Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“GANGGUAN KOMPONEN DARAH”


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
“Gangguan Komponen Darah” ini dapat tersusun hingga selesai pada batas waktu yang
telah ditentukan.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
bagi siapa saja yang membaca makalah ini. Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami dengan senang hati dapat
menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Semarang, 28 Februari 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

PEMBAHASAN

1.1 Definisi .................................................................................................................... 1


1.2 Komposisi Darah .................................................................................................... 1
1.3 Plasma Darah .......................................................................................................... 1
1.4 Korpuskuler ............................................................................................................ 2
1.5 Keping Darah .......................................................................................................... 5
1.6 Fungsi Darah ........................................................................................................... 6
1.7 Kelainan Komponen Darah ..................................................................................... 7
1.7.1 Eritrosit ............................................................................................................... 7
a. Polisitemia ....................................................................................................... 7
b. Anemia ............................................................................................................ 14
1.7.2 Leukosit .............................................................................................................. 22
a. Leukimia .......................................................................................................... 22
b. Leukopenia ....................................................................................................... 26
1.7.3 Trombosit ........................................................................................................... 26
a. Trombositosis................................................................................................... 26
b. Trombositopenia .............................................................................................. 27
c. Hemofilia ......................................................................................................... 27
1.8 Pemeriksaan Darah Lengkap .................................................................................. 27
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 33
Ikhtisar............................................................................................................................ 34

ii
iii
PEMBAHASAN

1.1 Definisi
Darah adalah cairan yang ada pada manusia sebagai alat transportasi berfungsi untuk
mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-
bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau
bakteri.
1.2 Komposisi Darah
Darah terdiri dari 55% Plasma Darah (bagian cair darah) dan 45% Korpuskuler (bagian
padat darah).

Gambar 1.1 Skema susunan darah manusia

1.3 Plasma Darah (Bagian Cair Darah)


Plasma darah adalah salah satu penyusun darah yang berwujud cair serta mempengaruhi
sekitar 5% dari berat badan manusia. Plasma darah memiliki warana kekuning-kuningan yang
didalamnya terdiri dari 90% air, 8% protein, dan 0,9% mineral, oksigen, enzim, dan antigen.
Sisanya berisi bahan organik, seperti lemak, kolestrol, urea, asam amino, dan glukosa.
Plasma darah merupakan cairan darah yang berfungsi untuk mengangkut dan
mengedarkan sari-sari makanan ke seluruh bagian tubuh manusia, dan mengangkut zat sisa
metabolisme dari sel-sel tubuh atau dari seluruh jaringan tubuh ke organ pengeluaran.
Di dalam plasma darah terdapat beberapa protein terlarut yaitu:
a Albumin berfungsi untuk memelihara tekanan osmotik
b. Globulin berfungsi untuk membentuk zat antibodi

1
c. Fibrinogen adalah sumber fibrin yang berfungsi dalam proses pembekuan darah.
Pada gambar 1.1 Skema susunan darah manusia, disebutkan bahwa plasma darah
terdiri atas serum dan fibrinogen. Seperti yang telah dijelaskan diatas, fibrinogen
adalah sumber fibrin yang berfungsi dalam proses pembekuan darah,
sedangkan serum adalah suatu cairan berwarna kuning. Serum berfungsi sebagai
penghasil zat antibodi yang dapat membunuh bakteri atau benda asing yang masuk ke
dalam tubuh kita.
1.4 Korpuskuler (Bagian Padat Darah)
Korpuskuler terdiri dari tiga bagian:
1.4.1 Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah atau yang juga disebut eritrosit berasal dari bahasa Yunani
yaitu, erythos yang berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel. Eritrosit
merupakan bagian sel darah yang mengandung hemoglobin (Hb). Hemoglobin adalah
biomolekul yang mengikat oksigen. Sedangkan darah yang berwarna merah cerah
dipengaruhi oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada saat darah mengalir ke
seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbondioksida.
Jumlah hemoglobin pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc darah.
Normal Hb wanita 11,5 mg% dan laki-laki 13,0 mg%. Sel darah merah memerlukan
protein karena strukturnya terdiri dari asam amino dan memerlukan pula zat besi,
sehinnga diperlukan diet seimbang zat besi. Di dalam tubuh banyaknya sel darah
merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah
merah. Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut animea, yang
biasanya disebabkan oleh pendarahan hebat, penyakit yang melisis eritrosit, dan
tempat pembuatan eritrosit terganggu.
Bentuk sel darah merah pada manusia adalah bikonkaf atau berbentuk piringan
pipih seperti donat. Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 µm dan
tebalnya sekitar 2 µm, eritrosit termasuk sel paling kecil daripada sel-sel lainnya yang
terdapat pada tubuh manusia. Jumlah sel darah merah adalah jumlah yang paling
banyak dibandingkan jumlah sel darah lainnya. Secara normal, di dalam darah seorang
laki-laki dewasa terdapat 25 trilliun sel darah merah atau setiap satu milimeter kubik
(1 mm3) darah trdapat 5 juta sel darah merah. Pada perempuan dewasa, jumlah sel
darah merah per miliketer kubiknya sebanyak 4,5 juta.
Sel darah merah hanya mampu bertahan selama 120 hari. Proses dimana
eritrosit diproduksi dimaksuderitropoiesies. Sel darah merah yang rusak akhirnya akan

2
pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa. Sebagian besar sel yang
rusak dihancurkan oleh limpa dan yang lolos akan dihancurkan oleh hati. Hati
menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut oleh darah
ke sumsum merah tulang untuk membentuk sel darah merah yang baru. Sumsum
merah tulang memproduksi eritrosit, dengan laju produksi sekitar 2 juta eritrosit per
detik. Produksi dapat distimulasi oleh hormon eritoprotein (EPO) yang disintesa
ginjal. Hormon ini sering digunakan para atlet dalam suatu pertandingan sebagai
doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang belakang, sel yang
berkembang ini dinamakan retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari semua darah
yang beredar.

Gambar 1.2 gambar sel darah merah (eritrosit)

1.4.2 Sel Darah Putih (Leukosit)

Sel darah putih (leukosit) jauh lebih besar daripada sel darah merah. Namun
jumlah sel darah putih jauh lebih sedikit daripada sel darah merah. Pada orang dewasa
setiap 1 mm3 darah terdapat 6.000-9.000 sel darah putih. Tidak seperti sel darah
merah, sel darah putih memiliki inti (nukleus). Sebagian besar sel darah putih bisa
bergerak seperti Amoeba dan dapat menembus dinding kapiler. Sel darah putih dibuat
di dalam sumsum merah, kelenjar limfa, dan limpa (kura).
Sel darah putih memiliki ciri-ciri, antara lain tidak berwarna (bening), bentuk
tidak tetap (ameboid), berinti, dan ukurannya lebih besar daripada sel darah merah.
Berdasarkan ada tidaknya granula di dalam plasma, leukosit dibagi:
1. Leukosit Bergranula (Granulosit)

 Neutrofil adalah sel darah putih yang paling banyak yaitu sekitar 60%. Plasmanya
bersifat netral, inti selnya banyak dengan bentuk yang bermacam-macam dan

3
berwarna merah kebiruan. Neutrofil bertugas untuk memerangi bakteri pembawa
penyakit yang memasuki tubuh. Mula mula bakteri dikepung, lalu butir-butir di
dalam sel segera melepaskan zat kimia untuk mencegah bakteri berkembang biak
serta menghancurkannya

 Eosinofil adalah leukosit bergranula dan bersifat fagosit. Jumlahnya sekitar 5%.
Eosinofil akan bertambah jumlahnya apabila terjadi infeksi yang disebabkan oleh
cacing. Plasmanya bersifat asam. Itulah sebabnya eosinofil akan menjadi merah
tua apabila ditetesi dengan eosin. Eosinofil memiliki granula kemerahan. Fungsi
dari eosinofil adalah untuk memerangi bakteri, mengatur pelepasan zat kimia, dan
membuang sisa-sisa sel yang rusak.

 Basofil adalah leukosit bergranula yang berwarna kebiruan. Jumlahnya hanya


sekitar 1%. Plasmanya bersikap basa, itulah sebabnya apabila basofil ditetesi
dengan larutan basa, maka akan berwarna biru. Sel darah putih ini juga bersifat
fagositosis. Selain itu, basofil mengandung zat kimia anti penggumpalan yang
disebut heparin.

2. Leukosit Tidak Bergranula (Agranulosit)

 Limfosit adalah leukosit yang tidak memiliki bergranula. Intiselnya hampir


bundar dan terdapat dua macam limfosit kecil dan limfosit besar. 20% sampai 30%
penyusun sel darah putih adalah limfosit. Limfosit tidak dapat bergerak dan berinti
satu. Berfungsi sebagai pembentuk antibodi.

 Monosit adalah leukosit tidak bergranula. Inti selnya besar dan berbentuk bulat
atau bulat panjang. Diproduksi oleh jaringan limfa dan bersifat fagosit.

Antigen adalah apabila ada benda asing ataupun mikroba masuk ke dalam tubuh,
maka tubuh akan menganggap benda yang masuk tersebut adalah benda asing.
Akibatnya tubuh memproduksi zat antibodi melalu sel darah putih untuk
menghancurkan antigen. Glikoprotein yang terdapat pada hati kita, dapat menjadi
antigen bagi orang lain apabila glikoprotein tersebut disuntikkan kepada orang
lain. Hal ini membuktikan bahwa suatu bahan dapat dianggap sebagai antigen
untuk orang lain tetapi belum tentu sebagai antigen untuk diri kita sendiri. Hal
tersebut juga berlaku sebaliknya.

4
Leukosit yang berperan penting terhadap kekebalan tubuh ada dua macam:
 Sel Fagosit

Sel fagosit akan menghancurkan benda asing dengan cara menelan (fagositosis).
Fagosit terdiri dari dua macam:

1. Neutrofil, terdapat dalam darah

2. Makrofag, dapat meninggalkan peredaran darah untuk masuk kedalam jaringan


atau rongga tubuh

 Sel Limfosit

Limfosit terdiri dari:

1. T Limfosit (T sel), yang bergerak ke kelenjar timus (kelenjar limfa di dasar leher)

2. B Limfosit (B Sel)

Keduanya dihasilkan oleh sumsum tulang dan diedarkan ke seluruh tubuh


melalui pembuluh darah, menghasilkan antibodi yang disesuaikan dengan antigen
yang masuk ke dalam tubuh. Seringkali virus memasuki tubuh tidak melalui
pembuluh darah tetapi melalui kulit dan selaput lendir agar terhindar dari lukosit.
Namun sel-sel tubuh tersebut tidak berdiam diri. Sel-sel tersebut akan
menghasilkan interferon suatu protein yang dapat memproduksi zat penghalang
terbentuknya virus baru (replikasi). Adanya kemampuan ini dapat mencengah
terjadinya serangan virus.

1.5 Keping Darah (Trombosit)

Dibandingkan dengan sel darah lainnya, keping darah memiliki ukuran yang paling
kecil, bentuknya tidak teratur, dan tidak memiliki inti sel. Keping darah dibuat di dalam
sumsum merah yang terdapat pada tulang pipih dan tulang pendek. Setiap 1 mm 3 darah
terdapat 200.000 – 300.000 butir keping darah. Trombosit yang lebih dari 300.000
disebut trombositosis, sedangkan apabila kurang dari 200.000
disebut trombositopenia. Trombosit hanya mampu bertahan 8 hari. Meskipun demikian
trombosit mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembekuan darah.

5
Pada saat kita mengalami luka, permukaan luka tersebut akan menjadi kasar. Jika
trombosit menyentuh permukaan luka yang kasar, maka trombosit akan pecah.
Pecahnya trombosit akan menyebabkan keluarnya enzim trombokinase yang terkandung
di dalamnya. Enzim trombokinase dengan bantuan mineral kalsium (Ca) dan vitamin K
yang terdapat di dalam tubuh dapat mengubah protombin menjadi trombin. Selanjutnya,
trombin merangsang fibrinogen untuk membuat fibrin atau benang-benag. Benang-
benang fibrin segera membentuk anyaman untuk menutup luka sehingga darah tidak
keluar lagi.

Gambar 1.3 Skema pembekuan darah


1.6 Fungsi Darah

Darah memiliki bagian yang cair (plasma darah) dan bagian yang padat (sel darah).
Bagian – bagian tersebut memiliki fungsi tertentu dalam tubuh. Secara garis besar,
fungsi utama darah adalah sebagai berikut:
a) Alat pengangkut zat-zat dalam tubuh, seperti sari-sari makanan, oksigen, zat-zat sisa
metabolisme, hormon, dan air.

b) Menjaga suhu tubuh dengan cara memindahkan panas dari organ tubuh yang aktif ke
organ tubuh yang kurang aktif sehingga suhu tubuh tetap stabil, yaitu berkisar antara
36 – 37oC.

c) Membunuh bibit penyakit atau zat asing yang terdapat dalam tubuh oleh sel darah
putih.

6
d) Pembekuan darah yang dilakukan oleh keping darah (trombosit)

1.7 Kelainan Komponen Darah

Komponen darah dalam tubuh manusia dalam menjalankan tugasnya terkadang


mengalami gangguan yang dapat menghambat kinerja komponen itu sendiri. Berikut
adalah beberapa gangguan dari komponen darah :

1.7.1 Eritrosit
a. Polisitemia
 Definisi
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah
merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak
memproduksi sel darah merah. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera dan
polisitemia sekunder. Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-
beda. Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih
dari polisitemia sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di
beberapa tulang, seperti tulang paha.
Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru
dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam
polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu
banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan
penebalan darah.
 Etiologi
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang.
Penyebabnya tidak diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya
disebabkan oleh kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat
tinggi prekursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor
lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a) Tumor hati,
b) Tumor ginjal atau sindroma Cushing

7
c) Peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap
hipoksia kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi
eritropoietin
d) Perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi,
penyakit paru-paru parah, dan penyakit jantung.
Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih
banyak sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
 Manifestasi Klinis
Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan
trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis
sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan
bukan neoplastik jaringan ikat.

Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan :
o Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
o Penurunan laju transpor oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.
2. Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis
primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan
timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan
terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis,
ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada
korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis
dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)

8
Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh
tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang
dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar
histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan
perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera.
Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramedular.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera.
Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat
sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
7. Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali
adalah sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi
asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun
karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus
polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam
folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena
penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas
protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding
capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui
defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan
kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva,
hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa,
vertigo, tinitus, perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis,
perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi

9
karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan
pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko
terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.
 Patofisiologi
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi
penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami
perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih
hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar
eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena
rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar
eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai
keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia
ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel
tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada
sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau
menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel
tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap
faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah
eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA
yang dikenal dengan mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan
antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan,
terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi,
kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi
signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke
inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi
aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.Pada
penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi

10
pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F.
Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2
berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung
tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel
darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita
cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan
mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan
tingginya jumlah platelet.
Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,
pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV
menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia,
peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
 Komplikasi
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
Kemungkinan Komplikasi
a) Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b) Batu Ginjal Asam urat
c) Gagal jantung
d) Leukemia / leukositosis
e) Myelofibrosis
f) Penyakit ulkus peptikum
g) Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan
jantung)
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit
(eritema).
2. Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes
standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam
darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah
putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.

11
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12,
peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan
pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah.
3. Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum
tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum
tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).
 Penatalaksanaan
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien.
Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup
pasien.
 Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah
(eritrosit)
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena,
serebrovaskular,thrombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer,
dan infark pulmonal.
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

 Prinsip terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum
terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment).
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada
pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau
kemoterapi sitostatik.
Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
§ Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala
trombosis
§ Leukositosis progresif
§ Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik

12
§ Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

 Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya
bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama
bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi
terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada pasien yang
masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari
sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah mencapai
normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan.
Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan
<42% pada pria kulit hitam dan perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel
darah merah atau konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik
adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan,
terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan
dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang
dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang
merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap
lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka
panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius.
Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan
digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih
sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan
pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika >
52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-
3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.

13
Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil,
reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak
mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama,
dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk
mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang
digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada
keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi
mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
 Pengobatan Pendukung
1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien
dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat
diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak
memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah
platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum.
Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati
dengan anagrelid.
b. Anemia
 Definisi
Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
protein pembawa oksigen dalam sel darah merah berada di bawah normal. Anemia
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin sel darah
merah hingga di bawah normal sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam
jumlah yang diperlukan tubuh. Penyakit tersebut dapat disebabkan dari pendarahan
hebat, seperti akibat kecelakaan, berkurangnya pembentukan sel darah merah, dan
meningkatnya penghancuran sel darah merah.

14
Anemia biasanya banyak diderita oleh kaum perempuan. Hal ini disebabkan
karena setiap satu bulan sekali perempuan mengalami pendarahan yang lumayan banyak
yaitu saat menstruasi. Anemia dapat menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang
tenaga, dan kepala terasa melayang. Pengobatan yang diberikan pada pasien anemia
berupa tranfusi darah. Salah satu tindakan pencegahannya adalah dengan rajin
mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, misalnya bayam, atau bisa
juga dengan mengonsumsi suplemen penambah darah.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :


o Menurunnya kualitas serta kuantitas hemoglobin sel darah merah karena
kekurangan zat besi (Fe).
o Kerusakan sel darah merah.
o Adanya zat-zat penghambat penyerapan zat besi, seperti asam fitat,
asam oksalat dan tannin.
o Gangguan-gangguan secara fisik.
o Kemungkinan terdapatnya parasit di dalam tubuh.
 Etiologi
Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :
a. Anemia Pasca Pendarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan
persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit
cacingan.
b. Anemia Defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
c. Anemia Hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :
1) Factor Intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell
anemia), sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G – 6PD, piruvatkinase,
alutation reduktase).
2) Factor Ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas
golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).

15
d. Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan
sumsum tulang).
 Manifestasi Klinis
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia,
mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang
mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah :
a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia
b. Penurunan BB, kelemahan
c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,
palpitasi, kulit pucat.
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk
(bayi).
e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.
 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemolisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyababkan destruksi sel darah
merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria).

16
Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit dalam sirkulasi darah,
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak –
anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki
cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat
umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam
makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak
mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan
makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu
formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum
susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak
cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang
kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat.
Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6
bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak darah
yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan
oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur
kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat
menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri anemia defisiensi zat
besi juga dapat terjadi karena menstruasi.
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan
berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya
pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik (eritropoetik, granulopoetik, dan
trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut eritroblastopenia
(anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut agranulositosis
(penyakit Schultz), dan yang mengenai system trombopoetik disebut amegakariositik

17
trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis
atau lazimnya disebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat
merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang paling penting sekali
untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostic :
a. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun.
1. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan
MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB),
peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik).
2. Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat (hemolisis).
3. Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasikan tipe khusus anemia).
4. LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.
5. Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.
6. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
7. SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
b. Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi
(hemolitik).
c. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.
d. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
e. Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.
f. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).
g. TIBC serum : menurun (DB).
h. Masa perdarahan : memejang (aplastik).
i. LDH serum : mungkin meningkat (AP).
j. Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)
k. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster,
menunjukan perdarahan akut / kronis (DB)
l. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorotik bebas (AP).

18
m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
n. Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan,
perdarahan GI.
 Penatalaksanaan
a) Anemia Karena Perdarahan
Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan
transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan
darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia
(Keperawatan Medikal Bedah 2).
b) Anemia Defesiensi
Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup
mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat,
fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral
(dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan
dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan
konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah makanan ini
mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah
dan kehilangan darah karena intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E
Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan
terhadap penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi
asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).
c) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1 -
2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus diberikan dengan
hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau
penyakit mengalami kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka
dianjurkan untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka
dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif.
Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari )
mungkin mempunyai efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek
pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan
demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi (Manjoer

19
Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik karena kekurangan
enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling penting. Transfuse
tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse
eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia
terus menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus
dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1713).
Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia yang cukup berat
memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan
hampir seluruhnya oleh limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh
hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak,
meningkatkan fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan
hiperbilirubinemia membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700).
Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya.
Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila
anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk mengeluarkan besi dari
jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu Desferal secara intramuscular
atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum
didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah
tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi
biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula bermacam –
macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra
(Keperawatan Medikal Bedah 2)
 Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : keadaan tampak lemah sampai sakit berat.
2) Kesadaran : Composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma.
3) Tanda – tanda vital
 TD : tekanan darah menurun ( N : 90 – 110 / 60 – 70 mmHg)
 N : frekuensi nadi meningkat , kuat samapai lemah ( N : 60 – 100 x/i)
 S : bias meningkat atau menurun ( 36, 5 – 37, 20C )
 RR : meningkat ( anak N : 20 – 30 x/i ).

20
4) TB dan BB : menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak
adalah sebagai berikut :
a) Lahir -3,25 kg
b) 3 – 12 bulan = umur (bulan ) 2– 9
c) 1 – 6 tahun = umur (tahun ) x 2 – 8
d) 6 – 12 tahun = umur (tahun ) x 7 -5
Tinggi badan rata – rata waktu lahir adalah 50 cm. secara garis besar, tinggi
badan anak dapat diperkirakan, sbb :
1 tahun : 1,5 x TB lahir
4 tahun : 2 x TB lahir
6 tahun : 1,5 x TB setahun
13 tahun : 3 x TB lahir
Dewasa : 3,5 x TB lahir ( 2 x TB 2 tahun ).
5) Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan
dibawah kulit.
6) Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal
7) Mata
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, terdapat
perdarahan sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex cahaya biasanya
tidak ada kelainan.
8) Hidung
Keadaan / bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung,
fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.
9) Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
10) Mulut
Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah –
pecah atau perdarahan.
11) Leher
Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih membesar, tidak ada
distensi vena jugularis.
12) Thoraks

21
Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur.
Fremitus yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas bias veskuler atau ronchi,
wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40 – 60 x/I, anak 20 – 30 x/i irama jantung
tidak teratur, frekuensi pada anak 60 – 100 x/i.
13) Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias dibawah
normal bias juga meningkat.
14) Genetalia
 Laki – laki, testis sudah turun kedalam skrotum
 Perempuan : labia minora tertutup labia mayora.
15) Ekstremitas
 Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral
dingin.
16) Anus
Keadaana anus, posisinya, anus +17) Neurologis
Refleksi fasiologis + sperti reflex patella, reflex patologis – seperti
babinski tanda kerniq – dan brunzinski 1 – 11 = -

1.7.2 Leukosit
a. Leukimia
 Definisi
Leukemia adalah kanker dari sel-sel darah. Penyakit tersebut disebabkan oleh
pertumbuhan sel-sel darah putih yang tak terkendali. Leukemia terjadi jika proses
pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih dalam sumsum tulang menghasilkan
perubahan ke arah keganasan. Pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan
melakukan kemoterapi, kemoterapi berguna untuk menghambat pertumbuhan sel-sel
kanker. Selain kemoterapi, penderita leukimia bisa juga melakukan transplantasi
sumsum tulang, namun transplantasi sumsum tulang adalah proses yang cukup rumit
karena memerlukan pendonor sumsum tulang dengan tingkat kecocokan yang cukup
tinggi.

Penyakit kanker darah (leukimia) menduduki peringkat tertinggi kanker


pada anak. Namun, penanganan kanker pada anak di Indonesia masih lambat. Itulah

22
sebabnya lebih dari 60% anak penderita kanker yang ditangani secara medis sudah
memasuki stadium lanjut.

Leukimia merupakan keganasan hemopoietik yang mengakibatkan


proliferasi klon yang abnormal dan sel bakal mengalami transformasi leukimia, terjadi
kelainan pada diferensiasi dan pertumbuhan dari sel limfoid dan mieloid.

 Jenis-jenis Leukemia
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit.
Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya
usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
LMK juga di masukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid.
Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini
lebih ringan. LMK jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi
mirip dengan gambaran LMA tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien
menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang
sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada
anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4
tahun, setelah usia 15 LLA jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga
mengganggu perkembangan sel normal..
4. Leukemia Limfositik Kronis (LLC)
LLC merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70
tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa
saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.
 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :

23
1. Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur
gen ( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV).
2. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker
sebelumnya.
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon,
dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
6. Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s),
TrisomiG (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom
Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia
Gejala penyakit leukemia biasanya ditandai dengan adanya anemia. Infeksi
akan mudah atau sering terjadi karena sel darah putih tidak dapat berfungsi dengan
baik, rasa sakit atau nyeri pada tulang, serta pendarahan yang sering terjadi karena
darah sulit membeku. Jika tidak diobati, maka akan mengakibatkan leukemia akut
dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.Penyebab yang pasti belum diketahui,
akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis
leukemia tidak diketahui.Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia
tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko
terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya
sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
 Manisfestasi klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai
berikut :
a) Pilek tidak sembuh-sembuh
b) Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c) Demam dan anorexia
d) Berat badan menurun
e) Ptechiae, memar tanpa sebab
f) Nyeri abdomen
g) Lumphedenopathy
h) Hepatosplenomegaly

24
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat
disalahartikan sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat
infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura,
kejang pada leukemia serebral (Iman, 1997).
 Patofisiologi
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel
blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga
akan menimbulkan anemia dan trombositipenia. Sistem retikuloendotelial akan
terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah
mengalami infeksi. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow
dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme.
Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit,
faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra
medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri
persendian (Iman, 1997).
 Penatalaksanaan Medis
1. Pelaksanaan kemoterapi
2. Irradiasi cranial
3. Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a) Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase.
Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau
tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari
5%.
b) Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan
hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak.
Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c) Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah

25
lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau
dosis obat dikurangi.

b. Leukopenia
Leukopenia adalah penyakit sekunder yang merupakan suatu keadaan penurunan
jumlah sel darah, dimana terjadi bila total leukosit pada pembuluh darah peripheral
turun di bawah angka minimum normal untuk setiap spesies-spesies tertentu. Jumlah
normal leukosit pada anjing adalah 6,0–17,0 x 10³ sel/mm³. Keadaan penurunan sel
darah ini merupakan kejadian yang umum menyertai berbagai macam penyakit pada
hewan peliharaan. Penyebabnya pun bisa bermacam macam, bisa virus, maupun karena
bakteri.

1.7.3 Trombosit
a. Trombositosis
Trombositosis adalah gangguan di mana tubuh memproduksi terlalu banyak
platelet (trombosit), yang memainkan peranan penting dalam pembekuan darah.
Kelainan ini disebut trombositosis reaktif ketika disebabkan oleh kondisi yang
mendasarinya, misalnya infeksi.
Trombositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit darah dan sumsum tulang.
Bila disebabkan oleh gangguan sumsum tulang, trombositosis disebut trombositosis
otonom, primer, esensial trombositosis, atau esensial trombositemia.
Trombositosis reaktif jarang menyebabkan gejala. Tanda dan gejala yang timbul
seringkali berhubungan dengan kondisi yang mendasarinya. Jika gejala trombositosis
reaktif memang terjadi, mereka mungkin termasuk :
· Sakit kepala
· Pusing
· Nyeri dada
· Rasa lemah
· Pingsan
· Perubahan pandangan/visi mata (sementara)
· Mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki

26
b. Trombositopenia
Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit yang merupakan bagian dari
pembekuan darah.Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar
antara 150.000-450000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira 1/3dari jumlah
trombosit di dalam sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena
itu untuk mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-
450000sel trombosit per hari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi
perdarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit
mencapai kurangdari 10.000/mL.
Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat
penurunan reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis,terapi
radiasi atau leukimia, peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu
; toksisitas obat,atau koagulasi intravaskuler, diseminasi distribusi abnormal atau
sekuestrasi pada limpa,atau trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau tranfusi
sel darah merah.
c. Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit yang bersifat menurun (genetik), maksudnya dapat
diturunkan pada keturunannya. Penderita penyakit ini tidak dapat menghentikan
pendarahan akibat luka karena darahnya sukar membeku. Untuk pengobatan penderita
hemofilia sepertinya agak sulit dilakukan, karena penyakit ini adalah penyakit
keturunan. Pada pendarahan yang cukup serius, misalnya saja mengalami kecelakaan,
maka penderita hemofilia bisa saja mengalami kematian karena darahnya sukar
membeku. Sebaiknya para penderita hemofilia berhati-hati dengan benda-benda tajam
ataupun sesuatu yang bisa menyebabkan mereka mengeluarkan darah. Hemofilia hanya
diderita oleh kaum laki-laki, tetapi gen ini dibawa oleh perempuan.

1.8 Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC)

Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis
pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga
pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada
pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.

27
Pemeriksaan Darah Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter pemeriksaan,
yaitu
1. Hemoglobin
2. Hematokrit
3. Leukosit (White Blood Cell / WBC)
4. Trombosit (platelet)
5. Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
6. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
7. Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR)
8. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
9. Platelet Disribution Width (PDW)
10. Red Cell Distribution Width (RDW)
Pemeriksaan Darah Lengkap biasanya disarankan kepada setiap pasien yang
datang ke suatu Rumah Sakit yang disertai dengan suatu gejala klinis, dan jika
didapatkan hasil yang diluar nilai normal biasanya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang
lebih spesifik terhadap gangguan tersebut, sehingga diagnosa dan terapi yang tepat bisa
segera dilakukan. Lamanya waktu yang dibutuhkan suatu laboratorium untuk
melakukan pemeriksaan ini berkisar maksimal 2 jam.

1. Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai
media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa
karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat
dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah.
Dalam menentukan normal atau tidaknya kadar hemoglobin seseorang kita harus
memperhatikan faktor umur, walaupun hal ini berbeda-beda di tiap laboratorium klinik,
yaitu :
 Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
 Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
 Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
 Anak anak : 11-13 gram/dl

28
 Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
 Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
 Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
 Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Ada
banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan, kurang
gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan penyakit sistemik (kanker,
lupus,dll).
Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang tinggal
di daerah dataran tinggi dan perokok. Beberapa penyakit seperti radang paru paru,
tumor, preeklampsi, hemokonsentrasi, dll.

2. Hematokrit
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah
merah dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Nilai normal hematokrit
untuk pria berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar 36,1% - 44,3%.
Seperti telah ditulis di atas, bahwa kadar hemoglobin berbanding lurus dengan
kadar hematokrit, sehingga peningkatan dan penurunan hematokrit terjadi pada
penyakit-penyakit yang sama.

3. Leukosit (White Blood Cell / WBC)


Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi
yang disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll.
Nilai normal leukosit berkisar 4.000 - 10.000 sel/ul darah.
Penurunan kadar leukosit bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi
virus, penyakit sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada
penyakit infeksi bakteri, penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal
ginjal, dll

29
4. Trombosit (platelet)
Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam
proses pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Beberapa kelainan dalam
morfologi trombosit antara lain giant platelet (trombosit besar) dan platelet clumping
(trombosit bergerombol).
Nilai normal trombosit berkisar antara 150.000 - 400.000 sel/ul darah.
Trombosit yang tinggi disebut trombositosis dan sebagian orang biasanya tidak
ada keluhan. Trombosit yang rendah disebut trombositopenia, ini bisa ditemukan pada
kasus demam berdarah (DBD), Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi
sumsum tulang, dll.

5. Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)


Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling banyak,
dan berfungsi sebagai pengangkut / pembawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan
ke seluruh tubuh dan membawa kardondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru.Nilai
normal eritrosit pada pria berkisar 4,7 juta - 6,1 juta sel/ul darah, sedangkan pada wanita
berkisar 4,2 juta - 5,4 juta sel/ul darah.Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan pada kasus
hemokonsentrasi, PPOK (penyakit paru obstruksif kronik), gagal jantung kongestif,
perokok, preeklamsi, dll, sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan pada anemia,
leukemia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan lupus, dll

6. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)


Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia (Suatu
kondisi di mana ada terlalu sedikit sel darah merah). Indeks/nilai yang biasanya dipakai
antara lain :
MCV (Mean Corpuscular Volume) atau Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu
volume rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan femtoliter (fl)
MCV = Hematokrit x 10
Eritrosit
Nilai normal = 82-92 fl

MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata


(HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram (pg)

30
MCH = Hemoglobin x 10
Eritrosit
Nilai normal = 27-31 pg

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) atau Konsentrasi


Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt per
eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah “gr/dl”)
MCHC = Hemoglobin x 100
Hematokrit
Nilai normal = 32-37 %

7. Laju Endap Darah


Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah kecepatan
sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED
merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi
akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen,
rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
International Commitee for Standardization in Hematology
(ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen dalam
pemeriksaan LED, hal ini dikarenakan panjang pipet Westergreen bisa dua kali panjang
pipet Wintrobe sehingga hasil LED yang sangat tinggi masih terdeteksi.
Nilai normal LED pada metode Westergreen : Laki-laki : 0 – 15 mm/jam
Perempuan : 0 – 20 mm/jam

8. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)


Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit.
Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus
dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan

31
basofil. Hasil hitung jenis leukosit memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai
infeksi dan proses penyakit. Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif
dari masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing
jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total dan hasilnya dinyatakan
dalam sel/μl.
Nilai normal : Eosinofil 1-3%, Netrofil 55-70%, Limfosit 20-40%, Monosit 2-
8%

9. Platelet Disribution Width (PDW)


PDW merupakan koefisien variasi ukuran trombosit. Kadar PDW tinggi dapat
ditemukan pada sickle cell disease dan trombositosis, sedangkan kadar PDW yang
rendah dapat menunjukan trombosit yang mempunyai ukuran yang kecil.

10. Red Cell Distribution Width (RDW)


RDW merupakan koefisien variasi dari volume eritrosit. RDW yang tinggi dapat
mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen, dan biasanya ditemukan pada anemia
defisiensi besi, defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12, sedangkan jika didapat
hasil RDW yang rendah dapat menunjukan eritrosit yang mempunyai ukuran variasi
yang kecil.

32
DAFTAR PUSTAKA

Nomi, Toshitaka. 2009. Membaca Karaktek Melalui Golongan Darah. Gramedia: Jakarta

Pearce. 2011. Anatomi & Fisiologi. Binarupa Aksara: Tangerang Selatan

Gabriel, Dr.J.F. 2005. Fisika Kedokteran. EGC: Jakarta.

Syarifudin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. EGC: Jakarta.

Pearce, Evelyn. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.

33
IKHTISAR

Darah adalah cairan sebagai alat transportasi zat dan oksigen yang dibutuhkan jaringan tubuh.
Plasma darah adalah penyusun darah berwujud cair serta mempengaruhi ± 5% berat manusia.
Eritrosit merupakan bagian dari sel darah yang mengandung hemoglobin (Hb). Hemoglobin
adalah biomolekul yang mengikat oksigen. Sebagian besar sel darah putih bisa bergerak
seperti Amoeba dan dapat menembus dinding kapiler. Dibandingkan sel darah lainnya, keping
darah memiliki ukuran paling kecil, bentuknya tidak teratur, dan tidak memiliki inti sel.
Beberapa fungsi darah yaitu sebagai alat pengangkut zat-zat dalam tubuh, menjaga suhu
tubuh, membunuh zat asing dalam tubuh dan proses pembekuan darah. Polisitemia adalah
kondisi tubuh terlalu banyak memproduksi eritrosit. Anemia adalah kondisi tubuh dimana
jumlah eritrosit berada di bawah normal. Leukemia disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel
leukosit yang tak terkendali. Leukopenia adalah penyakit sekunder yang merupakan suatu
keadaan penurunan jumlah eritrosit. Trombositosis adalah gangguan dimana tubuh
memproduksi terlalu banyak platelet. Trombositopenia adalah suatu kekurangan platelet
bagian dari pembekuan darah. Hemofilia adalah penyakit yang darahnya sukar membeku
ketika terluka. Dalam menentukan normal atau tidaknya kadar hemoglobin seseorang kita
harus memperhatikan faktor umur. Hematokrit menunjukkan banyaknya jumlah sel darah
merah dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%).Leukosit merupakan
komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi yang disebabkan oleh virus,
bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll. Trombosit membantu proses pembekuan darah
dan menjaga integritas vaskuler. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC) digunakan untuk
membantu mendiagnosis penyebab anemia. Laju Endap Darah (LED) adalah kecepatan
sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. Hitung jenis
leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. PDW merupakan
koefisien variasi ukuran trombosit. RDW merupakan koefisien variasi dari volume eritrosit.

34

Anda mungkin juga menyukai