilasi, yang menyebabkan berkurangnya kejadian komplikasi
pernafasan dan kematian. Ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa
waktu ventilasi kira-kira berkisar antara 3-5 hari. Telah dilaporkan bahwa waktu dukungan
ventilator adalah 6,5±7,0 hari untuk pasien yang menerima stabilisasi operatif pada dinding
dada. Kejadian komplikasi pernafasan pascaoperasi adalah 30,43% pada penelitian ini. Data
sebelumnya menunjukkan bahwa kejadian pneumonia kira-kira 20%. Tingkat keparahan dada
yang bervariasi dan alat pembedahan kemungkinan menyebabkan hasil yang tidak konsisten.
Ukuran sampel yang berbeda mungkin menjadi alasan lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa
fiksasi bedah dengan menggunakan claw-type titanium plate dapat menurunkan komplikasi
pernafasan dan deformitas toraks dibandingkan dengan konservatif. Pengamatan ini
merupakan bukti yang mendukung superioritas fiksasi bedah terhadap perawatan konservatif.
Penelitian meningkat menunjukkan bahwa pasien yang mengikuti perawatan
konservatif memiliki risiko tinggi terkena kelainan bentuk dada dan atelektasis, yang
mengakibatkan cacat kerja. Mereka mungkin mengalami nyeri dinding dada yang terus-
menerus dan kesulitan bernafas. Dalam penelitian ini, deformitas dada terjadi pada 12 dari 23
(41,38%) kasus kelompok pengobatan konservatif, namun tidak diamati pada kelompok fiksasi
bedah menunjukkan manfaat terapi yang potensial dari operasi untuk mencegah distorsi tulang
rusuk. Demikian pula, Granetzny dkk melaporkan bahwa kejadian tersebut hanya terjadi pada
satu pasien dengan fiksasi bedah. Selain itu, pasien dengan fiksasi bedah menunjukkan fungsi
paru yang lebih baik daripada mereka yang mendapatkan perawatan konservatif. Demikian
juga, telah dilaporkan bahwa fiksasi bedah mencapai pemulihan paru yang lebih baik.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa pada kelompok fiksasi bedah, pasien yang
mendapat pembedahan dalam 4 hari setelah cedera dilepaskan dari ventilasi mekanis lebih awal
dari mereka yang mendapat operasi setelah 4 hari. Demikian pula Althausen melaporkan bahwa
lama pemakaian ventilator berkorelasi positif dengan waktu operasi (r=0,477) pada pasien yang
menjalani operasi stabilisasi flail chest. Ini menunjukkan bahwa fiksasi bedah harus dilakukan
sesegera mungkin. Trauma dada yang membengkak mungkin akan diperparah jika tidak diobati
secara tepat waktu. Begitu kalus terbentuk, sulit untuk mengatasinya dengan menggunakan
claw-type titanium plate. Dengan demikian, pembedahan harus dilakukan dalam 10 hari setelah
masuk.
Claw-type titanium plate yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kekuatan dan
ketahanan korosi yang kuat. Karena sifatnya, bentuk claw-type titanium plate bisa disesuaikan
dengan morfologi rusuk yang cedera. Pelat itu menempel rapat ke tulang rusuk yang retak
dengan empat pasang Claw yang mencengkram tulang rusuk dengan kuatnya. Fiksasi bedah
menyebabkan komplikasi. Dalam penelitian ini, 6 dari 23 pasien melaporkan nyeri
pascaoperasi akibat kompresi pembuluh darah dan saraf. Reaksi infeksi dan penolakan masing-
masing terjadi pada 1 pasien. Pasien dengan infeksi mengalami osteomielitis selama follow up.
Fiksasi bedah gagal pada pasien yang kemudian menerima toraksoplasti. Selain itu, patah
tulang yang terputus, patah tulang yang berdekatan dengan lintang tulang belakang atau tulang
rusuk dan tulang rawan tulang dari tulang rusuk juga kemungkinan penyebab kegagalan fiksasi.
Selain itu, adaptasi dinding dada mungkin mengalami penurunan akibat pemakaian plat tulang
yang terlalu banyak. Hal lebih buruk merupakan infeksi paru dan fungsi paru yang berkurang
dalam jangka panjang.
Secara kolektif, metode ini efektif dan minimal invasif tanpa perlu pengeboran, kawat
ataupun fiksasi kedua menggunakan pin kirschner. Jika pasien tidak menunjukkan indikasi
operasi eksplorasi toraks, fiksasi tulang rusuk dapat dilakukan di luar pleura. Bagi pasien yang
membutuhkan operasi eksplorasi toraks, fiksasi tulang rusuk harus dilakukan sebelum operasi
eksplorasi toraks dimana harus dibuat sayatan kecil yang jauh dari lokasi fiksasi sehingga dapat
mencegah infeksi pasca operasi. Selain itu, tabung drainase ditempatkan secara rutin setelah
operasi. Penelitian ini memiliki kelemahan, yaitu penelitian retrospektif dengan ukuran sampel
kecil. Penelitian banding prospektif acak yang mendaftarkan sejumlah besar pasien harus
dilakukan untuk memverifikasi dan memperluas hasil penelitian.
Kesimpulan
Fiksasi bedah tulang rusuk menggunakan claw-type titanium plate memberikan
manfaat yang dibuktikan dengan lama rawat ICU yang lebih pendek, waktu ventilasi yang lebih
pendek, komplikasi pernafasan dan deformitas dada yang lebih rendah, dan fungsi paru yang
membaik dibandingkan dengan perawatan konservatif pada pasien dengan flail chest. Pasien
yang menjalani operasi sebelumnya memiliki waktu ventilasi lebih pendek. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa fiksasi bedah tulang rusuk dengan claw-type titanium plate adalah metode
yang dapat digunakan dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai