Anda di halaman 1dari 25

Disfungsi Hematologik atau Imunologik pada anak Anemia

A. Definisi
a. Anemia
Istilah anemia mendeskrifsikan keadaan penuruan jumlah SDM
dan/atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal. Sebagai
akibat dari penurunan ini. Kemampuan darah untuk membawa oksigen
menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen untuk jaringan
mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan hematologik yang
paling sering di jumpai pada masa bayi dan kanak – kanak. Anemia bukan
suatu penyakit tetapi merupakan indikasi atau manifestasi peroses
patologik yang mendasari. (Wong. Donna. L .2008. buku ajar
Keperawatan Pediatri Wong)
Anemia merupakan satu kondisi yang ditandai dengan kadar sel
darah merah dan Hb rendah. Kadar Hb beragam sepanjang masa kanak –
kanak. Oleh sebab itu, penting untuk memantau kadar Hb tersebut guna
memastikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan adekuat dapat
tercapai. Anemia dapat terdaji akibat penurunan produksi sel darah merah
atau kehilangan dan penghancuran sel darah merah. Terhentinya produksi
dapat dikaitkan dengan kurang asupan diet nutrien yang diperlukan untuk
menghasilkan sel tersebut. Perubahan pada struktur sel, atau malfungsi
jaringan (mis, sumsung tulang). Anemia terkait defisiensi nutrisi meliputi
defisiensi zat besi, defisiensiasam folat, dan anemia pernisiosa. Anemia
dapat terjadi akibat pajanan toksin (keracunan timbal)atau akibat efek
simpang obat (anemia aplastik). Kehilangan darah dapat terjadi akibat
pembedahan atau taruma. Perubahan atau penghancuran sel terjadi pada
gangguan genetik tertentu dan gangguan perkembangan sel tertentu
(Bryant, 2010). (Kyle. Terri & Carman. Susan : buku ajar Keperawatan
Pediatri. Vol 4 . edisi 2)

1
B. ETIOLOGI
Anemia bukanlah kesatuan penyakit tersendiri (disease entity),
tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying
disease). Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena :
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3. Proses penghancuran eritrosit pada tubuh sebelum waktunya
(hemolisis) (NIC, NOC. NANDA, Volume 1)
C. KLASIFIKASI ANEMIA
Berdasarkan penyebab, anemia dapat dikelompokan menjadi
beberapa jenis yaitu :
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia akibat pasokan zat besi dari makanan yang tidak memadai
merupakan masalah gizi yang paling dominan di Amerika Serikat, dan
merupakan masalah gangguan mineral yang paling sering ditemukan.
Hampir 16% anak – anak berusia 6 hingga 24 bulan dari keluarga yang
berpenghasilan rendah menderita anemia (Felt dan Lozoff, 1996; Pollitt,
1994) kendati demikian, prevalensi tersebut sudah menurun dan hal ini
mungkin terjadi sebagian karena partisipasi keluarga dalam program
women, infats end children (WIC), yang memberikan formula diperkaya
zat besi kepada bayi dalam satu tahun pertama (Lukens, 1995). Bayi
prematur terutama merupakan kelompok yang beresiko karena kurangnya
pasokan zat besi pada saat janin. Yang cepat dikombinasikan dengan
kebiasaan makan yang buruk. (Kyle. Terri & Carman. Susan : buku ajar
Keperawatan Pediatri. Vol 4 . edisi 2)
Anemia Fe merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat
besi yang merupakan bahan baku pembuat sel darah dan hemoglobin.
Kekurangan zat besi (Fe) dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu : 1.
Asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase
pertumbuhan cepat, 2. Penurunan resorbsi karena kelainan pada usus atau
karena anak banyak mengkonsumsi teh (menurut penelitian, ternyata teh
dapat menghambat resorbi Fe), dan 3. Kebutuhan yang meningkat,

2
misalnya, pada anak balita yang pertumbuhannya cepat sehingga
memerlukan nutrisi yang lebih banyak. (Wong. Donna. L .2008. buku ajar
Keperawatan Pediatri Wong)
Secara normal, tubuh hanya memerlukan Fe dalam jumlah yang
sedikit. Oleh karena itu, ekskresi besi juga sangat sedikit. Pemberian Fe
yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan hemosidersis
(pigmen Fe yang berlebihan akibat penguraian Hb) dan hemokromatosis
(timbunan Fe yang berlebihan dalam jaringan). Pada masa bayi dan
pubertas, kebutuhan Fe meningkat karena pertumbuhan. Demikian juga,
dalam keadaan infeksi. (Nursalam M. : 125 )
Kekurangan Fe mengakibatkan kerurangan Hb, sehingga
pemebntukam eritrosit mengalami penurunan. Disamping itu, tiap eritrosit
akan mengandung Hb dalam jumlah yang lebih sedikit. Akibatnya, bentuk
selnya menjadi hipokromik mikrositik (bentuk sel darah kecil), karena
tiap eritrosit mengandung Hb dalam jumlah yang lebih sedikit. (Nursalam
M. : 125 )
b. Anemia Megaloblastik
Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan asam folat.
Disebut juga dengan anemia defisiensi asam folat. Asam folat merupakan
bahan esensi untuk sintesiss DNA dan RNA yang penting untuk
metabolisme inti sel. DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA
untuk pematangan sel. Berdasarkan bentuk sel darah, anemia
megaloblastik tergolong dalam anemia makrositik, seperti pada anemia
pernisiosa. Ada beberapa penyebab penurunan asam folat yaitu :
1. Masukan yang kurang. Pemberian susu saja pada bayi di atas 6
bulan (terutama sus formula) tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
2. Gangguan absorbsi. Adanya penyakit/gangguan pada
gastrointestinal dapat menghambat absorsi bahan makanan yang
diperlukan tubuh.
3. Pemberian obatyang antagonis terhadap asam folat. Anak yang
mendapatkan obat – obatan tertentu, seperti metotresat, pirimetasin

3
atau derivat barbiturat sering mengalami defisiensi asam folat. Obat
1– obatan tersebut dapat menghambat kerja asam folat dalam
tubuh, karena mampunyai sifat yang bertentangan. ( Nursalam M. :
125 )
c. Anemia Pernisiosa
Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12.
Anemia persiosa ini tergolong anemia megaloblastik karena bentuk sel
darah yang hampir sama dengan anemia defisiensiasam folat. Bentuk sel
darahnya tergolong anemia makrositik normokromik, yaitu kekurangan
sel darah merah yang besar dengan bentuk abnormal terapi kadar Hb
normal. ( Nursalam M. : 126 )
Vitamin B12 (kobalamin) berfungsi untuk pematangan normablas,
metabolisme jaringan saraf, dan purin, selain asupan yang kurang,
anemia pernisiosa dapat disebabkan karena adanya kerusakan lambung,
sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan sekret yang berfubfsi untuk
abnormal B12. ( Nursalam M. : 126 )
d. Anemia Pascaperdarhan
Terjadinya sebagai akibat dari perdarahan yang masif (perdarahan
terus – menerus dan dalam jumlah banyak), seperti pada kecelakaan,
operasi dan persalinan dengan perdarahan hebat yang dapt terjadi secara
mendadak maupun menahan. Berdasarkan bentuk sel darah, anemia
pascaperdarahan ini termasuk anemia normpsitik normokromik, yaitu sel
darah berbentuk normal tetapi rusak/habis. ( Nursalam M. : 126 )
Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi ref;el
cardiovaskular yang fisiologi berupa kontraksi arteriol, pengurangan
aliran darah ke organ yang kurang vital dan penambahan aliran darah ke
organ vital (otak dan jantung). Kehilangan darah yang mendadak lebih
berbahaya dibandingkan dengan kehilangan darah dalam waktu lama.
(Nursalam M. : 126)
Kehilangan darah 12 – 15% akanmenyebabkan pucat dan takikardi,
tetapi kehilangan 15 – 20% akan menimbulkan kejala syok (renjatan)

4
yang reversible. Bila lebih 20% maka dapat menimbulkan syok yang
irreversible (menetap). ( Nursalam M. : 126)
Selain reflek kardiovaskular, akan terjadi pergeseran cairan
ekstravaskular ke intravaskular agar tekanan osmotik dapat
dipertahankan. Akibatnya, terjadi hemodilusi dengan gejala: 1.
Rendahnya Hb, eritrosit dan hematokrit, 2. Leucositosis (15.000 –
20.000/mm3), 3. Kadang – kadang terdapat gagal jantung, 4. Kelainan
cerebral akibat hipoksemia dan 5. Menurunnya aliran darah ke ginjal
sehingga dapat menyebabkan oliguria/anuria. ( Nursalam M. : 126)
Pada kehilangan darah yang terjadi secara menahun, pengaruhnya
akan terlihat sebagai gejala akibat defesiensi besi bila tidak diimbangi
masukan Fe yang cukup. ( Nursalam M. : 126)
e. Anemia Hemolitik
Merupakan anemia yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih
pendek/prematur. Secara normal, eritrosit berumur antara 100 – 120 hari.
Adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan akan mengpengaruhi
fungsi hepar, sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan
bilirubin. Selain itu, sumsum tulang dapat membentuk 6 -8 kali lebih
banyak sistem eritropoetik daripada biasanya, sehingga dapat dijumpai
eritrosit dan retikulosit pada darah tepi. Berdarsarkan bentuk sel
darahnya, anemia hemolitik ini termasuk dalam anemia normositik
normokromik. Kekurangan bahan pembentukan sel darah, seperti
vitamin, protein atau adanya infeksi dapat menyebabkan ketidak
seimbangan antara penghancuran dan pembentukan sistem eritropoetik.
Penyebab anemia hemolitik diduga sebagai berikut :
1. Kongenital, misalnya, kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim
G6PD
2. Didapat, misalnya, infeksi, sepsis, pengguna obat – obatan dan
keganasan sel. ( Nursalam M. : 127)
f. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit (sickle cell anemia; SCA). Penyakit sel sabit
merupakan salah satu sekelompokan hemoglobinopati bawaan yang

