Anda di halaman 1dari 17

I.

Pendahuluan
Deformabilitas merupakan kapasitas batuan untuk meregang akibat beban yang ada
atau respon terhadap penggalian. Deformasi juga diartikan sebagai perubahan bentuk
(pemuaian, penyusutan, atau bentuk lain dari penyimpangan / distorsi). Hal ini terjadi
sebagai akibat respon terhadap applied load / tegangan tetapi bisa juga disebabkan karena
perubahan temperatur atau kandungan air (swelling / shrinkage). Deformabilitas
menjelaskan batuan mengalami deformasi dan kebalikannya stiffness. Deformabilitas
seperti kekuatan, kebanyakan tergantung pada porositas dan tingkat penkgekaran batuan
saat pengujian. Pori-pori dan kekar adalah titik lemah dan mendeformasi bentuk batuan.
Deformasi merupakan pengukuran panjang, dalam bentuk yang tidak berdimensi
sebagai regangan (strain), rasio perubahan panjang terhadap panjang sebenarnya (nilai
tegangan x 10-6). Regangan merupakan perwujudan dalam horisontal.

Gambar 1. Strain Components at a Point

Sebagai contoh, pada suatu bendungan jenis batuan yang berbeda yang memiliki
deformabilitas berbeda akan membentuk tegangan geser dan tegangan diagonal
berdasarkan defleksi yang tidak sama. Struktur bendungan dapat mengatasi kecenderungan
defleksi jika properti batuan telah diketahui dan variasi properti di dalam pondasi sudah
ditentukan. Selanjutnya pada struktur massa beton seperti gravity dams, deformabilitas
batuan berhubungan dengan tekanan termal pada beton, yang dihitung dengan koefisien
termal, perubahan temperatur, dan deformabilitas.

1
Gambar 2. Tegangan geser yang berkembang pada bendungan beton (concrete dam)
disebabkan oleh deformabilitas batuan di pondasi

Banyak situasi pada perpindahan batuan (rock displacements) seharusnya


diperhitungkan. Untuk membuat desain tekanan pada terowongan, satu yang harus
diketahui adalah perluasan lapisan diturunkan. Hal yang sama berlaku juga pada arch dams
yang menempel pada abutments. Gedung tinggi di atas batu dapat mentransfer beban yang
cukup untuk pondasinya dimana batuan yang sudah ada menjadi penting untuk suatu
desain.

2. Karakterisasi Mekanik Massa Batuan


Karakteristik massa batuan ditentukan dari sifat deformabilitasnya. Deformabilitas
direpresentasikan oleh sebuah modulus yang menjelaskan hubungan antara beban dan
deformasi yang dihasilkan. Padahal massa batuan tidak ber-deformasi secara elastik
sehingga penggunaan terminologi modulus deformation lebih cocok daripada modulus
Young atau elastik.
Komisi terminologi ISRM menerbitkan definisi sebagai berikut :
 Modulus of deformation : the ratio of stress to corresponding strain during loading of
a rock mass including elastic and inelastic behaviour.
 Modulus of elasticity or Young’s modulus : the ratio of stress to corresponding strain
below the proportionality limit of a material.
2.1 Modulus Young
Modulus Young atau nodulus elatisitas adalah kemampuan batuan untuk
mempertahankan kondisi elastisnya. Pada uji kuat tekan uniaksial, contoh batuan yang
diberi tekanan akan mengalami beberapa tahap deformasi elastik dan deformasi lastik.

2
Nilai Modulus Young diturunkan dari kemiringan kurva tegangan-egangan pada bagian
yang linear karena pada saat inilah contoh mengalami deformasi elatsis.
𝛥𝜎
𝐸=( )
𝛥𝜀𝑎
Keterangan :
E = Modulus Young (Mpa)
Δσ = beda tegangan (Mpa)
Δεa = beda regangan aksial (%)
Dijelaskan bahwa batuan kuat dan kaku akan memiliki perilaku fraktur getas sedangkan
batuan lunak akan bersifat ductile. Hubungan kekuatan deformabilitas dari Deere &
Miller (1966) dan Bell (1993) menunjukkan bahwa Modulus Young akan membesar
dengan kenaikan yang kuat.

Gambar 3. Kurva Tegangan Regangan Untuk Kekuatan vs Deformabilitas


2.2 Nisbah Poisson
Nisbah Poisson (v) adalah nilai mutlak dari oerbandingan antara regangan lateral
terhdapa aksial. Jika suatu material diregangkan pada satu arah, maka material tersebut
cenderung mengkerut dan jarang mengembang pada dua arah lainnya. Sebaliknya, jika
suatu aterial ditekan, maka material tersebut akan mengembang (dan jarang
mengkerut) pada arah lainnya.

3
Dalam deformasi elastik mekanik, kecenderungan material untuk mengkerut atau
mengembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan dikenal sebagai efek
Poisson.
𝜀𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
𝑣=( )
𝜀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙
Keterangan :
v = Nisbah Poisson
εl = regangan lateral (mm)
εa = regangan aksial (mm)
Nisbah Poisson akan sangat bergantung pada tingkat tegangan dan dipengaruhi oleh
pembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan saat pengujian dilakukan.

Gambar 4. Hubungan Kekuatan dan Deformabilitas Batuan (Deere & Miller, 1966: Bell, 2993)

4
3. Uji Laboratorium
Hasil uji laboratorium seringnya tidak dapat langsung diaplikasi untuk penggunaan
perhitungan pada massa batuan dimana contoh batuan utuh diambil dan uji insitu
dilakukan. Maka sudah tentu diperlukan pengujian dimana kondisi yang berlaku pada massa
batuan dapat dilakukan yaitu uji insitu. Uji massa batuan memiliki keunggulan karena
dilakukan pada lingkungan massa batuan dimana konstruksi akan dilakukan.
Uji insitu skala besar untuk menentukan karakteristik mekanik massa batuan meliputi,
 Uji beban (rock loading test/ jacking test)
 Uji kuat tekan (compression test)
 Uji geser (shear test)
 Uji triaksial
 Goodman Jack
 Radial Jacking Test
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan karakterisasi massa batuan
antara lain meliputi : variasi cacat batuan, struktur petrografi / matriks batuan, orientasi (dip
direction dan dip), geometri, formasi batuan, tingkat pelapukan / alterasi batuan, elastik,
plastik, sifat rheologi batuan, isotropik dan anisotropik batuan, arah dan besar beban yang
bekerja pada batuan, tingkat tekanan dan atau pelepasan tekanan batuan, faktor seismik
dan tingkat tegangan pada massa batuan.
Secara ringkas jenis pengujian, parameter yang diperoleh aplikasi spesifikasi untuk
penentuan karakterisasi massa batuan.
Tabel 1. Ringkasan Jenis Uji Sifat Mekanik In-Situ dan Aplikasinya
Jenis Uji Parameter yang diperoleh Penggunaan
Uji beban batuan / rock - Parameter deformasi - Kemantapan lubang
loading test / jacking test - Parameter kekuatan bukaan
- Kemantapan lereng
Uji kuat tekan - Kuat tekan - Desain pillar
Uji geser blok - Selubung kekuatan - Kemantapan lubang
batuan bukaan
- Kohesi (C) - Kemantapan lereng
- Sudut gesek dalam 

5
Uji triaksial in-situ Modulus Deformasi (E) - Kemantapan lubang
bukaan
- Kemantapan lereng
Goodman Jack Modulus Deformasi (E)

