Rheumatic Heart Disease
Rheumatic Heart Disease
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Rheumatic Heart disease merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan
valvular karena abnormalitas respon imun terhadap infeksi streptococcus group A.
RHD merupakan penyakit kelanjutan dari acute rhematic fever (ARF) setelah
didahului faringitis oleh streptococcus group A. ARF mengakibatkan cardiac
imflamation yang terutama melibatkan valvular endocardium. Serangan awal
dapat menyebabkan penyakit valvular yang berat dan RHD timbul sebagai akibat
kerusakan valvular yang menetap karena serangan ARF secara berulang.
2.2 Etiologi
RHD terjadi akibat adanya infeksi oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus grup
A (Streptococcus pyogenes). RHD selalu terjadi setelah S pyogene menginfeksi
saluran pernafasan atas yang menyebabkan faringitis dan kemudian menyebar ke
organ seperti jantung yang menyebabkan inflamasi pada organ tersebut.
2.3 Epidemiologi
RHD menyebabkan 200.000-250000 kematian pada usia muda setiap tahunnya.
Sebagian besar menyebabkan kematian pada anak dan remaja pada negara-negara
berkembang. Tingkat kematian pada daerah tersebut mencapai 12,5 % setiap
tahunnya. Menurut kriteria diagnosis 15,6-19,6 juta penduduk dunia memiliki
RHD. Prevalensi yang tinggi terjadi pada dewasa umur 20-50 tahun. Di kepulauan
Pasifik dan penduduk asli Australia prevalesinya 5-10 per 1000 anak sekolah, dan
sekitar 30 per 1000 usia 35-44 tahun. Di Asia kasus RHD prevalensinya
bervariasi. Daerah pedalaman Pakistan prevalensinya cukup tinggi yaitu 12 per
1000 penduduk. Di Amerika bagian selatan dan tengah menunjukkan prevalensi
yang rendah terhadap kejadian RHD yaitu 1.3 per 1000 anak sekolahan.
2.5 Anatomi
RHD paling sering menyebabkan terjadinya stenosis mitral (99% kasus).
Terjadinya stenosis ini karena serat fibrosa yang menjembatani seluruh komisura
katup dan kalsifikasi menciptakan bentuk seperti mulut ikan atau stenosis. Dengan
stenosis mitral yang ketat, atrium kiri semakin melebar dan memungkinkan
terjadinya mural trombus di sepanjang dinding. Kongesti di paru-paru yang terjadi
terlalu lama dapat menyebabkan perubahan vaskular dan parenkim paru dan
hipertrofi ventrikel kanan. Ventrikel kiri umumnya normal dengan terisolasinya
stenosis mitral murni.
A B
C D E
2.6 Histologi
Acute rheumatic fever pada mikroskopis terdapat inflamasi dan Aschoff body pada
seluruh layer pada jantung, termasuk katup jantung, dan papilary muscles. Aschoff
bodies terdiri dari foci yang merupakan degenerasi fibrinoid yang dikelilingi
limfosit, plasma sel dan aschoff sel. Sel Aschoff adalah makrofag dengan
cytopalsm melimpah dengan pusat oval vasicular nuclei dengan central bar dari
kromatin yang terkondensasi, lalu menjadi berinti untuk membentuk Aschoff
giant cell. Terlihat diffuse fibrosis, neovascularization atau kalsifikasi dari valve.
Sel fokal mengalami inflamasi kronis yang terinfiltrasi (terutama lymposit)
mungkin terlihat.
2.8 Diagnosis
Diagnosis RHD memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Biasanya pasien datang dengan tanda-tanda Karditis.
2.8.1 Anamnesis
a. Identitas pasien
Yang penting dari menanyakan identitas pasien adalah untuk mengetahui
keadaan sosial dan kebiasaan yang terpaut dengan infeksi Streptokokus beta
hemolitikus grup A.
b. Riwayat penyakit
Sesak nafas, demam, sakit pada sendi, cepat lelah, kelemahan pada otot, ada
benjolan pada kulit tanpa rasa nyeri, adanya bercak merah muda pada kulit
dengan sisi yang berbatas tegas
c. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita demam rematik dan ada riwayat infeksi saluran pernafasan
2.8.2 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya sesak nafas, pernapasan cuping hidung, sianosis,
pembengkakan pada sendi, denyut jantung terlihat pada permukaan kulit atau
tidak, ada tidaknya eritema marginatum
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk RHD masih kontroversi. Saat ini yang direkomendasikan
adalah salisilat untuk pasien dengan derajat karditis ringan sampai berat,
sedangkan steroid hanya digunakan pada pasien dengan karditis berat. Aspirin
2.10 Prognosis
Prognosis pasien akan sangat baik jika karditis sembuh pada permulaan demam
rematik. Bila karditis berat, maka prognosis lebih buruk. Selain itu, prognosis
akan lebih baik jika pasien taat minum obat selama masa pencegahan sekunder.
Bila pasien tidak taat minum obat selama masa pencegahan penyakit, maka ada
kemungkinan akan terjadinya reaktivasi penyakit.
2.11 Pencegahan
2.11.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan agar infeksi streptococcus beta hemolitikus pada
faring tidak sampai menyebabkan demam rematik apalagi sampai pada
komplikasinya yaitu penyakit jantung rematik. Ada pun obat-obat profilaksis yang
diberikan akan dijelaskan pada tabel berikut.
Cara pemberian Jenis antibiotika Dosis Frekuensi
Intramuskuler Bentazin PNC G 1,2 juta unit Satu kali
(600.000 unit
untuk BB <7 kg
Penisilin V 250 mg/400.00 4 kali sehari
unit selama sepuluh
hari
Oral Eritromisin 40 mg/kg BB/hari 3-4 kali sehari
(jangan lebih dari selama 10 hari
2.12 KIE
Mengingat pernyakit jantung rematik ini merupakan penyakit yang rawan
mengalami kekambuhan, ketaatan pasien akan pencegahan sekunder harus
ditekankan. Adapun nasehat yang dapat diberikan adalah:
3.2 Saran
Menegakkan diagnosis demam rematik dan RHD sebaiknya dilakukan
dengan teliti dan dengan pertimbangan klinis
Melaksanakan protokol tetap pencegahan sekunder demam rematik dan
RHD haruslah sesegera mungkin setelah eradikasi kuman streptococcus
group A dengan penisilin selama 10 hari
Meyakinkan adanya infeksi kuman streptococcus group A pada
pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan antibodi streptokokus
seperti antistreptolisin O (ASO), antideoksiribonuklease B (anti-DNAse
B), atau antihialuronidase (AH) dengan kemungkinan tidak dimiliki.