5
1ditandai dengan sel darah merah tidak membawa hemoglobin normal
individu dewasa, tetapi justrumembawa type yang kurang efektif. Di
Amerika Serikat, type paling sering penyakit sel sabit adalah penyakit
hemoglobin SS (anemia sel sabit), penyakit Hemoglobin SC dan
telasemia β sabit hemoglobin. Diantara penyakit sel sabit, anemia sel sabit
merupakan bentuk tersering dan menjadi fokus. (Bryant, 2010) (Wong.
Donna. L .2008. buku ajar Keperawatan Pediatri Wong)
Anemia sel sabit merupakan gangguan darah kronik berat yang
menyerang 2.000 bayi yang lahir di Amerika serikat setiap tahun
(Ambruso et al, 2011). Anemia sel sabit paling sering dialami oleh orang
Afrika, Mediterania, Timur Tengah, dan India (Ambruso et al, 2011), satu
dari 400 orang dari Afrika, Amerikamengalami anemia sel sabit
(Ambruso et al, 2011). Orang yang mengalami anemia sel sabit memiliki
Hb SS dan bukan Hb AA. Pada hemoglobin S, asam glutamat digantikan
oleh valin di dalam molekul hemoglobin. Hal tersebut menyebabkan
elongasi sel darah merah dengan masa hidup yang lebih singkat. Sel yang
memanjang (elongasi) lebih rapuh dibandingkan sel normal dan berubah
bentuk menjadi sabit. Individu dengan representasi heterozigot (Hb AS)
dianggap memiliki sifat sel sabit dan merupakan pembawa/karier penyakit
tersebut; sekitar 8% individu keturunan Amerika Afrika memiliki sifat sel
sabit (Ambruso et al, 2011). Secara umum, individu yang memiliki sifat
sel sabit memiliki hanya sedikit maslah kesehatan.
Gen yang menentukan produksi Hbs terletak pada sebuah
autosomdan jika ada, gen tersebut selalu terdeteksi sehingga merupakan
gen dominan. Individu heterozigot yang memiliki HbA normal dan Hbs
abnormal dikatakan mempunyai sifat pembawa sel sabit. Meskipun defek
ini diturunkan biasanya fenomena pembentukan sel sabit baru tidak
terlihat sampai di akhir. (Wong. Donna. L .2008. buku ajar Keperawatan
Pediatri Wong)
g. Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan suatu keadaan semua unsur darah yang
terbentuk terdepresi secara bersamaan. Sediaan apus darah tepi

6
memperlihatkan pansitopenia atau trias gejala yaitu, anemia, leukopenia
dan trombositopenia yang berat. Anemia hipoplastik di cirikan dengan
depresi sel darah merah yang sangat mencolok, tetapi nilai sel darah putih
(SDP) dan trinbosit normal atau sedikit menurun. (Wong. Donna. L
.2008. buku ajar Keperawatan Pediatri Wong)
Anemia aplastik (kegagalan sumsung tulang untuk menghasilkan
sel). Ditandai dengan aplasia sumsum tulang dari pansitopenia
(penurunan jumlah semua sel darah). Sebagai besar kasus dapatan, tetapi
ada beberapa tipe anemia aplastik yang diwariskan dan tipe tersebut
jarang (bryant,2010). Tipe anemia aplestik yang diwariskan
dimanifestasikan sebagai kegagalan sumsum tulang kongenital, yang
paling terkenal adalah anemia fancomi, gangguan resesif autosom.
Anemia aplestik dapatan dianggap sebagai respons yang dimediasi imun.
Sebagai besar kausu ideopatik, yang berat pemicunya masih belum
diketahui. Penyebab lain meliputi pajanan terhadaptoksin lingkungan,
virus, obat mielosupresi atau radiasi. (Kyle. Terri & Carman. Susan :
buku ajar Keperawatan Pediatri. Vol 4 . edisi 2)
Anemia aplestik dapat diklasifikasikan berat atau normalnya berat.
Pada bentuk berat, hitungan granulosit kurang dari 50.000 hitung
trombosit kurang dari 20.000 dan hitung retikulosit kurang dari 500,
hitung trombosit lebih dari 20.000 dan hitung retikulosit lebih dari 1 %
(Ambruso, Hays, Goldenberg, 2011). Komlpikasi anemia aplestik pada
anak meliputi infeksi sangat berat, hemoragi dan kematian. Menejemen
terapetik anemia aplestik pada anak meliputi transplantasi se induk
hematopoietik dari donor saudara kandung yang memiliki kecocokan
antigen leukosit menusia (human leucocyte antigen, HLA); jika donor
tersebut tidak ada, terapi imunosupresif atau siklofosfamid doses tinggi
dapat di berikan. (Wong. Donna. L .2008. buku ajar Keperawatan Pediatri
Wong).
Adapun beberapa penyebaba terjadinya anemia aplastik di
antaranya adalah:

7
1. Menurunkan jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel
darah.
2. Lingkungan Mikro (micro environment), seperti radiasi dan
kemoterapi yang lama dapat mengakibatkan sebab yang
fibrinus dan infiltrasi sel.
3. Penurunan poitin, sehingga yang berfungsi merangsang
tumbuhnya sel – sel darah dalam sumsum tulang tidak ada.
4. Adanya sel inhibitor (T. Limposit ) sehingga
menekan/menghambat maturasi sel – sel induk pada sumsum
tulang. ( Nursalam M. : 127)
D. KRITERIA ANEMIA
Batasan yang umum digunakan adalah kriteria WHO pada tahun
1968. Di nyatakan dengan kriteria sebagai berikut :
No. Kriteria Jumlah Hb
1. Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
3. Perempuan hamil Hb < 11 gr/dl
4. Anak usia 6-14 tahun Hb < 14 gr/dl
5. Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 14 gr/dl
6. Bayi baru lahir Hb < 20 gr/dl

DERAJAT ANEMIA
Ringan Sekali Hb 10gr/dl – 13gr/dl
Ringan Hb 8gr/dl – 9,9gr/dl
Sedang Hb 6gr/dl –7,9 gr/dl
Berat Hb < 6gr/dl

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Umum
- Kelemahan otot
- Keadaan mudah letih

8
 Sering istirahat
 Pendek nafas
 Kesulitan menghisap susu (pada bayi)
- Kulit pucat
 Warna pucat seperti lilin terlihat pada anemia yang berat
- Pica – makan tanah, es (cat) pasta
2. Manifestasi pada Sistem Saraf Pusat
- Sakit kepala
- Pusing
- Pening
- Iritabilitas
- Proses berfikir melemah
- Penurunan rentang perhatian
- Apati
- Defresi
3. Syok (Anemia Kehilangan Darah)
- Perfusi Perifer buruk
- Kulit lembab dan dingin
- Tekanan darah dan tekanan vena sentral rendah
- Frekuensi jantung meningkat

Wong, Donna, L, 2003, Edisi 4, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, EGC,


Jakarta

F. PATOFISIOLOGIS
Timbulnya anemia mercerminkan adanya kegagalan sumsum
tulang atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.
Kegagaln sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pejanan toksin
,invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yabf tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisi (destruksi), hal
ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah yang mengakibatkan destruksi sel darah merah.

9
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel
fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan
limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki
aliran darah. Seriap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1
mg /dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatlan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urine (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenaik apakah suatu anemia pada pasien
disebabkan oleh penghancur sel darah atau produksi sel darah merah yang
tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar
1. Hitungan retikulasi dalam siklus darah.
2. Derajat poliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan
cara pematanganya, seperti yang terlihat dalam biopsi dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
a. Pathway

10
Pendarahan saluran cerna, Definisi besi, vit B12, Overaktif RES, produksi
uterus, hidung, luka AS.Folat, Depresi sumsum SDM abnormal
tulang,ritprotein

Kehilangan SDM ( Sel Penghancuran SDM


darah merah )
Produksi SDM

Pertahanan sekunder tidak Resiko infeksi


adekuat

Penurunan jumlah eritrosit Penurunan kadar HB Efek GI

Kompensasi jantung Komponen paru Gangguan penyerapan


nutrisi & defisiansi folat

Beban kerja dan curah Peningkatan frekuensi nafas Glositis berat ( lidah
jantung meningkat meradang ), diare,
kehilangan nafsu makan

Takikardia, angina ( nyeri Dyspenia ( kesulitan Intake nutrisi turun (


dada), iskemia miokardium, bernafas ) Anoreksia )
beban kerja jangtung

Ketidak efektifan Penurunan transport O2 Ketidak seimbangan


perfungsi jaringan parifer nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Hipoksia

Peningkatan kontraktilitasi Lemah lesu, parestesia, mati Ketidak efektifan pola


rasa ataksia, gangguan nafas
Palpitasi kordinasi, bingung

Penebalan dinding ventrikel Defisit perawatan diri


11
kardiomegali
Reaksi kompensasi
Kebutuhan O2 terpenuhi
takikardia

Timbul sensasi berdebar-


debar Hipoksia sel dan jaringan

Kurang pengetahuan
Metabolism anaerob

ANSIETAS Penumpukan asam lakatat


pada jaringan

Kelelahan

INTOLERANSI
AKTIVITAS

12
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perlu pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui Hb, eritrosit dan
hematokrit pada anemia defisiensi besi, kadar Hb kurang dari 10 gr/dl dan
eritrosit menurun. Eritrosit berbentuk hipokromik (kecil dan pucat).
Sedangkan pada defisiensi asam folat dan vitamin B12, bentuk sel
darahnya adalah makrositik normokromik (megaloblastik), yaitu bentuk
sel besar dan warna norma. Berikut ini disajikan tabel – tebel nilai normal
sel darah. ( Nursalam M. : 130)

usia
Jenis Sel Darah
Bayi baru lahir 1 tahun 5 tahun 8 – 12 tahun
Eritrosit (juta/mikro lt) 5,9 (4,1 – 7,5) 4,6 (4,1 – 5,1) 4,7 (4,2 – 5,2) 5 (4,5 – 5,4)
Hb (gr/dl) 19 (14 – 24 ) 12 (11 - 15) 13,5 (12,5 - 15) 14 (13 – 15,5)
Leukosit (per mikro lt) 17.000 (8 - 38) 10.000 (5 - 15) 8000 (5 - 13) 8000 (5 - 12)
Trombosit (per mikro lt) 200.000 260.000 260.000 260.000
Hematokrit (%) 54 36 38 40
Sumber : Essentials of pediatrics nursing, Wong (2000)
1. Kadar HB kurang dari 10 gr/dl dan eritrosit menurun.
2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
3. Pemeriksaan diagnostik untuk mengetahu penyakit akut atau kronik, serta
kehilangan sumber darah kronik. ( Nursalam M. : 130)
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Anak dengan anemia tidak selalu harus dirawat di rumah sakit. Hal
ini tergantung pada jenis anemia dan gangguan yang dialami oleh anak
atau bila keadaan anak memburuk, misalnya, kadar Hb yang sangat rendah
atau gangguan fisik lainnya yang membahayakan anak. Apabila kondisi
anak seperti itu, segera konsultasikan ke dokter atau rujuk ke rumah
sakit/klinik terdekat. Sedangkan anak yang mengalami anemia defisiensi
Fe yang hanya tampak pucat, cukup diberikan tablet Fe/folat atau
ferosulfat setiap hari selama 4 minggu dengan dosisi 5 mg Fe/kg BB. (
Nursalam M. : 131)

13
Umur/Berat badan Tablet besi/folat berisi (sulfat Sirup besi berisi sulfat
ferosus 200 mg + 250 meg ferosus 150 ml (30 mg
folat) dan 60 mg elemental iron, elemental iron per 5 ml),
diberikan 3x/hari diberikan 3x/hari
6 sampai 12 bulan ¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh )
(7 - < 10 kg BB)
12 bulan – 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
(10 - < 19 kg)
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
penggati darah yang hilang:
1. Transpalasi sel darah merah
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel
darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayur hijau
( Nursalam M. : 131)
I. ASKEP
a. Pengkajian
Pada pengkajian ini, tidak semua asuhan untuk masing – masing
jenis anemia. Untuk itu, akan dikaji data – data fokus yang umumnya
sering dialami/terjadi pada bayi dan balita yang mengalami anemia
terutama defisiensi.
1. Usia
Anak yang mengalami defisiensi Fe biasanya berusia antara
6 – 24 bulan dan pada masa pubertas. Pada usia tersebut kebutuhan
Fe cukup tinggi, karena digunakan ntuk pertumbuhan yang terjadi
relatif cepat dibandingkan dengan periode pertumbuhan lainnya
(Wong, 1991).
2. Pucat

14
1. Pada anemia pascaperdarahan, hilang darah sekitar 12 – 15%
akan menyebabkan kepucatan, dan juda takikardi. Kehilangan
darah yang cepat dapat menilbulkan reflek cardiovaskular
secara fisiologi berupa kontraksi arterial, penambahan aliran
darah ke organ vital dan pengurangan aliran darah yang kurang
vital, seperti ekstermitas.
2. Pada defesiensi zat besi maupun asam folat (pernisiosa), punyat
terjadi karena tidak tercukupinya bahan baku pembuatan sel
darah maupun bahan esensial untuk pematangan sel, dalam hal
ini zat besi dan asam folat.
3. Sedangkan punya pada anemia hemolistik terjadi karena
penghancuran sel darah mereh sebe;um waktunya. Secara
normal, sel darah merah akan hancur dalam waktu 120 hari,
untuk melanjutkan sel darah baru.
4. Pada anemia aplastik, pucat terjadi karena hentinya
pembentukan sel darah pada sumsum tulang. Hal ini terjadi
karena sumsum tulang mengalami kerusakan.