3.1 Uji Beban Batuan Rock Loading Test / Jacking Test


Modulus deformasi atau modulus elastisitas massa batuan di dalam sebuah lubang
bukaan batuan disebut juga sebagai kemampu rubahan (deformability). Pengujian
untuk menentukan modulus deformasi ini disebut uji beban batuan (rock loading test /
jacking test) dilaksanakan di dalam test adit. Tes adit biasanya ditentukan melalui
pengujian beban dengan cara mendongkrak batuan tersebut (jacking test). Dongkrak
menekan atap dan lantai lubang bukaan atau dinding yang pada bagian kontaknya
merupakan permukaan pelat yang rata. Hasil dari uji ini adalah deformasi atap dan
lantai atau dinding akibat pembebanan oleh jack tersebut. Deformasi ini diukur dengan
dial gauge dan extensometer pada berbagai kedalaman.
Data hasil pengujian selanjutnya digunakan untuk menentukan modulus deformasi
atau modulus elastisitas dengan persamaan berikut :
1−𝑣 𝛥𝐹
𝐸=( )( )
2𝑟 𝛥𝑑/𝑑
Keterangan :
Δd = penambahan perpindahan (increment of displacement)
E = modulus deformasi / elastisitas
ΔF = penambahan beban (increment of load)
v = Nisbah Poisson
r = Jari – jari plat distribusi

6
Gambar 5. Peralatan Uji Beban Batuan dengan 2 Ekstensometer
Contoh hasil dari uji beban seperti terlihat pada gambar di atas merupakan hubungan
antara tegangan (applied stress) dan perpindahan (displacement). Uji beban dilakukan
minimal 5 kali pembebanan atau sering dikenal juga dengan istilah 5 siklus. Modulus
deformasi massa batuan yang diberikan pada Gambar 6 adalah 18,87 Gpa.

Gambar 6 Kurva Tegangan – Perpindahan Uji Beban Batuan


Uji Beban dengan alat Flat Jack dan Plate Loading Test terhadap batupasir pada
perancangan lubang bawah tanah. Informasi mengenai kualitas massa batuan yang terdiri

7
dari batupasir berkekar, batupasir berlapis dan zona patahan di wilayah pengujian tersebut
diberikan dalam bentuk RMR dan Q-sistem.

Gambar 7. Kurva Regangan – Kedalaman Jacking Test


3.2 Uji Deformabilitas dengan Goodman Jack
Beberapa parameter yang diperlukan untuk menentukan modulus elastisitas massa
batuan adalah modulus elastisitas hasil uji laboratorium, kuat tekan batuan utuh, Rock
Mass Rating (RMR, Bienawski 1978), Geological Strength Index (GSI) dan faktor
ketergantungan (Hoek, 2002-D).
Modulus elatisitas massa batuan dengan peralatan Goodman Jack dihitung dengan
persamaan

𝛥𝑄
𝐸=( 𝐾(𝑣𝛽))
𝛥𝑢𝑑
𝑑
Keterangan :
E = Modulus deformasi (Mpa)
ΔQ = kenaikan tekanan (Mpa)
ΔUd = perpindahan diametral rata – rata (mm)
V & β = Nisbah Poisson dan sudut piston

8
Palmstrom & Singh (2001) mengemukakan bahwa nilai modulus deformasi in-situ tidak
konstan, tetapi tergantung pada kondisi tegangan dan secara umum nilainya akan lebih
besar pada massa batuan yang mengalami tegangan lebih besar.

3.3 Uji Geser Insitu


Uji geser blok dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat geser (shear strength) dan
parameter deformasi di daerah geser (shear zone) atau pada massa batuan yang banyak
mengandung bidang diskontinuitas. Uji geser insitu bawah tanah harus dilakukan pada
daerah yang strukturnya merupakan bagian dari konstruksi bawah tanah yang akan
dibuat. Bagian batuan yang akan diuji harus sebesar mungkin dan ukurannya tidak
kurang dari 40 x 40 cm, maka perbandingan panjang : lebar : tinggi = 2 : 2 : 1.

3.4 Uji Triaksial In-situ


Uji ini digunakan untuk mendapatkan karakteristik deformasi dan kekuatan batuan
pada kondisi pembebanan triaksial dan juga nilai kuat geser (shear strength) dan
parameter deformasi di daerah geser (shear zone) atau pada massa batuan yang banyak
mengandung bidang diskontinuitas. Pengujian ini biasanya dilakukan di dalam lubang
bukaan bawah tanah dan kontak permukaan lantai, atap dan dinding yang akan
dikenakan beban berukuran 1.0 m x 1.0 m. Beban vertikal dilakukan oleh dongkrak
hidraulik, beban horisontal oleh flat jack.
Pada sebuah terowongan dilakukan uji triaksial in-situ, pembebanan maksimum ke arah
vertikal adalah 0.6 Mpa dan ke arah horisontal sampai mencapai 0.8 Mpa terkadang
mencapai 2.00 Mpa.