Warna kepucatan pada kulit ini dialami oleh hampir semua


anak yang anemia. Warna pucat ini dapat dilihat pada telapak
tangan, dasar kuku, konjungtiva dan mukosa bibir. Cara sederhana
adalah dengan membandingkan telapak tangan anak dengan
telapak tangan petugas atau orang tuanya. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa telapak tangan pembandingan haruslah normal.

3. Mudah lelah/lemah
Berkurangnya kadar oksigen dalam tubuh mengakibatkan
keterbatansan energi yang dihasilkan tubuh, sehingga anak
kehilangan lesu, kurang bergairah dan mudah lelah. Oksigen yang
terkait dengan Hb pada sl darah merah mempunyai salah satu
fungsi untuk aktivitas tubuh.
4. Pusing kepala

15
Pusing kepala pada anak anemia disebabkan karena
pasokan atau aliran darah berkurang kedalam otak.
5. Napas pendek
Rendahnya kadar Hb akan menurunkan kadar oksigen,
karena Hb merupakan pembaw oksigen. Oleh karena itu, sebagai
kompensasi atas kekurangan oksigen tersebut, pernapasan menjadi
lebih cepat dan pendek
6. Nadi cepat
Peningkatan denyut nadi sering terjadi, terutama pada
perdarahan mendadak yang merupakan kompensasi dari reflek
cardovakular. Kompensasi peningkatan denyut nadi ini terjadi
untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
7. Eliminasi urine dan kadang – kadang terjadi penurunan produksi
urine
Adanya perdarahan yang hebat dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal sehingga merangang hormon reni
angiotensin aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi
untuk memperbaiki perfusi dengan manifestasi penurunan produsi
urine.
8. Gangguan pada sistem saraf
Anemia defisiensi vitamn B12 dapat menimbulkan
gangguan pada sistem saraf sehingga timbul keluhan seperti
kesemutan (gringgingen), ektermitas lemah, spestisitas dan
gangguan melangkah.
9. Gangguan saluran cerna
Pada anemia yang berat, sering timbul keluhan nyeri perut,
mual, muntah dan penurunan nafsu makan (anoreksi)
10. Pika
Merupakan suatu keadaan yang berulang karena anak
makab zat yang tidak bergizi, tanpa gangguan jiwa atau gangguan
fisik. Sering terjadi pada anak berusia 1 – 4 tahun yang kurang gizi,
anak terlantar, anak yang mengalami retardasi mental, dan kurang

16
pengawasan. Zat yang sering dimakan misalnya kapur, kertas, dan
lain – lain. Kebiasaan pika akan menghilang, bila anak mendapat
perhatian dan kasih sayang yang cukup atau sudah teratsi masalah
anemianya
11. Iritabel (cengeng, bawel atau mudah tersinggung)
anak cengeng atau rewel sering terjadi pada kasus anemia
defisiensi besi. Walaupun anak tersebut telah terpenuhi
kebutuhannya, seperti minum dan makan, tetaoi anak masih rewel.
Apakah sebelumnya anak rewel kemudian setelah diberi
makan/minum anak menjadi diam, maka hal ini tidak termasuk
cengeng (iritabel).
12. Suhu tubuh meningkat
Diduga terjadi sebagai akibat dari dikeluarkan leukosit dari
jaringan iskemik (jaringan yang mati akibat kekurangan oksigen)
13. Pola makan
Pada anemia defisiensi, sering terjadi kesalahan pola makan
sehingga asupan tidak mencukupi, misalnya, terlambat
memberikan makanan tambahan pada bayi usia 6 bulan.
( Nursalam M. : 128)
b. Diangnosa
1. Diagnosa Medis : Anemia
2. Masalah yang sering timbul :
1. Ansietas/takut berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi
2. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom
hipoventilasi, penurunan transpot oksigen paru
3. Ketidakefektipan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
penurunan pengiriman oksigen kejaringan
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak adekuatan masukan besi yang dilaporkan (kurang

17
dari RDA): kurang pengetahuan mengenai makanan yang
diperkaya dengan besi.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
c. Intervensi rasional

Diagnosa 1 : Ansietas/takut berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi


Tujuan : ansietas dapat teratasi
Kriteria Hasil :
- Anak dan keluarga menunjukan ansietas yang minimal
- Anak dan keluarga menunjukan pemahaman tentang
gangguan, tes diagnostic, dan pengobatan
Intervensi Rasional
1. Menyiapkan anak untuk guna 1. Untuk menghilangkan
dilakukan prosedur diagnostic. ansietas/rasa takut.
2. Jelaskan tujuan pemberian 2. Untuk meningkatkan pemahaman
komponen darah pada anak. terhadap gangguan, tes diagnostic
3. Tetap bersama anak selama tes dan pengobatan.
dan memulai prosedur 3. Untuk memberikan dukungan dan
diagnostic. observasi pada kemungkinan
4. Dorong orang tua untuk tetap komplikasi.
bersama anak. 4. Untuk meminimalkan stress
5. Berikan tindakan kenyaman karena perpisahan
mis. Dot, menimang, musik 5. Untuk meminimalkan stress
6. Dorong anak untuk 6. Untuk meminimalkan ansietas/
mengekpresikan perasaan. rasa takut
7. Berikan darah, sel darah, 7. Agar tidak menimbulkan
trombosit sesuai ketentuan. komplikasi.