4. Perilaku Elastis dan Non-elastis


Tidak cukup untuk mengkarakterisasi deformablitas batuan dengan konstanta elastis saja,
untuk beberapa batuan non-elastis. Elastisitas mengacu pada properti reversibilitas dari
deformasi dalam merespon beban. Batuan keras (hard rocks) elastis ketika dianggap sebagai
contoh / spesimen laboratorium. Tetapi pada skala lapangan, dimana batuan mengandung
celah, rekahan, perlapisan, kontak, dan zona alterasi batuan dan lempung (clays) dengan
properti plastis, kebanyakan batuan tidak memiliki elastisitas sempurna. Tingkat

9
irrecoverbilitas dari respon regangan terhadap siklus beban sangat penting untuk desain
kurva slope beban deformasi.

Gambar 8. Deformasi Pondasi Permanen Disebabkan Siklus Pengisian dan Pengosongan Reservoir
Saat reservoir dibalik arch dam mengalami kenaikan, batuan dibawah lengkungan (arch)
merespon disepanjang kurva 1. Lengkungan cekung ke atas pada jalur beban / defleksi
adalah tipe untuk rekahan batuan untuk beban pertama (first/ virgin) karena rekahan
tertutup dan kaku pada beban rendah. Ketika reservoir turun, batuan tidak terbebani
sepanjang jalur 2 dengan defleksi permanen. Bendungan akan mengikuti beban, tetapi
karena lebih elastis dibandingkan batuan, maka akan bergerak dari batuan yang tidak
terbebani. Hal tersebut dapat menyebabkan joints/ kekar pada batuan atau beton atau
mengurangi tegangan tekan (compressive stress) pada struktur. Siklus beban dan tanpa
beban berulang sebagai respon operasi cyclic pada reservoir akan membentuk series of
loops.
3.1 Perilaku Static Elastic Deformasi Batuan
Kurva Tegangan – Regangan (Stress-Strain Curve) Pada Batuan
Longitudinal strain (regangan longitudinal) menunjukkan kurva tegangan-regangan
uniaksial untuk tipe batuan yang porous atau memiliki kekar. Kurva perpindahan beban
(load displacement curve) untuk pengujian di lapangan sama dengan bentuk kurva yang
ada di laboratorium.
Pada tahap awal pembebanan, batuan secara progresif menjadi padat berpori-pori,
retak, joint close, hasilnya menjadi kaku dan sedikit terdeformasi. Kurva perpindahan
beban menunjukkan cekung ke atas merefleksikan peningkatan tingkat kekakuan pada
beban yang lebih tinggi.

10
Pada level menengah, biasanya satu-tiga dan dua-3 kuat tekan uniaksial (uniaxial
compressive strength) menjadi elastis linear. Semua porositas mayor dan kekar
tertutup, sehingga kenaikan regangan menjadi proposional dengan tegangan (applied
stress).
Tegangan yang lebih tinggi, tetapi mencapai puncak kekuatan, maka kekar mulai
bergeser dan retakan mulai menyebar dan berpadu. Kurva tegangan – regangan
menjadi cekung ke bawah.

Gambar 9. Anisotropi Efek pada Kuat Tekan Uniaksial


Beberapa beban yang dibebaskan (unloading) mengalami pembebanan kembali
(reloading) disertai dengan “hysteresis” yang disebabkan karena gesekan sepanjang di
permukaan dengan pori – pori tertutup, retakan, kekar. Dinding retakan bergesekan
dan tergelincir menghasilkan tegangan naik, dan pada arah sebaliknya turun. Perilaku
postpeak stress-strain hanya dapat diketahui dnegan menggunakan stiff system pada
pembebanan.
Lateral strain pada saat yang sama pembebanan uniaksial yang dipendekkan. Rasio
lateral dan longitudinal strain disebut dengan Poisson’s ratio.

11
Gambar 10. Stress-Strain Curve For Typical Porous or Jointed Rock

5. Pengukuran Deformability Properties dengan Static Tests


Hubungan tegangan-regangan dapat diamati dalam uji statis dan dinamis yang dilakukan di
laboratorium atau di lapangan. Properti deformabilitas bisa didapatkan dari data,
diasumsikan dengan model ideal yang menggambarkan perilaku batuan pada konfigurasi
pengujian. Properti deformabilitas dapat dihitung balik dari data instrumen pada gerakan
dari struktur atau penggalian, apabila di awal dan akhir diketahui tegangannya,
menggunakan metode berbanding terbalik.
Kebanyakan prosedur pengujian untuk pengukuran deformabilitas adalah uji kuat tekan
(loboratory compression) atau uji kelengkungan/kelenturan, pengukuran kecepatan
gelombang di laboratorium atau di lapangan, uji pembebanan di lapangan menggunakan
flat jacks atau uji plate bearing dan ekspansi lubang bor.
Uji Kuat Tekan
Uji unconfined compression pada inti batuan, rasio panjang dan terhadap diameter adalah 2
dengan ujung yang dirapikan akan menghasilkan kurva tegangan-regangan.(Gambar) Pada
axial strain terpasang strain gages pada conto/ spesimen atau menggunakan ekstensometer
yang dipasang paralel dengan panjang spesimen / conto, lateral strain diukur menggunakan
strain gages yang dipasang melingkar, atau menggunakan ekstensometer memotong
diameter. Besaran rasio lateral strain dengan axial strain adalah Poisson’s ratio v. Pada
batuan keras (hard rocks), biasanya tidak menerima penenetuan axial strain dengan

12
memperpendek pengukuran ruang pengujian karena terjadi pergerakan yang relatif besar
diujungnya dimana kontak batuan dengan alat pengujian.
Sulitnya menentukan yang disebut E (modulus elatsisitas) yang sesungguhnya. Kemiringan
kurva pembebanan awal tidak mencakup deformasi elastis.Kurva tanpa pembebanan, atau
kurva pembebanan kembali (reloading curve) setelah siklus pembebanan dan beban yang
dibebaskan / tanpa pembebanan merupakan pengkuran E yang lebih baik. Definisi E
ditentukan bahkan setelah puncak beban ketika batuan mengalami rekahanDeere (1968)
menjelaskan grafik klasifikasi untuk conto batuan utuh berdasarkanrasio modulus elastisitas
pada uji kuat tekan uniaxial (unconfined compressive strength), bersama dengan nilai
absolut yang terakhir. Batuan rasio E/qu terletak di range 200 – 500 tetapi nilai ekstrim
memiliki range 100 hingga 1200. Umumnya, rasio modulus E/qu lebih tinggi pada batuan
kristalin dibandingkan batuan klastik, batupasir lebih tinggi dibandingkan batulempung
(shales). Penggantian / substitusi dari modulus deformasi menggantikan modulus elatisitas
mengindikasikan properti

6. Distribusi Tegangan pada Massa Batuan


Penyebaran tegangan di dalam contoh batu searah dengan gaya yang dikenakan sesuai
dengan teori. Keadaan ideal ini hanya dapat dicapai jika persyaratan kualitas contoh batu uji
dan susunan contoh batu uji dengan plat penekan dipenuhi dengan baik, kedua muka
contoh uji paralel dan rata serta tegak lurus terhadap sumbu pembebanan mesin tekan.
Gambar
Mekanisme pecahnya batuan getas dengan kondisi kekuatan mesin tekan yang tidak terlalu
besar akan bersifat violent dan disebut sebagai fraktyr getas (brittle fracture). Menurut
Grifith (1921) bahwa arah retakan dari sebuah material getas akan sesuai dengan tegangan
utama maksimumnya.
Gambar
Tergantung dari jenis batuan, kondisi rekahan awal (pre-existing xracks) pada contoh batu
uji dalam ssistem mesin kuat tekan maka bentuk pecah contoh batu uji akan bervariasi
mulai kataklasis, axial splitting, pecahan kerucut (cone failure), homogenous shear,
combination axial & local shear, dan splintery & onio leaves & buckling.

13
Gambar 11. Tipe Pecah Contoh Batu Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (Kramadibrata, 1990 – L/D =2)

Secara umum ada tiga tipe pecah batuan yang sering terjadi pada uji kuat tekan uniaksial :
- Shear failure terjadi ketika rekahan tunggal atau beberapa rekahan menyebar ke
seluruh contoh batuan sehingga terjadi pergeseran sepanjang rekahan yang
terbentuk. Bidang geser tempat terjadinya geseran akan membentuk sudt tertentu
terhadap tegangan aksial yang diberikan.
- Axial splitting terbentuk jika rekahan yang terjadi searah atau paralel dengan arah
tegangan aksial.
- Multiple cracking terjadi ketika contoh batuan pecah sepanjang banyak bidang pada
arah yang tidak beraturan.

Gambar 12. Bentuk Pecahan Kerucut dan Distribusi Tegangan


di dalam Contoh Batuan Pada UCS

14
6.1 Distribusi Tegangan pada Terowongan untuk Batuan Orthotropi (Tidak Isotrop)
Dalam hal elastik orthotrop dimana ada dua modulus yang tegak lurus E1 dan E2, untuk
sistem pembebanan monoaxial, distribsi tegangan yang didapat tidak dipengaruhi,
hanya deformasinya.
Ketidakisotropan dai batuan sangat mempengaruhi kekuatan dari batuan tersebut,
misalnya kuat tekan dari batuan berlapis schist dapat bervariasi sampai 10 kali lipat atau
lebih merupakan fungsi dari arah perlapisan.
Sebuah lubnag bukaan dengan penampang berbentuk lingkaran dibuat dalam massa
batuan yang berlapis, dimaa kekuatan batuan tersebut mengalami tegangan hidrostatik.

Gambar 13. Kuat Tekan dari Sebuah Batuan Berlapis Yang Merupakan Fungsi Dari Sudut Perlapisan

6.2 Distribusi Tegangan Di Sekitar Terowongan Untuk Batuan yang Mempunyai Perilaku
Plastik Sempurna Dikelilingi Terowongan
Misalkan kurva intrinsik batuan memotong lingkaran Mohr yang menggambarkan
tegangan pada kontur lubang bukaan dan perilaku batuan sesudah kuat tekannya
dilampaui dicirkan oleh deformasi (strain) tak tehingga (perilaku plastik sempurna)
Gambar
Pembuatan lingkaran Mohr dapat menentukan tegangan pada dinding (lingkaran Mohr
untuk kuat tekan, σR=0, 0OR = σc)

15
Daerah plastis dbatasi oleh lingkaran yang berjari-jari R, akibat dari tegangan, diserap oleh
deformasi plastik pada daerah lingkaran sebelah dalam.

Gambar 14. Tegangan Di Sekitar Lubang Bukaan Bulat Untuk Batuan Elastik Dengan Tegangan Mula-
Mula Hidrostatik

Gambar 15. Tegangan Di Sekitar Lubang Bukaan Bulat Dengan Perilabu Batuan Plastik
Sempurna Di sekelilingnya

16
REFERENSI

Franklin, John. A; Maurice B. Dusseault. 1989. Rock engineering. United States : McGraw-Hill
Publishing Company.

Made Astawa Rai. 1988. Mekanika Batuan. Bandung : Laboratorium Geoteknik Pusat Antar
Universitas – Ilmu Rekayasa Tambang Institut Teknologi Bandung.

Made Astawa Rai, dkk. 2013. Mekanika Batuan. Bandung : Laboratorium Geoteknik Pusat
Antar Universitas – Ilmu Rekayasa Tambang Institut Teknologi Bandung.

Richard E. Goodman. 1989. Introduction to Rock Mechanics. University of California at


Berkeley

17

Anda mungkin juga menyukai