Diangnosa 2 : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidak adekuatan masukan besi yang dilaporkan (kurang
dari RDA): kurang pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi
Tujuan : untuk memenuhi nutrisi pada tubuh

18
Kriteria Hasil :

- Keluarga menghubungkan dengan riwaya diet


dengan memperjelas kepatuhan anak terhadap
pengobatan.
- Anak diberikan suplemen besi yang dibuktikan
dengan feses berwarna hijau.
- Anak minum obat dengan tepat

Intervensi Rasional
1. Berikan konsuling diet pada 1. Untuk memastikan bahwa anak
pemberi perawatan khusus mendapatkan suplai yang adekuat
2. Berikan ASI ekslusif atau dengan memberikan makanan
susu secukupnya pada anak yang kaya akan besi, folat dan
sebegai makanan suplemen B12
setelah makanan padat. 2. Agar pemenuhan adekuat dan
3. Ajarkan pada anak – anak konsumsi susu yang berlebih
tentang pentingnya makanan dapat menurun masukan makanan
– makanan yang padat yang megandung besi, folat
mengandung zat besi. dan B12
4. Berikan dosis pemberian obat 3. Mendorong anak agar patuh.
dengan advice dokter. 4. Untuk absorpsi maksimum
5. Berikan jus buah atau 5. Karena vitamin C memudahkan
preparet multivitamin. absorvi
6. Anjurkan keluarga tidak 6. Bahan tersebut akan menurunkan
memberikan konsumsi obat absorpsi besi.
bersamaan dengan susu atau 7. Dosis yang adekuat akan
antasida mengubah feses menjadi berwarna
7. Kaji karakteristik feses hijau gekap.

Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,


penurunan pengiriman oksigen kejaringan

19
Tujuan : toleransi aktifitas terpenuhi

Kriteria Hasil :

- Anak bermain dan istirahat dengan tenang dan melakukan aktivitas


yang sesui dengan kemampuan
- Anak tidak menunjukan adanya kelemahan atau keletihan
- Anak menunjukan pernafasan, freuensi dan kedalaman normal,
bernafas dengan mudah

Intervensi Rasional
1. Observasi adanya tanda kerja 1. Untuk merencanakan istirahat
fisik (takikardi, takipnea, nafas yang cepat.
pendek, pusing, perubahan 2. Untuk mencegah kelelahan pada
warna kulit). anak serta untuk mencegah anak
2. Antisipasi dan bantu dalam dari rasa bosan dan menarik diri.
aktivitas kehidupan sehari – hari 3. Untuk pertukaran udara yang
diluar batas toleransi anak dan optimal dan untuk menungkatkan
beri aktivitas bermain, pengalam oksigen ke jaringan
yang meningkatkan istirahat dan 4. Mengurangi akan kebutuhan
tenang. oksigen
3. Pertahankan posisi semi fowler 5. Yang meningkatkan istirahat dan
dan berikan oksigen. tenang tetapi mencegah
4. Bantu aktivitas yang kebosanan dan menarik diri
memerlukan kerja fisik 6. Untuk menetukan menilai dasar
5. Berikan aktivitas bermain untuk kepribadian selama periode
pengalihan aktivitas
6. Ukur tanda vital selama periode 7. Untuk meminimalkan ansietas
istirahat atau kecemasan pada anak
7. Dorong anak untuk
mengeksferikan perasaan

20
Diagnosa 4 : Ketidakefektipan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
Tujuan : efektipnya prtfusi jaringan
Kriteria Hasil :
- Menunjukan perfusi adekuat mis, tanda vital stabil: memberan
mukosa berwarna merah muda, pengisian kapiler baik, haluran
urine adeuat: mental seperti biasa.

Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital, kaji pengisian 1. Memberikan informasi tentang
kapiler, warna kulit/membran derajat/keadekuatan perfusi
mukosa, dasar kaku. jaringan dan membantu
2. Tinggikan tempat tidur sesuai menentukan kebutuhan intervensi
toleransi. 2. Meningkatkan ekspansi paru dan
3. Selidiki keluhan nyeri dada, memaksimalkan oksigen untuk
palpitasi saluran. Catatan : kontraindikasi
4. Kaji untuk respon verbal bila ada hipotensi.
melambat, gangguan memori, 3. Iskemia seluler memengaruhi
bingung jaringan miokardial/potensial
5. Catat keluhan rasa dingin, resiko infark.
pertahankan suhu lingkungan 4. Dapat mengidentifikasi gangguan
dan tubuh hangat sesuai fungsi serebral karena hipoksia
indikasi. atau defisiensi vit B12
6. Awasi pemeriksaan 5. Vasokontriksi menurunkan
laboratorium mis, Hb/Ht dan sirkulasi perifer.
jumlah SDM, GDA. 6. Mengidentifikasi defisiensi dan
7. Berikan oksigen tambahan kebutuhan pengobatan respon
sesuai indikasi. terhadap terapi.
7. Memaksimalkan transpor oksigen
ke jaringan

21
Diagnosa 5 : Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom
hipoventilasi, penurunan transpot oksigen paru
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan status respirasi klien
membaik
Kriteria Hasil : - menunjukan pola nafas efektif dengan frekwensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru bersih
- Tidak mengunakan otot – otot bantu pernapasan

Intervensi Rasional
1. Posisikan pasien semi fowler 1. Untuk memaksimalkan potensi
2. Observasi frekwensi kedalaman ventilasi
pernafasan dan ekspansi dada 2. Kecepatan biasanya meningkatkan
3. Berikan tambahan oksigen kerja nafas dan kedalaman
4. Pertahankan perilaku tenang, pernafasan bervariasi tergantung
bantu pasien untuk kontrol diri derajat gagal nafas.
dengan menggunakan pernafasan 3. Memaksimalkan bernafas dan
lebih lambat dan dalam. menurunkan kerja nafas
5. Catat pergerakan dada, simetris 4. Membantu pasien mengalami efek
atau tidak, menggunakan otot fisiologi hipoksia yang dapat
bantu pernafasan dimanifestasikan sebagai ansietas
6. Monitoring kecepatan, ritmen 5. Melihat apakah ada obstruksi di
kedalaman dan usaha pasien saat salah satu bronkus atau adanya
bernafas gangguan pada pentilasi
7. Kolaborasi dalam pemberian 6. Monitoring keadekuatan
oksigen terapi pernafasan
7. Meningkatkan ventilasi dan asupan
oksigen
-
Diagnosa 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin
Tujuan : menurukana kadar resiko infeksi pada pasien
Kriteria hasil : - klien bebas dari tanda gejala infeksi
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

22
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik 1. Mencegah kontaminasi silang /
oleh pemberi perawatan dan kolonisasi bakterial.
pasien. 2. Menurunkan resiko kerusakan kulit /
2. Berikan perawatan kulit, parianal infeksi
dan oral dengan cermat 3. Untuk mencegak infeksi nasokomial
3. Pertahankan teknik aseptik pada 4. Adanya proses inflamasi / infeksi
setiap prosedur perawatan membutuhkan evaluasi / pengobatan
4. Pantau suhu. Catat adanya 5. Membantu dalam pengenceran
mengigil dan takikardia dengan sekret pernapasan untuk
atau tampa demam mempermudah pengeluaran dan
5. Tingkatkan masukan cairan mencegah stasis cairan tubuh.
adekuat 6. Mungkin digunkan secara
6. Berikan antiseptik topikal, propilaktik untuk menurunkan
antibiotik sistemik kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi lokal

Diagnosa 7 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri kembali
Kriteria Hasil : - menunjukan klien dapat melakukan perawatan diri secara
mandiri sebelum pulang
Intervensi Rasional
1. Monitoring kebutuhan klien 1. Untuk mengetahui kebutuhan
2. Monitoring kemampuan klien individu pasien tersebut (anak)
untuk memenuhi kebutuhan diri 2. Untuk mengetahui sejauh mana
3. Fasilitasi kebutuhan klien klien mampu untuk memenuhi
selama kemampuan klien kebutuhan diri
menurun 3. Memudahkan klien untuk
4. Manajemen nutrisi klien memenuhi kebutuhan dirinya serta
5. Terapi mobilitas klien mendukung pemulihan kebutuhan
6. Monitoring nutrisi klien diri.
4. Mengatur input output klien untuk

23
mendukung pemulihan
kemampuan klien untuk memenuhi
kebutuhan diri.
5. Agar klien tidak mengalami
gangguan mobilisasi akibat bed
rest
6. Mengetahui input dan output klien
guna mendukung pemulihan klien
untuk memenuhi kebutuhan diri

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Nursalam M.Nurs, dkk, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak,
Salemba Medika,Jakarta (Hal:124 – 133)
2. Kyle. Terri & Carman. Susan, Edisi 2, buku ajar Keperawatan
Pediatri, EGC, Jakarta
3. Wong, Donna, L, 2003, Edisi 4, Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik, EGC, Jakarta (Hal: 536-538)
4. Wong, Donna, L, 2008, Edisi 6, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik,
EGC, Jakarta (1114 - 1129)

25

Anda mungkin juga menyukai